Share

Body Shaming

Author: Sity Mariah
last update Last Updated: 2024-09-26 11:19:05

"Si—siapa takut?!"

Dia jual, aku borong lah!

Entah seperti apa nantinya, yang jelas aku bisa membuktikan dan mematahkan tuduhan liarnya itu terhadapku.

Bang Fahad tersenyum asimetris seraya menatapku tajam. Perlahan wajahnya kian diturunkan, aku bahkan bisa merasakan hembusan napasnya di wajahku. Bang Fahad makin menunduk, aku mulai merasakan sentuhan pada daun telingaku. Pun terpaan napas hangat yang membuatku merasa geli.

Sialan.

Dia benar-benar ingin membuktikannya malam ini juga?

Detik berikutnya kulit pipiku yang merasakan sentuhan. Ujung hidungnya seolah mengabsen tiap inchi pipiku ini. Astaga, kenapa rasanya merinding?

Aku tidak bisa mencegahnya. Kedua tanganku ditahan. Hingga saat ini, kepala Bang Fahad semakin turun seperti menyusup di cerukan leherku.

Lagi dan lagi, napasnya terasa hangat menyentuh kulitku. Dan itu, berhasil membuat bulu kudukku meremang.

Sebenarnya aku tidak siap dan ... tidak rela andai mahkotaku harus diserahkan malam ini. Apalagi dilakukan dengan orang yang begitu asing seperti Bang Fahad. Rasanya itu adalah kesialan yang pernah aku dapatkan dalam hidup selama dua puluh tiga tahun umurku.

Hal paling berharga dan sepenuhnya aku jaga untuk suamiku, tapi harus kupersembahkan demi membuktikan tuduhannya tidak benar sama sekali.

TING TONG!

Bang Fahad mengangkat wajah saat bel rumah ini terdengar. Aktivitas gila yang dia lakukan padaku tentu saja berhenti. Dia bangkit hingga tubuhnya tegak dan cekalannya di pergelangan tanganku terlepas. Membuatku bisa bernapas sedikit lega.

"Ganti tilam kasurnya. Saya tidak suka tidur di tempat yang kotor. Dan juga ganti kopinya. Itu tidak layak diminum!" tukasnya sebelum keluar dari kamar.

Setelah pintu kamar terdengar ditutup, aku pun bangkit dengan segera. Terduduk di ujung tempat tidur sambil menghela napas berat.

"Dasar lelaki tua! Tahu begini, mendingan pernikahanku batal sekalian!" Aku menggerutu sambil menghentakkan kaki ke lantai.

Aku kesal sekali. Belum satu hari menikah, tapi sudah makan hati. Ya Tuhan, tolong hambamu ini.

Dengan lunglai aku pun bangkit. Menyiapkan seprei berwarna abu-abu untuk mengganti seprei putih yang tercecer sedikit cairan kopi tadi.

Berdiri di dekat nakas, aku menatap gelas kopi yang masih penuh.

"Harusnya tadi aku siram aja muka dia sama kopi ini!" ocehku sambil mengangkat gelas kopi di tangan. Menatapnya dengan perasaan kesal sebelum kemudian bergegas keluar dari kamar.

Aku belum tahu siapa yang datang. Pintu kamar ini menghadap ke ruang keluarga, dan aku terus berjalan menuju dapur. Membuatkan kopi yang baru untuk mengganti kopi sebelumnya. Kali ini, aku mencicipinya terlebih dulu. Dan well, rasanya tidak pahit. Aku rasa, Bang Fahad memiliki masalah dengan lidahnya.

Iya, lidahnya memang bermasalah. Selain tidak bisa membedakan pahit dan manis, lidahnya itu sangat licin hingga mudah menyudutkan orang.

Kopi itu masih di dapur, aku akan melihat siapa yang datang dan mungkin menawarkannya minuman. Semoga saja tidak meminta kopi juga.

Langkahku terhenti setelah kaki ini menginjak ruangan depan.

"Ra—raka?" ucapku terbata.

Rakana dan Faula berdiri di samping sofa panjang. Mereka basah kuyup dan Raka terlihat menggigil. Sedetik kemudian, tubuh Faula bahkan oleng ke arah Raka yang sigap menahannya.

"Bang, tolonglah. Aku gak tahu harus ke mana lagi," ucap Raka memelas pada Bang Fahad.

Apa maksudnya Rakana berkata begitu?

Terdengar Bang Fahad menghela napasnya. Dia yang semula duduk sambil mengangkat satu kakinya itu kemudian terlihat bangkit.

"Hanya malam ini! Gunakan kamar tamu!" kata Bang Fahad kemudian berbalik badan dengan cepat.

Dia berjalan mendekat padaku dan tiba-tiba menarik pergelangan tanganku. Menyeretku hingga tertatih-tatih mengikutinya sampai masuk ke dalam kamar.

BLAMMM!

Pintu ditutup dengan keras disusul anak kunci yang diputar.

"Tidur!" titahnya setelah mengunci pintu dan melepaskan cekalan tangannya.

Dia berjalan cepat melewatiku. Melepas atasan piyamanya hingga bertelanjang dada, lalu secepatnya ia melompat ke atas tempat tidur hingga tengkurap.

Selain tua dan gila, dia juga sepertinya senang membuat orang jantungan. Sebab belum reda keterkejutanku akan kedatangan Raka dan Faula ke rumah ini, sekarang dia meminta tidur dan kasur yang hanya satu di kamar ini sudah ditempatinya.

Kita akan tidur seranjang maksudnya?

Hiiyyyy ...

Aku takut dia kurang ajar saat aku sedang tidur.

Aku harus bagaimana?

Masih dengan kebingungan yang melanda. Tampak Bang Fahad membalikkan tubuhnya hingga terlentang. Kepalanya disangga bantal dan dia menatap lurus padaku yang masih berdiri di dekat pintu.

"Kamu gak denger? Saya bilang tidur!" tegasnya dengan raut wajah begitu dingin.

"A—aku gak mau tidur satu ranjang," jawabku akhirnya.

Alis Bang Fahad terangkat menatapku. "Kamu pikir karena satu ranjang, saya akan menyentuh kamu?" Terdengar ia lalu mendecih. "Badan kurus begitu memang saya akan bernafsu?" Dia geleng-geleng kepala.

"Ck. Saya curiga, kamu selama pacaran gak pernah dikasih makan sama Raka. Cuma dijejali janji-janji palsu," sindirnya lagi-lagi menyudutkan.

Kedua tanganku terkepal. Aku membawa kaki ini melangkah mendekati spring bed hingga berada lebih dekat dengannya.

"Tinggi badanku 170 sentimeter. Berat badanku 63 kilo. Artinya aku memiliki tubuh ideal. Jangan seenaknya anda body shaming! Ada juga anda sudah tua tapi gak bisa jaga ucapan!" sungutku kesal.

Bang Fahad tersenyum miring. "Tua-tua begini saya masih kuat. Lagipula saya gak body shaming. Memang kenyataannya kamu itu kurus. Kamu lihat dada kamu, terlalu rata, masih lebih besar genggaman tangan saya!" ucapnya sambil menunjukkan tangan kanan yang terkepal. Refleks aku menyilangkan kedua tangan di depan dada.

Sialnya bang Fahad justru tertawa, setelah itu dia mengulurkan tangan pada tembok samping headboard kasur dan tiba-tiba lampu kamar ini pun padam. Menjadi temaram dengan pencahayaan hanya dari lampu duduk di atas nakas.

"Cepat tidur! Tidur cukup dan berkualitas sangat bagus untuk otak. Itu pun kalau otak kamu belum rusak!" sinisnya lagi yang kini sudah menarik selimut menutupi hingga pinggang, bahkan sudah berbalik dan memunggungi sisi kosong yang tidak lain adalah tempat untukku.

Kedua tanganku mengepal. Bang Fahad sungguh menyebalkan. Lidahnya lebih tajam dari lidah mertua di sinetron.

Aku menggeram tertahan seraya naik ke tempat tidur. Aku bergerak kasar dan tidak peduli andai dia terganggu. Aku berbaring turut membelakanginya dengan selimut yang kutarik menutupi tubuh.

Walau pun hati jengkel, aku mencoba untuk tertidur. Memejamkan mata dan berusaha menyambut mimpi indahku. Tapi sayangnya tidak bisa. Mataku ingin terus berjaga. Tidak ada rasa kantuk yang biasanya menuntunku untuk terlelap. Mungkin, suasana hati yang buruk sangatlah berpengaruh.

Akhirnya aku tetap terjaga. Berkelana pada masa lalu. Meski menyakitkan, tapi bukan hal mudah melupakannya. Entah sudah berapa jam terlewati dengan mata yang terus terjaga.

Meski hatiku terluka dan nyeri, tapi kebersamaan dengan Rakana selama tujuh tahun lamanya seolah terus berputar dalam memori. Tidak mampu kulenyapkan begitu saja.

Sebenarnya aku sudah mengenal Rakana sejak awal masuk sekolah menengah pertama. Saat itu kami berbeda kelas. Hanya sebatas mengenal karena sama-sama sebagai pengurus OSIS. Hingga tiba melanjutkan SMA, dan masuk kelas sebelas kami satu kelas di jurusan yang sama.

Hal itulah yang membuatku lebih mengenalnya. Berteman lalu dekat. Hingga sama-sama timbul perasaan dan akhirnya kami resmi berpacaran. Sampai kuliah, lulus dan bekerja di tempat yang juga sama. Kami masih bersama. Nyaris tidak ada satu hari pun yang terlewat begitu saja tanpa berjumpa.

Katakan padaku, bagaimana caranya aku memupus semua kenangan bersama dengan dia?

Beritahu aku cara melupakannya yang selama bertahun-tahun selalu bersamaku?

Jika bisa, ajarkan aku untuk merelakannya yang bukan lagi bagian hidupku sekarang. Tapi jika tidak, aku harus bagaimana?

Sungguh, aku masih sangat berharap ini hanyalah mimpi buruk yang menimpaku.

Namun tiba-tiba aku merasakan tenggorokan ini kering dan perlu meminum air. Menyadarkan bahwa aku tidak sedang bermimpi.

Semua ini nyata. Sangat nyata dan entah bagaimana aku menjalani hari-hariku ke depannya.

Gagal menikah dengan Rakana, tapi malah dinikahi Abangnya yang sombong dan angkuh.

Entahlah.

Kenapa rasanya hidup jadi se-menyedihkan ini?

Perlahan aku pun bangkit sampai akhirnya terduduk, tetapi aku tidak menemukan gelas berisi air yang biasa disediakan ART.

Kuhembus napas kasar, mau tak mau aku turun dari tempat tidur. Kalau tidak segera minum kemungkinan tenggorokanku makin kering dan sakit.

Aku berjalan pelan menuju pintu, membukanya lalu ke luar. Berjalan melewati beberapa ruangan yang juga temaram, hingga sampailah aku di dapur. Duduk di kursi mini bar yang jadi penghalang meja makan dengan kitchen set. Menuangkan air memenuhi gelas lalu meneguknya cepat hingga merasa lebih lega. Aku juga melihat gelas yang masih berisi kopi hitam buatanku tadi masih tak bergeser dari tempatnya.

Aku berdiam sejenak di meja mini bar. Memijat-mijat dahi serta pelipis yang terasa pusing. Malam pengantin yang seharusnya indah justru berubah menjadi malam pahit yang tidak pernah aku bayangkan sedikit saja.

Kuhembus napas kasar.

Setelah dirasa cukup, aku beranjak dari kursi untuk segera kembali ke dalam kamar.

Namun kudengar pintu kamar mandi di dekat dapur ini terbuka dan Rakana muncul di sebaliknya. Pandangan kami bertemu tanpa sengaja. Sepersekian detik sampai aku sadar dan buru-buru melangkah untuk meninggalkan tempat itu.

Akan tetapi saat aku akan melewati Rakana, tiba-tiba sekali dia mencekal lenganku. Menarik paksa lalu mendorongku sampai masuk ke dalam kamar mandi.

Aku tersentak terlebih saat Rakana mengunci pintunya dan berdiri menghalangi pintu tersebut, seakan sedang membuatku terkurung bersamanya di sini.

.

Related chapters

  • DINIKAHI CALON KAKAK IPARKU   Tak Berkutik

    "Raka! Apa-apaan kamu? Minggir atau aku akan teriak!" ancamku seketika.Rakana menatapku sayu. "Teriak yang kencang, Chi. Semua ruangan di rumah Abang ini kedap suara. Teriak sampai urat lehermu putus, gak akan ada yang denger," jelasnya dengan suara terdengar lemah."Mau apa kamu?!" Aku bertanya ketus. Tidak mempedulikan jika ancamanku gagal karena aku pun baru tahu kalau ruangan-ruangan di rumah ini kedap suara.Rakana merangsek maju. Refleks aku mundur sampai punggungku membentur dinginnya dinding kamar mandi. Jujur aku takut Rakana berbuat macam-macam terhadapku."Aku gak mau apa-apa, Chi," ucapnya bersama wajah memelas. "Aku cuma mau tanya, kenapa kamu mau saat Bang Fahad menggantikan aku menikahi kamu? Kenapa, Chi? Pesta hari ini adalah pesta untuk kita. Pesta yang kita berdua siapkan dan rancang bersama-sama. Kenapa kamu membiarkan justru Bang Fahad yang menjadi suami kamu?" cecarnya tanpa rasa berdosa.Mataku membola. Memandangnya diikuti gelengan kepala."Masih bisa kamu tany

    Last Updated : 2024-10-11
  • DINIKAHI CALON KAKAK IPARKU   Bukan Barang

    "Aku diusir Papa, Chi. Makanya aku ke sini. Mobilku juga disita Papa karena itu memang masih miliknya. Aku hanya mendapat motor butut untuk bisa datang ke sini. Rumah impian kita, sudah Papamu over kredit pada orang lain. Uang muka yang sudah masuk, dibayarkan sepenuhnya, tapi semuanya diambil Papamu, Chi. Aku tidak kebagian sepeserpun. Padahal kamu ingat 'kan, DP rumah itu tujuh puluh lima persennya adalah uangku. Tapi aku hanya gigit jari. Aku kehilangan semuanya, termasuk kamu. Cintaku ...." Rakana berucap dengan lirih. Dagunya terasa bersarang di bahuku. Bohong jika aku merasa biasa saja. Bohong jika aku baik-baik saja. Rakana membuatku kesulitan menentukan sikap.Aku masih mematung. Aku pun baru tahu, kalau rumah di salah satu cluster itu sudah Papa urus. Enam bulan yang lalu, aku dan Rakana memang menandai satu rumah dengan uang muka sebagai tanda jadi. Rumah itu akan kami cicil setelah kami menikah dan langsung menempatinya. Namun rencana tinggalah rencana. Kenyataan tak seinda

    Last Updated : 2024-10-11
  • DINIKAHI CALON KAKAK IPARKU   Kita Bercerai Saja

    "Kenapa kamu diam? Tidak mau? Tidak berani 'kan membuktikannya? Kamu takut kalau apa yang saya katakan adalah kebenaran? Artinya, kamu memang sudah tidak pe ra wan!" tegasnya menekan kata yang terakhir karena aku tidak menjawab tantangannya. Jika semula aku marah dan kesal, kali ini aku bertekad akan melawan ucapannya yang hanya tuduhan. "Anda ingin dilayani malam ini?" tanyaku tak gentar seraya menatap sepasang matanya. Bang Fahad mengangguk. "Huum." "Di mana otak Anda? Setelah menghina-hina, merendahkan dan menyudutkan, sekarang Anda meminta untuk dilayani? Ck," aku mendecak. "Jangan harap!" Kurasakan kedua tangan Bang Fahad di sisi tubuhku itu berubah mengepal. Bodo amat kalau dia kesal dengan ucapanku barusan. "Sudah saya duga. Kamu memang sudah tidak perawan! Benar-benar merugikan. Pesta mewah, uang untuk mahar, dan terikat dalam pernikahan, tapi hanya dapat bekas orang. Benar-benar nasib buruk!" cibirnya dengan wajah meledek. Aku tersenyum miring. "Terserah! Terserah

    Last Updated : 2024-10-11
  • DINIKAHI CALON KAKAK IPARKU   Rasa Itu Masih Sama

    Jari telunjukku masih berada di dalam mulut Bang Fahad, sampai pelan-pelan dikeluarkan dan cairan merah yang mengucur memang telah berkurang.Bang Fahad berlalu dan aku lagi-lagi mengibaskan jariku yang terasa perih sekarang.Bruk!Tak lama Bang Fahad datang, menghempas kotak P3K di atas kitchen set dan kembali mengambil tanganku."Nasib ... nasib kawin sama bocah ingusan!" gerutu Bang Fahad sambil berlalu membawa kotak P3K usai mengobati jariku. Kini, telunjuk tangan kiriku sudah dibalut kassa tipis.Entah obat apa saja yang tadi Bang Fahad gunakan, tapi memang mampu meredakan rasa perih yang biasanya terasa karena luka sayatan."Buruan dibikin sarapannya! Kalau cuma bengong, bisa pingsan saya!" Bang Fahad bicara sambil menyusulku di ruang dapur ini.Aku hanya mengangguk. Melanjutkan apa yang harus kukerjakan sesuai instruksi. Sampai wajan penggorengan sudah diisi nasi putih dan telur orak-arik. Bang Fahad menambahkan bumbu yang dia mau.Setelah selesai, aku coba mengaduknya. Tapi se

    Last Updated : 2024-10-11
  • DINIKAHI CALON KAKAK IPARKU   Berpindah Tanggungjawab

    Sepersekian detik aku membeku. Memandangi sepasang manik hitam pekat milik Bang Fahad. Sampai akhirnya aku sadar lalu cepat-cepat menarik diri."Ngapain sih, Bang? Modus banget pake nyenggol kakiku!" sungutku kesal.Bang Fahad yang juga sudah menyusul bangkit dan berdiri di hadapanku hanya tersenyum miring sambil merapikan dasinya. "Lemah! Sekarang kamu siap-siap. Ikut saya meeting!" tegasnya yang terdengar di luar nalarku."Hah? Ikut meeting? Enggak ah. Ngapain? Aku di sini aja!" tolakku mentah-mentah."Di sini masih ada Rakana dan istrinya yang menumpang. Kamu mau jadi satpam buat mereka?" sindirnya yang sudah selesai merapikan dasi.Aku bergeming. Benar juga katanya, Rakana dan Faula masih berada di rumah ini. Kalau Rakana tahu Bang Fahad pergi dan aku sendirian, bukan tidak mungkin dia akan menggangguku seperti saat dia membawaku ke kamar mandi."Cepat. Saya gak suka orang lelet!" tukas Bang Fahad seraya berjalan keluar dari kamar dengan menjinjing sepatunya. Pintu tertutup dan ak

    Last Updated : 2024-10-11
  • DINIKAHI CALON KAKAK IPARKU   Rasa Sakit yang Nyata

    (10) Rasa Sakit yang Nyata Aku tidur lebih awal. Sepulang meeting siang tadi, Bang Fahad benar-benar memberiku tugas untuk berbelanja. Dia memintaku memenuhi catatan yang sudah dibuatnya. Hingga badanku rasanya pegal karena harus berkeliling swalayan besar. Karena itu menjadi hal pertama bagiku, tentu saja aku lambat melakukannya. Sehingga berbelanja baru selesai saat sore tadi. Gilanya lagi, Bang Fahad juga memintaku membereskan barang belanja yang begitu banyak itu setelah tiba di rumah. Yang benar saja? Aku rasa memang sudah tidak waras laki-laki tua itu. Aku tidak menggubrisnya. Aku memilih bersantai dengan menikmati sore hari tadi di pinggir kolam renang. Entah bagaimana nasib belanjaan itu sekarang. Di tengah-tengah lelapnya tidur, tenggorokan terasa seret. Aku harus minum hingga tidurku pun terbangun. Aku masih lupa menyediakan gelas minum, karena itu semuanya biasanya disiapkan pembantu saat masih tinggal di rumah Mama dan Papa. Meski malas, aku tetap bangun. Mataku rasa

    Last Updated : 2024-10-15
  • DINIKAHI CALON KAKAK IPARKU   Si Mulut Mercon

    Aku mengerjapkan mata sampai akhirnya terbuka sempurna. Keningku mengernyit, begitu menyadari hal yang pertama kulihat adalah langit-langit kamar. Aku lantas mengedarkan pandangan dan ternyata aku memang berada di kamar, terbaring di atas kasur lalu secepatnya aku pun duduk.Kupejamkan kembali kedua netraku. Mengingat hal terakhir yang aku yakini, bahwa semalam aku tidak tidur di sini. Aku mengurung diri di dalam kamar mandi dan menangis sejadi-jadinya di sana, sampai aku merasa lelah serta mengantuk dan membiarkan diriku tertidur di sana. Iya, aku ingat sekali. Kenapa sekarang aku ada di sini?Apa jangan-jangan, Bang Fahad yang sudah memindahkan?Kalau iya, kenapa bisa-bisanya aku tidak sadar? Bagaimana kalau dia sudah macam-macam saat aku tertidur?Oh, shit!Aku meraba-raba pakaian yang memang masih melekat sempurna di badan. Tidak ada yang aneh, tapi siapa juga yang tahu 'kan?Aku menggaruk kepal

    Last Updated : 2024-10-15
  • DINIKAHI CALON KAKAK IPARKU   Paham Sampai Sini?

    "Raka ...." Aku menyeru namanya dengan suara terdengar lemah.Tangan Rakana masih mencekal lenganku begitu erat. Dia juga melayangkan tatapan tajam yang sedetik kemudian berubah menjadi tatapan memelas."Pasti kamu 'kan yang udah bicara sama Bang Fahad, supaya dia mengusir aku dan Faula dari sini?" tuduhnya tanpa tedeng aling-aling.Keningku sontak melipat, menatap lelaki itu dengan mata memicing. "Maksud kamu apa?!" Suaraku terdengar meninggi. Tidak terima dengan tuduhannya.Rakana mendecak. "Semalam, pasti kamu mendengar pembicaraan aku sama Faula 'kan? Entah kamu juga melihat atau enggak saat aku menenangkan Faula dengan memeluknya. Aku yakin, kamu pasti cemburu. Aku yakin sekali, kamu gak terima karena aku menenangkan dia seperti itu. Terus, kamu laporan sama Bang Fahad. Kamu bicara sama dia supaya dia mengusir aku pagi ini dari sini. Iya kan? Kenapa, Chi? Kenapa kamu tega? Papa dan Mamaku sudah mengusir aku dari rumah. Ter

    Last Updated : 2024-10-15

Latest chapter

  • DINIKAHI CALON KAKAK IPARKU   Izinkan Menebus Semuanya

    "Om Ruslan ...?" ucapku berbisik setelah tahu siapa yang memukul wajahku. Punggung tangan bergerak mengusap sudut bibir bawah yang berdarah. Pukulan tadi memang sangat keras, karena itulah sudut bibirku sampai berdarah."Mau apa kamu ke mari? Mau apa lagi?!" Om Ruslan menghardik. Dia berdiri menjulang di depanku. Wajah dengan rahang mengeras itu menunjukkan bahwa ia tengah diliputi kemarahan. "Setelah tiga tahun berlalu, untuk apalagi kamu menampakkan diri pada Chiara, hah? Belum cukup kamu menyakiti dia sebelumnya? Sekarang Chiara sudah bahagia dan melupakan masa lalu yang buruk bersama kamu. Mau apalagi kamu mengganggu putri saya?!"Aku lantas berusaha bangkit, hingga akhirnya mampu berdiri sekaligus berhadapan dengannya. "Om, saya tidak bermaksud mengganggu Chia. Saya ... ke mari karena memang ingin berbicara pada kalian——""Halah! Sudahlah Fahad, tidak ada yang perlu dibicarakan lagi. Sejak tiga tahun yang lalu, kami sudah memutuskan untuk tidak saling mengenal dengan kamu dan kel

  • DINIKAHI CALON KAKAK IPARKU   Bisa Kembali Bertemu

    Minuman pesananku baru saja datang, padahal aku berniat untuk berniat. Terpaksa aku menyeruputnya meski sedikit. Karena sudah dibayar, aku pun segera bangkit. Meninggalkan meja dan buru-buru keluar dari resto itu. Masuk ke dalam mobilku lalu duduk di balik setir kemudi. Melepas masker penutup wajah serta topi.Kepala refleks bersandar pada kursi. Obrolan sepasang suami istri tadi terbayang lagi. Aku tidak sanggup lama-lama berada di sana dan terus menguping semuanya. Makin lama hatiku makin nyeri mendengarnya. Bagaimana mereka tampaknya begitu saling menyayangi dan melindungi satu sama lain."Chiara sudah bahagia. Apa aku pulang saja tanpa pernah menemuinya? Karena untuk apalagi aku bertemu? Chiara sudah memiliki kehidupan lain," gumamku dengan tangan mencengkram setir kemudi.Aku sendiri gamang, entah harus bagaimana. Pesan terakhir Mama adalah memintaku untuk meminta maaf pada Chiara dan keluarganya. Tapi aku tidak yakin, Chiara mau bertemu denganku, apalagi keluarganya. Aku sadar k

  • DINIKAHI CALON KAKAK IPARKU   Apa Masih Pantas?

    Aku terduduk lesu dengan kedua kaki menekuk, wajahku tenggelam di antara lengan yang bertumpu. Tak kuasa aku menahan tangis, hingga tergugu sendirian di samping pusara anakku sendiri.Apa yang sudah terjadi tiga tahun ke belakang? Apa yang sudah Chiara dan kandungannya lalui? Bagaimana bisa aku mengabaikan mereka hingga kenyataan saat ini benar-benar menamparku.Darah dagingku sudah tiada tanpa aku ketahui. Apa dia sakit? Atau kecelakaan? Atau hal apa yang sudah membuatnya kembali begitu cepat kepada Sang Pencipta?Aku mengangkat wajah yang basah dan mengusapnya meski belum puas menangis. Tanganku kembali terulur pada nisan dari marmer hitam itu dan mengusapnya."Assalamualaikum, Nak ...," ucapku lirih. Aku bahkan baru sadar, kalau aku belum mengucapkan salam sejak mendatangi makam ini."Ini ... papa kamu, Nak. Maaf, papa bahkan baru bisa datang sekarang. Papa pikir kamu sudah tumbuh menggemaskan, tapi ternyata ...." Bibirku rasanya kelu untuk melanjutkan.Aku berusaha untuk meredam t

  • DINIKAHI CALON KAKAK IPARKU   Bagaimana Mungkin?

    Aku sudah kembali terbaring di atas ranjang rawat. Menatap langit-langit ruang rawat bercat putih terang. Satu kenyataan sudah kudapat, bahwa Chiara sudah menikah lagi. Dia sudah benar-benar melupakanku, bahkan mungkin sudah tidak mengharapkanku di hidupnya lagi. Aku pun sadar, aku sudah sangat melukainya. Kuhembus napas berat. Mencoba untuk beristirahat agar tidak terlalu mengingat Chiara lagi, terutama wajah teduhnya yang begitu manis dengan kerudungnya tadi. Membuatku gelisah dan tidak tahu malu berharap bisa melihatnya lagi. Satu jam aku sendirian di ruang rawat, berbeda dengan pasien-pasien di balik tirai sebelah yang ditembak sanak keluarganya. Hingga dokter bersama perawat datang dan mengecek kondisiku. Dokter yang berbeda, mulai memeriksa luka di bahu dan pelipisku. Hingga memberi instruksi pada perawat yang sama dengan sebelumnya untuk mengganti perban di kepalaku. "Bapak tidak mengabari saudar

  • DINIKAHI CALON KAKAK IPARKU   Bagaimana Ini?

    Malam telah larut saat aku tiba di Malang. Kota ini begitu sunyi, hanya ada cahaya lampu jalan yang temaram menemani perjalananku menuju sebuah penginapan kecil di pinggiran kota. Udara dingin menyeruak masuk dari sela-sela jendela mobil, membuatku kian merasa sendirian di tengah malam yang gelap. Bahkan rinai hujan seolah menyambut kedatanganku.Aku memilih menginap di sebuah losmen sederhana. Tidak ada yang mewah, hanya tempat untukku merebahkan tubuh setelah perjalanan panjang dari kota. Setelah check-in, aku langsung menuju kamar dan menghempaskan tubuh di atas kasur yang terasa keras. Meski lelah, mataku tak juga terpejam. Bayangan Mama, wajah Chia, dan segala kenangan pahit terus menghantui pikiranku.Kuhembus napas kasar. Hati ini rasanya makin kacau, entah ke mana aku harus memulai pencarian nantinya. Bahkan aku tidak memiliki informasi lebih detail tentang keluarga Chiara di daerah ini.Dalam keadaan terlentang, aku meraih ponsel di meja nakas. Memandang layarnya dengan peras

  • DINIKAHI CALON KAKAK IPARKU   Menjadi Penawar

    Setibanya di rumah sakit, hari sudah malam. Aku langsung menuju ruang ICU di mana Mama mendapatkan perawatan intensif. Ruangan yang seharusnya steril itu, justru tampak ramai karena ada Papa, dokter dan suster di dalamnya. Aku pun masuk dan mendekat ke samping ranjang.Mama terlihat sudah membuka matanya, tapi napasnya justru tersengal dan tertahan-tahan. Aku meraih tangan Mama yang terasa begitu dingin. Aku menciumnya hingga tanpa terasa air mata menetes begitu saja, melihat keadaan Mama apalagi wajahnya yang sangat pucat."Ma ... mama harus kuat. Mama pasti sembuh dan sehat lagi," bisikku tepat di telinganya. Sementara Papa dengan matanya yang basah, terus mengusap kepala Mama."Had ... kamu harus cari keluarga Om Ruslan. Minta maaf pada mereka. Sampaikan juga permintaan maaf mama karena anak-anak mama sudah menyakiti mereka terutama Chia. Mama ... titip Rakana. Jangan biarkan dia makin tersesat. Didik dia ... agar menjadi lebih baik, Had." Suara Mama parau dan terbata-bata.Aku men

  • DINIKAHI CALON KAKAK IPARKU   Bodoh!

    "Hari itu, aku yang menyuntikkan obat tidur saat Chia gak sadarkan diri di dalam mobilku. Aku ... memang menidurinya saat dia dalam kondisi tidak sadarkan diri. Aku terobsesi sama Chia karena aku gak rela dia mencintai Abang. Aku gak rela Chia menjadi milik Abang dan gak ada yang boleh memiliki Chia kalau aku gak bisa memilikinya. Aku yang dengan sadar merekam perbuatanku pada Chia saat dia tertidur agar Abang marah dan menceraikannya. Setelah kalian berpisah, aku bisa memilikinya kembali.""Tapi aku salah, bagaimanapun aku memohon dan mengemis, dia tetap tidak mau menerimaku lagi. Dia gak mau memberiku kesempatan. Dia dan keluarganya pergi tapi aku gagal mengikuti mereka hari itu. Aku cari-cari info tapi gak ada jejak yang bisa aku temukan. Aku kehilangan Chia, benar-benar kehilangan dia. Sampai aku mencoba mulai menerima kehadiran Faula yang sudah melahirkan. Aku mencoba berdamai dengan hubunganku bersama Faula. Hidup sebagai mana harusnya dengan Faula karena Chia gak bisa lagi aku

  • DINIKAHI CALON KAKAK IPARKU   Bagai Tersambar Petir

    "Mama kenapa, Pa? Mama sakit apa?" Aku langsung memburu Papa begitu tiba di rumah sakit. Menyusul duduk di kursi tunggu sebrang ruangan ICU.Papa tampak mengusap wajahnya frustasi. Kemudian menengadahkan kepala menempel pada dinding di belakangnya. "Mama sehat-sehat aja sebenarnya, Had. Tapi ....""Tapi apa? Pa, jangan buat aku makin khawatir," pintaku cemas.Papa meraup wajah dengan kedua telapak tangannya, lalu menatapku dengan netra berembun. "Had ... apa kamu tahu Rakana di mana selama ini?"Keningku sontak mengernyit karena selama tiga tahun lamanya, baru kali ini Papa menanyakan Rakana kembali. Aku pun menggeleng. "Aku gak tahu, Pa. Aku juga gak peduli lagi dia di mana. Mungkin, dia sudah menikah dan hidup bersama Chia setelah membohongiku tiga tahun yang lalu," jawabku kemudian.Papa menoleh dan menatapku dengan tatapan tak biasa. "Bagaimana bisa kamu menduga kalau mereka menikah?"Aku mengangkat bahu malas. "Mereka masih saling saling mencintai, Pa. Sangat mungkin kalau mereka

  • DINIKAHI CALON KAKAK IPARKU   Pov FAHAD

    **************TIGA TAHUN KEMUDIAN ....Drrrt Drrrt Drrrt.Aku membuka mata saat ponsel bergetar, menyala karena alarm yang disetel sebelumnya. Setelah bangun, aku segera mematikannya. Waktu menunjukkan pukul delapan pagi. Cepat aku membuka resleting dari tenda yang menjadi tempatku tidur.Lapangan luas membentang. Bau tanah kering menyeruak. Beberapa tenda lain terpasang dengan jarak cukup jauh dari tempatku, menjadi pemandangan pagi ini.Satu tahun ke belakang, aku senang mendaki gunung. Apalagi saat berhasil summit di puncaknya. Rasanya hanya ada aku dan alam, menyatu dan menenangkan.Aku enggan beranjak dari dalam tenda. Aku duduk dengan kedua kaki menekuk sambil memeluk lutut. Memandangi hamparan tanah yang begitu luas di alun-alun Suryakencana saat ini.Saat sendiri seperti sekarang, aku selalu diingatkan akan sosok Chiara. Perempuan manis yang berhasil membuatku jatuh cinta begitu dalam, tapi juga mampu menjatuhkanku tanpa ampun bersama luka yang tak berperi.Dia berselingkuh d

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status