“Kamu tidak perlu tahu kenapa aku melakukan hal ini. Tugasku adalah melahirkan seorang cucu bagi keluargamu," jawabku pelan tapi syarat dengan sindiran.
“Dengan menjual tubuhmu, begitu ‘kah?” tanya Gabriel sinis. Gabriel tidak bisa menyembunyikan pandangan benci dan muak melihat wajahku.
“Kalau kau menyebut itu sebagai ‘jual diri,’ ucapku sambil menggerakkan jari telunjuk dan tengah seperti tanda kutip dua. “Silahkan saja, Tuan sombong dan angkuh.”
Wajah Gabriel memerah mendengar aku menyebutnya sebagai Tuan sombong dan angkuh.
“Sebutkan saja berapa jumlah uang yang kamu terima dari mama?”
“Maaf, aku tidak bisa.”
Hilang sudah kesabaran Gabriel. Dia mencekal lenganku dan menarikku dengan kasar mendekat ke arahnya.
“Heh! Apa kamu sudah tidak punya harga diri lagi sehingga kamu melakukan perbuatan ini dan merusak kebahagiaan kami?”
Aku merasa mataku mulai berkaca-kaca. Dengan sekuat tenaga, aku berusaha keras untuk tidak menangis di depan pria songok satu ini.
“Dasar perempuan murahan!” bentaknya kejam sambil melepaskan cengkramannya pada lenganku.
“Kau boleh memanggilmu apa saja. Tapi aku tidak bisa menarik kembali perjanjianku dengan ibu Ariani.”
Aku menatapnya dengan senyuman tipis di wajah.
“Apakah masih ada hal yang lain yang ingin kamu sampaikan kepadaku selain dari mencaci-makiku?”
Gabriel tidak menjawab. Dia melangkah maju dan mendekatiku.
“Mau apa kamu?” ujarku panik. Aku melangkah mundur. Namun, dia semakin mendekatiku dengan tatapan galak.
Melihat kepanikanku, dia menyeringai dan seperti ingin menyiksa dan mengintimidasiku.
“Tarik kembali semua perjanjianmu dengan mama. Atau aku akan membuat hidupmu seperti di neraka.”
Aku mendorong bahunya dengan pelan.
“Tuan sombong dan angkuh. Aku ingatkan sekali lagi. Tugasku adalah memberikan cucu untuk ayah dan ibumu.”
“Sudah berapa orang pria yang telah membeli dan menikmati tubuhmu ini?”
Gabriel mengucapkan kata-kata pamungkas itu disertai dengan senyum mencemooh di kedua sudut bibirnya. Namun, dia tersentak kaget melihat cairan kristal yang keluar dari netraku.
Aku memang hampir menangis dan tidak menyangka kalau dia akan mengucapkan kata-kata yang sangat melukai perasaanku.
‘Tuhan, kuatkan aku. Mama dan papa membutuhkan biaya pengobatan. Kalau bukan karena itu, aku tidak akan pernah menginjakkan kaki di tempat ini dan bertemu pria sombong, songok, belagu, aarrhhgg, dan lain-lain sebagainya.’
Gabriel bukannya menyesal dengan ucapannya. Senyum puas terlukis di wajahnya karena telah berhasil mengobrak-abrik hatiku.
‘Semoga gertakanku bisa membuat dia menghentikan permainan gila ini,’ pikir Gabriel.
“Apakah kau sudah selesai mengeluarkan semua unek-unek dan kemarahanmu, Tuan Besar?” tanyaku pelan tapi tajam.
Gariel tersentak kaget karena aku berhasil keluar dari ketidaknyamanan yang
dia telah ia ciptakan. Mungkin dia bingung sekarang dan berpikir kalau aku adalah seorang robot yang tidak punya hati nurani.Dia menarik tubuhnya menjauh dariku. Sepertinya berdekatan denganku hanya membuat emosinya semakin memuncak.
“Kalian sudah selesai berbicara empat mata, belum?” seru Ibu Ariani dari depan pintu.
Gabriel mengangkat bahunya dan berlalu dari sana. Dia kembali ke ruang tamu dan menghampiri Natalia sedang asyik bermain dengan gawainya.
Ibu Ariani menghampiriku dan mengajakku masuk.
“Apakah Gabriel telah berlaku tidak sopan padamu?”
“Tidak, Bu Ariani Dia pria yang baik.”
“Baguslah. Semoga dia juga cepat bekerja sama denganmu dan mendatangkan cucu yang sudah lama kami rindukan.”
Wajahku memerah mendengar ucapan Ibu Ariani.
‘Bagaimana kami mau bekerja sama kalau dia saja begitu membenciku?’
“Ayo, kita makan malam sama-sama, Nona Grace.”
Aku mengangguk sopan dan mengikutinya ke arah ruang makan yang tak kalah luas dari ruang tamu mereka yang megah,
“Gabriel, Natalia! Mama dan papa sudah memutuskan, mulai hari ini Grace akan tinggal bersama kalian."
"Apa???"
Kata-kata mama bagaikan petir yang menggelegar.
“Ma!” sentakku sambil berusaha mengontrol suaraku.
“Keputusan ini memang berat untuk kalian berdua, tapi mama dan papa sudah mempertimbangkan hal ini matang-matang.”
"Tapi agama yang kita anut tidak memperbolehkan seorang pria mempunyai lebih dari satu orang istri, Ma!"
"Siapa bilang kalian akan menikah?"
"M-maksud Mama?"
"Grace hanya akan meminjamkan rahimnya untuk memberikan cucu bagi keluarga ini."
"Gila! Ini benar-benar ide gila, Ma. Lagipula ini ilegal. Bagaimana kalau sampai diketahui oleh pihak berwajib? Itu semua ada undang-undang yang mengaturnya, Mama!!"
"Ini akan menjadi rahasia keluarga kita. Kita akan menutup hal ini rapat-rapat. Tidak akan pernah ada yang mengetahuinya kalau tidak ada pengkhianat di antara kita."
Gabriel menghembuskan napas kasar. Sepertinya percuma saja dia berdebat dengan kedua orang tuanya saat ini. Gabriel mengenal mereka dengan baik. Didikan mereka sangat keras.
Noah, adik laki-laki Gabriel satu-satunya pun sampai memilih kuliah dan tinggal di luar negeri karena tidak kuat menghadapi ketegasan mama dan papa.
Gabriel menatapku dengan penuh kebencian.
‘Lihat saja nanti. Mungkin kali ini, aku akan membiarkanmu menang, Nona Pelakor.’
Dia kemudian berbisik dengan pelan kepada Natalia yang duduk di sampingnya di sofa.
“Apa yang harus kita lakukan sekarang?”
"Turuti saja permintaan mama dan papa. Setelah anak itu lahir kita akan mengusirnya dari kehidupan kita,” bisik Natalia sambil mempertahankan segaris senyum tipis di sudut bibirnya.
Gabriel terdiam sebentar mempertimbangkan usul dari sang istri.
“Baiklah. Aku menyetujui permintaan Mama dan Papa."
Walaupun sempat tercengang sebentar, tapi senyum kebahagiaan terlukis di wajah Ibu Ariani dan Pak Ronald. Mereka langsung berpelukan bahagia.
Aku berusaha untuk tersenyum seadanya. Dengan ekor mataku aku melirik Natalia. Dia ternyata sedang menatapku dengan sebuah senyuman mencibir di kedua sudut bibirnya.
Bersambung…
“Baiklah. Aku menyetujui permintaan Mama dan Papa."Walaupun sempat tercengang sebentar, tapi senyum kebahagiaan langsung terlukis di wajah Ibu Ariani dan Pak Ronald. Mereka langsung berpelukan bahagia.Aku berusaha untuk tersenyum seadanya. Dengan ekor mataku aku melirik Natalia. Dia ternyata sedang menatapku dengan sebuah senyuman mencibir di kedua sudut bibirnya.“Tetapi aku mempunyai satu pertanyaan terakhir.”Senyum Ibu Ariani dan Pak Ronald langsung lenyap seketika itu juga.“Perihal apa yang ingin kamu tanyakan?”Ibu Ariani menatap anak laki-lakinya dengan tajam. “Mama pungut perempuan ini dari mana, sih?”“Uhuk!!!” Natalia yang tadinya diam saja, langsung terbatuk dan terdengar suara kikikan kecilnya. Sepertinya dia senang sekali melihat Gabriel menghinaku.Pandangan tajam ibu Ariani beralih kepada Natalia sehingga dia langsung bungkam.“Apa maksud dari ucapanmu itu, Gabriel?”“Maksud aku, dia kan rela melakukan apa saja demi uang. Apa mama dan papa sudah yakin kalau dia pere
“Buka bajumu!” perintah Gabriel tiba-tiba.Aku berdiri dengan mata membelalak seakan tidak percaya dengan ucapan pria itu. Belum hilang rasa terkejutku, Gabriel menarik tanganku dengan kasar dan mendorongku ke tembok.“Mari kita buat cucu sebanyak mungkin,” ucap Gabriel sambil mengendus-ngendus tubuhku dengan cara yang begitu dominan. ‘Sial, kenapa aroma tubuhnya membuat libidoku naik? Tadinya aku muak melihat wanita ini, tapi tubuhnya yang terbalut malam yang seksi, membuat hasratku bergejolak,’ keluh Gabriel menyesali sikapnya.“Kamu mau lepas sendiri baju sialan ini, atau aku yang akan melepasnya?” desah Gabriel tak sadarkan diri.“M-maksud kamu?”Gabriel menempelkan tubuhnya yang panas pada tubuhku. Begitu rapat. Seakan ingin membakar-ku hidup-hidup dengan hasratnya yang entah berasal dari mana.“Gabriel….”Kudengar suara ketakutan dari bibirku sendiri. Ya, aku wanita yang akan menjadi orang kedua dalam rumah tangganya.“Bukankah ini yang kau inginkan?”“Aku….”“Kau ingin agar ki
Natalia mematikan mesin mobil dan menyandarkan tubuh indahnya di jok mobil yang terlihat sangat nyaman. Dia masih resah dan terluka akibat pertengkaran yang telah terjadi antara dia dan Gabriel beberapa jam yang lalu. “Apa yang Gabriel lakukan sekarang?” gumam Natalia sambil menatap ke arah jendela kamar mereka dari tempat parkir. “Lampu kamar masih menyala. Apakah Gabriel sedang menungguku?” Seulas senyum melengkung di kedua sudut bibirnya. “Aku mau masuk dan pura-pura ngambek. Siapa suruh dia membuatku cemburu dan marah.” Natalia membuka pintu mobil dengan hati-hati dan melakukan hal yang sama saat dia menutupnya. Dengan pelan-pelan, dia memasuki lorong menuju ruang tamu. Namun, langkah kakinya terhenti saat mendengar suara-suara ribut di kamar tamu lantai satu. Natalia tersentak kaget. Suara berat itu terdengar dari arah kamar Grace. Suara yang sudah tidak asing lagi di telinganya. "Ahh, Natalia!!!” teriak Gabriel lantang dan keras. Deg! Seluruh persendian tubuhnya lu
Pov GraceAku mengangkat tubuhku yang terasa remuk setelah perbuatan Gabriel yang buas. Dengan memaksakan diri, aku berjalan dengan tertatih-tatih dan mencoba untuk melangkah ke kamar mandi. Rasa sakit dan perih di antara kedua pangkal pahaku membuatku meringis dan berhenti sebentar sebelum aku meraih pintu kamar mandi.Bayanganku akan malam pertama yang romantis, penuh cinta, kelembutan, belaian dan gairah, ternyata itu semua hanya mimpi indah belaka.Apa yang aku rasakan sekarang benar-benar menyakitkan. Seluruh tubuhku terasa remuk. Bagian intimnya terkoyak-koyak dengan buas dan sadis tanpa perasaan. Tapi dari semua itu, kehilangan harga dirinya sebagai seorang wanita dan itu jauh lebih sakit.‘Ya Tuhan, sekejam inikah rasanya kehidupan yang harus aku jalani? Setelah dia puas dan meneriakkan nama istrinya, dia mencampakkanku begitu saja.’Sakit. Ini yang aku rasakan saat ini. Kecewa menyelimuti seluruh pikiranku. Andai aku tahu kejadiannya akan semenyakitkan ini., tentu aku tidak
“Natalia,” panggil Gabriel pelan begitu dia memasuki kamar. Untunglah Natalia tidak mengunci pintu kamar.“Kenapa kamu tidak tidur saja dengannya?” tanya Natalia dingin Dia bahkan tidak mau memandang wajah Gabriel. Rasa sakit karena melihat Gabriel membela Grace di depan batang hidungnya, membuat darahnya masih mendidih. Dia butuh waktu untuk bisa memaafkan tindakan Gabriel tadi.“Kamu istriku, Natalia, bukan dia. Aku mau bersamamu seperti biasanya.”“Ehem, apa katamu tadi? Istri? Well, ajarin dulu juniormu itu untuk mengenal istrinya sendiri. Jangan semua lubang dimasuki.”Kata-kata Natalia terdengar begitu pedas di telinga Gabriel, tapi dia hanya berdiri dan terdiam karena merasa bersalah pada wanita yang telah dia nikahi selama bertahun-tahun itu.“I am really, really sorry, Natalia,” ucap Gabriel lirih.“Simpan ucapan sorry dan rasa bersalahmu, Gabriel. By the way, aku tidak mau tidur seranjang denganmu malam ini.”“Kamu tidak bisa memperlakukan aku seperti itu.""Lalu?""Aku mau t
Teriakan Natalia yang nyaring dan bunyi dentuman di pintu kamarku, sukses membangunkanku. Kukumpulkan tenaga yang tersisa dan dengan langkah tertatih-tatih, aku beranjak menuju pintu kamar. Begitu aku membuka pintu, aku meringis kaget. Perih. Ya, itu yang aku rasakan. Pecahan beling menusuk telapak kakiku sehingga darah segar mengalir dari sana dan membuatku pusing dan mual.Gabriel yang sedang memeluk Natalia dengan kuat agar wanita itu tidak menerjangku, langsung melepas pelukannya. Dia melompat dan hendak menolongku yang hampir terjatuh, tapi langsung ditahan oleh Natalia.“Mau ke mana kamu, huh?” ucap Natalia sinis sambil mencengkram lengan Gabriel.“Kamu tidak lihat kalau Grace sedang terluka?” protes Gabriel dengan wajah heran melihat kelakuan istrinya.“Trus? Apa hubungannya dengan kita? Kamu kira aku peduli? Listen, ya… I DON’T CARE!” “Ouucch,” ringisku sambil melompat ke arah lain dengan salah satu kakiku yang tidak tertusuk pecahan beling. Darahku mengalir semakin banyak.“
“Maaf, Non, aku bukannya mau ikut campur. Tapi menurutku, Non itu sangat cantik. Kenapa Nona harus menyia-nyiakan hidup Non di sini? Non bisa dapat lelaki single yang lebih baik,” ucap Bik Sumi dengan wajah memerah. Mungkin dia merasa terlalu lancang untuk bertanya seperti itu kepadaku.Baru saja aku hendak membuka mulut untuk menjawab, terdengar suara Natalia yang menggelegar dari arah pintu. “Bik Sumi! Ini sudah sepuluh menit. Aku mau dibuatkan sarapan sekarang. Dan bawa keluar wanita itu untuk membantumu membuatkan sarapan pagi bagi aku dan Tuan.”“Ayo kita keluar, Bik Sumi.”“Non, jangan keluar. Kakinya ‘kan masih sakit.”“Tidak apa-apa, Bik. Aku menumpang di sini, jadi sudah seharusnya aku bantu bersih-bersih.”Dengan tidak rela, Bik Sumi membantuku berdiri. Aku melangkah dengan susah payah, belum lagi bagian intimku yang sudah terkoyak-koyak dengan cara yang tidak manusiawi, terasa begitu perih dan menyakitkan.“Saya rasa Non Grace perlu istirahat.”“Jangan, Bik Sumi. Aku tidak
Kuhempaskan tubuhku yang remuk di atas tempat tidur. Well, selain tubuhku, hatiku juga hancur berkeping-keping. Rasa sakit dan perih di antara kedua pangkal pahaku membuatku meringis pelan. Aku hanya ingin istirahat sebentar untuk menenangkan pikiranku yang kacau balau.Apa yang barusan aku rasakan dan alami, benar-benar menyakitkan. Aku telah merelakan harga diriku diinjak-injak oleh kedua manusia angkuh dan sombong itu.Kupejamkan mataku sambil membayangkan tangan mama yang lembut membelai rambutku dan mengatakan padaku bahwa semua akan baik-baik saja.Air mataku tumpah ruah. Aku sakit, tubuh terluka, hatiku tercabik-cabik, harga diriku remuk di bawah telapak kaki mereka. Entah dosa apa yang telah aku lakukan sehingga aku harus mengalami semua ini.Karena tidak kuat menahan kesedihan, aku meraih bantal di sampingku dan membekap mulutku agar isak tangisku tidak keluar lewat celah pintu dan tembok kamar ini. Biarlah kamar ini menjadi saksi bisu atas semua kesedihan dan penderitaan y