Wanita Masalalu Suamiku

Wanita Masalalu Suamiku

last updateLast Updated : 2022-10-14
By:  Syiffa NatasyaCompleted
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
8.5
13 ratings. 13 reviews
91Chapters
70.9Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Rena, seorang istri yang baik tapi dihianati oleh suaminya dengan seorang wanita yang selalu disebut sahabat. Rumah tangga mereka memanas kala Aldi kembali mendekati teman lamanya.

View More

Chapter 1

1. Curiga

“Wulan, kangen kamu.” aku membeku kala mendengar suara dari dalam kamar mandi. Apakah Mas Aldi tengah menelpon seseorang? Ku dekatkan telinga di pintu berwarna putih itu, untuk memperjelas pendengaranku.

“Buka dong,” deg! Sedang apa mereka? Apa mereka tengah video call dan memperlihatkan sesuatu yang tidak seharusnya? Ya Tuhan!

Langkahku lemas, apakah perubahan mas Aldi enam bulanan ini ada sangkut pautnya dengan wanita bernama, Wulan?

Aku melangkah kembali ke meja makan, menunggu suamiku selesai dari aktifitasnya. Hatiku bergemuruh, mataku sudah memanas sedari tadi, tapi aku tidak boleh menumpahkan semua bulir embun yang mendesak keluar.

Tak berapa lama, Mas Aldi telah siap memakai jaz hitam dengan kemeja putih di dalamnya. Lalu duduk, menikmati sarapan yang enak untuknya dan terasa hambar di lidahku.

Ku pandang wajahnya, tidak ada raut bersalah sama sekali. Dia justru terlihat sangat bahagia pagi ini.

“Mas berangkat sekarang aja,” ucap Mas Aldi seraya berdiri.

“Ya, Mas.” aku menunduk, tak kuat menatapnya. Aku takut, jika aku menatapnya pertahanan airmataku akan tumpah.

Kakinya yang panjang, melangkah lebar menuju pintu berwarna putih lalu membukanya. Meninggalkan aku yang kini terduduk di lantai dingin. Kedua tangan kutangkupkan menutup wajah. Aku terisak, dengan dada yang sangat sesak. Mau jadi apa rumah tanggaku?

Setelah beberapa menit menumpahkan segala rasa sakit di hati, aku berdiri lalu membereskan piring kotor yang ada di meja makan. Aku bertekad kepada diriku sendiri, aku akan menjadi wanita yang kuat, hingga masanya nanti aku berpisah dengan mas Aldi.

Ya. Aku memang ingin berpisah. Aku merasa beruntung belum diberi seorang anak, jadi aku hanya memikirkan perasaanku saja untuk saat ini. Lagi pula, kalau aku sudah beranak 'pun, aku tetap tidak mau bertahan dengan lelaki tukang selingkuh.

Selingkuh itu penyakit, tidak ada obat yang benar-benar ampuh untuk itu.

Setelah semuanya beres, aku langsung mandi. Memilih baju, lalu duduk menghadap meja rias. Kupoleskan sedikit make up tipis, lalu melangkah menuju supermarket, milikku.

Ku kunci pintu rumah, gegas membuka mobil dan melajukannya. Baru saja setengah perjalanan, gawaiku berdering dengan gambar telpon yang meminta di angkat. Kupasang earphone lalu menggeser gambar berwarna hijau itu.

‘Ren, lu di mana?’ ucap Mita, sahabatku.

“Gue di jalan, nih. Kenapa, Mit,”

‘Jangan, lu kesini aja. Gue tunggu di Mall Laksana!’

Dih. Kenapa itu bocah? Tapi tak urung juga mobil kuputar balik menuju tempat yang disebut, Mita. Tak berapa lama, akhirnya aku sampai.

“Di mana lu, Mit?” ucapku saat telfon terhubung.

‘Masuk ke restoran kesukaan lu!’ aku mendengkus kala sambungan telfon kembali terputus sepihak.

Aku menghela nafas, nasib punya sahabat agak gesrek memang seperti itu. Kuayun langkah demi langkah, mencari tempat yang dimaksud sahabatku. Tapi saat aku menemukannya, aku tertegun.

Dibalik kaca bening yang di dalamnya penuh berbagai peralatan olahraga, aku dapat melihat Mas Aldi tengah memakaikan sepatu sneakers kepada wanita yang kini tengah duduk di hadapan suamiku itu dengan senyum yang terus mengembang di bibirnya.

Deg! Aku tahu wanita itu. Dia adalah teman lama suamiku. Teman yang selama tujuh tahun lalu selalu mengungkit kenangan mereka. Kenangan yang tidak seperti teman pada umumnya.

Dia sudah beranak dan suami, Mas. Apa tidak bisa melepaskannya dan kembali padaku merajut cinta yang murni, Mas? Aku berbalik, mataku memanas.

“Jangan nangis di sini,” ujar perempuan berrambut ikal.

“Mita!” pekikku, lalu memeluknya. Dia menuntunku menuju tempat karaoke yang ada di Mall itu.

Saat kami sudah masuk, sahabatku langsung mengambil remot besar yang berada di meja. Lalu mengetikkan lagu, Armada--Asal kau bahagia.

Kutumpahkan tangis hingga bahuku bergetar. Sakit, sakit sekali!

“Kenapa harus wanita itu, Aldiiii! Kenapa!” aku berteriak disela musik yang terus mengalun.

“Kurang apa aku, hah.” lalu kembali menangis dipelukan sahabatku. Aku merasa payah, bahkan sudah sering aku disakiti olehnya dan bertahan, kukira dia akan melihatku.

Aku kira, saat ijab qabul berlangsung, dia menepati janjinya untuk tidak kembali merajut kenangan mereka. Ternyata itu hanya kebohongan belaka, kebohongan tanpa ujungnya!

Ini salahku, kenapa aku tetap bertahan. Padahal aku sudah tahu, hatinya memang bukan untukku.

“Yang sabar, Ren. Gue dari dulu udah pernah bilang ke lu, jangan nikah sama dia. Laki-laki macem dia nggak akan berubah secepat itu.” ucap Mita menasehati, aku hanya mengangguk.

Beberapa menit aku mengasihani diri, aku memperbaiki dudukku, menghela nafas dan membuangnya. Pikiranku berseliweran dengan kata-kata indahnya saat dulu aku menemukan akun baru dengan nama belakang suamiku.

Kami bertengkar hebat, bahkan tanganku saja sampai memberi pelajaran di pipinya yang bersih. Saat itu, saat enam bulan sebelum pernikahan.

“Kalau emang kamu lebih milih dia, silahkan aja, Mas!” ucapku lantang saat berada di Taman Suropati, yang membuat pasang mata beberapa orang melihat kami.

“Aku janji, nggak bakal ngulangin semua itu. Lagi pula kami cuma teman, Ren,” jawab Mas Aldi dengan pandangan memelas.

“Apa aku kurang cukup, Mas?”

“Ren, sudah--”

“APA AKU KURANG CUKUP, MAS?!!” pekikku, yang sukses membuat beberapa orang berbisik-bisik.

‘lakinya yang kegatelan, cewek secakep itu disia-siain.’

‘Cewek secakep itu masih nggak bersyukur!’

Sedetik kemudian, lelaki itu berlutut di hadapan orang-orang yang tengah menggunjingnya. Diraihnya tanganku, menatap netraku dalam dengan pandangan bersalah. Aku mulai hanyut, dan perlahan iba kepadanya.

“Rena Theressia! Aku bersumpah, aku nggak akan nyakitin hati kamu lagi atau bermain perempuan dibelakangmu,”

Aku tetap menatapnya, mencari kebohongan di matanya. Tapi aku benci, aku melihat kesungguhan dikedua bola matanya.

“Will you marry me?” aku tersentak mendengar kata-katanya. Kata-kata yang aku nantikan selama tujuh tahun berpacaran dengannya. Kembali kutatap manik hitam itu, dan lagi-lagi yang kulihat adalah kesungguhan.

Aku tarik tanganku, lalu melangkah dari taman. Menghampiri mobil dan melajukannya, meninggalkan mas Aldi dengan motor sportnya.

Aku tak menyangka, tiga hari setelah aku memberi jawaban dan mengiyakan ajakannya. Beberapa bulan kemudian kami menikah. Sosial mediaku dibanjiri doa-doa seperti halnya pasangan baru menikah dari kerabat dan teman.

Tapi saat aku menscroll kebawah untuk melihat status lainnya, Wulan tengah mengupload foto dirinya memegang boneka panda dengan caption yang cukup membuat dadaku bergemuruh.

‘kehilangan sahabat yang mementingkan sebuah perasaan, biarkan saja. Dia hanya akan menjadi milikmu, tapi tidak menjadi temanmu.’ tulisnya, dengan beberapa emot tertawa berjejer.

Aku tidak membalasnya, karena pikirku. Selama mas Aldi sudah mengabaikannya, tidak perlu lagi aku khawatir.

“Ren,” aku tersentak dari lamunan indahku. Lalu menatap linglung Mita yang ada di sampingku.

“Lo jelek, mascara lo luntur. Ntar kalo ketemu lampir itu, lo malah jadi bahan tertawaan lagi. Gih, lo make up ulang.” titahnya.

“Eh, lo bilang apa tadi? Lampir?” tanyaku dengan dahi berkerut.

“Iya, si Wulan! Lampir dia tuh. Liat aja rambutnya, merah menyala!” ucapnya menggebu-gebu, aku hanya tertawa.

Kuhapus make upku, lalu memperbaikinya. Sekilas aku melirik jam di tangan, ternyata sudah dua jam aku di sini. Setelah make upku rapi, kami berdua pergi dari tempat karaoke setelah tadi selesai membayar tagihan.

Kami melangkah menuju restoran favoritku. Sebelum masuk, mataku kesana kemari, siapa tahu melihat mas Aldi dengan gundiknya.

Syukurlah tidak ada, aku ingin makan dengan tenang tanpa bayang-bayang mereka untuk saat ini.

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

user avatar
Rendi Setiawan
SEPI SEPI SEPI
2022-10-25 23:37:28
0
user avatar
Rendi Setiawan
Authornya ngantukan. jd seringnya TURU. ::>_<::
2022-09-06 12:01:40
0
user avatar
Syiffa Natasya
...Maaf karena jarang post, ya. Akan saya usahakan agar lebih sering update.
2022-09-02 13:59:10
0
user avatar
Ani
lanjutan nya dong endingnya bikin penasaran.. soalnya seru ceritanya
2022-08-13 07:28:40
1
default avatar
ilmupustaka.19
thor,, ini sdh tamat kah?? kok lama lanjutannya??
2022-03-04 20:09:44
1
user avatar
Syiffa Natasya
Yuk, baca!
2021-12-05 15:47:37
0
user avatar
Hayde Irma
ceritanya seru
2021-12-03 15:10:58
1
default avatar
widha.87
bagus ceritanya. Lanjut yukzz thor...
2021-11-29 21:55:44
2
user avatar
Ziard cook
lanjut toooooooor
2021-11-13 20:15:35
0
user avatar
Trinovi Hikmah
lanjut Thor ah
2021-11-13 11:20:05
1
user avatar
Ramotna Oloan Sitorus
akhir yang tak bahagia...
2022-11-10 08:21:10
0
user avatar
Lisa Luciana
endingnya ngeselin. maaf
2022-10-14 12:20:32
0
user avatar
Lisa Luciana
endingnya ngeselin. maaf
2022-10-14 12:19:38
0
91 Chapters
1. Curiga
“Wulan, kangen kamu.” aku membeku kala mendengar suara dari dalam kamar mandi. Apakah Mas Aldi tengah menelpon seseorang? Ku dekatkan telinga di pintu berwarna putih itu, untuk memperjelas pendengaranku.“Buka dong,” deg! Sedang apa mereka? Apa mereka tengah video call dan memperlihatkan sesuatu yang tidak seharusnya? Ya Tuhan!Langkahku lemas, apakah perubahan mas Aldi enam bulanan ini ada sangkut pautnya dengan wanita bernama, Wulan?Aku melangkah kembali ke meja makan, menunggu suamiku selesai dari aktifitasnya. Hatiku bergemuruh, mataku sudah memanas sedari tadi, tapi aku tidak boleh menumpahkan semua bulir embun yang mendesak keluar.Tak berapa lama, Mas Aldi telah siap memakai jaz hitam dengan kemeja putih di dalamnya. Lalu duduk, menikmati sarapan yang enak untuknya dan terasa hambar di lidahku.Ku pandang wajahnya, tidak ada raut bersalah sama sekali. Dia ju
last updateLast Updated : 2021-11-08
Read more
2. Bertengkar
Aku merebahkan tubuhku di kasur yang dilapisi sprei berwarna putih polos. Pandanganku kosong mengarah ke langit-langit rumah, sedangkan pikiranku tengah melanglang buana pada kejadian hari ini. Orang yang pernah menghilangkan kepercayaanku, dan sudah kuberi setengah hati lagi, malah kembali menghianati aku. Bukan tidak pernah aku menegur wanita itu, selama berpacaran tujuh tahun dengan mas Aldi. Sudah berkali-kali aku menegur mereka. “Kamu 'kan perempuan, tolonglah hargai saya sebagai pasangan, mas Aldi.” kataku tegas disambungan telfon yang terhubung. Wanita itu tertawa, “kamu nggak punya sahabat, ya? Pantes aja cemburu!” katanya, lalu mendengkus. “Jangan terlalu cemburulah, kami dekat sebelum Aldi mengenalmu.” imbuhnya, lalu memutus sambungan telfon sepihak. Yang membuatku tercengang adalah nama anak wanita itu, ‘Kresnaldi Pramudia Wardana' nama yang sama dengan nama suamiku-
last updateLast Updated : 2021-11-09
Read more
3. Suami Wulan
Keesokan harinya, aku berniat menginjakkan kakiku di restoran milikku. Aku hanya ingin menggertak pelakor itu, coba sejauh mana dia bermain-main. Selama ini suamiku memang tidak tahu tentang bisnis restoran ini. Dia hanya tahu aku mempunyai supermarket saja. Buat apa aku memberi tahunya? Restoran ini aku percayakan kepada kakak ku. Dulu, saat aku mengutarakan niat ingin membina bahtera dengan mas Aldi, semua keluargaku menolak mentah-mentah. Kini aku percaya, ridho orang tua adalah ridho Allah. Mungkin jalan rumah tanggaku yang curam ini, salah satu jawaban agar aku tidak lagi bersama dengan lelaki itu. Mita sudah antusias saat menginjak restoran ini, dia terus saja berceloteh dengan semangatnya karena akan berbicara banyak saat di hadapan suami Wulan. Saat pramusaji menghampiriku, aku membisikannya agar memanggil orang yang kumaksud. Tak berapa lama, orang memakai kemeja hitam dengan celana senada tengah tersenyum hormat menatap k
last updateLast Updated : 2021-11-09
Read more
4. Bertemu Wulan
“Syukurlah kamu udah sadar!” suara Mas Aldi? Aku mencoba membuka mata yang terasa berat, kepalaku pusing sekali. Aku berusaha menepis tangannya yang membantuku duduk. Kuraba bajuku, kini sudah diganti dengan baju hangat.Mataku menatap tajam dirinya, rasanya aku tidak ingin dia sentuh lagi setelah apa yang terjadi.“Kenapa? Aku masih sah, Suamimu.” katanya lembut dengan mata menyipit.“Kamu memang masih Suamiku,” sahutku lalu mendecih, “Suami diatas kertas!” ucapku dingin.Aku menyibak selimut tebal milikku untuk menutupi tubuh hingga ujung rambut. Aku malas berdebat dengannya. Percuma saja, bukan? Dia tetap merasa benar dengan apa yang telah dilakukannya, dan menurutnya sikapku yang seperti ini bukanlah seharusnya.Lelaki itu mengguncang tubuhku agar menoleh padanya. Dengan kesal kusibak kembali selimut agar terbuka kemudian duduk menghadapn
last updateLast Updated : 2021-11-10
Read more
5. Cafe Morino
“Kamu tentu tau 'kan? Kakak bisa saja mendepak suamimu dari kantornya.” ucapan Kak Adi di angguki oleh sahabatku--Mita.“Kamu sudah disakiti seperti ini dan masih berharap hubungan kalian membaik?” imbuhnya dengan mata menyipit.Buliran bening kembali membasahi pipiku, tapi cepat kuhapus dengan tangan kananku.“Jangan nangis, Rena. Kakak nggak bisa liat kamu begini.” kemudian lelaki itu berdiri masuk ke ruangannya. Sedangkan aku dan Mita lebih memilih pergi menuju parkiran.“Jangan mau disakitin terus, Ren. Kakak lu aja nggak rela, gue juga sama. Ngga suka liat lu begini.” terangnya, lalu masuk ke mobil dan melajukannya.Ini sangat berat. 🌺🌺🌺🌺🌺Aku melajukan kendaraanku dengan kecepatan sedang. Aku malas sekali pulang dan harus melihat penghianat itu di rumah. Satu-satunya tempat untuk menen
last updateLast Updated : 2021-11-10
Read more
6. Pertemuan
Fais menarik lengan istrinya dengan kasar menuju pintu keluar, menerobos paksa kerumunan orang yang penasaran terhadap kami. Lelaki itu tidak mengindahkan jeritan istrinya yang meminta dilepaskan.    Aku tentu khawatir kalau Fais benar-benar menalak wanita itu, pasti dia malah sangat senang menerimanya dan lebih leluasa mendekati suamiku.    Aku ingin mencoba menyelamatkan rumah tanggaku, setelah nanti apa yang ada di pikiranku terjawab salah, aku ingin memperbaiki seperti semula.    Aku melirik Mita yang kini sedang menerima telfon seraya menjauh dariku. Sedangkan Mas Aldi terus menatap pintu Cafe yang sudah kembali tertutup. Ah, mungkin dia tengah merasa bersalah pada sahabatnya.    “Ren, gue pulang ya' nyokap gue baru aja balik.” ujar Mita pamit, dan aku mengangguk.    Aku memilih kembali duduk, tak menghiraukan Mas Aldi yang terus berdiri menatap kaca
last updateLast Updated : 2021-11-12
Read more
7. Bohong
“Sayang, berkas aku ketingga--”  Semua orang memandang lelaki yang kini berdiri memegangi handle pintu. Tatapannya menatap ke arah Wulan dan Fais bergantian.  Sedetik kemudian, raut wajah yang tadi bingung berubah seperti biasa lagi.  “Ternyata ada tamu,” ucapnya, lalu masuk mencari berkas yang dicari.  “Mas,” cegahku saat Mas Aldi sampai di pintu. Lelaki itu menoleh menghentikan tangannya memutar kenop.  “Katanya ada yang mau kamu omongin. Nih, ada Pak Fais.”  “Ta-tapi...” ucap Mas Aldi gugup.  Aku jadi meragukan dirinya, padahal baru semalam dia berjanji padaku. Ku perhatikan dirinya yang perlahan duduk di sampingku.  Tatapan Wulan terus mengarah ke Mas Aldi, hingga suaminya menyenggol lengan wanita itu, lalu menunduk.  “Teruskan, Pak Fais, tentang pembicaraan kita. S
last updateLast Updated : 2021-11-13
Read more
8. Pov Wulan
Kali ini hujan turun lagi, aku duduk memandangi hujan yang terbawa angin dengan sesekali cipratannya mengenai kaca. Sweater merah muda membalut tubuhku, aku menikmati hujan di balik jendela kaca dengan secangkir teh manis panas. Kugosok hidungku yang terasa gatal, kemudian mengusap kedua tanganku agar lebih hangat, aku menangkupkan kedua tanganku di pipi dengan mata terus memandang hujan. “Lan,” Aku menoleh, ternyata Bapak. Mungkin dia baru saja pulang dari ladang, karena bajunya yang basah, pasti dia baru saja pulang kehujanan. “Kenapa, Pak? Mandi dulu aja, Pak.” sahutku, lalu melangkah ke dapur hendak membuatkan lelaki tua itu teh panas tawar, karena Bapak tidak suka manis. Dari tirai dapur, aku dapat melihat Bapak menuruti ucapanku melangkah menuju kamar mandi. Aku baru saja ingat, ada pisang tanduk di lemari makanan. ‘mending pisangnya ku goreng saja.” aku bergumam.&
last updateLast Updated : 2021-11-13
Read more
9. Putus
Aldi terus menghiburku, bahkan dirinya selalu menemuiku setelah pulang kerja. Memastikan perutku sudah terisi, dan tentunya aku suka dengan perhatiannya.Kini, kami sedang menikmati mie ayam langganan kami. Makanan favorit kami. Sambil menunggu pesanan kami datang, aku mencoba membuka efbe di ponsel mungilku.“Loh, Di! Kok, akun aku kamu blokir 'sih?” gerutuku.“Cewekku nggak suka sama komentar kamu, Lan. Dia marah-marah semalem,” ucapnya sembari menyeruput kopinya.“Cemburuan amat, sih! Harusnya kalo dia mau jadi pacar kamu, ya harus mau terima aku!” sahutku jengkel. “coba, gimana sih pacarmu?”Aldi mengeluarkan ponsel yang cukup bermerk, mengetikkan beberapa huruf di kolom pencarian lalu mengkliknya saat yang dicari ketemu.Aku menatap foto wanita yang mungkin usianya masih belasan. Ku tebak, dia pasti masih SMA! Cih
last updateLast Updated : 2021-11-14
Read more
10. Perjodohan
Hari berlalu dengan sangat cepat. Bapak, sudah berada di Jakarta. Dirinya lebih memilih mengontrak di daerah Sunter. Tidak bersama dengan aku dan Ibu. Selama itu juga, Aldi terus menemaniku, menuruti segala kemauanku. Sesuatu yang telah terjadi di antara kami tidak menggoyahkan persahabatan kami. Karena, beginilah persahabatan kami. Hari ini aku tidak berkerja, bapak sudah menelpon akan menemuiku siang ini di kontrakan Ibu. Aku menunggunya dengan gelisah, karena apa yang bapak ucapkan adalah mutlak. Cepat atau lambat, perjodohan ini akan aku jalani dan pastilah akan berujung ke pernikahan. Tok! Tok! Tok! “Assalamu'alaikum,” aku semakin gugup tak karuan kala mendengar suara yang sedari tadi mengganggu pikiranku. Bapak! “Wa'alaikumussalam, Pak!” jawabku seraya membuka pintu berwarna cokelat kehitaman. Mataku bertemu pandang dengan seorang lelaki berkulit kecoklatan, berambut ikal dan
last updateLast Updated : 2021-11-14
Read more
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status