Share

9. Ada Apa Ini?

Author: MyMelody
last update Last Updated: 2024-07-16 23:47:59

Pov Grace

Aku mengangkat tubuhku yang terasa remuk setelah perbuatan Gabriel yang buas. Dengan memaksakan diri, aku berjalan dengan tertatih-tatih dan mencoba untuk melangkah ke kamar mandi.

Rasa sakit dan perih di antara kedua pangkal pahaku membuatku meringis dan berhenti sebentar sebelum aku meraih pintu kamar mandi.

Bayanganku akan malam pertama yang romantis, penuh cinta, kelembutan, belaian dan gairah, ternyata itu semua hanya mimpi indah belaka.

Apa yang aku rasakan sekarang benar-benar menyakitkan. Seluruh tubuhku terasa remuk. Bagian intimnya terkoyak-koyak dengan buas dan sadis tanpa perasaan. Tapi dari semua itu, kehilangan harga dirinya sebagai seorang wanita dan itu jauh lebih sakit.

‘Ya Tuhan, sekejam inikah rasanya kehidupan yang harus aku jalani? Setelah dia puas dan meneriakkan nama istrinya, dia mencampakkanku begitu saja.’

Sakit. Ini yang aku rasakan saat ini. Kecewa menyelimuti seluruh pikiranku. Andai aku tahu kejadiannya akan semenyakitkan ini., tentu aku tidak
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP
Comments (45)
goodnovel comment avatar
Milda Yanti
Nyesek bgt ya Grace, udah di hina habis habisan sama si Gabriel dan Nathalie eh maennya kasar pula
goodnovel comment avatar
Kaizan Ragiel Trate
nyesek bnget Grace nasib yg km alami...rasanya ikutan sedih deh...
goodnovel comment avatar
Anie Nhie
Nyesek banget jadi Grace,sabar ya Grace semoga pengorbanan kamu ini gak sia² ,, aq tau jalan yg kamu tempuh mungkin salah,tapi alasan kamu melakukannya justru karena rasa cinta kamu terhadap orang tua kamu, semoga setelah ini akan ada kebahagiaan buat Grace,,,
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Cinta dalam Rahim Sang Madu   10. Perih

    “Natalia,” panggil Gabriel pelan begitu dia memasuki kamar. Untunglah Natalia tidak mengunci pintu kamar.“Kenapa kamu tidak tidur saja dengannya?” tanya Natalia dingin Dia bahkan tidak mau memandang wajah Gabriel. Rasa sakit karena melihat Gabriel membela Grace di depan batang hidungnya, membuat darahnya masih mendidih. Dia butuh waktu untuk bisa memaafkan tindakan Gabriel tadi.“Kamu istriku, Natalia, bukan dia. Aku mau bersamamu seperti biasanya.”“Ehem, apa katamu tadi? Istri? Well, ajarin dulu juniormu itu untuk mengenal istrinya sendiri. Jangan semua lubang dimasuki.”Kata-kata Natalia terdengar begitu pedas di telinga Gabriel, tapi dia hanya berdiri dan terdiam karena merasa bersalah pada wanita yang telah dia nikahi selama bertahun-tahun itu.“I am really, really sorry, Natalia,” ucap Gabriel lirih.“Simpan ucapan sorry dan rasa bersalahmu, Gabriel. By the way, aku tidak mau tidur seranjang denganmu malam ini.”“Kamu tidak bisa memperlakukan aku seperti itu.""Lalu?""Aku mau t

    Last Updated : 2024-07-17
  • Cinta dalam Rahim Sang Madu   11. Sindiran

    Teriakan Natalia yang nyaring dan bunyi dentuman di pintu kamarku, sukses membangunkanku. Kukumpulkan tenaga yang tersisa dan dengan langkah tertatih-tatih, aku beranjak menuju pintu kamar. Begitu aku membuka pintu, aku meringis kaget. Perih. Ya, itu yang aku rasakan. Pecahan beling menusuk telapak kakiku sehingga darah segar mengalir dari sana dan membuatku pusing dan mual.Gabriel yang sedang memeluk Natalia dengan kuat agar wanita itu tidak menerjangku, langsung melepas pelukannya. Dia melompat dan hendak menolongku yang hampir terjatuh, tapi langsung ditahan oleh Natalia.“Mau ke mana kamu, huh?” ucap Natalia sinis sambil mencengkram lengan Gabriel.“Kamu tidak lihat kalau Grace sedang terluka?” protes Gabriel dengan wajah heran melihat kelakuan istrinya.“Trus? Apa hubungannya dengan kita? Kamu kira aku peduli? Listen, ya… I DON’T CARE!” “Ouucch,” ringisku sambil melompat ke arah lain dengan salah satu kakiku yang tidak tertusuk pecahan beling. Darahku mengalir semakin banyak.“

    Last Updated : 2024-07-18
  • Cinta dalam Rahim Sang Madu   12. Aku Bukan Pembantu

    “Maaf, Non, aku bukannya mau ikut campur. Tapi menurutku, Non itu sangat cantik. Kenapa Nona harus menyia-nyiakan hidup Non di sini? Non bisa dapat lelaki single yang lebih baik,” ucap Bik Sumi dengan wajah memerah. Mungkin dia merasa terlalu lancang untuk bertanya seperti itu kepadaku.Baru saja aku hendak membuka mulut untuk menjawab, terdengar suara Natalia yang menggelegar dari arah pintu. “Bik Sumi! Ini sudah sepuluh menit. Aku mau dibuatkan sarapan sekarang. Dan bawa keluar wanita itu untuk membantumu membuatkan sarapan pagi bagi aku dan Tuan.”“Ayo kita keluar, Bik Sumi.”“Non, jangan keluar. Kakinya ‘kan masih sakit.”“Tidak apa-apa, Bik. Aku menumpang di sini, jadi sudah seharusnya aku bantu bersih-bersih.”Dengan tidak rela, Bik Sumi membantuku berdiri. Aku melangkah dengan susah payah, belum lagi bagian intimku yang sudah terkoyak-koyak dengan cara yang tidak manusiawi, terasa begitu perih dan menyakitkan.“Saya rasa Non Grace perlu istirahat.”“Jangan, Bik Sumi. Aku tidak

    Last Updated : 2024-07-19
  • Cinta dalam Rahim Sang Madu   13. Menyesal?

    Kuhempaskan tubuhku yang remuk di atas tempat tidur. Well, selain tubuhku, hatiku juga hancur berkeping-keping. Rasa sakit dan perih di antara kedua pangkal pahaku membuatku meringis pelan. Aku hanya ingin istirahat sebentar untuk menenangkan pikiranku yang kacau balau.Apa yang barusan aku rasakan dan alami, benar-benar menyakitkan. Aku telah merelakan harga diriku diinjak-injak oleh kedua manusia angkuh dan sombong itu.Kupejamkan mataku sambil membayangkan tangan mama yang lembut membelai rambutku dan mengatakan padaku bahwa semua akan baik-baik saja.Air mataku tumpah ruah. Aku sakit, tubuh terluka, hatiku tercabik-cabik, harga diriku remuk di bawah telapak kaki mereka. Entah dosa apa yang telah aku lakukan sehingga aku harus mengalami semua ini.Karena tidak kuat menahan kesedihan, aku meraih bantal di sampingku dan membekap mulutku agar isak tangisku tidak keluar lewat celah pintu dan tembok kamar ini. Biarlah kamar ini menjadi saksi bisu atas semua kesedihan dan penderitaan y

    Last Updated : 2024-07-20
  • Cinta dalam Rahim Sang Madu   14. Jangan Sentuh Aku!

    Melihatku menangis, Gabriel menghampiriku dan menyodorkan selembar tisu.“Aku berjanji tidak akan pernah bersikap kasar lagi padamu.”Aku menatapnya nanar, lalu kutepis tangannya dengan hati yang perih. Mendengar perkataannya membuatku semakin sakit dan terluka. Air mataku menetes dengan pelan. Gabriel tidak berani mengucapkan apa-apa lagi. Dia berjongkok dan mengulurkan tangannya ingin menghapus air mataku.Kutatap dia dengan sinar kepahitan dari pancaran netraku."Jangan pernah menyentuhku tanpa seizinku. Aku bahkan tidak mau melihat mukamu lagi."Bahuku kembali terguncang, beban besar terasa menghimpit dadaku. Luka dalam hatiku masih segar dan menganga. Perlakuan buruk semalam tak akan pernah aku lupakan seumur hidupku."Aku menyesal, Grace. Maafkan aku."Aku memilih diam dan tak menanggapi permintaan maaf itu, harga diriku sudah hilang bersama dengan rasa sakit yang ia berikan. Jangankan untuk memaafkan semua perbuatannya, untuk menatap wajahnya saja aku sudah tidak sudi. Seandain

    Last Updated : 2024-07-22
  • Cinta dalam Rahim Sang Madu   15. Kupendam Rasa Ini

    “Ma, please. Jangan menyerah. Kita akan berjuang bersama-sama,” rintihku lirih. Kutahan rasa sakit dan pedih dalam hati ini. Aku harus kuat demi mama dan papa. “Mama tidak mau menyusahkan kamu, Grace. Lebih baik mama pergi dari pada kamu menderita dan bersusah payah membayar biaya pengobatan mama dan papa yang begitu besar. “Ma, aku masih sanggup, Ma. Demi Mama dan Papa, aku rela mengorbankan apa pun.” Mama melepaskan pelukannya. Tangannya kanannya terangkat untuk menghapus air mata di pipiku. “Aku ke sini untuk mengobrol sama Mama. Aku kangen.” “Mama juga kangen sama kamu, sayang.” “Aku akan selalu ada untuk Mama.” Kupeluk dengan erat tubuh wanita yang sudah melahirkan aku ke dunia ini. Sebisa mungkin aku menghiburnya dengan obrolan masa kecilku, di mana aku yang selalu manja dan tidak bisa melakukan apa pun tanpa mama. “Bagaimana keadaan perusahaan kita sekarang, Grace? Semoga kamu tidak terlalu lelah mengurus semuanya sendiri. Tenggorokanku terasa kering seketika itu juga

    Last Updated : 2024-07-23
  • Cinta dalam Rahim Sang Madu   16. Mulai Menyelidiki

    Gabriel yang baru saja selesai meeting dan kembali ke kantornya. Dia memarkir mobilnya di halaman parkir perusahaan Angkasa Group. Gedung kantornya yang megah dan tinggi menjulang selalu mendatangkan decak kagum bagi siapa saja yang melihatnya. “Apa yang harus aku lakukan agar Natalia tidak membenci dan menyalahkan Grace tanpa sebab?” gumam Gabriel sambil mengusap dagunya. Dia pusing menghadapi Natalia yang mudah sekali naik darah sejak kedatangan Grace dalam kehidupan rumah tangga mereka.Bukannya Gabriel tidak paham dengan situasi yang dihadapi Natalia, tapi semua ini karena ulah dia juga. Seandainya saja dia mau berkorban dan memberikan seorang cucu buat mama dan papa, maka semua ini tidak perlu terjadi. Namun, membujuk Natalia juga, merupakan hal yang mustahil bagi Gabriel. Sudah tidak terhitung berapa kali Gabriel membujuk wanita yang dicintainya itu.Gabriel mengusap wajahnya dengan telapak tangannya. Sekelebat dia melihat sosok Grace yang menari-nari dalam pikirannya. Wanita y

    Last Updated : 2024-07-24
  • Cinta dalam Rahim Sang Madu   17. Hijau Lembut

    “Ma, aku pulang dulu, ya, masih banyak pekerjaan yang harus aku selesaikan,” pamitku setelah menemani mama selama berjam-jam. Walaupun sebenarnya aku tidak ingin pergi dari sana, tadi aku sadar diri kalau aku sekarang menumpang di rumah orang. Mengingat hal itu saja, membuat hatiku gelisah. “Hati-hati di jalan ya, kalau ada kesempatan, mama ingin sekali berkunjung ke perusahaan dan menyapa karyawan-karyawan di sana.” Untung aku sedang memegang pinggiran tempat tidur ketika mama mengucapkan hal itu. Otakku berpikir dengan cepat mencari jalan keluar. “Mama tidak perlu memikirkan semua itu. Yang mama perlu lakukan sekarang adalah beristirahat biar semakin pulih.” “Mama sedih karena tidak bisa membantumu.” Mama mengarahkan ke bawah dan menatap kakinya yang tidak bisa digerakkan sama sekali. Kecelakaan maut yang hampir merenggut nyawanya, telah membuat kakinya lumpuh. “Ma, untuk masalah perusahaan, aku yang akan menyelesaikan semuanya. Mama tenang saja, ya.” Sebisa mungkin aku berus

    Last Updated : 2024-07-25

Latest chapter

  • Cinta dalam Rahim Sang Madu   153. Diam!

    "Aku akan mencari tahu siapa kamu sebenarnya," guman Gabriel pelan penuh percaya diri.Ia merapikan jasnya yang sedikit kusut akibat kemarahan tadi, lalu melirik ke jam tangan. ‘Grace pasti sudah menunggu terlalu lama,’ pikirnya. Dengan langkah cepat, ia meninggalkan taman, pikirannya tetap berputar, merencanakan langkah selanjutnya. Taman itu kembali sunyi, hanya suara angin dan dedaunan yang menjadi saksi. Lampu-lampu taman yang redup, seakan memberikan arah kepadanya, ke mana dia harus melangkah.Gabriel mempercepat langkah kakinya, ia sudah tidak sabar lagi untuk menemui Grace. Begitu tiba di tempat parkir, dari kejauhan, dia tidak melihat sosok Grace di jok depan mobil. Jantung Gabriel seperti berhenti berdetak. Tanpa sadar, langkah kakinya terpacu untuk segera tiba di tempat tujuan.“Grace!” teriak Gabriel saat mendapati wanita itu tidak ada dalam mobil. Dengan kalut, Gabriel memeriksa kursi penumpang, berharap kalau Grace sedang bermain petak umpet atau sekedar menakuti dirinya

  • Cinta dalam Rahim Sang Madu   152. Ke mana Dia?

    “Ayo, aku antarkan kamu pulang,” putus Gabriel sambil berdiri di depanku, lalu mengulurkan salah satu tangannya. Begitu aku hendak menyambut uluran tangan Gabriel, tanpa sengaja, aku melihat bayangan seseorang dari balik pohon besar tidak jauh dari tempat kami berdiri.Deg! Perasaanku tidak enak, aku merasa bahwa ada seseorang yang sedang memperhatikan kami berdua sedari tadi. Kuraih tangan Gabriel dan memberi kode padanya dengan gerakan bibir yang sangat pelan.‘Ada seseorang di belakang pohon yang sedang memperhatikan kita, Gabriel.’ Awalnya, ia terlihat bingung, tapi kemudian, ia memicingkan matanya berusaha membaca gerakan bibirku.‘Coba ulangi apa yang kamu katakan tadi,' bisiknya nyaris tak terdengar.Aku mengulang kembali ucapanku dengan perlahan sampai kulihat Gabriel memahami apa yang aku maksud. Gabriel mengangguk pelan, tatapan matanya menjadi waspada, dan ia langsung melindungiku dengan cara melingkarkan tangannya ke bahuku. Sikapnya sangat protektif seperti itu membuatku

  • Cinta dalam Rahim Sang Madu   151. Mencari Jalan Keluar

    Begitu keluar dari lobi, aku menemui Gabriel yang sedang menungguku di taman rumah sakit. Dia terlihat begitu tegang dan bingung. “Ada apa?” tanyaku prihatin, Gabriel tidak menjawab pertanyaanku, tapi langsung memelukku erat. Merasakan bahunya bergetar dalam dekapanku, refleks membuatku mengelus kepalanya dengan pelan.“Aku merindukanmu, Grace,” bisik Gabriel nyaris tak terdengar. Pelukan dan belaian tanganku, ternyata mampu membuatnya kembali tenang.Tak lama kemudian, dia melepaskan pelukannya, menangkup wajahku dan membelainya dengan penuh kerinduan. Ya, kerinduan yang mungkin telah tersimpan setelah sekian hari kami tidak bertemu.“Are you alright?” Kutatap netranya dan mendapati ada kegelisahan yang menghantui pikirannya. Ingin rasanya aku menghapus kegelisahan itu dan menggantinya dengan perasaan nyaman dan aman.“Banyak masalah yang terjadi akhir-akhir ini sehingga aku tidak sempat menjengukmu.” “Jangan pikirkan hal itu, Gabriel. Aku baik-baik saja.” Aku tersenyum singkat, be

  • Cinta dalam Rahim Sang Madu   150. Cap-Cay

    Aku menahan napas, jantungku berdegup kencang. Aku harus menyembunyikan kehamilan ini. Tak boleh ada seorang pun yang tahu, termasuk mama. Biarlah aku sendiri yang menanggung semua ini.Tangan mama semakin dekat, dan aku tak tahu harus berbuat apa. Satu gerakan salah saja, semuanya bisa terbongkar.Kriiing …. Dering telepon dari dalam tasku, membuat kami berdua kaget, mama mengurungkan niatnya untuk menyentuh perutku. Sambil pura-pura sibuk mencari ponsel di dalam tas, aku melirik mama dengan sudut mataku. Beliau terlihat mengambil rantang makanan dan memeriksa isinya. Untungnya, tangan mama masih berfungsi, kaki beliau saja yang lumpuh total. Aku hanya berharap satu hal, yaitu agar terapi yang sedang mama jalani saat ini, bisa membantu mama keluar dari krisis ini.“Siapa yang telepon?” tanya mama memecah lamunan singkatku.“Emm, teman, Ma,” bohongku saat melihat nama Gabriel yang tertera di layar utama.“Oh, kenapa tidak diangkat?”“Tidak apa-apa, Ma. Paling kalau penting, dia akan

  • Cinta dalam Rahim Sang Madu   149. Curiga

    “Aku akan melakukan yang terbaik untuk papa.”“Bagus, Nona. Dalam minggu ini, kami akan memulai terapi saraf, dan memberikan rangsangan otak untuk mengaktifkan kembali jaringan-jaringan otak yang masih berfungsi dari Pak Kristanto.”Aku hanya mengangguk, menahan luapan bahagia yang nyaris pecah. Lalu pintu kamar terbuka perlahan, diikuti derit halus roda kursi. Mama muncul, dibantu oleh seorang suster. Sorot matanya nanar, bingung, mengamati kami yang berdiri dengan tegang di dekat ranjang papa.“Ada apa dengan papa? Kenapa kalian ngumpul di sana?” tanya mama sambil terus mendorong kursi rodanya ke arah kami.Aku berlutut di depan mama, meraih tangannya dan menempelkannya di pipiku, membiarkan dinginnya menenangkan rasa panikku. "Ma …, papa merespon dengan gerakan kecil. Ia merasakan sentuhan dan suara orang-orang di sekitarnya."Mama membeku. Wajahnya, yang selama ini selalu muram, kini cerah sekaligus penuh harap."A-apa?" suara mama tercekat. Dia bergantian menatapku dan Dokter Mik

  • Cinta dalam Rahim Sang Madu   148. Merespon

    "Tunggu! Apakah Nona Grace baik-baik saja?""Kenapa?" tanyaku sambil berbalik dengan alis bertaut."Nona terlihat pucat dan letih. Apakah Nona sedang sakit?"“A-aku baik-baik saja.” “Nona bisa tunggu di sini sampai Ibu Kristianto selesai terapi.”“Tidak, terima kasih.”Tanpa berkata apa-apa lagi, aku segera keluar dari ruang kerja Dokter Mikael dan menuju ke kamar inap mama. Bagiku, mendingan aku menunggu mama di sana, sambil menemani papa, dari pada aku duduk di kantor Dokter Mikael. Pandangan penuh curiga terlihat jelas dari sinar matanya.Begitu memasuki kamar, aku menghampiri papa yang seperti biasa, masih terlelap dalam tidur panjangnya.“Selamat pagi, Papa …,” bisikku pelan sambil mengelus lengannya yang terlihat begitu pucat karena sudah berbulan-bulan tidak terkena sinar matahari. Walaupun kadang-kadang mereka menjemur papa pagi harinya, tapi itu tidak cukup untuknya yang sehari-hari hanya menghabiskan waktu di dalam ruang. Kukecup kening papa dengan lembut, lalu meletakkan r

  • Cinta dalam Rahim Sang Madu   147. Pucat

    “Loh, Non. Biar Bibik saja yang masak,” protes Bik Mirna yang baru saja selesai melakukan rutinitas seperti biasanya, yaitu menyiram bunga di taman.“Tidak apa-apa, Bik. Santai saja. Aku juga mau masak untuk mama kok.”“Tapi kan biar saya saja yang masakin, Non. Nanti tinggal Nona Grace bilang, kalau mau masak bahannya seperti apa.”Aku tersenyum sambil menatap wanita paruh baya yang selalu menjagaku sejak aku pindah ke sini.“Yaudah, kalau begitu, Bibik bantu aku potong-potong sawi hijau dan iris bawang merah saja.”“Siap, Non. Ngomong-ngomong, Nona mau masak apa?” Bik Mirna mengambil sebuah pisau dari laci khusus penyimpanan benda-benda tajam dan mulai memotong sawi hijau.“Aku mau buat capcay untuk mama.” “Pakai daging atau jamur?” tanya Bik Mirna penasaran. Tak lupa tangannya terus bekerja dengan cekatan.“Rencananya aku mau pakai makanan laut saja, seperti udang dan cumi. Mama paling suka seafood soalnya.”Aku lalu membuka laci tempat penyimpanan alat-alat masak yang tajam dan m

  • Cinta dalam Rahim Sang Madu   146. Hampa

    “Ingat, siapa pun yang kamu pilih nantinya, aku sudah tidak peduli lagi, tapi apa pun yang terjadi, aku akan mempertahankan apa yang sudah menjadi milikku.”Tanpa menunggu jawaban, Natalia memutar tubuhnya dan melangkah pergi, meninggalkan Gabriel yang duduk terpaku di tempat, dengan wajah yang kini penuh sesal tapi kosong. Setelah punggung Natalia menghilang dari balik pintu dan langkah kakinya sudah tidak terdengar lagi, Gabriel seperti diseret kembali pada kenyataan yang ada.Dengan gerakan cepat, dia mengejar Natalia yang memasuki lift di ujung lorong kantor.‘Aku harus melakukan sesuatu,’ pikir Gabriel kalut. Keamanan dan keselamatan Grace ada di tangannya sekarang. Kalau sampai Grace dicelakakan oleh Natalia, maka ia tidak akan pernah memaafkan dirinya sendiri.“Natalia! Tunggu! Dengarkan dulu penjelasanku!” Gabriel berhasil mengejar Natalia dan ikut masuk ke dalam lift. Ditatapnya wanita yang sudah menikah dengannya selama bertahun-tahun.“Please, listen to me! Aku mencintaimu,

  • Cinta dalam Rahim Sang Madu   145. Aku Bukan Barang

    "Baiklah," Gabriel menghela napas panjang, seolah mengumpulkan keberanian yang tak ia miliki. "Aku akan memberitahumu apa yang Mama katakan padaku hari ini."Natalia menatapnya, matanya penuh amarah yang ia sembunyikan di balik ketenangan palsu. “Aku menunggu,” katanya dingin, tangannya bersedekap di dada, seolah berusaha melindungi hatinya yang mulai retak. Tubuhnya bergetar, tapi dia berusaha untuk tegar. Gabriel mengusap wajahnya dengan cepat, menundukkan kepala sebentar, lalu mengangkat wajahnya dengan sorot mata yang muram. "Mama memintaku untuk memilih …, mmm, memilih salah satu di antara kalian berdua."Saat kata-kata itu meluncur dari mulut Gabriel, dunia Natalia runtuh seketika. Rasanya seperti ada palu besar yang menghantam dadanya tanpa ampun, atau lebih tepatnya, sebuah batu besar ditimpakan di dadanya. Sesak sekali rasanya. Udara di sekelilingnya tiba-tiba terasa berat, seakan oksigen yang ada tak cukup untuk mengisi ruang paru-parunya. Gabriel duduk dengan gelisah, d

DMCA.com Protection Status