Share

Tak Berkutik

"Raka! Apa-apaan kamu? Minggir atau aku akan teriak!" ancamku seketika.

Rakana menatapku sayu. "Teriak yang kencang, Chi. Semua ruangan di rumah Abang ini kedap suara. Teriak sampai urat lehermu putus, gak akan ada yang denger," jelasnya dengan suara terdengar lemah.

"Mau apa kamu?!" Aku bertanya ketus. Tidak mempedulikan jika ancamanku gagal karena aku pun baru tahu kalau ruangan-ruangan di rumah ini kedap suara.

Rakana merangsek maju. Refleks aku mundur sampai punggungku membentur dinginnya dinding kamar mandi. Jujur aku takut Rakana berbuat macam-macam terhadapku.

"Aku gak mau apa-apa, Chi," ucapnya bersama wajah memelas. "Aku cuma mau tanya, kenapa kamu mau saat Bang Fahad menggantikan aku menikahi kamu? Kenapa, Chi? Pesta hari ini adalah pesta untuk kita. Pesta yang kita berdua siapkan dan rancang bersama-sama. Kenapa kamu membiarkan justru Bang Fahad yang menjadi suami kamu?" cecarnya tanpa rasa berdosa.

Mataku membola. Memandangnya diikuti gelengan kepala.

"Masih bisa kamu tanya begitu sama aku, hah? Kamu gak sadar semua ini terjadi gara-gara kamu? Kamu yang berkhianat. Kamu selingkuh dengan Faula entah sejak kapan. Kamu tidur dengan dia sampai mengandung anak kamu. Kamu penyebab pernikahan kita batal. Kamu yang brengsek!" umpatku akhirnya. Memendam sejak siang tadi, aku pun bisa meluapkannya sekarang.

Rakana menggeleng lemah. Dia berusaha meraih tanganku dan aku tentu saja menepisnya kasar.

"Chi, aku khilaf. Aku terjebak dengan keadaan. Kamu tahu kenapa? Karena kamu gak pernah mau melakukannya denganku, Chi. Jangankan tidur denganku, berciuman saja kamu tidak mau. Sedangkan aku, lelaki normal yang selalu berdebar saat kita bersama. Kamu gak bisa diajak bersenang-senang dan terlalu serius. Sampai aku sendiri bingung dan akhirnya mencari pelampiasan yang lain."

PLAKKK!

Lima jari tanganku mendarat mulus di pipinya. Bahkan berbunyi cukup nyaring. Pipi Rakana pun jelas terlihat memerah. Menandakan betapa keras aku menaparnya barusan.

Setelah pengkhianatannya, sekarang dia melimpahkan kesalahan padaku? Benar-benar sudah gila.

"Kalau di matamu aku ini terlalu serius dan tidak bisa diajak bersenang-senang, kenapa gak kamu putuskan aku sejak lama? Kenapa kamu tetap menjadi kekasihku untuk tujuh tahun lamanya? Kenapa, Raka?!" Aku berteriak. Menumpahkan sesak yang sejak tadi membelenggu dalam dada.

"Kita bisa putus dan tidak usah sampai menyiapkan pernikahan kalau aku memang tidak sesuai di mata kamu. Kita bisa mengakhiri hubungan kita baik-baik sebelum hari ini terjadi, bukan mempermainkan dan menduakan aku seperti ini, lalu setelahnya kamu menyalahkan aku! Kamu yang bajingan, aku yang kamu sudutkan! Di mana otak kamu?" Aku mengumpatnya untuk pertama kali selama bertahun-tahun aku mengenali Rakana.

Lelaki dengan hanya kaos singlet itu tampak menggeleng. "Tampar aku, pukul aku atau sekalian kamu bunuh aku. Kalau itu bisa membuatmu senang, Chi. Aku terima, karena aku sadar aku sudah khilaf. Aku salah, tapi kamu juga salah. Kamu bisa menolak untuk dinikahi Abangku. Seharusnya kamu tidak menikah hari ini. Karena setelah bayi yang dikandung Faula itu lahir, aku akan menceraikan dia. Aku akan kembali pada kamu, dan kita bisa bersama lagi. Seharusnya itu yang kamu lakukan, Chi. Aku hancur saat kamu justru menjadi istri dari Abangku sekarang," tukasnya tanpa tedeng aling-aling.

Aku memejamkan mata. Menarik napas sepenuh dada dan mengembusnya perlahan. Mengurai segala sesak dan perasaan yang bercampur aduk.

"Kalau kamu hancur, lalu aku bagaimana, Raka? Pernikahan kita batal dan kamu menjadi suami dari seseorang yang merupakan sahabat baikku. Kalau kamu mengaku hancur, lalu apa yang bisa aku gambarkan tentang keadaanku sendiri, Raka. Apa ...?" Suaraku melemah.

"Aku khilaf, Chi. Demi Tuhan aku khilaf. Aku tidak pernah berniat membuat keadaan kita menjadi begini

Aku tahu kamu tidak mencintai Bang Fahad. Begitu juga aku yang tidak mungkin mencintai Faula. Seandainya kamu tidak menyetujui kesepakatan untuk dinikahi Bang Fahad, aku akan pastikan, setelah bayi Faula lahir, kita akan bersama kembali, Chi. Dengan begitu, kita bisa bersama-sama lagi," ucapnya dengan wajah memelas.

Aku menggeleng tegas. "Khilaf itu sekali, Raka. Kalau memang kamu khilaf, Faula gak akan bunting anak kamu. Udahlah, kisah kita sudah berakhir. Kita jalani hidup ini masing-masing."

Rakana meraih tanganku dan menggenggamnya. "Chi, kita masih bisa bersama. Kita bisa berhubungan diam-diam di belakang Bang Fahad dan Faula. Kita masih memiliki kesempatan untuk bersama."

Aku melongo dengan mata membulat mendengar ucapannya yang di luar nalar itu. "Kamu bener-bener gak punya otak! Minggir. Bisa gila aku lama-lama berhadapan dengan orang sableng kayak kamu!" Sudah tak tahan lagi, aku menghempas kasar hingga tanganku terlepas dari genggaman Rakana dan menggeser tubuhnya agar tidak menghalangi di depanku.

Dia tidak melawan. Tubuhnya dengan mudah bisa ku singkirkan. Aku berjalan cepat menuju pintu hendak menyentuh anak kunci yang menggantung lalu secepatnya keluar dari sini.

Grebbbh!

Namun tiba-tiba Rakana memelukku dari belakang. Kedua lenganku tertahan oleh pelukannya. Ia menarik tubuhku mundur menjauhi pintu.

Aku berontak mencoba untuk melepaskan diri, tapi pelukan Rakana terlalu kuat. Sampai akhirnya aku hanya bisa mematung, terlebih karena Rakana memelukku begitu erat.

Aku memang sangat marah. Aku benci pada Rakana yang sudah berselingkuh. Aku marah karena pernikahan kami batal dan hubungan kami juga kandas, tapi dipeluknya seperti ini membuatku tak berkutik.

Dipeluknya erat seperti ini membuat logika dan hatiku saling berperang. Pikiranku memang menentang keras, tapi hatiku?

.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status