Beranda / CEO / Cinta dalam Rahim Sang Madu / Bab 4. Pertengkaran

Share

Bab 4. Pertengkaran

“Gabriel, Natalia! Perkenalkan, ini Grace Anjelita. Dia wanita yang mama maksud tadi.”

Aku tersenyum kepada pasangan di depanku. Gabriel menatapku tajam tanpa senyuman sedikit pun, sedangkan Natalia membuang wajahnya dengan sikap acuh tak acuh.

Kuulurkan tanganku dan mengajak mereka berkenalan, tapi rupanya bendera perang sudah berkibar di antara kami sejak kedatanganku. Mereka hanya menyentuh tanganku tanpa benar-benar menggenggamnya.

“Hello, Nona Grace. Selamat datang di tempat kediaman kami.”

Pak Ronald menyambutku itu dengan hangat dan itu sudah cukup membuatku terhibur.

Gabriel berdiri dengan resah. Dia tidak pernah melihat papa menyambut Natalia sehangat itu. Well, mungkin pernah, tapi itu sudah lama sekali. Sejak Natalia menolak untuk memberikan cucu bagi mereka, sikap mama dan papa sudah tidak sehangat dulu lagi terhadap Natalia.

“Keputusan mama dan papa sudah bulat. Grace adalah wanita yang tepat untuk memberikan cucu yang kami inginkan.”

Gabriel menahan emosinya sekuat tenaga. Kemarahannya  semakin bertambah. Urat-urat lehernya bertonjolan. 

“Bisakah aku berbicara empat mata dengan….” 

“Grace. Nama dia Grace, “ potong mama.

Gabriel membisikkan sesuatu kepada Natalia dan meminta izin kepadanya untuk berbicara empat mata denganku.

“Kamu mau aku menemanimu?”

“Tidak perlu. Aku akan mengajarkan dia untuk menjadi perempuan baik-baik dan tidak merusak rumah tangga orang lain,” bisik Gabriel nyaris tak terdengar.

Natalia mengangguk setuju. Sepertinya kedatangan wanita itu telah meningkatkan arus adrenalin dalam tubuhnya.

“Jangan bertindak tidak sopan begitu ‘dong? Masa kalian bisik-bisik di depan tamu?” tegur Ibu Ariani tidak suka.

“Aku hanya meminta izin pada istriku untuk bicara dengan Grace, ucap Gabriel tegas.

“Kenapa kamu tidak berbicara dengan Grace di sini saja?” tanya papa dengan tatapan menyelidik.

“Tidak apa-apa Pak Ronald. Kalau memang Gabriel perlu berbicara empat mata, aku bersedia.”

‘Ciiiihhh!!! Berani-beraninya dia menyebut namaku dengan bibirnya,' cetus Gabriel sambil menyumpah-nyumpah dalam hati.

“Jangan buat masalah!” ancam mama yang tidak rela putranya mengajak Grace bicara tanpa kehadiran mereka.

“Tenang, Ma.” Lalu Gabriel menoleh kepadaku. “Ikut aku!” ucapnya singkat sambil menuju ke teras rumah. 

Dengan cepat aku mengikuti langkah kakinya. 

Aku bingung dengan sikapnya yang tidak ada sopan santunnya sama sekali, tapi sudah kepalang basah. Utangku yang banyak seakan menari-nari di hadapanku.

“Berapa banyak uang yang sudah kamu dapatkan dari kedua orang tuaku?” cecar Gabriel begitu kami tiba di teras luar. 

Dia berdiri di depanku, begitu dominan dan menjulang tinggi. Tinggiku yang tidak seberapa, membuat aku terlihat sangat mungil dan rapuh di hadapan kemarahan dan keangkuhannya.

Aku menunduk dengan gugup dan berusaha merapikan beberapa helai rambut yang berantakan karena tiupan angin sore. Jujur saja, lutut dan tanganku gemetar. Sebaik apa pun aku mempersiapkan diriku, tapi ternyata itu tidak berlaku saat aku menghadapi situati ini secara langsung.

Ingin rasanya aku menghilang saja, atau masuk ke dalam pusat bumi yang paling dalam. 

Gabriel menatap aku dari atas sampai bawah. Entah apa yang ia pikirkan. Tapi semoga dia tidak berpikir bahwa aku adalah wanita pelakor yang akan menjadi orang kedua dalam pernikahannya.

'Tidak! Aku tidak pernah berpikir sampai ke sana. Begitu anak ini lahir, maka tugasku juga selesai. Bahkan semakin cepat aku hamil, maka akan semakin cepat juga aku terlepas dari perjanjian ini.'

“Heh! Jawab pertanyaanku?” bentaknya menggelegar.

‘Dasar wanita penggoda. Dengan wajah yang mungil dan polos, dia bisa meluluhkan hati siapa saja. Tapi hal itu tidak berlaku untukku,’ dengus Gabriel dalam hati.

“Kamu dengar pertanyaanku ‘kan?”

Gabriel geram melihat kebisuanku. Bahkan nada suaranya semakin tidak terkontrol. Aku jadi takut tekanan darahnya naik. Apalagi melihat wajahnya yang sudah memerah seperti buah tomat.

“Maaf. Aku tidak bisa menjawab pertanyaanmu. Lebih baik kamu tanyakan langsung kepada ibu Ariana.”

“Hah! Apakah mama tidak memberitahumu kalau aku sudah berkeluarga? Atau memang kamu sengaja ke sini untuk merusak rumah tanggaku?

Aku menahan amarah yang berkecamuk di dalam dadaku. Pria di depanku ini sudah dengan sembarangan menuduh dan menfitnahku tanpa berusaha mencari tahu kebenarannya terlebih dahulu.

"Aku tidak pernah berniat merusak rumah tanggamu, dan tentu saja ibu Ariana sudah memberitahuku tentang hal itu.”

“Lalu kenapa kau masih berani datang setelah kamu mengetahui kenyataan yang ada, hah?”

Aku yang awalnya menunduk, perlahan dengan pasti, aku mengangkat wajahku dan menatapnya dengan berani. 

'Cukup! Penghinaan dan tuduhan yang dia berikan sudah diluar batas. Aku sudah tidak tahan lagi.'

Entah kenapa, pria model seperti dia, tidak akan kubiarkan membullyku seperti itu. Rasa percaya diriku kembali bangkit.

Gabriel menyilangkan kedua tangannya di atas dadanya. Dia bukanlah pria kemarin sore. Dia mengenal tipe wanita seperti itu. Wanita yang rela menjual tubuhnya demi uang dan status.

Dia benci jenis wanita seperti itu. Urat malu mereka pasti sudah putus sehingga mereka rela mempermalukan diri mereka sendiri.

Dengan tangan menyilang dan tatapan mata sangar, dia seperti ingin menakutiku dan membuatku mundur dari perjanjian yang aku miliki bersama Ibu Ariani.

“Kamu tidak perlu tahu kenapa aku melakukan hal ini. Tugasku adalah melahirkan seorang cucu bagi keluargamu.”

Gabriel mengepalkan kedua tangannya. Ingin rasanya dia menonjok tembok di sampingnya.

Bersambung...

Komen (43)
goodnovel comment avatar
Hestibae
awas ya Gabriel nanti mlh jatuh hati tuh pada Grace
goodnovel comment avatar
Albhi Lutfianto
sepertinya Gabriel salah paham tentang Grace, oh Grace kuatkqn dirimu demi ornagtuamu
goodnovel comment avatar
Su Windah
nyesek jadi Grace terpaksa menjalani ini semua
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status