“Mama telah mengundang seseorang untuk makan malam bersama kita,” ucap Ibu Arinia sambil menata beberapa peralatan piring di atas meja.
Gariel dan Natalia yang baru saja tiba, saling berpandang dengan wajah kebingungan.
“Siapa yang akan makan malam bersama kita, Ma?”
“Seorang yang akan aku perkenalkan pada kalian berdua.
“Oh ya? Apakah aku kenal orangnya?” tanya Natalia ikut nimbrung sambil meraih sebuah gelas dan mengisinya dengan air putih. Lalu dengan santai, dia duduk dan mulai meneguk air putih dalam gelasnya.
“Tidak, kalian tidak mengenalnya sama sekali, tapi orang yang mama undang, akan membawa perubahan dalam keluarga kita.”
Gabriel mengangkat alisnya mengharapkan penjelasan yang lebih lagi, tapi kata-kata yang keluar dari bibir Ibu Ariani, sang mama, membuat Gabriel dan Natalia langsung terdiam.
“Mama dan papa sudah sangat merindukan cucu, dan kami tidak tahu sampai kapan kalian membuat mama dan papa menunggu kedatangan cucu dalam keluarga ini.”
Pak Ronald, papa dari Gabriel, ikut memandang mereka berdua dengan pandangan yang tidak bisa dilukiskan dengan kata-kata.
“Natalia,” bisik Gabriel sambil ikut duduk di samping istrinya menyenggol kaki sang istri dari bawah meja.
Natalia hanya memandang Gabriel dengan sinar mata masa bodoh. Baginya, ucapan ibu Ariani seperti angin lalu saja.
“Apa yang sebenarnya kalian tunggu?” cecar mama geram.
“Natalia masih ingin mengejar mimpi dan cita-citanya, Ma,” terang Gabriel mencoba untuk santai.
Entah sudah berapa kali dia menggunakan alasan itu setiap kali mama dan papanya menanyakan hal itu kepadanya.
Natalia, istri Gabriel adalah seorang wanita yang cantik, modis dan memiliki tubuh yang indah. Dia juga adalah seorang perancang gaun pengantin dan gaun-gaun trendi masa kini.
Karirnya sedang naik daun. Dia memang sudah mewanti-wanti Gabriel dari sejak awal pria itu melamarnya.
Baginya, anak bukanlah tujuan utama dalam sebuah pernikahan. Karir dan mimpinya adalah hal yang terpenting baginya saat ini.
“Karir dan cita-cita bisa kalian kejar kapan saja, tapi anak tidak bisa kalian dapatkan kapan saja.”
Natalia tetap terdiam sambil menatap piring kosong di depannya
“Natalia, kamu jawab dong pertanyaan mama,” desak Gabriel.
Natalia memutar bola matanya dan melengos. Sepertinya dia sengaja melakukan hal itu karena itu adalah topik yang paling dia benci.
“Kami akan mencoba lagi, Ma,” ucap Gabriel dengan setengah senyum.
“Sampai berapa lama kalian akan mencoba? Sampai mama dan papa sudah tidak eksis lagi di dunia ini?”
“Ma!” sentak Gabriel sedikit emosi.
Tentu saja dia tidak mau kehilangan mereka sebelum bisa membahagiakan mereka.
Gabriel dan Natalia sudah menikah selama lima tahun, dan bukan masalah mereka tidak mencoba selama ini, atau pun alat-alat reproduksi mereka tidak berfungsi.
Natalia sendiri pun tidak mau membahas masalah ini. Setiap kali Gabriel mencoba mengungkit topik ini, maka akan berakhir dengan pertengkaran di antara mereka.
Dia selalu mengatakan kalau tubuhnya terlalu indah dan berharga untuk dirusak oleh kehamilan dan persalinan. Setelah melahirkan, tentu ia akan mengalami perubahan kadar hormon yang cukup drastis sehingga akan mempengaruhi fisiknya.
Belum lagi harus terbangun tengah malam karena rengekan bayi. Baginya, anak-anak adalah makhluk mengerikan yang bisa menyedot seluruh energinya seketika dan bla, bla, bla. Itu semua adalah alasan Natalia selama ini.
Selain itu, Natalia sangat menjaga bentuk tubuhnya. Dia bahkan menjadi model untuk gaun-gaun pengantin rancangannya sendiri. Beberapa bulan yang lalu, dia memenangkan sebuah perlombaan rancangan gaun pengantin terbaik. Tapi Natalia belum puas.
Sebelum rancangannya diakui oleh dunia internasional, maka perjalanan karirnya belum sukses. Ambisi dan tekadnya sangat tinggi. Overdosis malah.
“Mama sudah kasih kalian waktu selama dua tahun penuh. DUA TAHUN,” ulang mama.
“Tapi apa yang kalian berikan? Hanyalah janji kosong.”
Glek! Dengan susah payah Gabriel menelan salivanya.
Dia sangat mencintai Natalia dan dia tidak ingin memaksakan kehendaknya pada wanita yang sangat dicintai itu.
“Gabriel, Natalia! Mama dan papa sudah tidak mau menunggu lagi. Jalan satu-satunya adalah dengan meminta wanita lain untuk memberikan cucu bagi keluarga ini.”
“Hah? Apa, Pa?” tanya Gabriel kaget seakan-akan ucapan papa tidak jelas baginya.
Dia menoleh ke arah Natalia, dan anehnya tidak bereaksi sama sekali, seakan-akan ucapan Papa hanya sebuah iklan susu bayi di layar televisi. Iklan televisi yang paling dibenci Natalia karena itu hanya mengingatkan dia akan tuntutan dari kedua orang tua Gabriel.
“Apa kurang jelas apa yang papa ucapkan tadi?”
Baru saja Gabriel hendak menjawab, Natalia akhirnya buka suara juga.
“Sudah sangat jelas, Pa. Kami akan pikirkan hal itu.”
Gabriel menatap Natalia dengan pandangan aneh. Biasanya seorang istri akan meraung-raung dan tidak terima kalau akan diduakan. Tapi kenapa dia malah menanggapinya seperti itu adalah masalah sepele?
“Lihat tuh, Gabriel! Sepertinya Natalia sudah setuju tentang hal ini,” cetus mama dengan senyum sumringah.
“Tidak! Sampai kapan pun, aku tidak akan pernah menduakan Natalia,” ucap Gabriel tegas.
Natalia tersenyum miring melihat reaksi Gabriel. Dia seakan menikmati drama keluarga yang terjadi saat itu.
Dengan anggun, dia meraih kembali gelas yang berisi air dingin di depannya dan meneguknya pelan.
Tentu saja dia tetap bersikap tenang. Natalia tahu bahwa Gabriel sangat mencintainya.
“Kalian setuju atau tidak, mama dan papa sudah mempersiapkan seorang wanita untuk menggantikan tugas Natalia. Dia yang akan memberikan cucu di keluarga ini.”
Gabriel mencoba menahan diri untuk tidak loncat dari tempat duduknya.
“Mama dan papa tidak bisa bertindak tanpa persetujuan aku dan Natalia.”
Tangan Gabriel gemetar karena hawa panas yang mendidih di rongga dadanya. Sampai mati pun, dia tidak akan pernah mengkhianati Natalia.
“Terlambat! Wanita itu sedang dalam perjalanan ke sini. Mama mengundangnya untuk makan malam bersama kita. Sebentar lagi dia akan tiba.”
Ucapan mama membuat emosi Gabriel semakin memuncak.
Dia mengatupkan mulutnya agar tidak mengeluarkan kata-kata kotor pada kedua orang yang sangat dihormatinya.
“Natalia dan aku tidak setuju.”
Gabriel memandang Natalia untuk mendapatkan sedikit dukungan. Namun, dia malah menunduk dan menghindari tatapan Gabriel.
‘Kenapa hari ini semua orang-orang seperti tidak berpihak kepadaku?’
“Ayo pulang!” ujar Gabriel sambil mengulurkan tangan ke arah Natalia.
‘Dari pada aku marah lalu menyakiti hati mama dan papa, mending aku pergi sini dan menenangkan hatiku yang panas,’ batin Gabriel.
Natalia menyambut uluran tangan suaminya dan berdiri. Tubuhnya yang indah mengikuti langkah kaki panjang Gabriel
“Maaf, Ma, Pa. Kami menolak semua rencana ini.”
Dengan tergesa-gesa, Gabriel menarik Natalia dari hadapan mereka.
“Baiklah! Kalau kalian keras kepala, maka semua fasilitas dan perusahaan yang kalian kelola selama ini, akan mama tarik semua.”
Kata-kata mama, sontak menghentikan langkah kaki mereka berdua.
Natalia menatap suaminya dengan kening berkerut. Dia berpura-pura merapatkan gandengan tangannya di lengan Gabriel dan berbisik pelan.
‘Katakan sesuatu yang bisa membuat mereka tenang.’
Seperti kerbau dicucuk hidung, Gabriel menuruti perintah Natalia.
“Beri kami waktu, Ma. Lagi pula kami berdua masih muda dan masih mempunyai banyak kesemp…”
“Kalian berdua memang masih muda, tapi kami berdua yang sudah tidak muda lagi,” potong mama sarkas.
Gabriel melonggarkan dasinya yang sekarang terasa seperti mencekik lehernya. Sehari-hari bekerja sebagai CEO menuntutnya untuk selalu berpakaian rapi. Natalia selalu memilihkan pakaian dan dasi yang cocok untuknya..
Wanita itu sangat mengutamakan penampilan. Baginya, penilaian orang akan penampilan dan pakaian yang mereka kenakan adalah segala-galanya.
Ting-tong!
Bunyi bel pintu depan seakan menghentikan putaran waktu.
“Akhirnya orang yang mama tunggu datang juga.”
Mama bergegas menuju pintu depan dan membukakan pintu untuk tamu yang tak diundang.
“Ayo, masuk!” Terdengar suara mama yang begitu riang seolah yang datang adalah tamu agung atau seorang putri raja.
Gabriel berdiri dengan gelisah dan dia bisa rasakan ketegangan Natalia dalam genggaman tangannya.
Mereka berdua berdiri sambil memandang pada satu titik yang sama. Koridor masuk.
***
Kukuatkan hatiku untuk menerima undangan makan malam dari keluarga Angkasa. Hari ini aku akan dikenalkan pada pasangan suami istri yang mana aku akan menhasilkan anak untuk mereka.
'Hah! Kesialan apa yang telah menimpaku sehingga aku terjebak dalam situasi ini?'
Kutekan bel pintu di depanku dan menunggu seseorang yang akan membukakan pintu bagiku. Namun, seandainya aku punya pilihan lain, maka aku memilih untuk kabur dari situasi ini.
"Hello, Nona Grace!" sapa Ibu Ariani dengan senyuman lebar. Terlihat sekali wanita paruh baya itu begitu senang dengan kedatanganku.
"Hello, Ibu Ariani!" sapaku seadanya.
"Ayo masuk."
Aku mengangguk singgat dan berjalan di sampingnya.
Dari ruang tamu, Aku bisa melihat dua pasang mata yang menatapku tajam seakan ingin mengusirku dari hadapan mereka.
Aku ragu, tapi akhiirnya kembali kuputuskan untuk mengikuti langkah kaki Ibu Ariani ke dalam ruang tamu yang sangat mewah.
“Hello semua,” sapaku pelan.
Pria di depanku, menatapku sinis dan merangkul mesra wanita cantik yang ada di samping. Dengan sengaja dia menunjukkan padaku kemesraan mereka berdua.
‘Apakah mereka pasangan suami istri yang akan diperkenalkan padaku?’
“Gabriel, Natalia! Perkenalkan, ini Grace Anjelita. Dia wanita yang mama maksud tadi.”
Bersambung…
“Gabriel, Natalia! Perkenalkan, ini Grace Anjelita. Dia wanita yang mama maksud tadi.”Aku tersenyum kepada pasangan di depanku. Gabriel menatapku tajam tanpa senyuman sedikit pun, sedangkan Natalia membuang wajahnya dengan sikap acuh tak acuh.Kuulurkan tanganku dan mengajak mereka berkenalan, tapi rupanya bendera perang sudah berkibar di antara kami sejak kedatanganku. Mereka hanya menyentuh tanganku tanpa benar-benar menggenggamnya.“Hello, Nona Grace. Selamat datang di tempat kediaman kami.”Pak Ronald menyambutku itu dengan hangat dan itu sudah cukup membuatku terhibur.Gabriel berdiri dengan resah. Dia tidak pernah melihat papa menyambut Natalia sehangat itu. Well, mungkin pernah, tapi itu sudah lama sekali. Sejak Natalia menolak untuk memberikan cucu bagi mereka, sikap mama dan papa sudah tidak sehangat dulu lagi terhadap Natalia.“Keputusan mama dan papa sudah bulat. Grace adalah wanita yang tepat untuk memberikan cucu yang kami inginkan.”Gabriel menahan emosinya sekuat tenaga
“Kamu tidak perlu tahu kenapa aku melakukan hal ini. Tugasku adalah melahirkan seorang cucu bagi keluargamu," jawabku pelan tapi syarat dengan sindiran.“Dengan menjual tubuhmu, begitu ‘kah?” tanya Gabriel sinis. Gabriel tidak bisa menyembunyikan pandangan benci dan muak melihat wajahku.“Kalau kau menyebut itu sebagai ‘jual diri,’ ucapku sambil menggerakkan jari telunjuk dan tengah seperti tanda kutip dua. “Silahkan saja, Tuan sombong dan angkuh.”Wajah Gabriel memerah mendengar aku menyebutnya sebagai Tuan sombong dan angkuh.“Sebutkan saja berapa jumlah uang yang kamu terima dari mama?”“Maaf, aku tidak bisa.”Hilang sudah kesabaran Gabriel. Dia mencekal lenganku dan menarikku dengan kasar mendekat ke arahnya.“Heh! Apa kamu sudah tidak punya harga diri lagi sehingga kamu melakukan perbuatan ini dan merusak kebahagiaan kami?”Aku merasa mataku mulai berkaca-kaca. Dengan sekuat tenaga, aku berusaha keras untuk tidak menangis di depan pria songok satu ini.“Dasar perempuan murahan!”
“Baiklah. Aku menyetujui permintaan Mama dan Papa."Walaupun sempat tercengang sebentar, tapi senyum kebahagiaan langsung terlukis di wajah Ibu Ariani dan Pak Ronald. Mereka langsung berpelukan bahagia.Aku berusaha untuk tersenyum seadanya. Dengan ekor mataku aku melirik Natalia. Dia ternyata sedang menatapku dengan sebuah senyuman mencibir di kedua sudut bibirnya.“Tetapi aku mempunyai satu pertanyaan terakhir.”Senyum Ibu Ariani dan Pak Ronald langsung lenyap seketika itu juga.“Perihal apa yang ingin kamu tanyakan?”Ibu Ariani menatap anak laki-lakinya dengan tajam. “Mama pungut perempuan ini dari mana, sih?”“Uhuk!!!” Natalia yang tadinya diam saja, langsung terbatuk dan terdengar suara kikikan kecilnya. Sepertinya dia senang sekali melihat Gabriel menghinaku.Pandangan tajam ibu Ariani beralih kepada Natalia sehingga dia langsung bungkam.“Apa maksud dari ucapanmu itu, Gabriel?”“Maksud aku, dia kan rela melakukan apa saja demi uang. Apa mama dan papa sudah yakin kalau dia pere
“Buka bajumu!” perintah Gabriel tiba-tiba.Aku berdiri dengan mata membelalak seakan tidak percaya dengan ucapan pria itu. Belum hilang rasa terkejutku, Gabriel menarik tanganku dengan kasar dan mendorongku ke tembok.“Mari kita buat cucu sebanyak mungkin,” ucap Gabriel sambil mengendus-ngendus tubuhku dengan cara yang begitu dominan. ‘Sial, kenapa aroma tubuhnya membuat libidoku naik? Tadinya aku muak melihat wanita ini, tapi tubuhnya yang terbalut malam yang seksi, membuat hasratku bergejolak,’ keluh Gabriel menyesali sikapnya.“Kamu mau lepas sendiri baju sialan ini, atau aku yang akan melepasnya?” desah Gabriel tak sadarkan diri.“M-maksud kamu?”Gabriel menempelkan tubuhnya yang panas pada tubuhku. Begitu rapat. Seakan ingin membakar-ku hidup-hidup dengan hasratnya yang entah berasal dari mana.“Gabriel….”Kudengar suara ketakutan dari bibirku sendiri. Ya, aku wanita yang akan menjadi orang kedua dalam rumah tangganya.“Bukankah ini yang kau inginkan?”“Aku….”“Kau ingin agar ki
Natalia mematikan mesin mobil dan menyandarkan tubuh indahnya di jok mobil yang terlihat sangat nyaman. Dia masih resah dan terluka akibat pertengkaran yang telah terjadi antara dia dan Gabriel beberapa jam yang lalu. “Apa yang Gabriel lakukan sekarang?” gumam Natalia sambil menatap ke arah jendela kamar mereka dari tempat parkir. “Lampu kamar masih menyala. Apakah Gabriel sedang menungguku?” Seulas senyum melengkung di kedua sudut bibirnya. “Aku mau masuk dan pura-pura ngambek. Siapa suruh dia membuatku cemburu dan marah.” Natalia membuka pintu mobil dengan hati-hati dan melakukan hal yang sama saat dia menutupnya. Dengan pelan-pelan, dia memasuki lorong menuju ruang tamu. Namun, langkah kakinya terhenti saat mendengar suara-suara ribut di kamar tamu lantai satu. Natalia tersentak kaget. Suara berat itu terdengar dari arah kamar Grace. Suara yang sudah tidak asing lagi di telinganya. "Ahh, Natalia!!!” teriak Gabriel lantang dan keras. Deg! Seluruh persendian tubuhnya lu
Pov GraceAku mengangkat tubuhku yang terasa remuk setelah perbuatan Gabriel yang buas. Dengan memaksakan diri, aku berjalan dengan tertatih-tatih dan mencoba untuk melangkah ke kamar mandi. Rasa sakit dan perih di antara kedua pangkal pahaku membuatku meringis dan berhenti sebentar sebelum aku meraih pintu kamar mandi.Bayanganku akan malam pertama yang romantis, penuh cinta, kelembutan, belaian dan gairah, ternyata itu semua hanya mimpi indah belaka.Apa yang aku rasakan sekarang benar-benar menyakitkan. Seluruh tubuhku terasa remuk. Bagian intimnya terkoyak-koyak dengan buas dan sadis tanpa perasaan. Tapi dari semua itu, kehilangan harga dirinya sebagai seorang wanita dan itu jauh lebih sakit.‘Ya Tuhan, sekejam inikah rasanya kehidupan yang harus aku jalani? Setelah dia puas dan meneriakkan nama istrinya, dia mencampakkanku begitu saja.’Sakit. Ini yang aku rasakan saat ini. Kecewa menyelimuti seluruh pikiranku. Andai aku tahu kejadiannya akan semenyakitkan ini., tentu aku tidak
“Natalia,” panggil Gabriel pelan begitu dia memasuki kamar. Untunglah Natalia tidak mengunci pintu kamar.“Kenapa kamu tidak tidur saja dengannya?” tanya Natalia dingin Dia bahkan tidak mau memandang wajah Gabriel. Rasa sakit karena melihat Gabriel membela Grace di depan batang hidungnya, membuat darahnya masih mendidih. Dia butuh waktu untuk bisa memaafkan tindakan Gabriel tadi.“Kamu istriku, Natalia, bukan dia. Aku mau bersamamu seperti biasanya.”“Ehem, apa katamu tadi? Istri? Well, ajarin dulu juniormu itu untuk mengenal istrinya sendiri. Jangan semua lubang dimasuki.”Kata-kata Natalia terdengar begitu pedas di telinga Gabriel, tapi dia hanya berdiri dan terdiam karena merasa bersalah pada wanita yang telah dia nikahi selama bertahun-tahun itu.“I am really, really sorry, Natalia,” ucap Gabriel lirih.“Simpan ucapan sorry dan rasa bersalahmu, Gabriel. By the way, aku tidak mau tidur seranjang denganmu malam ini.”“Kamu tidak bisa memperlakukan aku seperti itu.""Lalu?""Aku mau t
Teriakan Natalia yang nyaring dan bunyi dentuman di pintu kamarku, sukses membangunkanku. Kukumpulkan tenaga yang tersisa dan dengan langkah tertatih-tatih, aku beranjak menuju pintu kamar. Begitu aku membuka pintu, aku meringis kaget. Perih. Ya, itu yang aku rasakan. Pecahan beling menusuk telapak kakiku sehingga darah segar mengalir dari sana dan membuatku pusing dan mual.Gabriel yang sedang memeluk Natalia dengan kuat agar wanita itu tidak menerjangku, langsung melepas pelukannya. Dia melompat dan hendak menolongku yang hampir terjatuh, tapi langsung ditahan oleh Natalia.“Mau ke mana kamu, huh?” ucap Natalia sinis sambil mencengkram lengan Gabriel.“Kamu tidak lihat kalau Grace sedang terluka?” protes Gabriel dengan wajah heran melihat kelakuan istrinya.“Trus? Apa hubungannya dengan kita? Kamu kira aku peduli? Listen, ya… I DON’T CARE!” “Ouucch,” ringisku sambil melompat ke arah lain dengan salah satu kakiku yang tidak tertusuk pecahan beling. Darahku mengalir semakin banyak.“
"Tunggu! Apakah Nona Grace baik-baik saja?""Kenapa?" tanyaku sambil berbalik dengan alis bertaut."Nona terlihat pucat dan letih. Apakah Nona sedang sakit?"“A-aku baik-baik saja.” “Nona bisa tunggu di sini sampai Ibu Kristianto selesai terapi.”“Tidak, terima kasih.”Tanpa berkata apa-apa lagi, aku segera keluar dari ruang kerja Dokter Mikael dan menuju ke kamar inap mama. Bagiku, mendingan aku menunggu mama di sana, sambil menemani papa, dari pada aku duduk di kantor Dokter Mikael. Pandangan penuh curiga terlihat jelas dari sinar matanya.Begitu memasuki kamar, aku menghampiri papa yang seperti biasa, masih terlelap dalam tidur panjangnya.“Selamat pagi, Papa …,” bisikku pelan sambil mengelus lengannya yang terlihat begitu pucat karena sudah berbulan-bulan tidak terkena sinar matahari. Walaupun kadang-kadang mereka menjemur papa pagi harinya, tapi itu tidak cukup untuknya yang sehari-hari hanya menghabiskan waktu di dalam ruang. Kukecup kening papa dengan lembut, lalu meletakkan r
“Loh, Non. Biar Bibik saja yang masak,” protes Bik Mirna yang baru saja selesai melakukan rutinitas seperti biasanya, yaitu menyiram bunga di taman.“Tidak apa-apa, Bik. Santai saja. Aku juga mau masak untuk mama kok.”“Tapi kan biar saya saja yang masakin, Non. Nanti tinggal Nona Grace bilang, kalau mau masak bahannya seperti apa.”Aku tersenyum sambil menatap wanita paruh baya yang selalu menjagaku sejak aku pindah ke sini.“Yaudah, kalau begitu, Bibik bantu aku potong-potong sawi hijau dan iris bawang merah saja.”“Siap, Non. Ngomong-ngomong, Nona mau masak apa?” Bik Mirna mengambil sebuah pisau dari laci khusus penyimpanan benda-benda tajam dan mulai memotong sawi hijau.“Aku mau buat capcay untuk mama.” “Pakai daging atau jamur?” tanya Bik Mirna penasaran. Tak lupa tangannya terus bekerja dengan cekatan.“Rencananya aku mau pakai makanan laut saja, seperti udang dan cumi. Mama paling suka seafood soalnya.”Aku lalu membuka laci tempat penyimpanan alat-alat masak yang tajam dan m
“Ingat, siapa pun yang kamu pilih nantinya, aku sudah tidak peduli lagi, tapi apa pun yang terjadi, aku akan mempertahankan apa yang sudah menjadi milikku.”Tanpa menunggu jawaban, Natalia memutar tubuhnya dan melangkah pergi, meninggalkan Gabriel yang duduk terpaku di tempat, dengan wajah yang kini penuh sesal tapi kosong. Setelah punggung Natalia menghilang dari balik pintu dan langkah kakinya sudah tidak terdengar lagi, Gabriel seperti diseret kembali pada kenyataan yang ada.Dengan gerakan cepat, dia mengejar Natalia yang memasuki lift di ujung lorong kantor.‘Aku harus melakukan sesuatu,’ pikir Gabriel kalut. Keamanan dan keselamatan Grace ada di tangannya sekarang. Kalau sampai Grace dicelakakan oleh Natalia, maka ia tidak akan pernah memaafkan dirinya sendiri.“Natalia! Tunggu! Dengarkan dulu penjelasanku!” Gabriel berhasil mengejar Natalia dan ikut masuk ke dalam lift. Ditatapnya wanita yang sudah menikah dengannya selama bertahun-tahun.“Please, listen to me! Aku mencintaimu,
"Baiklah," Gabriel menghela napas panjang, seolah mengumpulkan keberanian yang tak ia miliki. "Aku akan memberitahumu apa yang Mama katakan padaku hari ini."Natalia menatapnya, matanya penuh amarah yang ia sembunyikan di balik ketenangan palsu. “Aku menunggu,” katanya dingin, tangannya bersedekap di dada, seolah berusaha melindungi hatinya yang mulai retak. Tubuhnya bergetar, tapi dia berusaha untuk tegar. Gabriel mengusap wajahnya dengan cepat, menundukkan kepala sebentar, lalu mengangkat wajahnya dengan sorot mata yang muram. "Mama memintaku untuk memilih …, mmm, memilih salah satu di antara kalian berdua."Saat kata-kata itu meluncur dari mulut Gabriel, dunia Natalia runtuh seketika. Rasanya seperti ada palu besar yang menghantam dadanya tanpa ampun, atau lebih tepatnya, sebuah batu besar ditimpakan di dadanya. Sesak sekali rasanya. Udara di sekelilingnya tiba-tiba terasa berat, seakan oksigen yang ada tak cukup untuk mengisi ruang paru-parunya. Gabriel duduk dengan gelisah, d
“Mama memintaku untuk ….”“Untuk apa, Gabriel?”Natalia sebenarnya sudah tahu apa yang diminta oleh mama mertuanya lewat rekaman yang dikirim Angga. Ternyata, sepanjang hari ini, Angga, paparazzi sewaannya, malah sibuk dengan mengikuti Gabriel yang mengunjungi mamanya. Jujur, Ibu Ariani selalu berpenampilan seperti anak gadis. Tak heran, Angga terjebak dan mengira Ibu Ariani adalah kekasih gelap Gabriel.“Duduk dulu, Natalia, aku akan menceritakan semuanya kepadamu.”“Aku tidak perlu duduk, tapi yang aku perlukan saat ini adalah kejujuran darimu.”Gabriel menatap gusar saat Sara berdiri sambil bercekak pinggang di hadapannya. “Mama memintaku untuk memberitahumu bahwa Grace tengah mengandung dua bayi kembar laki-laki.”Usai mengatakan semua itu, Gabriel memandang istrinya dengan wajah cemas. Dia tidak tega melihat kekecewaan di mata Natalia. Namun reaksi yang ia dapatkan, malah di luar dugaan.“Wah, selamat untuk keberhasilanmu dalam memproduksi anak. Aku turut bahagian dengan semua i
Masih dengan suasana hati yang panas dan emosi yang meletup-letup setelah menelepon Angga, Natalia menutup laptopnya dengan keras, lalu menarik napas dalam-dalam untuk meredam perasaan yang berkecamuk di dada. Amarahnya membuncah, bercampur dengan rasa sakit yang begitu dalam. Dia tidak menyangka, Gabriel dan wanita itu, tega melakukan semua ini. Natalia meraih ponsel, mencoba menghubungi Gabriel, tetapi ia mengurungkan niatnya, lebih baik dia bicara langsung dengan Gabriel."Awas kalian semua. Just wait and see, aku tidak akan tinggal diam melihat kehancuran dalam keluargaku. Akan kubalas rasa sakit ini."Natalia berjalan mondar-mandir sebentar, sebelum ia kembali membuka rekaman video di laptopnya. Tangannya mengepal, lalu kembali mengumpat dengan kata-kata yang tidak pantas didengar oleh siapa pun. Rasanya sudah tidak sabar lagi menunggu kedatangan Gabriel. Satu jam terasa begitu lama baginya.“Apa yang harus aku lakukan sekarang?” cetus Natalia geram. Dia mengambil gunting dan mu
“Apa pun yang terjadi, kamu harus mengambil keputusan dan mengatakan semua ini kepada istrimu," terdengar ketegasan dalam nada bicara wanita itu. Angga menahan napas, menunggu jawaban dari Gabriel untuk wanita itu.“Baiklah, aku akan mengatakannya hari ini.”“Janji loh, ya. Jangan ditunda-tunda lagi. Semakin cepat dia tahu, maka itu akan lebih bagus untuk ke depannya.”Gabriel hanya mengangguk dengan wajah lesu.Percakapan Gabriel dan wanita itu membuat bulu kuduk Angga meremang. Kamera kecil di bawah meja terus bekerja, merekam setiap kata dan ekspresi dari mereka berdua.Agar Gabriel tidak menaruh curiga padanya, Angga memesan segelas jus mangga dan duduk sambil berpura-pura sibuk dengan ponselnya. Walaupun kamera telah merekam hasil percakapan mereka, tapi Angga tetap memasang telinga dengan sebaik-baiknya. Dia tidak mau ketinggalan sedikit pun informasi penting dari mereka.Cukup lama juga, Gabriel dan wanita itu menghabis waktu di sana. Sesekali, Gabriel mengambil ponselnya dan s
Angga yang sangat penasaran kenapa Gabriel hanya mampir sebentar di kantornya yang super megah, segera menghidupkan mesin motornya dan mengikutinya dengan sangat hati-hati."Jangan kira kamu bisa lolos dari pengawasanku," bisik Angga. Adrenalinnya serasa dipacu dengan cepat, dia janji tidak akan melepaskan Gabriel dari pandangan matanya.Begitu mereka memasuki lokasi jalan yang ada lampu merah, Angga memperlambat laju motornya dan menekan remote kamera yang ditempelnya di dekat kaca spion motor. Ia juga menggunakan kamera kedap suara sehingga tidak ada orang yang curiga sama sekali kalau dia sedang menjadi paparazi.Lampu merah di depan mulai berganti menjadi hijau, memberi aba-aba bagi kendaraan yang sempat membeku di tempat. Perlahan tapi pasti, deru mesin mulai terdengar, roda-roda melaju, meninggalkan jejak debu di jalanan yang hangat oleh sinar mentari pagi. Mobil-mobil, motor, bahkan sepeda, semuanya tampak seperti bidak-bidak kecil dalam permainan besar yang bernama kehidupan.
Sinar matahari pagi, memercikkan cahayanya ke sela-sela tirai jendela, menerpa permukaan meja kayu di sudut ruang makan keluarga Gabriel. Semalam dia sudah menunggu Natalia untuk pulang, tapi wanita itu tak kunjung pulang. Akhirnya dia jatuh tertidur dengan lampu kamar yang masih menyala.Saat dia terbangun, Natalia sudah mandi dan bersiap-siap untuk berangkat kerja. Ia merasa jarak mereka begitu jauh belakangan ini.Gabriel duduk di ruang makan, satu tangan menggenggam cangkir kopi yang masih mengepul, sementara mata gelisahnya terpaku pada layar ponsel. Bik Sumi yang lagi sibuk meracik nasi goreng kesukaannya, terlihat begitu sibuk. Tak lama kemudian, aroma bawang putih yang digoreng memenuhi indera penciuman semua orang yang ada di dapur. Pling! Notifikasi rapat beruntun berdatangan, mengisi layar dengan jadwal yang padat. Gabriel mengusap tengkuknya, sesekali menarik napas panjang. Suara derik sendok dan penggorengan yang saling beradu, mengiringi ketegangannya, sementara Natali