Beberapa bulan setelah menikah dengan Zayyan, tak pernah sekalipun Rana mendapatkan perlakuan layaknya suami pada istri. Zayyan selalu dingin dan ketus pada Rana. Sekeras apapun Rana berusaha menjadi istri yang baik, Zayyan tak pernah melihat usahanya. Zayyan justru dengan tega menjalin hubungan dengan Asha, rekan sesama dosen. Hingga akhirnya Rana tak lagi sanggup bertahan. Akankah Zayyan mengabulkan permohonan cerai dari Rana atau justru memperjuangkan Rana?
View MoreRana masih duduk di meja makan, mencoba menenangkan perutnya yang masih sedikit mual. Ia tak menyadari bahwa seseorang tadi menguping dari luar.Beberapa saat kemudian, pintu apartemen terbuka, dan Zayyan masuk dengan kantong belanja di tangannya."Kamu baik-baik aja?" tanyanya begitu melihat wajah pucat Rana.Rana tersenyum lemah. "Barusan mual lagi, tapi sekarang udah mendingan."Zayyan langsung mendekat, menaruh belanjaannya sembarangan di atas meja, lalu berjongkok di depan Rana. Tangannya terulur, mengusap perut istrinya dengan penuh kasih. "Harusnya aku nggak ninggalin kamu sendirian tadi."Rana terkekeh. "Hei, aku baik-baik aja, kok. Jangan terlalu khawatir."Tapi Zayyan tetap menatapnya dengan serius. "Mulai sekarang, kalau ada apa-apa, langsung kasih tahu aku, ya?"Rana mengangguk dan menenangkan suaminya dengan kecupan di pipi. Mereka berdua tidak menyadari bahwa di unit apartemen seberang, seseorang sedang tersenyum miring sambil mengaduk kopi di hadapannya.***Beberapa Ha
Hari Minggu. Rana menikmati udara pagi yang segar sambil berjalan santai di taman dekat apartemen mereka. Sesekali ia memperhatikan Zayyan yang sedang joging, bergerak semakin jauh meninggalkannya. Sesekali juga, Zayyan menoleh ke belakang, memastikan sang istri baik-baik saja. Ia melambaikan tangan, yang dibalas lambaian tangan pula oleh Rana. Plus senyum manis terbaik. Rana terus berjalan santai, hatinya terasa hangat dan penuh. Dan tepat ketika ia hendak berbelok menuju jalur yang lebih teduh, suara yang sangat tidak ingin ia dengar tiba-tiba menyapa. "Pagi yang indah, kan?" Rana menegang seketika. Ia menoleh dan mendapati Gavin berjalan santai di sampingnya, senyuman licik tersungging di wajahnya. "Apa maumu, Gavin?" Rana mempercepat langkah, berharap bisa segera menyusul Zayyan. "Tidak ada. Aku hanya ingin ngobrol. Masa nggak boleh? Kita dulu pernah dekat, kan?" Gavin tetap mengikuti langkahnya, membuat Rana semakin gelisah. "Kita nggak pernah dekat," sahut Rana tajam. "T
Satu bulan kemudian. Rana sedang menjelaskan materi di depan kelas ketika kepalanya tiba-tiba terasa berat. Pandangannya sedikit berkunang-kunang, dan tubuhnya terasa lemas. Ia berusaha tetap fokus, tetapi rasa pusing yang semakin menjadi membuatnya tidak bisa berkonsentrasi. "Baik, untuk pertemuan hari ini cukup sampai di sini dulu. Saya ingin kalian membuat ringkasan dari materi kita hari ini dan dikumpulkan minggu depan," ucapnya, mencoba menyembunyikan rasa tidak nyamannya. Mahasiswa tampak bingung karena kelas berakhir lebih cepat dari biasanya, tetapi mereka tidak banyak bertanya dan mulai merapikan barang mereka. Rana menghela napas, berharap rasa pusingnya berkurang setelah ia duduk sebentar di kursinya. Namun, baru saja ia melangkah keluar dari ruang kelas, tubuhnya tiba-tiba kehilangan keseimbangan. Dunia di sekelilingnya terasa berputar, dan dalam hitungan detik, semuanya menjadi gelap. "Bu Rana!" Beberapa mahasiswa yang masih berada di dekatnya langsung bergegas mena
Sesampainya di rumah sakit, Rana dan Zayyan langsung disambut dengan senyuman lelah tapi bahagia dari Anya yang sedang berbaring di ranjang rumah sakit, menggendong bayi kecilnya yang tertidur pulas. Sementara itu, Arga berdiri di sampingnya, tampak siap siaga meskipun wajahnya terlihat kurang tidur."Selamat ya, Kak!" Rana langsung menghampiri kakak dan kakak iparnya, menatap keponakannya dengan tatapan penuh kagum. "Ya ampun, dia kecil banget... tapi gemesin!"Zayyan ikut mencondongkan tubuhnya untuk melihat bayi itu lebih dekat. "Wah, calon atlet nih, lihat tuh tangannya, kuat banget!"Arga tertawa sambil mengusap kepala putranya. "Iya, pas lahir langsung menggenggam jari aku erat banget. Mungkin dia bakal jadi petinju."Mereka semua tertawa. Rana kemudian duduk di tepi ranjang, mendekati Anya. "Gimana rasanya jadi ibu, Kak?"Anya mendesah lelah, tapi senyum di wajahnya tak pernah pudar. "Luar biasa, capek banget, tapi saat lihat bayi kecil ini, rasanya semua terbayar."Ambar juga
Setelah memastikan bahwa Anya mendapatkan perawatan yang baik di rumah sakit, Rana dan Zayyan akhirnya berpamitan kepada keluarga. Mereka masih lelah setelah perjalanan panjang dari Lombok, dan tubuh mereka menuntut istirahat.Dalam perjalanan pulang, Rana menyandarkan kepalanya di bahu Zayyan. “Hari yang panjang, ya, Mas?” gumamnya lelah.Zayyan tersenyum kecil, mengusap punggungnya dengan lembut. “Banget. Tapi senang juga, sih. Nggak nyangka kita pulang-pulang langsung ada kejadian besar kayak gini.”Begitu sampai di apartemen, mereka langsung berganti pakaian dan bersiap tidur. Rana mengenakan piyama tipis, sementara Zayyan hanya mengenakan celana tidur tanpa kaus. Mereka merebahkan diri di ranjang dengan tubuh yang terasa remuk, tapi hati mereka terasa penuh.Rana menatap langit-langit sambil menghela napas lega. “Kira-kira kita kapan ya, kayak Kak Anya?”Zayyan yang tadinya hampir terlelap langsung membuka mata dan menoleh ke Rana. “Maksudnya?”Rana memutar tubuhnya, berbaring mi
Malam harinya, Zayyan sengaja mengajak Rana untuk makan malam di luar agar suasana hati Rana membaik setelah kejadian saat snorkeling tadi.Sepasang pengantin baru itu berjalan beriringan menuju restoran tepi pantai yang dipesan Zayyan. Angin malam berhembus lembut, membawa aroma laut dan suara deburan ombak yang menenangkan. Rana menggenggam tangan Zayyan erat, merasa lebih tenang setelah kejadian tadi siang.Namun, ketenangan itu langsung buyar ketika mereka baru saja memasuki restoran.Di sudut ruangan, duduk seorang pria yang tak asing lagi—Gavin.Mata Rana dan Gavin bertemu sejenak. Senyum licik tersungging di wajah pria itu, seolah kejadian siang tadi tidak pernah terjadi.Zayyan langsung menggenggam tangan Rana lebih erat. “Kita pergi dari sini,” bisiknya, sudah bersiap untuk membatalkan reservasi.Rana menelan ludah, menatap wajah suaminya yang terlihat penuh kekhawatiran. Ia tahu Zayyan hanya ingin melindunginya, tapi kali ini… ia tidak ingin lari.“Tidak.” Rana menarik napas
Rana dan Zayyan berjalan berdampingan di sepanjang jalan kecil yang dipenuhi toko-toko suvenir khas Lombok. Mereka tertawa saat Zayyan mencoba memakai ikat kepala khas suku Sasak, sementara Rana sibuk memilih kain tenun dengan warna-warna cerah untuk ibunya.“Aku rasa Mama bakal suka yang ini,” kata Rana, mengangkat selembar kain berwarna biru laut dengan motif tradisional yang elegan.Zayyan mengangguk setuju. “Kalau buat Papa, kita belikan kopi Lombok juga gimana? Dia suka kopi, kan?”“Banget.” Rana tersenyum, lalu meraih sebungkus kopi dari rak. “Beliin istri Kak Arga juga boleh nggak? Perhiasan mutiara khas Lombok ini pasti bagus banget buat oleh-oleh.”Mereka menghabiskan waktu dengan bercanda sambil memilih oleh-oleh, menikmati suasana santai di pulau itu. Setelah selesai, mereka berjalan menuju pantai dengan tangan penuh tas belanjaan.“Ini bulan madu terbaik.” Rana menoleh ke Zayyan dengan mata berbinar. “Aku nggak nyangka kita bisa sebahagia ini setelah semua yang terjadi.”Z
Matahari sudah tinggi ketika Rana terbangun dengan kepala masih bersandar di dada bidang Zayyan. Udara pagi yang sejuk dari laut menyapu kulitnya, tetapi yang lebih membuatnya tersadar adalah suara nyaring dari ponselnya yang bergetar di meja samping tempat tidur.Dengan malas, Rana mengulurkan tangan dan meraih ponsel tanpa membuka mata. Begitu melihat layar, matanya langsung membelalak. Mama Calling…“Oh, tidak!” Rana setengah berguling, setengah panik. Ia melirik tubuhnya yang masih sepenuhnya telanjang, hanya tertutup selimut yang melilit tubuhnya dan Zayyan. Dengan cepat, ia menarik selimut lebih erat lalu menekan tombol “Accept” untuk menjawab panggilan video.Wajah mamanya langsung muncul di layar, disusul suara ceria kakaknya, Arga. “Halo, pengantin baru! Gimana bulan madunya?”Rana tersentak, lalu buru-buru merapatkan selimut ke dadanya. “M-Mama, Kak Arga…!”Arga langsung tertawa terbahak. “Hahaha! Kenapa panik gitu, Dek? Aduh, mukamu merah banget. Jangan-jangan—”Sebelum Arg
Rana masih terpaku menatap pemandangan laut biru kehijauan yang terhampar luas di hadapannya. Pasir putih halus menyentuh telapak kakinya, sementara angin sepoi-sepoi mengibarkan rambutnya yang masih sedikit basah karena perjalanan tadi.“Kamu suka?” suara Zayyan membuyarkan lamunannya.Rana menoleh, mendapati suaminya berdiri di sampingnya dengan ekspresi penuh harap. “Suka? Aku bahkan masih sulit percaya kalau kita bulan madu di tempat seindah ini.”Zayyan terkekeh lalu menggenggam tangannya. “Dan yang lebih mengejutkan lagi…” Ia menarik Rana menuju sebuah vila bergaya tropis dengan sentuhan kayu yang elegan. “Resor ini… punyaku.”Rana membelalakkan mata. “Maksudmu?”Zayyan tersenyum kecil. “Ini warisan dari orang tuaku. Mereka membeli tanah di Gili Meno bertahun-tahun lalu dan membangun tempat ini. Aku jarang ke sini karena sibuk, tapi sekarang… aku ingin membaginya denganmu. Kita akan sering ke sini dan menikmati keindahan alam bersama,” ucapnya sambil mencium pelipis Rana.Rana m
“Aku tidak sudi disentuh olehmu!" Perkataan Zayyan membuat Rana mencengkram handuk basah di tangannya dengan erat. Ia lalu menarik nafas dalam agar air mata yang mulai menggenang tidak tumpah ke pipi. Ternyata, perkataan Zayyan tetap sangat menyakitkan untuknya meski sudah sering ia dengar.“Aku juga sudah telepon Asha, dia akan datang untuk mengurusku”.Asha lagi.. Sungguh, Rana ingin membalas perkataan Zayyan. Tapi ia tak tega melihat kondisi pria itu yang pucat dan sakit. Maka Rana memilih untuk berdiri dan berbalik, keluar dari kamar tanpa sepatah kata pun. Tepat ketika ia keluar dari kamar Zayyan, bel pintu apartemen mereka berbunyi. Rana tahu siapa yang datang, itu pasti Asha. Jika ia tak membukakan pintu, maka bisa dipastikan Zayyan akan semakin marah. Oleh karena itu, dengan enggan Rana berjalan ke arah pintu dan membukanya. Di sana, seorang wanita cantik dengan rambut hitam tebal berdiri di ambang pintu. Rambut dosennya itu bergelombang berayun pelan dan menci...
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments