“Buka bajumu!” perintah Gabriel tiba-tiba.Aku berdiri dengan mata membelalak seakan tidak percaya dengan ucapan pria itu. Belum hilang rasa terkejutku, Gabriel menarik tanganku dengan kasar dan mendorongku ke tembok.“Mari kita buat cucu sebanyak mungkin,” ucap Gabriel sambil mengendus-ngendus tubuhku dengan cara yang begitu dominan. ‘Sial, kenapa aroma tubuhnya membuat libidoku naik? Tadinya aku muak melihat wanita ini, tapi tubuhnya yang terbalut malam yang seksi, membuat hasratku bergejolak,’ keluh Gabriel menyesali sikapnya.“Kamu mau lepas sendiri baju sialan ini, atau aku yang akan melepasnya?” desah Gabriel tak sadarkan diri.“M-maksud kamu?”Gabriel menempelkan tubuhnya yang panas pada tubuhku. Begitu rapat. Seakan ingin membakar-ku hidup-hidup dengan hasratnya yang entah berasal dari mana.“Gabriel….”Kudengar suara ketakutan dari bibirku sendiri. Ya, aku wanita yang akan menjadi orang kedua dalam rumah tangganya.“Bukankah ini yang kau inginkan?”“Aku….”“Kau ingin agar ki
Natalia mematikan mesin mobil dan menyandarkan tubuh indahnya di jok mobil yang terlihat sangat nyaman. Dia masih resah dan terluka akibat pertengkaran yang telah terjadi antara dia dan Gabriel beberapa jam yang lalu. “Apa yang Gabriel lakukan sekarang?” gumam Natalia sambil menatap ke arah jendela kamar mereka dari tempat parkir. “Lampu kamar masih menyala. Apakah Gabriel sedang menungguku?” Seulas senyum melengkung di kedua sudut bibirnya. “Aku mau masuk dan pura-pura ngambek. Siapa suruh dia membuatku cemburu dan marah.” Natalia membuka pintu mobil dengan hati-hati dan melakukan hal yang sama saat dia menutupnya. Dengan pelan-pelan, dia memasuki lorong menuju ruang tamu. Namun, langkah kakinya terhenti saat mendengar suara-suara ribut di kamar tamu lantai satu. Natalia tersentak kaget. Suara berat itu terdengar dari arah kamar Grace. Suara yang sudah tidak asing lagi di telinganya. "Ahh, Natalia!!!” teriak Gabriel lantang dan keras. Deg! Seluruh persendian tubuhnya lu
Pov GraceAku mengangkat tubuhku yang terasa remuk setelah perbuatan Gabriel yang buas. Dengan memaksakan diri, aku berjalan dengan tertatih-tatih dan mencoba untuk melangkah ke kamar mandi. Rasa sakit dan perih di antara kedua pangkal pahaku membuatku meringis dan berhenti sebentar sebelum aku meraih pintu kamar mandi.Bayanganku akan malam pertama yang romantis, penuh cinta, kelembutan, belaian dan gairah, ternyata itu semua hanya mimpi indah belaka.Apa yang aku rasakan sekarang benar-benar menyakitkan. Seluruh tubuhku terasa remuk. Bagian intimnya terkoyak-koyak dengan buas dan sadis tanpa perasaan. Tapi dari semua itu, kehilangan harga dirinya sebagai seorang wanita dan itu jauh lebih sakit.‘Ya Tuhan, sekejam inikah rasanya kehidupan yang harus aku jalani? Setelah dia puas dan meneriakkan nama istrinya, dia mencampakkanku begitu saja.’Sakit. Ini yang aku rasakan saat ini. Kecewa menyelimuti seluruh pikiranku. Andai aku tahu kejadiannya akan semenyakitkan ini., tentu aku tidak
“Natalia,” panggil Gabriel pelan begitu dia memasuki kamar. Untunglah Natalia tidak mengunci pintu kamar.“Kenapa kamu tidak tidur saja dengannya?” tanya Natalia dingin Dia bahkan tidak mau memandang wajah Gabriel. Rasa sakit karena melihat Gabriel membela Grace di depan batang hidungnya, membuat darahnya masih mendidih. Dia butuh waktu untuk bisa memaafkan tindakan Gabriel tadi.“Kamu istriku, Natalia, bukan dia. Aku mau bersamamu seperti biasanya.”“Ehem, apa katamu tadi? Istri? Well, ajarin dulu juniormu itu untuk mengenal istrinya sendiri. Jangan semua lubang dimasuki.”Kata-kata Natalia terdengar begitu pedas di telinga Gabriel, tapi dia hanya berdiri dan terdiam karena merasa bersalah pada wanita yang telah dia nikahi selama bertahun-tahun itu.“I am really, really sorry, Natalia,” ucap Gabriel lirih.“Simpan ucapan sorry dan rasa bersalahmu, Gabriel. By the way, aku tidak mau tidur seranjang denganmu malam ini.”“Kamu tidak bisa memperlakukan aku seperti itu.""Lalu?""Aku mau t
Teriakan Natalia yang nyaring dan bunyi dentuman di pintu kamarku, sukses membangunkanku. Kukumpulkan tenaga yang tersisa dan dengan langkah tertatih-tatih, aku beranjak menuju pintu kamar. Begitu aku membuka pintu, aku meringis kaget. Perih. Ya, itu yang aku rasakan. Pecahan beling menusuk telapak kakiku sehingga darah segar mengalir dari sana dan membuatku pusing dan mual.Gabriel yang sedang memeluk Natalia dengan kuat agar wanita itu tidak menerjangku, langsung melepas pelukannya. Dia melompat dan hendak menolongku yang hampir terjatuh, tapi langsung ditahan oleh Natalia.“Mau ke mana kamu, huh?” ucap Natalia sinis sambil mencengkram lengan Gabriel.“Kamu tidak lihat kalau Grace sedang terluka?” protes Gabriel dengan wajah heran melihat kelakuan istrinya.“Trus? Apa hubungannya dengan kita? Kamu kira aku peduli? Listen, ya… I DON’T CARE!” “Ouucch,” ringisku sambil melompat ke arah lain dengan salah satu kakiku yang tidak tertusuk pecahan beling. Darahku mengalir semakin banyak.“
“Maaf, Non, aku bukannya mau ikut campur. Tapi menurutku, Non itu sangat cantik. Kenapa Nona harus menyia-nyiakan hidup Non di sini? Non bisa dapat lelaki single yang lebih baik,” ucap Bik Sumi dengan wajah memerah. Mungkin dia merasa terlalu lancang untuk bertanya seperti itu kepadaku.Baru saja aku hendak membuka mulut untuk menjawab, terdengar suara Natalia yang menggelegar dari arah pintu. “Bik Sumi! Ini sudah sepuluh menit. Aku mau dibuatkan sarapan sekarang. Dan bawa keluar wanita itu untuk membantumu membuatkan sarapan pagi bagi aku dan Tuan.”“Ayo kita keluar, Bik Sumi.”“Non, jangan keluar. Kakinya ‘kan masih sakit.”“Tidak apa-apa, Bik. Aku menumpang di sini, jadi sudah seharusnya aku bantu bersih-bersih.”Dengan tidak rela, Bik Sumi membantuku berdiri. Aku melangkah dengan susah payah, belum lagi bagian intimku yang sudah terkoyak-koyak dengan cara yang tidak manusiawi, terasa begitu perih dan menyakitkan.“Saya rasa Non Grace perlu istirahat.”“Jangan, Bik Sumi. Aku tidak
Kuhempaskan tubuhku yang remuk di atas tempat tidur. Well, selain tubuhku, hatiku juga hancur berkeping-keping. Rasa sakit dan perih di antara kedua pangkal pahaku membuatku meringis pelan. Aku hanya ingin istirahat sebentar untuk menenangkan pikiranku yang kacau balau.Apa yang barusan aku rasakan dan alami, benar-benar menyakitkan. Aku telah merelakan harga diriku diinjak-injak oleh kedua manusia angkuh dan sombong itu.Kupejamkan mataku sambil membayangkan tangan mama yang lembut membelai rambutku dan mengatakan padaku bahwa semua akan baik-baik saja.Air mataku tumpah ruah. Aku sakit, tubuh terluka, hatiku tercabik-cabik, harga diriku remuk di bawah telapak kaki mereka. Entah dosa apa yang telah aku lakukan sehingga aku harus mengalami semua ini.Karena tidak kuat menahan kesedihan, aku meraih bantal di sampingku dan membekap mulutku agar isak tangisku tidak keluar lewat celah pintu dan tembok kamar ini. Biarlah kamar ini menjadi saksi bisu atas semua kesedihan dan penderitaan y
Melihatku menangis, Gabriel menghampiriku dan menyodorkan selembar tisu.“Aku berjanji tidak akan pernah bersikap kasar lagi padamu.”Aku menatapnya nanar, lalu kutepis tangannya dengan hati yang perih. Mendengar perkataannya membuatku semakin sakit dan terluka. Air mataku menetes dengan pelan. Gabriel tidak berani mengucapkan apa-apa lagi. Dia berjongkok dan mengulurkan tangannya ingin menghapus air mataku.Kutatap dia dengan sinar kepahitan dari pancaran netraku."Jangan pernah menyentuhku tanpa seizinku. Aku bahkan tidak mau melihat mukamu lagi."Bahuku kembali terguncang, beban besar terasa menghimpit dadaku. Luka dalam hatiku masih segar dan menganga. Perlakuan buruk semalam tak akan pernah aku lupakan seumur hidupku."Aku menyesal, Grace. Maafkan aku."Aku memilih diam dan tak menanggapi permintaan maaf itu, harga diriku sudah hilang bersama dengan rasa sakit yang ia berikan. Jangankan untuk memaafkan semua perbuatannya, untuk menatap wajahnya saja aku sudah tidak sudi. Seandain