Share

Tak Berkutik

Author: Sity Mariah
last update Last Updated: 2024-10-11 23:16:13

"Raka! Apa-apaan kamu? Minggir atau aku akan teriak!" ancamku seketika.

Rakana menatapku sayu. "Teriak yang kencang, Chi. Semua ruangan di rumah Abang ini kedap suara. Teriak sampai urat lehermu putus, gak akan ada yang denger," jelasnya dengan suara terdengar lemah.

"Mau apa kamu?!" Aku bertanya ketus. Tidak mempedulikan jika ancamanku gagal karena aku pun baru tahu kalau ruangan-ruangan di rumah ini kedap suara.

Rakana merangsek maju. Refleks aku mundur sampai punggungku membentur dinginnya dinding kamar mandi. Jujur aku takut Rakana berbuat macam-macam terhadapku.

"Aku gak mau apa-apa, Chi," ucapnya bersama wajah memelas. "Aku cuma mau tanya, kenapa kamu mau saat Bang Fahad menggantikan aku menikahi kamu? Kenapa, Chi? Pesta hari ini adalah pesta untuk kita. Pesta yang kita berdua siapkan dan rancang bersama-sama. Kenapa kamu membiarkan justru Bang Fahad yang menjadi suami kamu?" cecarnya tanpa rasa berdosa.

Mataku membola. Memandangnya diikuti gelengan kepala.

"Masih bisa kamu tanya begitu sama aku, hah? Kamu gak sadar semua ini terjadi gara-gara kamu? Kamu yang berkhianat. Kamu selingkuh dengan Faula entah sejak kapan. Kamu tidur dengan dia sampai mengandung anak kamu. Kamu penyebab pernikahan kita batal. Kamu yang brengsek!" umpatku akhirnya. Memendam sejak siang tadi, aku pun bisa meluapkannya sekarang.

Rakana menggeleng lemah. Dia berusaha meraih tanganku dan aku tentu saja menepisnya kasar.

"Chi, aku khilaf. Aku terjebak dengan keadaan. Kamu tahu kenapa? Karena kamu gak pernah mau melakukannya denganku, Chi. Jangankan tidur denganku, berciuman saja kamu tidak mau. Sedangkan aku, lelaki normal yang selalu berdebar saat kita bersama. Kamu gak bisa diajak bersenang-senang dan terlalu serius. Sampai aku sendiri bingung dan akhirnya mencari pelampiasan yang lain."

PLAKKK!

Lima jari tanganku mendarat mulus di pipinya. Bahkan berbunyi cukup nyaring. Pipi Rakana pun jelas terlihat memerah. Menandakan betapa keras aku menaparnya barusan.

Setelah pengkhianatannya, sekarang dia melimpahkan kesalahan padaku? Benar-benar sudah gila.

"Kalau di matamu aku ini terlalu serius dan tidak bisa diajak bersenang-senang, kenapa gak kamu putuskan aku sejak lama? Kenapa kamu tetap menjadi kekasihku untuk tujuh tahun lamanya? Kenapa, Raka?!" Aku berteriak. Menumpahkan sesak yang sejak tadi membelenggu dalam dada.

"Kita bisa putus dan tidak usah sampai menyiapkan pernikahan kalau aku memang tidak sesuai di mata kamu. Kita bisa mengakhiri hubungan kita baik-baik sebelum hari ini terjadi, bukan mempermainkan dan menduakan aku seperti ini, lalu setelahnya kamu menyalahkan aku! Kamu yang bajingan, aku yang kamu sudutkan! Di mana otak kamu?" Aku mengumpatnya untuk pertama kali selama bertahun-tahun aku mengenali Rakana.

Lelaki dengan hanya kaos singlet itu tampak menggeleng. "Tampar aku, pukul aku atau sekalian kamu bunuh aku. Kalau itu bisa membuatmu senang, Chi. Aku terima, karena aku sadar aku sudah khilaf. Aku salah, tapi kamu juga salah. Kamu bisa menolak untuk dinikahi Abangku. Seharusnya kamu tidak menikah hari ini. Karena setelah bayi yang dikandung Faula itu lahir, aku akan menceraikan dia. Aku akan kembali pada kamu, dan kita bisa bersama lagi. Seharusnya itu yang kamu lakukan, Chi. Aku hancur saat kamu justru menjadi istri dari Abangku sekarang," tukasnya tanpa tedeng aling-aling.

Aku memejamkan mata. Menarik napas sepenuh dada dan mengembusnya perlahan. Mengurai segala sesak dan perasaan yang bercampur aduk.

"Kalau kamu hancur, lalu aku bagaimana, Raka? Pernikahan kita batal dan kamu menjadi suami dari seseorang yang merupakan sahabat baikku. Kalau kamu mengaku hancur, lalu apa yang bisa aku gambarkan tentang keadaanku sendiri, Raka. Apa ...?" Suaraku melemah.

"Aku khilaf, Chi. Demi Tuhan aku khilaf. Aku tidak pernah berniat membuat keadaan kita menjadi begini

Aku tahu kamu tidak mencintai Bang Fahad. Begitu juga aku yang tidak mungkin mencintai Faula. Seandainya kamu tidak menyetujui kesepakatan untuk dinikahi Bang Fahad, aku akan pastikan, setelah bayi Faula lahir, kita akan bersama kembali, Chi. Dengan begitu, kita bisa bersama-sama lagi," ucapnya dengan wajah memelas.

Aku menggeleng tegas. "Khilaf itu sekali, Raka. Kalau memang kamu khilaf, Faula gak akan bunting anak kamu. Udahlah, kisah kita sudah berakhir. Kita jalani hidup ini masing-masing."

Rakana meraih tanganku dan menggenggamnya. "Chi, kita masih bisa bersama. Kita bisa berhubungan diam-diam di belakang Bang Fahad dan Faula. Kita masih memiliki kesempatan untuk bersama."

Aku melongo dengan mata membulat mendengar ucapannya yang di luar nalar itu. "Kamu bener-bener gak punya otak! Minggir. Bisa gila aku lama-lama berhadapan dengan orang sableng kayak kamu!" Sudah tak tahan lagi, aku menghempas kasar hingga tanganku terlepas dari genggaman Rakana dan menggeser tubuhnya agar tidak menghalangi di depanku.

Dia tidak melawan. Tubuhnya dengan mudah bisa ku singkirkan. Aku berjalan cepat menuju pintu hendak menyentuh anak kunci yang menggantung lalu secepatnya keluar dari sini.

Grebbbh!

Namun tiba-tiba Rakana memelukku dari belakang. Kedua lenganku tertahan oleh pelukannya. Ia menarik tubuhku mundur menjauhi pintu.

Aku berontak mencoba untuk melepaskan diri, tapi pelukan Rakana terlalu kuat. Sampai akhirnya aku hanya bisa mematung, terlebih karena Rakana memelukku begitu erat.

Aku memang sangat marah. Aku benci pada Rakana yang sudah berselingkuh. Aku marah karena pernikahan kami batal dan hubungan kami juga kandas, tapi dipeluknya seperti ini membuatku tak berkutik.

Dipeluknya erat seperti ini membuat logika dan hatiku saling berperang. Pikiranku memang menentang keras, tapi hatiku?

.

Related chapters

  • DINIKAHI CALON KAKAK IPARKU   Bukan Barang

    "Aku diusir Papa, Chi. Makanya aku ke sini. Mobilku juga disita Papa karena itu memang masih miliknya. Aku hanya mendapat motor butut untuk bisa datang ke sini. Rumah impian kita, sudah Papamu over kredit pada orang lain. Uang muka yang sudah masuk, dibayarkan sepenuhnya, tapi semuanya diambil Papamu, Chi. Aku tidak kebagian sepeserpun. Padahal kamu ingat 'kan, DP rumah itu tujuh puluh lima persennya adalah uangku. Tapi aku hanya gigit jari. Aku kehilangan semuanya, termasuk kamu. Cintaku ...." Rakana berucap dengan lirih. Dagunya terasa bersarang di bahuku. Bohong jika aku merasa biasa saja. Bohong jika aku baik-baik saja. Rakana membuatku kesulitan menentukan sikap.Aku masih mematung. Aku pun baru tahu, kalau rumah di salah satu cluster itu sudah Papa urus. Enam bulan yang lalu, aku dan Rakana memang menandai satu rumah dengan uang muka sebagai tanda jadi. Rumah itu akan kami cicil setelah kami menikah dan langsung menempatinya. Namun rencana tinggalah rencana. Kenyataan tak seinda

    Last Updated : 2024-10-11
  • DINIKAHI CALON KAKAK IPARKU   Kita Bercerai Saja

    "Kenapa kamu diam? Tidak mau? Tidak berani 'kan membuktikannya? Kamu takut kalau apa yang saya katakan adalah kebenaran? Artinya, kamu memang sudah tidak pe ra wan!" tegasnya menekan kata yang terakhir karena aku tidak menjawab tantangannya. Jika semula aku marah dan kesal, kali ini aku bertekad akan melawan ucapannya yang hanya tuduhan. "Anda ingin dilayani malam ini?" tanyaku tak gentar seraya menatap sepasang matanya. Bang Fahad mengangguk. "Huum." "Di mana otak Anda? Setelah menghina-hina, merendahkan dan menyudutkan, sekarang Anda meminta untuk dilayani? Ck," aku mendecak. "Jangan harap!" Kurasakan kedua tangan Bang Fahad di sisi tubuhku itu berubah mengepal. Bodo amat kalau dia kesal dengan ucapanku barusan. "Sudah saya duga. Kamu memang sudah tidak perawan! Benar-benar merugikan. Pesta mewah, uang untuk mahar, dan terikat dalam pernikahan, tapi hanya dapat bekas orang. Benar-benar nasib buruk!" cibirnya dengan wajah meledek. Aku tersenyum miring. "Terserah! Terserah

    Last Updated : 2024-10-11
  • DINIKAHI CALON KAKAK IPARKU   Rasa Itu Masih Sama

    Jari telunjukku masih berada di dalam mulut Bang Fahad, sampai pelan-pelan dikeluarkan dan cairan merah yang mengucur memang telah berkurang.Bang Fahad berlalu dan aku lagi-lagi mengibaskan jariku yang terasa perih sekarang.Bruk!Tak lama Bang Fahad datang, menghempas kotak P3K di atas kitchen set dan kembali mengambil tanganku."Nasib ... nasib kawin sama bocah ingusan!" gerutu Bang Fahad sambil berlalu membawa kotak P3K usai mengobati jariku. Kini, telunjuk tangan kiriku sudah dibalut kassa tipis.Entah obat apa saja yang tadi Bang Fahad gunakan, tapi memang mampu meredakan rasa perih yang biasanya terasa karena luka sayatan."Buruan dibikin sarapannya! Kalau cuma bengong, bisa pingsan saya!" Bang Fahad bicara sambil menyusulku di ruang dapur ini.Aku hanya mengangguk. Melanjutkan apa yang harus kukerjakan sesuai instruksi. Sampai wajan penggorengan sudah diisi nasi putih dan telur orak-arik. Bang Fahad menambahkan bumbu yang dia mau.Setelah selesai, aku coba mengaduknya. Tapi se

    Last Updated : 2024-10-11
  • DINIKAHI CALON KAKAK IPARKU   Berpindah Tanggungjawab

    Sepersekian detik aku membeku. Memandangi sepasang manik hitam pekat milik Bang Fahad. Sampai akhirnya aku sadar lalu cepat-cepat menarik diri."Ngapain sih, Bang? Modus banget pake nyenggol kakiku!" sungutku kesal.Bang Fahad yang juga sudah menyusul bangkit dan berdiri di hadapanku hanya tersenyum miring sambil merapikan dasinya. "Lemah! Sekarang kamu siap-siap. Ikut saya meeting!" tegasnya yang terdengar di luar nalarku."Hah? Ikut meeting? Enggak ah. Ngapain? Aku di sini aja!" tolakku mentah-mentah."Di sini masih ada Rakana dan istrinya yang menumpang. Kamu mau jadi satpam buat mereka?" sindirnya yang sudah selesai merapikan dasi.Aku bergeming. Benar juga katanya, Rakana dan Faula masih berada di rumah ini. Kalau Rakana tahu Bang Fahad pergi dan aku sendirian, bukan tidak mungkin dia akan menggangguku seperti saat dia membawaku ke kamar mandi."Cepat. Saya gak suka orang lelet!" tukas Bang Fahad seraya berjalan keluar dari kamar dengan menjinjing sepatunya. Pintu tertutup dan ak

    Last Updated : 2024-10-11
  • DINIKAHI CALON KAKAK IPARKU   Rasa Sakit yang Nyata

    (10) Rasa Sakit yang Nyata Aku tidur lebih awal. Sepulang meeting siang tadi, Bang Fahad benar-benar memberiku tugas untuk berbelanja. Dia memintaku memenuhi catatan yang sudah dibuatnya. Hingga badanku rasanya pegal karena harus berkeliling swalayan besar. Karena itu menjadi hal pertama bagiku, tentu saja aku lambat melakukannya. Sehingga berbelanja baru selesai saat sore tadi. Gilanya lagi, Bang Fahad juga memintaku membereskan barang belanja yang begitu banyak itu setelah tiba di rumah. Yang benar saja? Aku rasa memang sudah tidak waras laki-laki tua itu. Aku tidak menggubrisnya. Aku memilih bersantai dengan menikmati sore hari tadi di pinggir kolam renang. Entah bagaimana nasib belanjaan itu sekarang. Di tengah-tengah lelapnya tidur, tenggorokan terasa seret. Aku harus minum hingga tidurku pun terbangun. Aku masih lupa menyediakan gelas minum, karena itu semuanya biasanya disiapkan pembantu saat masih tinggal di rumah Mama dan Papa. Meski malas, aku tetap bangun. Mataku rasa

    Last Updated : 2024-10-15
  • DINIKAHI CALON KAKAK IPARKU   Si Mulut Mercon

    Aku mengerjapkan mata sampai akhirnya terbuka sempurna. Keningku mengernyit, begitu menyadari hal yang pertama kulihat adalah langit-langit kamar. Aku lantas mengedarkan pandangan dan ternyata aku memang berada di kamar, terbaring di atas kasur lalu secepatnya aku pun duduk.Kupejamkan kembali kedua netraku. Mengingat hal terakhir yang aku yakini, bahwa semalam aku tidak tidur di sini. Aku mengurung diri di dalam kamar mandi dan menangis sejadi-jadinya di sana, sampai aku merasa lelah serta mengantuk dan membiarkan diriku tertidur di sana. Iya, aku ingat sekali. Kenapa sekarang aku ada di sini?Apa jangan-jangan, Bang Fahad yang sudah memindahkan?Kalau iya, kenapa bisa-bisanya aku tidak sadar? Bagaimana kalau dia sudah macam-macam saat aku tertidur?Oh, shit!Aku meraba-raba pakaian yang memang masih melekat sempurna di badan. Tidak ada yang aneh, tapi siapa juga yang tahu 'kan?Aku menggaruk kepal

    Last Updated : 2024-10-15
  • DINIKAHI CALON KAKAK IPARKU   Paham Sampai Sini?

    "Raka ...." Aku menyeru namanya dengan suara terdengar lemah.Tangan Rakana masih mencekal lenganku begitu erat. Dia juga melayangkan tatapan tajam yang sedetik kemudian berubah menjadi tatapan memelas."Pasti kamu 'kan yang udah bicara sama Bang Fahad, supaya dia mengusir aku dan Faula dari sini?" tuduhnya tanpa tedeng aling-aling.Keningku sontak melipat, menatap lelaki itu dengan mata memicing. "Maksud kamu apa?!" Suaraku terdengar meninggi. Tidak terima dengan tuduhannya.Rakana mendecak. "Semalam, pasti kamu mendengar pembicaraan aku sama Faula 'kan? Entah kamu juga melihat atau enggak saat aku menenangkan Faula dengan memeluknya. Aku yakin, kamu pasti cemburu. Aku yakin sekali, kamu gak terima karena aku menenangkan dia seperti itu. Terus, kamu laporan sama Bang Fahad. Kamu bicara sama dia supaya dia mengusir aku pagi ini dari sini. Iya kan? Kenapa, Chi? Kenapa kamu tega? Papa dan Mamaku sudah mengusir aku dari rumah. Ter

    Last Updated : 2024-10-15
  • DINIKAHI CALON KAKAK IPARKU   Mulai Goyah

    Branggg!"Astaga ... malah pecah," gumamku saat tidak sengaja menjatuhkan piring. Aku bermaksud menaruhnya pada rak pengering di sebelah kiri, tapi entah kenapa malah licin dan akhirnya jatuh dari tanganku. Buru-buru aku mencuci tangan yang penuh buih sabun hingga bersih lalu mengeringkannya. Kemudian berjongkok untuk mengumpulkan pecahan beling yang berserakan di lantai dapur ini. "Stop!"Sebuah suara mengejutkan dan menahan gerakan tanganku yang sudah bersiap menyentuh pecahan-pecahan piring itu. Aku menoleh dan tampak Bang Fahad berjalan ke arahku."Tadi keiris pisau sekarang kamu pecahkan piring? Ya Tuhan ... kamu benar-benar tidak pernah ke dapur?" tanyanya yang langsung membuatku menggelengkan kepala.Terdengar Bang Fahad menarik napasnya dalam-dalam. "Kamu mau membereskan pecahan piring ini dengan tangan kosong?" tanyanya lagi dan aku mengangguk kali ini.Bang Fahad mengembus napas kasar. "En

    Last Updated : 2024-10-16

Latest chapter

  • DINIKAHI CALON KAKAK IPARKU   Entah Kebetulan atau Hanya Skenario

    Aku menggigit bibir, menahan kepanikan yang menggelegak dalam dada. Tanganku terus menekan sisi perut Bang Fahad, berusaha mengurangi pendarahan."Pa, cepat! Kita harus segera sampai!"Mobil melaju kencang membelah jalanan sepi dini hari. Mama menangis tertahan di sampingku, menggenggam tangan Bang Fahad yang kini dingin."Fahad, bertahanlah. Tolong bertahan!" isak Mama, seolah ketakutan akan kehilangan seseorang lagi setelah Mas Althaf pergi untuk selamanya.Aku menatap wajah Bang Fahad yang semakin pucat. Perasaan aneh berkecamuk dalam dadaku. Harusnya aku tidak peduli. Harusnya aku membiarkan dia mati karena kehabisan darah.Tapi saat ini, melihatnya dalam keadaan seperti ini, jujur saja aku merasa sesak. Aku kasihan padanya. Tidak tega. Apa kebencianku hanya setengah hati? Apa aku tidak benar-benar membencinya?Mobil akhirnya berhenti dengan rem mendadak di depan rumah sakit. Papa tampak buru-buru keluar untuk meminta bantuan. Dalam hitungan detik, beberapa petugas medis datang me

  • DINIKAHI CALON KAKAK IPARKU   Mimpi Buruk yang Kembali

    "Apa, Chi? Tinggal di luar negeri? Kenapa tiba-tiba kamu bicara begini?" tanya Mama dengan ekspresi terkejut."Iya, Chi. Tidak ada angin dan hujan, tiba-tiba sekali kamu ingin tinggal di luar negeri. Ada apa?" Papa menimpali dengan reaksi tak kalah terkejutnya.Aku menarik napas dalam-dalam lalu mengembusnya sekaligus. Kedua tangan terangkat meraup wajah, meremas kepala kemudian barulah menatap Mama dan Papa lagi."Mama dan Papa sudah tahu, kalau Bang Fahad ada di kota ini juga. Dia ... masih terus menemuiku, Ma, Pa. Dia masih terus saja muncul di hadapanku. Dia bersikap seolah-olah ingin menebus kesalahannya di masa lalu terhadap kita. Dan tentu saja aku marah terus-terusan bertemu dia. Mama dan Papa tahu, bagaimana aku membenci dia setengah mati. Makanya, aku ingin tinggal di luar negeri. Di tempat yang jauh dan gak akan pernah bertemu lagi dengan dia," jelasku akhirnya."Kita lebih dulu tinggal di kota ini, Chi. Kalaupun harus ada yang pergi, itu bukan kamu atau kita. Tapi, ya dia.

  • DINIKAHI CALON KAKAK IPARKU   Aku yang Pergi!

    Pagi ini udara terasa lebih segar dari biasanya. Entah mungkin hanya perasaanku saja setelah semalam aku bisa sedikit melupakan kesedihan karena kematian Mas Althaf. Meski caranya tidak dibenarkan, tapi aku rasa itu tidak merugikan siapapun.Dengan pakaian olahraga dan earphone terpasang di telinga, aku siap keluar dari rumah untuk melakukan jogging pagi ini. Tapi belum sempat melewati pagar, Mama lebih dulu datang dan menahan kepergianku."Chi, sebentar," ucapnya dengan lembut.Aku melepas satu sisi earphone. "Ada apa, Ma?"Mama menatapku lama, seakan mempertimbangkan kata-kata yang ingin diucapkan. "Kamu pulang larut tadi malam?"Aku menghembus napas kasar. "Iya, Ma. Maaf, aku keasyikan keliling mall terus nonton di bioskopnya, enggak sadar udah larut."Mama menghela napas. "Iya, Papa juga bilang kamu pulang kemalaman karena nonton bioskop, tapi mama rasa ada sesuatu yang kamu sembunyikan."

  • DINIKAHI CALON KAKAK IPARKU   Jangan Lakukan Ini Lagi

    Aku melangkah cepat menuju mobil, telapak tanganku masih terasa panas setelah dua kali menampar wajah Bang Fahad. Aku ingin pergi sejauh mungkin dari laki-laki itu, tak ingin mendengar suaranya, apalagi melihat wajahnya.Namun, baru saja meraih gagang pintu mobil, seseorang menarik pergelangan tanganku dari belakang. Seketika aku menoleh dan menemukan Bang Fahad yang melakukannya. Dia mencengkram pergelangan tanganku sambil menyudutkan pada badan mobil."Kamu berpikir saya merencanakan semua ini?" tanyanya dengan suara masih tenang, tapi sorot matanya menunjukkan tidak terima.Aku mendengkus, menepis tangannya dengan kasar. "Pergi dari sini! Pergi dari hadapanku!"Bang Fahad menghela napas panjang. "Chi, kamu enggak tahu betapa khawatirnya saya ketika melihat kamu tadi. Kenapa kamu berpikir kalau saya mengenal orang-orang itu?"Aku tertawa sinis. "Khawatir? Jangan pura-pura peduli, Bang! Jangan berlaku seolah-olah Abang adalah pahlawan yang sudah menyelamatkan aku malam ini. Aku tahu

  • DINIKAHI CALON KAKAK IPARKU   Cara-cara Murahan

    Aku kembali meronta di dalam gendongan Bang Fahad, tapi dia tetap berjalan tegap hingga keluar dari area taman tanpa mengindahkan protesku. Napasku tersengal, dada terasa sesak karena emosi yang memuncak."Turunin aku, Bang! Aku bisa pulang sendiri!" seruku sambil mencari-cari pegangan berharap bisa bertumpu pada sesuatu dan menghentikan langkahnya.Bang Fahad hanya menghela napas, lalu sedikit mengeratkan lengannya agar aku tidak banyak bergerak. "Jangan banyak gerak, Chi. Nanti kaki kamu makin sakit.""Aku gak peduli! Aku lebih baik ngesot pulang daripada harus digendong Abang!" Aku menggertakkan gigi, tapi laki-laki itu tetap tak menggubrisku.Dia terus berjalan menyusuri trotoar jalanan kian menjauh dari taman. Sementara aku terus meronta meski tenagaku tak seberapa besar dan kalah telak dengan tenaga Bang Fahad."Turunin aku, Bang! Apa Abang udah gak bisa denger?!" teriakku kembali. Namun Bang Fahad tidak jug

  • DINIKAHI CALON KAKAK IPARKU   Ingin Membunuhnya

    Namun sepertinya Bang Fahad terus saja mengikuti, hingga ia berhasil menyamai langkahku lagi dan berlari tepat di lintasan di sebelahku. Akhirnya aku berhenti berlari lalu beralih menatapnya dengan pandangan penuh kebencian."Mau apalagi, sih? Gak ada tempat lain yang bisa Anda datangi selain taman ini?!" tegasku dengan memasang wajah muak yang semoga bisa ia pahami.Terdengar laki-laki itu berdehem seraya memutar tubuh hingga tak lagi berhadapan denganku. "Ini tempat umum. Siapa saja boleh ke sini, termasuk saya.""Memang, tapi aku muak bertemu Abang lagi, Abang lagi. Ngapain sih, ngikutin aku terus? Mau apa? Kita sudah selesai sejak tiga tahun yang lalu. Apalagi yang membuat Abang selalu muncul di hadapanku?" cecarku kemudian.Tampak laki-laki itu menggeleng dengan pandangan yang masih lurus ke depan, sebelum detik berikutnya berubah hingga menghadapku. "Saya mau memastikan kamu baik-baik saja, Chi."Aku mendecih kesal. "Abang buta? Abang gak lihat? Aku sekarang di hadapan Abang seh

  • DINIKAHI CALON KAKAK IPARKU   Lagi-lagi Dia

    "Aakhhh!" Aku memukul setir kemudi berulang, meluapkan kekesalan yang memenuhi hati. Entah bagaimana, Bang Fahad bisa datang dan mengacaukan niatku.Aku tahu apa yang akan kulakukan memang tidak dibenarkan, tapi sekali lagi aku tekankan, aku hanya sedang membutuhkan pelarian agar tidak tertekan atas kematian Mas Althaf. Mungkin saja, satu atau dua gelas minuman di klub malam tadi bisa menenangkan pikiranku. Tapi sialnya, Bang Fahad datang dan berlagak seperti orang suci."Memuakkan. Kenapa dia masih di kota ini? Dia juga tahu kematian Mas Althaf. Apa dia benar mengawasiku? Kalau iya, buat apa? Buat apalagi dia datang dalam kehidupanku? Aarghhh! Menyebalkan!" Aku merutuk sambil mengemudi, teringat pertemuan di klub malam tadi dengan Bang Fahad.Laki-laki yang kubenci setengah mati, sekarang justru hadir kembali dalam kehidupanku. Aku benar-benar muak.Setelah tiga tahun sebelumnya dia menghempasku seperti seonggok sampah, sekara

  • DINIKAHI CALON KAKAK IPARKU   Jijik.

    "Chi ... kamu mau minum? Sadar, Chiara. Itu gak baik. Minuman yang ada di sini itu beralkohol dan kamu pasti tahu kalau itu haram."Aku menatap laki-laki itu dengan pandangan muak. Amarah seketika memenuhi dada melihat sosoknya yang tiba-tiba muncul dan menghalangi apa yang hendak aku lakukan."Apa peduli kamu? Dan, ngapain kamu di sini?" tanyaku dengan rahang mengeras. Aku memang sudah memaafkan Bang Fahad atas kesalahannya, tapi bukan berarti aku bisa menerima kehadirannya kembali."Tentu saya peduli, Chi. Saya sangat peduli. Saya tahu kamu sedih atas kematian dokter Althaf, tapi tidak seperti ini caranya, Chi," ucapnya membuat telingaku rasanya panas.Kedua tanganku mengepal di sisi tubuh. "Pergi," pintaku dengan jari telunjuk mengarah ke pintu masuk.Bang Fahad tampak menggeleng. "Saya tahu kamu sedang bersedih, Chi. Saya tahu keadaan kamu sekarang tidak baik-baik saja, tapi tidak seperti ini kamu mencari pelarian. Kalau kamu butuh seseorang untuk berbagi kesedihan, ada saya." Dia

  • DINIKAHI CALON KAKAK IPARKU   POV CHIARA

    POV CHIARA #Waktu tujuh hari berjalan dengan begitu lambat. Di mana setiap malamnya aku harus menghadapi kenyataan dengan adanya acara tahlilan di rumahku. Rumah yang selama satu tahun ini aku tempati bersama Mas Althaf.Tempat yang setiap sudutnya menguarkan aroma tubuh dari laki-laki itu, membuat dadaku sesak dan rasanya aku ingin menyusulnya saja.Aku tidak sanggup lebih lama menempati rumah itu seorang diri, karena setiap jengkalnya membangkitkan kenangan bersama Mas Althaf.Laki-laki yang menikahiku satu tahun lalu. Laki-laki yang telah membawa pelangi serta semangat dalam hidupku yang semula gelap dan hancur usai kematian bayi yang sedang aku kandung karena kecelakaan.Setelah aku memutuskan untuk memulai hidup baru tanpa bayang-bayang Bang Fahad, setelah aku mengikhlaskan hubungan kami yang baru seumur jagung itu, aku masih baik-baik saja.Aku juga mampu menjaga kandunganku yang semula d

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status