Grace mengalami perubahan hidup drastis setelah kecelakaan yang menimpa orang tuanya membuatnya harus meminjam uang pada Angkasa Group. Tanpa sadar, Grace menandatangani surat perjanjian yang mengharuskannya menjadi Surrogate Mother bagi keluarga tersebut untuk melunasi utangnya. Gabriel, anak pertama keluarga Angkasa, awalnya menolak keputusan orang tuanya karena ia mencintai istrinya, Natalia, meski Natalia tidak ingin memiliki anak. Namun, Gabriel perlahan luluh terhadap ketabahan Grace, sementara Natalia menjadi cemburu dan merencanakan cara untuk memisahkan mereka. Grace berusaha tetap profesional, namun cinta tumbuh di antara dia dan Gabriel. Kisah ini mengeksplorasi dilema cinta, tanggung jawab, dan rencana jahat Natalia yang berusaha memisahkan pasangan ini.
View MoreAku menahan napas saat layar yang tadinya terkunci, kini terbuka. Dengan tergesa-gesa aku mengetik nomor ponsel Gabriel dan menunggu agar pria itu segera menjawab panggilanku.“Please, angkat panggilanku, Gabriel,” ucapku penuh harap sambil menggigit bibir bawahku dengan kuat. Namun, sampai nada sambung kelima, Gabriel tidak mengangkatnya juga. Kutarik napas dengan wajah tegang, getaran di tanganku semakin menjadi-jadi sampai hampir tak bisa aku kendalikan.“Apa dia sudah tidak peduli padaku lagi?” sungutku kesal sambil menggerak-gerakkan balok kayu yang sudah menjadi senjata andalanku dari tadi. Aku melirik ke arah dua pria yang sudah tidak berkutik alias pingsan. Semoga pukulanku membuat mereka tidur dengan nyenyak sampai Gabriel tiba di sini.Tanpa putus asa, kucoba sekali lagi, berharap agar panggilanku kali ini akan dijawab Gabriel.“Hello!” sapa Gabriel dari seberang sana.H-hello, Gabriel, ini aku Grace.” Suaraku bergetar menahan gejolak sukacita dalam hati karena Gabriel akhir
Klik, terdengar bunyi kunci diputar dengan pelan dari arah pintu. Aku berdiri tegang dan menunggu dengan waspada, siapa pun yang masuk lewat pintu tersebut.'Apa yang harus aku lakukan?' pikirku panik. Mataku dengan cepat menjelajahi ruangan yang cukup luas itu, lalu pandanganku tertumpu pada sebuah balok kayu di sudut ruangan di dekat pintu masuk. Tanpa berpikir panjang, kulangkahkan kakiku dengan cepat dan meraih balok kayu yang berukuran cukup panjang itu.Dengan tangan gemetar, aku menggengam balok tersebut. Siapa pun yang masuk nanti, aku bersiap untuk melawannya sampai titik napas penghabisan.Pintu terbuka pelan, dan ....Bugh! "Auuuch ...."Pria itu menjerit keras ketika balok kayu dalam genggamanku menghamtam kepalanya secara bertubi-tubi."Hentikan! Dasar wanita sinting tidak tahu diri!" teriaknya sambil berusaha meraih balok kayu dari tanganku. Tentu saja aku tidak akan membiarkan hal itu terjadi. Apa pun yang terjadi, aku harus berhasil kabur dari sini. Aku tidak mau kalau
Gabriel berdiri dengan tidak sabar di dalam kantor bagian IT rumah sakit. Saking groginya, kakinya menghentak-hentak lantai dengan gelisah."Bisa dipercepat videonya, Pak? Kalau bisa, ikuti timeline saat aku meninggalkan Grace di mobil.""Sebentar ya, Pak Gabriel. Saya harus meng-unduh dulu file-file dari timeline yang sebelumnya, biar kita tidak menunggu loading yang cukup lama."Gabriel ingin membalas lagi, tapi dia memilih untuk diam dan bersabar. Tangannya mengepal ingin meninju tembok di depannya."Coba berhenti di bagian sini, Pak," ucap Gabriel saat video tiba di timeline ketika dia meninggalkan Grace di mobil."Baik, Pak. Akan saya putar sekarang."Perlahan dengan pasti, video di depannya mulai menunjukkan potongan video dimulai dari Gabriel keluar dari pintu mobil dan berjalan menuju taman. Selang beberapa menit kemudian, Grace keluar dari dalam mobil. Tubuh Gabriel menegang, seandainya Grace bisa mendengarnya saat ini, ingin rasanya dia berteriak di depan layar komputer, men
Pria itu mendekati dan meraih wajahku. Aroma tubuh dan mulutnya membuat aku ingin muntah. Aku tidak mengenalnya sama sekali. Siapa gerangan pria ini sebenarnya."Diam!! bentaknya kasar.“Kenapa aku harus diam, orang jahat?!” sentakku tak mau kalah."Tutup mulutmu, sebelum aku yang menutupnya."Aku tidak peduli, sekuat tenaga, aku berteriak lagi dengan suara yang lebih keras, dan hasilnya si pria itu menutup mulutku dengan telapak tangannya. Dengan kasar, dia memerintah anak buahnya untuk mengambil lakban dan menempelnya secara sembarangan hanya untuk menutup mulutku yang masih ingin berteriak.“Sekali lagi kamu berteriak, maka aku akan menutup bibir seksimu itu dengan cara yang lebih menyenangkan. Akan kubuat rongga mulutmu penuh dengan ciumanku.”Mendengar ancamannya, aku langsung mual, dasar laki-laki mesum. Siapa sih dia sebenarnya? Perasaan selama ini, aku tidak pernah mempunyai musuh. Kenapa tiba-tiba aku disekap seperti ini?Pria itu berjalan mengelilingi kursi yang aku duduki, s
"Aku akan mencari tahu siapa kamu sebenarnya," guman Gabriel pelan penuh percaya diri.Ia merapikan jasnya yang sedikit kusut akibat kemarahan tadi, lalu melirik ke jam tangan. ‘Grace pasti sudah menunggu terlalu lama,’ pikirnya. Dengan langkah cepat, ia meninggalkan taman, pikirannya tetap berputar, merencanakan langkah selanjutnya. Taman itu kembali sunyi, hanya suara angin dan dedaunan yang menjadi saksi. Lampu-lampu taman yang redup, seakan memberikan arah kepadanya, ke mana dia harus melangkah.Gabriel mempercepat langkah kakinya, ia sudah tidak sabar lagi untuk menemui Grace. Begitu tiba di tempat parkir, dari kejauhan, dia tidak melihat sosok Grace di jok depan mobil. Jantung Gabriel seperti berhenti berdetak. Tanpa sadar, langkah kakinya terpacu untuk segera tiba di tempat tujuan.“Grace!” teriak Gabriel saat mendapati wanita itu tidak ada dalam mobil. Dengan kalut, Gabriel memeriksa kursi penumpang, berharap kalau Grace sedang bermain petak umpet atau sekedar menakuti dirinya
“Ayo, aku antarkan kamu pulang,” putus Gabriel sambil berdiri di depanku, lalu mengulurkan salah satu tangannya. Begitu aku hendak menyambut uluran tangan Gabriel, tanpa sengaja, aku melihat bayangan seseorang dari balik pohon besar tidak jauh dari tempat kami berdiri.Deg! Perasaanku tidak enak, aku merasa bahwa ada seseorang yang sedang memperhatikan kami berdua sedari tadi. Kuraih tangan Gabriel dan memberi kode padanya dengan gerakan bibir yang sangat pelan.‘Ada seseorang di belakang pohon yang sedang memperhatikan kita, Gabriel.’ Awalnya, ia terlihat bingung, tapi kemudian, ia memicingkan matanya berusaha membaca gerakan bibirku.‘Coba ulangi apa yang kamu katakan tadi,' bisiknya nyaris tak terdengar.Aku mengulang kembali ucapanku dengan perlahan sampai kulihat Gabriel memahami apa yang aku maksud. Gabriel mengangguk pelan, tatapan matanya menjadi waspada, dan ia langsung melindungiku dengan cara melingkarkan tangannya ke bahuku. Sikapnya sangat protektif seperti itu membuatku
Begitu keluar dari lobi, aku menemui Gabriel yang sedang menungguku di taman rumah sakit. Dia terlihat begitu tegang dan bingung. “Ada apa?” tanyaku prihatin, Gabriel tidak menjawab pertanyaanku, tapi langsung memelukku erat. Merasakan bahunya bergetar dalam dekapanku, refleks membuatku mengelus kepalanya dengan pelan.“Aku merindukanmu, Grace,” bisik Gabriel nyaris tak terdengar. Pelukan dan belaian tanganku, ternyata mampu membuatnya kembali tenang.Tak lama kemudian, dia melepaskan pelukannya, menangkup wajahku dan membelainya dengan penuh kerinduan. Ya, kerinduan yang mungkin telah tersimpan setelah sekian hari kami tidak bertemu.“Are you alright?” Kutatap netranya dan mendapati ada kegelisahan yang menghantui pikirannya. Ingin rasanya aku menghapus kegelisahan itu dan menggantinya dengan perasaan nyaman dan aman.“Banyak masalah yang terjadi akhir-akhir ini sehingga aku tidak sempat menjengukmu.” “Jangan pikirkan hal itu, Gabriel. Aku baik-baik saja.” Aku tersenyum singkat, be
Aku menahan napas, jantungku berdegup kencang. Aku harus menyembunyikan kehamilan ini. Tak boleh ada seorang pun yang tahu, termasuk mama. Biarlah aku sendiri yang menanggung semua ini.Tangan mama semakin dekat, dan aku tak tahu harus berbuat apa. Satu gerakan salah saja, semuanya bisa terbongkar.Kriiing …. Dering telepon dari dalam tasku, membuat kami berdua kaget, mama mengurungkan niatnya untuk menyentuh perutku. Sambil pura-pura sibuk mencari ponsel di dalam tas, aku melirik mama dengan sudut mataku. Beliau terlihat mengambil rantang makanan dan memeriksa isinya. Untungnya, tangan mama masih berfungsi, kaki beliau saja yang lumpuh total. Aku hanya berharap satu hal, yaitu agar terapi yang sedang mama jalani saat ini, bisa membantu mama keluar dari krisis ini.“Siapa yang telepon?” tanya mama memecah lamunan singkatku.“Emm, teman, Ma,” bohongku saat melihat nama Gabriel yang tertera di layar utama.“Oh, kenapa tidak diangkat?”“Tidak apa-apa, Ma. Paling kalau penting, dia akan
“Aku akan melakukan yang terbaik untuk papa.”“Bagus, Nona. Dalam minggu ini, kami akan memulai terapi saraf, dan memberikan rangsangan otak untuk mengaktifkan kembali jaringan-jaringan otak yang masih berfungsi dari Pak Kristanto.”Aku hanya mengangguk, menahan luapan bahagia yang nyaris pecah. Lalu pintu kamar terbuka perlahan, diikuti derit halus roda kursi. Mama muncul, dibantu oleh seorang suster. Sorot matanya nanar, bingung, mengamati kami yang berdiri dengan tegang di dekat ranjang papa.“Ada apa dengan papa? Kenapa kalian ngumpul di sana?” tanya mama sambil terus mendorong kursi rodanya ke arah kami.Aku berlutut di depan mama, meraih tangannya dan menempelkannya di pipiku, membiarkan dinginnya menenangkan rasa panikku. "Ma …, papa merespon dengan gerakan kecil. Ia merasakan sentuhan dan suara orang-orang di sekitarnya."Mama membeku. Wajahnya, yang selama ini selalu muram, kini cerah sekaligus penuh harap."A-apa?" suara mama tercekat. Dia bergantian menatapku dan Dokter Mik
Di lorong rumah sakit Harapan Sehat, terdengar suara langkah kaki yang tergesa-gesa dan dering alat medis yang monoton berpadu menjadi simfoni kesedihan yang menghujam hatiku. Di tengah kegaduhan itu, aku berdiri terpaku di depan pintu kamar perawatan. Wajah pucat, mata merah dan sembab akibat tangisan yang tak kunjung berhenti sejak mendengar berita tentang kecelakaan maut yang dialami mama dan papa dalam perjalanan pulang ke Surabaya. Aku yang saat itu sedang sibuk mempersiapkan pesta untuk menyambut kepulangan mama dan papa, langsung berangkat ke rumah sakit. Jantungku terasa berhenti berdetak. Hatiku hancur melihat kondisi mama dan papa yang biasanya penuh energi dan senyuman kini terbaring tak berdaya. "Ma ... Pa ..." bisikku lirih. Suaraku hampir tenggelam dalam isak tangis yang tak tertahan. Aku berusaha untuk tetap kuat walaupun kondisi mama dan papa sangat memprihatinkan “Maaf, apakah ini dengan Nona Grace?” sapa seorang dokter muda yang baru saja memasuki ruangan. “...
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments