“Gabriel, Natalia! Perkenalkan, ini Grace Anjelita. Dia wanita yang mama maksud tadi.”
Aku tersenyum kepada pasangan di depanku. Gabriel menatapku tajam tanpa senyuman sedikit pun, sedangkan Natalia membuang wajahnya dengan sikap acuh tak acuh.
Kuulurkan tanganku dan mengajak mereka berkenalan, tapi rupanya bendera perang sudah berkibar di antara kami sejak kedatanganku. Mereka hanya menyentuh tanganku tanpa benar-benar menggenggamnya.
“Hello, Nona Grace. Selamat datang di tempat kediaman kami.”
Pak Ronald menyambutku itu dengan hangat dan itu sudah cukup membuatku terhibur.
Gabriel berdiri dengan resah. Dia tidak pernah melihat papa menyambut Natalia sehangat itu. Well, mungkin pernah, tapi itu sudah lama sekali. Sejak Natalia menolak untuk memberikan cucu bagi mereka, sikap mama dan papa sudah tidak sehangat dulu lagi terhadap Natalia.
“Keputusan mama dan papa sudah bulat. Grace adalah wanita yang tepat untuk memberikan cucu yang kami inginkan.”
Gabriel menahan emosinya sekuat tenaga. Kemarahannya semakin bertambah. Urat-urat lehernya bertonjolan.
“Bisakah aku berbicara empat mata dengan….”
“Grace. Nama dia Grace, “ potong mama.
Gabriel membisikkan sesuatu kepada Natalia dan meminta izin kepadanya untuk berbicara empat mata denganku.
“Kamu mau aku menemanimu?”
“Tidak perlu. Aku akan mengajarkan dia untuk menjadi perempuan baik-baik dan tidak merusak rumah tangga orang lain,” bisik Gabriel nyaris tak terdengar.
Natalia mengangguk setuju. Sepertinya kedatangan wanita itu telah meningkatkan arus adrenalin dalam tubuhnya.
“Jangan bertindak tidak sopan begitu ‘dong? Masa kalian bisik-bisik di depan tamu?” tegur Ibu Ariani tidak suka.
“Aku hanya meminta izin pada istriku untuk bicara dengan Grace, ucap Gabriel tegas.
“Kenapa kamu tidak berbicara dengan Grace di sini saja?” tanya papa dengan tatapan menyelidik.
“Tidak apa-apa Pak Ronald. Kalau memang Gabriel perlu berbicara empat mata, aku bersedia.”
‘Ciiiihhh!!! Berani-beraninya dia menyebut namaku dengan bibirnya,' cetus Gabriel sambil menyumpah-nyumpah dalam hati.
“Jangan buat masalah!” ancam mama yang tidak rela putranya mengajak Grace bicara tanpa kehadiran mereka.
“Tenang, Ma.” Lalu Gabriel menoleh kepadaku. “Ikut aku!” ucapnya singkat sambil menuju ke teras rumah.
Dengan cepat aku mengikuti langkah kakinya.
Aku bingung dengan sikapnya yang tidak ada sopan santunnya sama sekali, tapi sudah kepalang basah. Utangku yang banyak seakan menari-nari di hadapanku.
“Berapa banyak uang yang sudah kamu dapatkan dari kedua orang tuaku?” cecar Gabriel begitu kami tiba di teras luar.
Dia berdiri di depanku, begitu dominan dan menjulang tinggi. Tinggiku yang tidak seberapa, membuat aku terlihat sangat mungil dan rapuh di hadapan kemarahan dan keangkuhannya.
Aku menunduk dengan gugup dan berusaha merapikan beberapa helai rambut yang berantakan karena tiupan angin sore. Jujur saja, lutut dan tanganku gemetar. Sebaik apa pun aku mempersiapkan diriku, tapi ternyata itu tidak berlaku saat aku menghadapi situati ini secara langsung.
Ingin rasanya aku menghilang saja, atau masuk ke dalam pusat bumi yang paling dalam.
Gabriel menatap aku dari atas sampai bawah. Entah apa yang ia pikirkan. Tapi semoga dia tidak berpikir bahwa aku adalah wanita pelakor yang akan menjadi orang kedua dalam pernikahannya.
'Tidak! Aku tidak pernah berpikir sampai ke sana. Begitu anak ini lahir, maka tugasku juga selesai. Bahkan semakin cepat aku hamil, maka akan semakin cepat juga aku terlepas dari perjanjian ini.'
“Heh! Jawab pertanyaanku?” bentaknya menggelegar.
‘Dasar wanita penggoda. Dengan wajah yang mungil dan polos, dia bisa meluluhkan hati siapa saja. Tapi hal itu tidak berlaku untukku,’ dengus Gabriel dalam hati.
“Kamu dengar pertanyaanku ‘kan?”
Gabriel geram melihat kebisuanku. Bahkan nada suaranya semakin tidak terkontrol. Aku jadi takut tekanan darahnya naik. Apalagi melihat wajahnya yang sudah memerah seperti buah tomat.
“Maaf. Aku tidak bisa menjawab pertanyaanmu. Lebih baik kamu tanyakan langsung kepada ibu Ariana.”
“Hah! Apakah mama tidak memberitahumu kalau aku sudah berkeluarga? Atau memang kamu sengaja ke sini untuk merusak rumah tanggaku?
Aku menahan amarah yang berkecamuk di dalam dadaku. Pria di depanku ini sudah dengan sembarangan menuduh dan menfitnahku tanpa berusaha mencari tahu kebenarannya terlebih dahulu.
"Aku tidak pernah berniat merusak rumah tanggamu, dan tentu saja ibu Ariana sudah memberitahuku tentang hal itu.”
“Lalu kenapa kau masih berani datang setelah kamu mengetahui kenyataan yang ada, hah?”
Aku yang awalnya menunduk, perlahan dengan pasti, aku mengangkat wajahku dan menatapnya dengan berani.
'Cukup! Penghinaan dan tuduhan yang dia berikan sudah diluar batas. Aku sudah tidak tahan lagi.'
Entah kenapa, pria model seperti dia, tidak akan kubiarkan membullyku seperti itu. Rasa percaya diriku kembali bangkit.
Gabriel menyilangkan kedua tangannya di atas dadanya. Dia bukanlah pria kemarin sore. Dia mengenal tipe wanita seperti itu. Wanita yang rela menjual tubuhnya demi uang dan status.
Dia benci jenis wanita seperti itu. Urat malu mereka pasti sudah putus sehingga mereka rela mempermalukan diri mereka sendiri.
Dengan tangan menyilang dan tatapan mata sangar, dia seperti ingin menakutiku dan membuatku mundur dari perjanjian yang aku miliki bersama Ibu Ariani.
“Kamu tidak perlu tahu kenapa aku melakukan hal ini. Tugasku adalah melahirkan seorang cucu bagi keluargamu.”
Gabriel mengepalkan kedua tangannya. Ingin rasanya dia menonjok tembok di sampingnya.
Bersambung...
“Kamu tidak perlu tahu kenapa aku melakukan hal ini. Tugasku adalah melahirkan seorang cucu bagi keluargamu," jawabku pelan tapi syarat dengan sindiran.“Dengan menjual tubuhmu, begitu ‘kah?” tanya Gabriel sinis. Gabriel tidak bisa menyembunyikan pandangan benci dan muak melihat wajahku.“Kalau kau menyebut itu sebagai ‘jual diri,’ ucapku sambil menggerakkan jari telunjuk dan tengah seperti tanda kutip dua. “Silahkan saja, Tuan sombong dan angkuh.”Wajah Gabriel memerah mendengar aku menyebutnya sebagai Tuan sombong dan angkuh.“Sebutkan saja berapa jumlah uang yang kamu terima dari mama?”“Maaf, aku tidak bisa.”Hilang sudah kesabaran Gabriel. Dia mencekal lenganku dan menarikku dengan kasar mendekat ke arahnya.“Heh! Apa kamu sudah tidak punya harga diri lagi sehingga kamu melakukan perbuatan ini dan merusak kebahagiaan kami?”Aku merasa mataku mulai berkaca-kaca. Dengan sekuat tenaga, aku berusaha keras untuk tidak menangis di depan pria songok satu ini.“Dasar perempuan murahan!”
“Baiklah. Aku menyetujui permintaan Mama dan Papa."Walaupun sempat tercengang sebentar, tapi senyum kebahagiaan langsung terlukis di wajah Ibu Ariani dan Pak Ronald. Mereka langsung berpelukan bahagia.Aku berusaha untuk tersenyum seadanya. Dengan ekor mataku aku melirik Natalia. Dia ternyata sedang menatapku dengan sebuah senyuman mencibir di kedua sudut bibirnya.“Tetapi aku mempunyai satu pertanyaan terakhir.”Senyum Ibu Ariani dan Pak Ronald langsung lenyap seketika itu juga.“Perihal apa yang ingin kamu tanyakan?”Ibu Ariani menatap anak laki-lakinya dengan tajam. “Mama pungut perempuan ini dari mana, sih?”“Uhuk!!!” Natalia yang tadinya diam saja, langsung terbatuk dan terdengar suara kikikan kecilnya. Sepertinya dia senang sekali melihat Gabriel menghinaku.Pandangan tajam ibu Ariani beralih kepada Natalia sehingga dia langsung bungkam.“Apa maksud dari ucapanmu itu, Gabriel?”“Maksud aku, dia kan rela melakukan apa saja demi uang. Apa mama dan papa sudah yakin kalau dia pere
“Buka bajumu!” perintah Gabriel tiba-tiba.Aku berdiri dengan mata membelalak seakan tidak percaya dengan ucapan pria itu. Belum hilang rasa terkejutku, Gabriel menarik tanganku dengan kasar dan mendorongku ke tembok.“Mari kita buat cucu sebanyak mungkin,” ucap Gabriel sambil mengendus-ngendus tubuhku dengan cara yang begitu dominan. ‘Sial, kenapa aroma tubuhnya membuat libidoku naik? Tadinya aku muak melihat wanita ini, tapi tubuhnya yang terbalut malam yang seksi, membuat hasratku bergejolak,’ keluh Gabriel menyesali sikapnya.“Kamu mau lepas sendiri baju sialan ini, atau aku yang akan melepasnya?” desah Gabriel tak sadarkan diri.“M-maksud kamu?”Gabriel menempelkan tubuhnya yang panas pada tubuhku. Begitu rapat. Seakan ingin membakar-ku hidup-hidup dengan hasratnya yang entah berasal dari mana.“Gabriel….”Kudengar suara ketakutan dari bibirku sendiri. Ya, aku wanita yang akan menjadi orang kedua dalam rumah tangganya.“Bukankah ini yang kau inginkan?”“Aku….”“Kau ingin agar ki
Natalia mematikan mesin mobil dan menyandarkan tubuh indahnya di jok mobil yang terlihat sangat nyaman. Dia masih resah dan terluka akibat pertengkaran yang telah terjadi antara dia dan Gabriel beberapa jam yang lalu. “Apa yang Gabriel lakukan sekarang?” gumam Natalia sambil menatap ke arah jendela kamar mereka dari tempat parkir. “Lampu kamar masih menyala. Apakah Gabriel sedang menungguku?” Seulas senyum melengkung di kedua sudut bibirnya. “Aku mau masuk dan pura-pura ngambek. Siapa suruh dia membuatku cemburu dan marah.” Natalia membuka pintu mobil dengan hati-hati dan melakukan hal yang sama saat dia menutupnya. Dengan pelan-pelan, dia memasuki lorong menuju ruang tamu. Namun, langkah kakinya terhenti saat mendengar suara-suara ribut di kamar tamu lantai satu. Natalia tersentak kaget. Suara berat itu terdengar dari arah kamar Grace. Suara yang sudah tidak asing lagi di telinganya. "Ahh, Natalia!!!” teriak Gabriel lantang dan keras. Deg! Seluruh persendian tubuhnya lu
Pov GraceAku mengangkat tubuhku yang terasa remuk setelah perbuatan Gabriel yang buas. Dengan memaksakan diri, aku berjalan dengan tertatih-tatih dan mencoba untuk melangkah ke kamar mandi. Rasa sakit dan perih di antara kedua pangkal pahaku membuatku meringis dan berhenti sebentar sebelum aku meraih pintu kamar mandi.Bayanganku akan malam pertama yang romantis, penuh cinta, kelembutan, belaian dan gairah, ternyata itu semua hanya mimpi indah belaka.Apa yang aku rasakan sekarang benar-benar menyakitkan. Seluruh tubuhku terasa remuk. Bagian intimnya terkoyak-koyak dengan buas dan sadis tanpa perasaan. Tapi dari semua itu, kehilangan harga dirinya sebagai seorang wanita dan itu jauh lebih sakit.‘Ya Tuhan, sekejam inikah rasanya kehidupan yang harus aku jalani? Setelah dia puas dan meneriakkan nama istrinya, dia mencampakkanku begitu saja.’Sakit. Ini yang aku rasakan saat ini. Kecewa menyelimuti seluruh pikiranku. Andai aku tahu kejadiannya akan semenyakitkan ini., tentu aku tidak
“Natalia,” panggil Gabriel pelan begitu dia memasuki kamar. Untunglah Natalia tidak mengunci pintu kamar.“Kenapa kamu tidak tidur saja dengannya?” tanya Natalia dingin Dia bahkan tidak mau memandang wajah Gabriel. Rasa sakit karena melihat Gabriel membela Grace di depan batang hidungnya, membuat darahnya masih mendidih. Dia butuh waktu untuk bisa memaafkan tindakan Gabriel tadi.“Kamu istriku, Natalia, bukan dia. Aku mau bersamamu seperti biasanya.”“Ehem, apa katamu tadi? Istri? Well, ajarin dulu juniormu itu untuk mengenal istrinya sendiri. Jangan semua lubang dimasuki.”Kata-kata Natalia terdengar begitu pedas di telinga Gabriel, tapi dia hanya berdiri dan terdiam karena merasa bersalah pada wanita yang telah dia nikahi selama bertahun-tahun itu.“I am really, really sorry, Natalia,” ucap Gabriel lirih.“Simpan ucapan sorry dan rasa bersalahmu, Gabriel. By the way, aku tidak mau tidur seranjang denganmu malam ini.”“Kamu tidak bisa memperlakukan aku seperti itu.""Lalu?""Aku mau t
Teriakan Natalia yang nyaring dan bunyi dentuman di pintu kamarku, sukses membangunkanku. Kukumpulkan tenaga yang tersisa dan dengan langkah tertatih-tatih, aku beranjak menuju pintu kamar. Begitu aku membuka pintu, aku meringis kaget. Perih. Ya, itu yang aku rasakan. Pecahan beling menusuk telapak kakiku sehingga darah segar mengalir dari sana dan membuatku pusing dan mual.Gabriel yang sedang memeluk Natalia dengan kuat agar wanita itu tidak menerjangku, langsung melepas pelukannya. Dia melompat dan hendak menolongku yang hampir terjatuh, tapi langsung ditahan oleh Natalia.“Mau ke mana kamu, huh?” ucap Natalia sinis sambil mencengkram lengan Gabriel.“Kamu tidak lihat kalau Grace sedang terluka?” protes Gabriel dengan wajah heran melihat kelakuan istrinya.“Trus? Apa hubungannya dengan kita? Kamu kira aku peduli? Listen, ya… I DON’T CARE!” “Ouucch,” ringisku sambil melompat ke arah lain dengan salah satu kakiku yang tidak tertusuk pecahan beling. Darahku mengalir semakin banyak.“
“Maaf, Non, aku bukannya mau ikut campur. Tapi menurutku, Non itu sangat cantik. Kenapa Nona harus menyia-nyiakan hidup Non di sini? Non bisa dapat lelaki single yang lebih baik,” ucap Bik Sumi dengan wajah memerah. Mungkin dia merasa terlalu lancang untuk bertanya seperti itu kepadaku.Baru saja aku hendak membuka mulut untuk menjawab, terdengar suara Natalia yang menggelegar dari arah pintu. “Bik Sumi! Ini sudah sepuluh menit. Aku mau dibuatkan sarapan sekarang. Dan bawa keluar wanita itu untuk membantumu membuatkan sarapan pagi bagi aku dan Tuan.”“Ayo kita keluar, Bik Sumi.”“Non, jangan keluar. Kakinya ‘kan masih sakit.”“Tidak apa-apa, Bik. Aku menumpang di sini, jadi sudah seharusnya aku bantu bersih-bersih.”Dengan tidak rela, Bik Sumi membantuku berdiri. Aku melangkah dengan susah payah, belum lagi bagian intimku yang sudah terkoyak-koyak dengan cara yang tidak manusiawi, terasa begitu perih dan menyakitkan.“Saya rasa Non Grace perlu istirahat.”“Jangan, Bik Sumi. Aku tidak