Share

17. Hijau Lembut

Author: MyMelody
last update Last Updated: 2024-07-25 23:59:08
“Ma, aku pulang dulu, ya, masih banyak pekerjaan yang harus aku selesaikan,” pamitku setelah menemani mama selama berjam-jam.

Walaupun sebenarnya aku tidak ingin pergi dari sana, tadi aku sadar diri kalau aku sekarang menumpang di rumah orang. Mengingat hal itu saja, membuat hatiku gelisah.

“Hati-hati di jalan ya, kalau ada kesempatan, mama ingin sekali berkunjung ke perusahaan dan menyapa karyawan-karyawan di sana.”

Untung aku sedang memegang pinggiran tempat tidur ketika mama mengucapkan hal itu. Otakku berpikir dengan cepat mencari jalan keluar.

“Mama tidak perlu memikirkan semua itu. Yang mama perlu lakukan sekarang adalah beristirahat biar semakin pulih.”

“Mama sedih karena tidak bisa membantumu.” Mama mengarahkan ke bawah dan menatap kakinya yang tidak bisa digerakkan sama sekali. Kecelakaan maut yang hampir merenggut nyawanya, telah membuat kakinya lumpuh.

“Ma, untuk masalah perusahaan, aku yang akan menyelesaikan semuanya. Mama tenang saja, ya.” Sebisa mungkin aku berus
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP
Comments (43)
goodnovel comment avatar
Milda Yanti
Fix sih ada kemungkinan Nathalie selingkuh sama Bara gak sih
goodnovel comment avatar
Kaizan Ragiel Trate
mngkin kah bara menyukai Natalia?
goodnovel comment avatar
yenini
nhat itu telpon dari suami kamu angkat dong jangan egois,kalau Gabriel di posisimu mungkin kamunbakal ngamuk" kalau ga di angkat sama Gabriel
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Cinta dalam Rahim Sang Madu   18. Mulai Perhatian

    Dering ponsel dari dalam tas Natalia menghentikan kalimat yang ingin dia sampaikan kepada Bara. Begitu dia melihat nama si pemanggil, Natalia menggeser tombol merah dan menolak panggilan itu.“Loh, kok tidak diangkat?” tanya Bara penasaran.“Nomor tak dikenal,” jawab Natalia enteng dan kembali memfokuskan perhatiannya pada gaun di depannya.“Apa kamu sudah menemukan yang aku maksud?” tanya Bara sambil melangkah mendekati gaun satin berwarna hijau lembut itu. “Aku rasa…” ucap Natalia sambil memicingkan matanya mencoba untuk melihat lebih jelas gaun berbahan satin itu.“Sini,” ujar Bara mengulurkan tangannya ke arah Natalia. “Aku akan membantumu untuk melihat apa yang aku maksud.”Natalia terlihat ragu, lagi pula dia tidak mau terlalu dekat dengan pria lain selain Gabriel. Suaminya adalah segalanya bagi Natalia. Melihat Natalia yang tidak mau menerima uluran tangannya, Bara sadar diri dan segera menarik tangannya kembali dengan canggung. “Aha! Aku tahu di mana letak kekurangan dari g

    Last Updated : 2024-07-26
  • Cinta dalam Rahim Sang Madu   19. Maafkan Aku!

    “Pelan-pelan saja makannya,” ucap Garbriel sambil tersenyum penuh arti.‘Wait, manusia super angkuh ini tersenyum padaku?”“Nih, air untukmu. Minumlah.”Dengan wajah memerah kuangkat wajahku dan menatap Gabriel yang berdiri tepat di sampingku. Gabriel memandangku lekat-lekat, dan hmm, aku sendiri pun tidak tahu bagaimana cara menjelaskan pandangan mata itu.Belum habis rasa terkejutku, tangannya dengan perlahan terulur ke depan dan menyapu bibirku yang belepotan. Aku mematung sebentar sebelum akhirnya aku menepis tangannya dengan kasar.“Jangan sentuh aku!” desisku pelan sambil menatapnya tajam. Seperti sadar akan tindakannya, Gabriel buru-buru menarik tangannya.“Aku hanya ingin membersihkan sisa makanan yang menempel di sini,” ujar Gabriel sambil menunjuk ke arah bibirnya sendiri"Kamu sangat tidak sopan, Tuan Gabriel!" ketusku lagi. Kali ini aku benar-benar mengeluarkan sisi galakku.Aku segera membuang muka ke sembarang arah, tak ingin lama-lama memandang wajahnya yang sangat m

    Last Updated : 2024-07-28
  • Cinta dalam Rahim Sang Madu   20. Peluk Aku

    Plak, plak! Natalia mendekatiku dan menamparku dengan kuat sebanyak dua kali. Aku hampir menjerit kaget, tapi kutahan suara itu sebelum lolos dari tenggorokanku. Rasa panas menjalar di kedua pipiku. Bukan rasa sakit di pipiku yang membuatku ingin menjerit, tapi rasa sakit di hatiku. Aku merasa sangat terhina. Kupegang kedua pipiku tanpa mengucapkan apa-apa. Jujur saja, ini adalah tamparan pertama yang pernah aku terima di sepanjang perjalanan hidupku. Orang tuaku tidak pernah ringan tangan padaku. Mencubitku saja, mereka tidak pernah lakukan. Mama dan papa mendidik dan membesarkanku dengan penuh kasih sayang dan bijaksana. "Natalia, apa yang sudah kamu laku…!" “STOOOOPPP! CUKUUUUP!!! Aku tidak butuh pembelaan darimu! Urus saja diri kalian masing-masing.” Aku kalap dan berteriak sehingga membuat Bik Sumi yang sedang mengintip drama yang terjadi, buru-buru kabur dari balik pintu. Aku melihat bayangannya sekilas. Natalia cukup kaget dengan teriakkanku Mungkin karena selama ini

    Last Updated : 2024-07-29
  • Cinta dalam Rahim Sang Madu   21. Melawan

    Kurenggangkan tubuhku yang terasa remuk, sakit di perutku masih membuatku lemas tak bertenaga. 'Selamat pagi, mama, papa,' bisikku pelan seolah-olah mereka berada di depanku. Kutarik selimut tebal untuk menutupi kakiku yang kedinginan, lalu aku menyadari bahwa Bik Sumi sudah mengganti bed cover yang ada noda merahnya. Ada rasa malu yang menyerang pikiranku. Dari dalam kamar, kudengar suara wajan yang beradu dengan sutel. Mungkin Bik Sumi sudah bangun, pikirku. Kupaksa diriku untuk bangun dan ke toilet. Namun, baru saja aku ke luar dari toilet, kudengar suara knalpot rusak yang berteriak dengan nyaring di luar pintu. “Mana wanita penggoda itu, Bik?” tanya Natalia pada Bik Sumi yang sedang sibuk mempersiapakan sarapan pagi untuk majikannya. “Non Grace masih di dalam kamar, Nyonya.” “Oh, begitu rupanya? Apa dia tidak tahu tugasnya sehari-hari?” Dari dalam kamar, kudengar lagi langkah kaki Natalia yang mendekati pintu kamarku. ‘Apa lagi sih yang akan dibuat oleh dia?’ batinku s

    Last Updated : 2024-07-30
  • Cinta dalam Rahim Sang Madu   22. Ingin Berhenti Sejenak

    “Kalau Nyonya jijik, jangan mengajakku berbicara. Kita punya kehidupan masing-masing,” ucapku dengan berani. Tidak kupedulikan tatapan Gabriel yang cukup kaget melihat keberanianku. Setelah puas mengeluarkan unek-unekku, aku membalikkan tubuhku dan pergi begitu saja dari hadapan mereka. “Astaga, lihat perempuan sial perusak rumah tangga orang! Semakin hari semakin menjadi-jadi saja tingkahnya,” seru Natalia murka. Dengan kasar, dia membanting garpu dan sendok di atas meja Dari dalam kamar, samar-samar aku mendengar suara amukan Natalia, tapi aku sudah tidak peduli lagi. Biarin saja si mercon knalpot rusak itu koar-koar sampai urat lehernya putus. Aku sudah muak dan jenuh mendengar semua itu. Sebenarnya, ingin sekali aku menunjukkan sikap bar-bar-ku yang terpadam, memangnya dia pikir dirinya saja yang punya sikap bar-bar. Tapi itu akan kugunakan pada serangan berikutnya. Kalau dikeluarkan sekarang, malah tidak seru jadinya. Kutanggalkan pakaianku karena aku akan segera mandi dan

    Last Updated : 2024-07-31
  • Cinta dalam Rahim Sang Madu   23. Informasi Penting

    Kring …Dering telepon yang panjang, mengagetkan Gabriel yang sedang melamun di dalam mobilnya yang sengaja ia parkir di sebuah pom bensin di pinggir jalan. Dalam dirinya tidak ada keinginan sama sekali untuk berangkat kerja. Hatinya risau setelah mendengar ide Natalia tadi pagi yang tiba-tiba saja ingin memberi seorang cucu bagi keluarga besar mereka.Dengar gusar, Gabriel meraih teleponnya.“Hello! sapa Gabriel sambil mempermainkan kunci mobil di tangannya.“Hello, Tuan. Ini dengan saya, Donny!”“Apakah kamu sudah melakukan apa yang aku perintahkan?” tanya Gabriel to the point. Dia sebenarnya sudah menunggu berita itu dari kemarin.“Sudah, Tuan. Saya akan mengirim hasil rekaman CCTV pada Tuan sekarang juga.”“Apakah hanya rekaman CCTV saja? Aku butuh informasi lain, selain dari rekaman CCTV.”“Tentu saja saya sudah mencari informasi penting lainnya, Tuan Gabriel.”“Kirimkan semua informasi penting itu kepadaku sekarang.”“Baik, Tuan. Lalu bagaimana dengan rekaman ini?”“Jangan dikir

    Last Updated : 2024-08-01
  • Cinta dalam Rahim Sang Madu   24. Menemukan Jawaban

    “Papa kamu, Grace. Sampai kapan dia akan berada dalam kondisi seperti ini? Dia sudah koma berbulan-bulan, Grace!” Mama terisak-isak sampai punggungnya berguncang-guncang menahan kesedihan. “Ma, Papa pasti sembuh, aku percaya itu.” Kupeluk mama dan mencoba untuk memberinya kekuatan untuk tetap kuat dan sabar. “Mama rindu melihat papamu lagi.” "Iya, Ma. Aku mengerti ..." Isak tangis mama semakin kencang. Beliau benar-benar meluapkan beban yang ada dalam hatinya. “Papa adalah seorang pria, ayah dan kepala keluarga yang kuat, Mama. Kita harus percaya kalau papa akan sembuh seperti dulu lagi.” Mama terus menangis, sepertinya dia sudah memikirkan hal itu selama berminggu-minggu. “Ma, kalau kita berdua kuat dan terus berusaha disertai doa yang tidak pernah putus, maka papa pasti akan merasakan kasih sayang yang kita berikan padanya.” Tidak ada respon dari mama, kata-kataku seperti angin lalu baginya. Air matanya kembali berlinang tak tertahankan sehingga tubuhnya kembali bergetar

    Last Updated : 2024-08-02
  • Cinta dalam Rahim Sang Madu   25. Siapa Dia?

    Gabriel memaksa diri untuk berkonsentrasi dan meneruskan pekerjaannya, tapi itu tidak berhasil. Diletakkan pulpen yang ada di tangannya di atas meja dan mengusap wajahnya. Dia tidak bisa melupakan netra Grace yang indah. Jujur saja, sejak dia melihat wanita itu pertama kalinya di rumah kedua orang tuanya, Gabriel sudah terpesona pada wanita si pemilik mata indah itu. Walaupun saat itu dia memarahi dan mencaci maki Grace, tapi sebenarnya itu hanya untuk menutupi hatinya yang jatuh dalam pesona dan daya tarik Grace. “Kau membuat imanku oleng, Grace. Aku ingin sekali memperbaiki kesalahan yang telah aku lakukan dan memperlakukanmu dengan lebih baik lagi.” Gabriel menutup matanya dan membayangkan tubuh Grace yang panas di bawah tubuhnya. Dadanya berdesir aneh setiap kali dia mengingat malam itu. Wajah Grace yang memerah saat dia menggagahinya, Gabriel tidak pernah melupakan hal itu. Tirai suci milik wanita itu yang telah dia rusak dan ambil dengan paksa, adalah kenikmatan dan dosa

    Last Updated : 2024-08-03

Latest chapter

  • Cinta dalam Rahim Sang Madu   154. Rantai Besi

    Pria itu mendekati dan meraih wajahku. Aroma tubuh dan mulutnya membuat aku ingin muntah. Aku tidak mengenalnya sama sekali. Siapa gerangan pria ini sebenarnya."Diam!! bentaknya kasar.“Kenapa aku harus diam, orang jahat?!” sentakku tak mau kalah."Tutup mulutmu, sebelum aku yang menutupnya."Aku tidak peduli, sekuat tenaga, aku berteriak lagi dengan suara yang lebih keras, dan hasilnya si pria itu menutup mulutku dengan telapak tangannya. Dengan kasar, dia memerintah anak buahnya untuk mengambil lakban dan menempelnya secara sembarangan hanya untuk menutup mulutku yang masih ingin berteriak.“Sekali lagi kamu berteriak, maka aku akan menutup bibir seksimu itu dengan cara yang lebih menyenangkan. Akan kubuat rongga mulutmu penuh dengan ciumanku.”Mendengar ancamannya, aku langsung mual, dasar laki-laki mesum. Siapa sih dia sebenarnya? Perasaan selama ini, aku tidak pernah mempunyai musuh. Kenapa tiba-tiba aku disekap seperti ini?Pria itu berjalan mengelilingi kursi yang aku duduki,

  • Cinta dalam Rahim Sang Madu   153. Diam!

    "Aku akan mencari tahu siapa kamu sebenarnya," guman Gabriel pelan penuh percaya diri.Ia merapikan jasnya yang sedikit kusut akibat kemarahan tadi, lalu melirik ke jam tangan. ‘Grace pasti sudah menunggu terlalu lama,’ pikirnya. Dengan langkah cepat, ia meninggalkan taman, pikirannya tetap berputar, merencanakan langkah selanjutnya. Taman itu kembali sunyi, hanya suara angin dan dedaunan yang menjadi saksi. Lampu-lampu taman yang redup, seakan memberikan arah kepadanya, ke mana dia harus melangkah.Gabriel mempercepat langkah kakinya, ia sudah tidak sabar lagi untuk menemui Grace. Begitu tiba di tempat parkir, dari kejauhan, dia tidak melihat sosok Grace di jok depan mobil. Jantung Gabriel seperti berhenti berdetak. Tanpa sadar, langkah kakinya terpacu untuk segera tiba di tempat tujuan.“Grace!” teriak Gabriel saat mendapati wanita itu tidak ada dalam mobil. Dengan kalut, Gabriel memeriksa kursi penumpang, berharap kalau Grace sedang bermain petak umpet atau sekedar menakuti dirinya

  • Cinta dalam Rahim Sang Madu   152. Ke mana Dia?

    “Ayo, aku antarkan kamu pulang,” putus Gabriel sambil berdiri di depanku, lalu mengulurkan salah satu tangannya. Begitu aku hendak menyambut uluran tangan Gabriel, tanpa sengaja, aku melihat bayangan seseorang dari balik pohon besar tidak jauh dari tempat kami berdiri.Deg! Perasaanku tidak enak, aku merasa bahwa ada seseorang yang sedang memperhatikan kami berdua sedari tadi. Kuraih tangan Gabriel dan memberi kode padanya dengan gerakan bibir yang sangat pelan.‘Ada seseorang di belakang pohon yang sedang memperhatikan kita, Gabriel.’ Awalnya, ia terlihat bingung, tapi kemudian, ia memicingkan matanya berusaha membaca gerakan bibirku.‘Coba ulangi apa yang kamu katakan tadi,' bisiknya nyaris tak terdengar.Aku mengulang kembali ucapanku dengan perlahan sampai kulihat Gabriel memahami apa yang aku maksud. Gabriel mengangguk pelan, tatapan matanya menjadi waspada, dan ia langsung melindungiku dengan cara melingkarkan tangannya ke bahuku. Sikapnya sangat protektif seperti itu membuatku

  • Cinta dalam Rahim Sang Madu   151. Mencari Jalan Keluar

    Begitu keluar dari lobi, aku menemui Gabriel yang sedang menungguku di taman rumah sakit. Dia terlihat begitu tegang dan bingung. “Ada apa?” tanyaku prihatin, Gabriel tidak menjawab pertanyaanku, tapi langsung memelukku erat. Merasakan bahunya bergetar dalam dekapanku, refleks membuatku mengelus kepalanya dengan pelan.“Aku merindukanmu, Grace,” bisik Gabriel nyaris tak terdengar. Pelukan dan belaian tanganku, ternyata mampu membuatnya kembali tenang.Tak lama kemudian, dia melepaskan pelukannya, menangkup wajahku dan membelainya dengan penuh kerinduan. Ya, kerinduan yang mungkin telah tersimpan setelah sekian hari kami tidak bertemu.“Are you alright?” Kutatap netranya dan mendapati ada kegelisahan yang menghantui pikirannya. Ingin rasanya aku menghapus kegelisahan itu dan menggantinya dengan perasaan nyaman dan aman.“Banyak masalah yang terjadi akhir-akhir ini sehingga aku tidak sempat menjengukmu.” “Jangan pikirkan hal itu, Gabriel. Aku baik-baik saja.” Aku tersenyum singkat, be

  • Cinta dalam Rahim Sang Madu   150. Cap-Cay

    Aku menahan napas, jantungku berdegup kencang. Aku harus menyembunyikan kehamilan ini. Tak boleh ada seorang pun yang tahu, termasuk mama. Biarlah aku sendiri yang menanggung semua ini.Tangan mama semakin dekat, dan aku tak tahu harus berbuat apa. Satu gerakan salah saja, semuanya bisa terbongkar.Kriiing …. Dering telepon dari dalam tasku, membuat kami berdua kaget, mama mengurungkan niatnya untuk menyentuh perutku. Sambil pura-pura sibuk mencari ponsel di dalam tas, aku melirik mama dengan sudut mataku. Beliau terlihat mengambil rantang makanan dan memeriksa isinya. Untungnya, tangan mama masih berfungsi, kaki beliau saja yang lumpuh total. Aku hanya berharap satu hal, yaitu agar terapi yang sedang mama jalani saat ini, bisa membantu mama keluar dari krisis ini.“Siapa yang telepon?” tanya mama memecah lamunan singkatku.“Emm, teman, Ma,” bohongku saat melihat nama Gabriel yang tertera di layar utama.“Oh, kenapa tidak diangkat?”“Tidak apa-apa, Ma. Paling kalau penting, dia akan

  • Cinta dalam Rahim Sang Madu   149. Curiga

    “Aku akan melakukan yang terbaik untuk papa.”“Bagus, Nona. Dalam minggu ini, kami akan memulai terapi saraf, dan memberikan rangsangan otak untuk mengaktifkan kembali jaringan-jaringan otak yang masih berfungsi dari Pak Kristanto.”Aku hanya mengangguk, menahan luapan bahagia yang nyaris pecah. Lalu pintu kamar terbuka perlahan, diikuti derit halus roda kursi. Mama muncul, dibantu oleh seorang suster. Sorot matanya nanar, bingung, mengamati kami yang berdiri dengan tegang di dekat ranjang papa.“Ada apa dengan papa? Kenapa kalian ngumpul di sana?” tanya mama sambil terus mendorong kursi rodanya ke arah kami.Aku berlutut di depan mama, meraih tangannya dan menempelkannya di pipiku, membiarkan dinginnya menenangkan rasa panikku. "Ma …, papa merespon dengan gerakan kecil. Ia merasakan sentuhan dan suara orang-orang di sekitarnya."Mama membeku. Wajahnya, yang selama ini selalu muram, kini cerah sekaligus penuh harap."A-apa?" suara mama tercekat. Dia bergantian menatapku dan Dokter Mik

  • Cinta dalam Rahim Sang Madu   148. Merespon

    "Tunggu! Apakah Nona Grace baik-baik saja?""Kenapa?" tanyaku sambil berbalik dengan alis bertaut."Nona terlihat pucat dan letih. Apakah Nona sedang sakit?"“A-aku baik-baik saja.” “Nona bisa tunggu di sini sampai Ibu Kristianto selesai terapi.”“Tidak, terima kasih.”Tanpa berkata apa-apa lagi, aku segera keluar dari ruang kerja Dokter Mikael dan menuju ke kamar inap mama. Bagiku, mendingan aku menunggu mama di sana, sambil menemani papa, dari pada aku duduk di kantor Dokter Mikael. Pandangan penuh curiga terlihat jelas dari sinar matanya.Begitu memasuki kamar, aku menghampiri papa yang seperti biasa, masih terlelap dalam tidur panjangnya.“Selamat pagi, Papa …,” bisikku pelan sambil mengelus lengannya yang terlihat begitu pucat karena sudah berbulan-bulan tidak terkena sinar matahari. Walaupun kadang-kadang mereka menjemur papa pagi harinya, tapi itu tidak cukup untuknya yang sehari-hari hanya menghabiskan waktu di dalam ruang. Kukecup kening papa dengan lembut, lalu meletakkan r

  • Cinta dalam Rahim Sang Madu   147. Pucat

    “Loh, Non. Biar Bibik saja yang masak,” protes Bik Mirna yang baru saja selesai melakukan rutinitas seperti biasanya, yaitu menyiram bunga di taman.“Tidak apa-apa, Bik. Santai saja. Aku juga mau masak untuk mama kok.”“Tapi kan biar saya saja yang masakin, Non. Nanti tinggal Nona Grace bilang, kalau mau masak bahannya seperti apa.”Aku tersenyum sambil menatap wanita paruh baya yang selalu menjagaku sejak aku pindah ke sini.“Yaudah, kalau begitu, Bibik bantu aku potong-potong sawi hijau dan iris bawang merah saja.”“Siap, Non. Ngomong-ngomong, Nona mau masak apa?” Bik Mirna mengambil sebuah pisau dari laci khusus penyimpanan benda-benda tajam dan mulai memotong sawi hijau.“Aku mau buat capcay untuk mama.” “Pakai daging atau jamur?” tanya Bik Mirna penasaran. Tak lupa tangannya terus bekerja dengan cekatan.“Rencananya aku mau pakai makanan laut saja, seperti udang dan cumi. Mama paling suka seafood soalnya.”Aku lalu membuka laci tempat penyimpanan alat-alat masak yang tajam dan m

  • Cinta dalam Rahim Sang Madu   146. Hampa

    “Ingat, siapa pun yang kamu pilih nantinya, aku sudah tidak peduli lagi, tapi apa pun yang terjadi, aku akan mempertahankan apa yang sudah menjadi milikku.”Tanpa menunggu jawaban, Natalia memutar tubuhnya dan melangkah pergi, meninggalkan Gabriel yang duduk terpaku di tempat, dengan wajah yang kini penuh sesal tapi kosong. Setelah punggung Natalia menghilang dari balik pintu dan langkah kakinya sudah tidak terdengar lagi, Gabriel seperti diseret kembali pada kenyataan yang ada.Dengan gerakan cepat, dia mengejar Natalia yang memasuki lift di ujung lorong kantor.‘Aku harus melakukan sesuatu,’ pikir Gabriel kalut. Keamanan dan keselamatan Grace ada di tangannya sekarang. Kalau sampai Grace dicelakakan oleh Natalia, maka ia tidak akan pernah memaafkan dirinya sendiri.“Natalia! Tunggu! Dengarkan dulu penjelasanku!” Gabriel berhasil mengejar Natalia dan ikut masuk ke dalam lift. Ditatapnya wanita yang sudah menikah dengannya selama bertahun-tahun.“Please, listen to me! Aku mencintaimu,

DMCA.com Protection Status