Share

DINIKAHI CALON KAKAK IPARKU
DINIKAHI CALON KAKAK IPARKU
Penulis: Sity Mariah

Mempelai Pengganti

"Raka! Rakana! Keluar kamu! Jangan sembunyi, atau kubakar pelaminan di depan sana!"

Suara wanita yang amat kukenali terdengar menggema. Aku yang baru saja selesai dirias oleh make up artist terkejut bukan main.

Brakkk!

Aku makin terkesiap, kala pintu ruangan make up di gedung tempat pernikahanku akan berlangsung hari ini, didobrak amat kencang.

"Faula?" gumamku pada sosok perempuan yang berhasil menggebrak pintu tadi. Dia adalah sahabatku sejak sekolah SMA. Dulu rumahnya tepat di depan rumahku, tapi sejak satu tahun lalu dia tinggal di luar kota karena mendapatkan pekerjaan di sana. Meski begitu, kami masih sering bertukar kabar melalui ponsel.

"Kamu pulang juga akhirnya," ucapku merasa senang sekaligus tak percaya. Dua minggu sebelumnya, Faula mengabarkan tidak bisa datang untuk menjadi Bridesmaids di pernikahanku karena pekerjaan yang tidak bisa ditinggalkan.

"Kamu tidak bisa menikah dengan Raka!" ucapnya dengan tangan yang bersilang di depan dada. Matanya seolah memindai penampilanku dari atas hingga ke bawah.

"A—apa maksudnya?" Aku bertanya tidak mengerti. Dia bahkan tahu hubunganku selama tujuh tahun ini bersama Raka.

Dia yang selalu menjadi tempatku bercerita saat hubunganku dan Raka bermasalah. Dia tahu betapa aku mencintai laki-laki hitam manis itu.

Kenapa tiba-tiba dia datang dan mengatakan demikian?

"Karena ... aku hamil anaknya Raka!"

Hah?

Mataku melotot sempurna mendengarnya. Menatap Faula penuh selidik dan ia mengangguk tanpa ragu.

"Iya. Aku hamil anak dari Raka. Sudah tiga bulan. Dia harus menikahiku, bukan kamu, Chia!"

"Jangan bercanda kamu, Fau!" hardikku keras. Jari telunjukku berada tepat di depan wajah perempuan tinggi semampai dengan dress merah marun tanpa lengan ini.

Faula menepis jariku kasar, lantas ia merogoh ke dalam tas hitam yang dipakainya. Mengeluarkan hampir lima testpack bergaris dua, amplop berlogo rumah sakit swasta, lalu terakhir fotonya bersama calon suamiku. Foto mereka berdua ... di atas ranjang.

Melihat itu, jantungku seakan ingin melompat dari tempatnya.

"Ini buktinya! Aku positif hamil. Surat hasil pemeriksaan dari rumah sakit. Dan ini, fotoku bersama Raka di kamar hotel. Masih kurang? Apa harus aku perdengarkan voice note mesra kami juga?!" cecar Faula berhasil membuat persendianku melemas.

Aku tak kuasa lagi berdiri. Badanku sudah oleng, seseorang terasa menyangga dari belakang sampai tubuhku didudukkan. Tak terkira hancurnya hatiku mendapati kenyataan ini.

Bagaimana mungkin? Aku sendiri masih sulit mempercayainya. Sejak kapan mereka berkhianat di belakangku? Sialan sekali.

"Sekarang mana Rakana? Pernikahan kalian tidak boleh terjadi, Raka harus menikahiku. Dia harus bertanggung jawab atas kehamilanku!" lontar Faula tajam.

Aku menggeleng menahan nyeri di hati yang teriris. Air mataku sudah ingin jebol dari tempatnya.

"Di mana Raka?!" Faula bertanya membentak.

"Rombongan calon pengantin pria belum datang!" Perias pengantin di sebelahku yang akhirnya menjawab.

Perempuan cantik yang usianya sebaya denganku itu pun berlalu. Dia melangkah menuju pintu dan akhirnya keluar dari ruangan ini.

Aku masih memikirkan apa yang terjadi saat ini. Hari pernikahanku bersama Rakana, hari yang aku impikan dan kurancang sedemikian rupa. Haruskah berakhir seperti ini?

Bukti-bukti yang Faula beberkan masih teronggok di atas meja rias ruangan ini.

Foto tak senonoh yang memuat kebersamaan mereka, berhasil membuat hati ini berdarah-darah dan patah sempurna.

Akh ...

Bagaimana bisa ...?

Aku masih terus bertanya-tanya.

Faula tidak sedang mengada-ada. Dia sedang memberikan bukti bahwa ia dan Rakana memang memiliki hubungan istimewa selama ini.

Air mataku sudah lolos. Banjir membasahi pipi. Aku hanya bisa tergugu dengan gaun pengantin yang membalut indah di tubuh ini.

"Chia, apa yang sebenarnya terjadi?" Suara Mama terdengar. Aku menengadah dengan wajah basah.

Mama dan Papa memasuki ruangan. Mereka mendekat ke arahku dan Mama mendekapku. Saat itu juga, tangis ini tumpah ruah. Wajahku tenggelam di perut Mama.

"Apa benar yang Faula katakan?" tanya Mama dan aku hanya bisa mengangguk lemah sambil terus terisak.

"Rakana dan keluarganya baru saja datang, tapi Faula tiba-tiba berteriak. Mengancam akan membakar pelaminan jika Rakana tetap melanjutkan pernikahannya dengan kamu. Dia bahkan memegang pisau yang diarahkan tepat di depan perutnya. Dia juga mengancam akan menusuk perutnya yang sedang mengandung anak Raka," jelas Mama membuat hatiku semakin nyeri. "Benar begitu?"

Aku masih tersedu.

Tanganku lalu menunjuk pada meja rias di samping. Entah bagaimana reaksi Papa dan Mama setelahnya.

"Kurang ajar Rakana!" geram Papa yang sepertinya sudah melihat bukti di meja rias itu.

Terdengar derap langkah sedangkan Mama terasa mengusap punggung ini dengan lembut.

*****

Aku sudah di aula. Meja yang seharusnya menjadi saksi ikrar suci ijab qobul, kini diisi oleh Rakana seorang diri.

Lelaki dengan tuxedo hitam itu menunduk. Namun aku bisa melihat wajahnya babak belur dan sudut bibirnya berdarah. Sementara Faula berdiri di sampingnya tanpa rasa berdosa.

Sepertinya, Raka kena hajar Papa.

Aku berdiri diapit oleh Mama dan Mba Lin, kakakku. Riuh orang-orang yang sudah hadir terdengar memenuhi aula.

"Memalukan sekali ini, Hans! Sia-sia aku menyiapkan pesta hari ini. Tapi seperti ini balasan kamu dan putramu?" hardik Papa kepada Om Hans, Ayah dari Rakana.

"Iya. Jauh-jauh hari kami menyiapkan untuk hari ini. Semua yang terbaik kami berikan untuk perayaan pernikahan Chia dan Raka. Tapi apa? Putra kalian ternyata berselingkuh dengan Faula. Bagaimana sekarang? Semua keluarga dan kerabat sudah kami undang. Bayangkan, bagaimana kami hanya akan menjadi bahan cemoohan dan ledekan karena pernikahan dan pesta resepsi ini harus batal gara-gara perbuatan menjijikkan Raka!" Mama berteriak di depan kedua calon besannya.

"Kami benar-benar minta maaf atas kejadian hari ini, Ruslan, Zaida. Mohon maaf sekali. Kami sebagai orang tua dari Raka, turut syok akan kejadian ini. Sungguh," ucap Tante Tari dengan kedua telapak tangan yang bertangkup.

"Benar. Kami meminta maaf yang sebesar-besarnya atas hari ini. Semua di luar kuasa kami. Kami juga baru mengetahui kenyataan ini sekarang. Seandainya semua terungkap sebelum hari ini, saya selaku ayah Raka, tentu akan membicarakan semuanya lebih dulu. Tidak akan hal ini terjadi," tutur Om Hans lesu.

"Aku gak peduli, Hans! Aku hanya peduli pada putri bungsuku. Dia dan anakmu sudah berpacaran sejak lama. Hampir tujuh tahun, bukan? Tapi, apa yang Chia dapatkan sekarang? Pernikahan impiannya harus batal dan kandas. Karena aku tidak mungkin menikahkannya dengan Raka. Jelas-jelas dia sudah menghamili perempuan lain!" tukas Papa kembali.

"Tenang, Ruslan. Tenang. Kita bisa bicarakan dan berunding baik-baik," jawab Om Hans.

"Berunding baik-baik gundulmu! Sudah tidak ada yang bisa dirundingkan lagi. Pernikahan ini batal! Batal!" ujar Papa penuh kemurkaan.

Mendengar Papa berucap dengan tegas membatalkan pernikahanku dan Raka membuat hati ini kian berdenyut-denyut saja.

"Pergi dari sini. Bawa anak lelakimu yang kurang ajar dan brengsek itu pulang. Pergi dari hadapanku!" Papa mengusir dengan terang-terangan.

"Tolonglah tenang dulu, Pak Rus. Kita pasti akan menemukan solusi atas masalah ini," pinta Bu Tari.

"Solusi apa? Sudah, bubar saja sana! Pergi kalian semua dari sini. Pergi! Memalukan!" tukas Papa dengan kerasnya.

Pastilah Papa merasakan malu yang teramat sangat. Calon menantu yang dibanggakannya, ternyata tak lebih dari seorang pengkhianat.

"Tunggu, Ruslan. Tolong dengarkan dulu kami." Om Hans terus memohon.

"Apalagi yang harus didengarkan Pak Hans?" Mama menimpali kali ini.

"Raka memang tidak akan bisa menikahi Chia. Tetapi pernikahan ini akan tetap bisa berjalan. Pesta ini harus tetap berlangsung. Pernikahan ini harus tetap terlaksana. Putra sulung kami yang akan menggantikannya. Fahad lah yang akan menikahi Chia menggantikan Raka," jelas Om Hans membuatku melongo dengan mata melebar sempurna. "Fahad yang akan menjadi mempelai pengganti"

What?

Bang Fahad yang akan menjadi mempelai lelakinya? Aku menikah dengannya?

Hampir tujuh tahun aku berpacaran dengan Rakana. Bolak-balik aku ke rumah orang tua Rakana selama itu dan baru sekali aku mendengar suara dari laki-laki tersebut. Usianya dua belas tahun lebih tua dariku. Dia juga duda selama sepuluh tahun lamanya.

Yang benar saja aku harus menikah dengan dia?

*

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status