Beranda / Rumah Tangga / Ceraikan Aku, Mas! / Bab 1. Istri Di Atas Kertas

Share

Ceraikan Aku, Mas!
Ceraikan Aku, Mas!
Penulis: hasfindafmufid

Bab 1. Istri Di Atas Kertas

Penulis: hasfindafmufid
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-23 11:19:31

“Aku tidak sudi disentuh olehmu!"

Perkataan Zayyan membuat Rana mencengkram handuk basah di tangannya dengan erat. Ia lalu menarik nafas dalam agar air mata yang mulai menggenang tidak tumpah ke pipi.

Ternyata, perkataan Zayyan tetap sangat menyakitkan untuknya meski sudah sering ia dengar.

“Aku juga sudah telepon Asha, dia akan datang untuk mengurusku”.

Asha lagi..

Sungguh, Rana ingin membalas perkataan Zayyan. Tapi ia tak tega melihat kondisi pria itu yang pucat dan sakit.

Maka Rana memilih untuk berdiri dan berbalik, keluar dari kamar tanpa sepatah kata pun.

Tepat ketika ia keluar dari kamar Zayyan, bel pintu apartemen mereka berbunyi.

Rana tahu siapa yang datang, itu pasti Asha. Jika ia tak membukakan pintu, maka bisa dipastikan Zayyan akan semakin marah.

Oleh karena itu, dengan enggan Rana berjalan ke arah pintu dan membukanya.

Di sana, seorang wanita cantik dengan rambut hitam tebal berdiri di ambang pintu. Rambut dosennya itu bergelombang berayun pelan dan menciptakan kesan elegan.

'Cantik. Pantas Mas Zayyan suka,' batin Rana getir.

“Mas Zayyan sakit? Saya masuk, ya?” katanya lalu menerobos masuk melewati Rana.

Seolah Rana bukan istri Zayyan, seolah Rana bukan tuan rumah.

Rana mematung di tempat dan membiarkan Asha masuk ke kamar Zayyan. Beberapa menit kemudian, terdengar sayup-sayup suara tawa keduanya dari dalam kamar.

Hati Rana ngilu, dadanya nyeri luar biasa.

Terlebih, kedatangan Asha membuat Zayyan menjadi seperti kucing penurut.

Pria itu minum obat dengan teratur dan makan makanan yang disiapkan Rana hingga habis.

Padahal, sebelumnya ia menghabiskan waktu hampir satu jam untuk membujuk Zayyan untuk meminum obatnya dan berakhir dibentak-bentak.

Bahkan pria itu sampai menepis tangan Rana dan melempar handuk yang Rana sematkan di dahinya ke dinding.

Rana sebenarnya tahu kalau Zayyan selalu menganggapnya sebagai hama yang patut dibasmi. Namun, Rana sendiri tidak tahu bagaimana cara berhenti mencintai Zayyan. Seolah Zayyan telah memiliki seluruh hati Rana.

Rana sudah menyukai Zayyan sejak pertama kali pemuda itu datang ke rumah bersama Arga —kakak sulung Rana. Ketampanan dan kecerdasan Zayyan membuat Rana cepat jatuh hati padanya.

Sejak saat itu, Rana sudah bertekad untuk menaklukkan hati Zayyan yang dingin dengan getol mengiriminya hadiah, menuliskan lelaki itu surat, dan berusaha untuk mengambil hati Zayyan dengan mengirim bekal yang ia buat diam-diam sejak subuh.

Namun, Zayyan masih bersikap dingin.

Pria itu merobek semua suratnya, membuang hadiah yang dikirim Rana, dan mengembalikan bekal-bekal itu dalam kondisi utuh.

Keadaan mulai terlihat seperti ada harapan saat ayah Zayyan mengatur perjodohan antara Zayyan dan Rana.

Pria itu menolak ide itu mentah-mentah, tapi Rana menerima perjodohan itu dengan antusias.

Rana harap, pernikahan bisa membuat Zayyan menyadari perasaannya yang semakin hari semakin besar. Namun, tampaknya semua justru semakin sulit.

Terlebih setelah kedatangan Asha dalam hidup Zayyan.

Mereka dekat setelah wanita itu mulai bertugas di universitas tempat Rana menuntut ilmu.

“Mas Zayyan sudah tidur setelah minum obat. Pastikan kamu menghubungi saya kalau dia belum membaik, ya? Karena mas Zayyan bilang, dia hanya mau dirawat oleh saya.”

Suara Asha memupus lamunan Rana tentang seluk beluk pernikahannya dengan Zayyan. Ia hanya mengangguk kecil, tak menjawab sepatah kata pun.

Tanpa diantar, wanita itu berjalan ke arah pintu dan meninggalkan apartemen mereka tanpa pamit.

Tindakan Asha dan keputusan Zayyan membuat harga diri Rana tercabik-cabik. Namun, ia bisa dibilang hampir tidak bisa berbuat apa-apa terhadap wanita itu, kalau suaminya sendiri tidak memihaknya sama sekali.

Diam-diam Rana membuka pintu kamar Zayyan dan melihat suaminya tidur terlentang di tengah kasur. Wajah pria itu penuh keringat, tapi selimut tebal menutupi dadanya hingga leher.

Ia terlihat kedinginan dan Rana merasa kasihan.

Rana berjalan dengan berjingkat dan mengusap keringat pria itu menggunakan tisu yang tersedia di atas nakas.

Namun, tiba-tiba tangan Zayyan menggenggam tangannya.

Rana tersentak dan berusaha melepaskan tangan Zayyan, tapi genggaman pria itu semakin erat.

Tindakan Zayyan akhirnya membuat Rana menyerah dan membiarkan pria itu melakukan apa yang ia suka.

Gerakan tangan Rana dalam mengelap keringat Zayyan lalu terhenti kala pria itu bergumam satu kata yang menyakiti hatinya.

“Asha….”

****

Dua hari setelah Zayyan jatuh sakit, pria itu sudah terlihat lebih bugar.

Wajahnya sudah tak begitu pucat dan demamnya sudah turun. Bahkan ia sudah bisa berjalan-jalan ke sana kemari meski masih belum pergi berangkat kerja.

“Kamu sudah enakan? Jangan lupa besok malam kita diundang Mama dan Papa untuk makan malam di rumah.”

Rana mengingatkan Zayyan saat pria itu masuk ke dapur untuk mengambil air minum.

“Hm.” Zayyan menjawab pendek, menuangkan air ke gelas dan meneguknya. Lantas ia menyadari sesuatu.

“Kamu masak?”

Rana mengangguk antusias. “Iya! Aku tahu kamu belum makan. Nanti dicoba, ya? Aku masak sup ayam. Simpel sih, tapi tetap e-.”

“Tidak perlu”. Jawab Zayyan datar, sebelum kemudian melenggang pergi sambil memakai jaket.

“Mau kemana?” Rana bertanya saat melihat suaminya tiba-tiba menyambar kunci mobil di atas kabinet.

“Makan sate dengan Asha.”

Zayyan bahkan tak menoleh sama sekali ke arah Rana yang kini mematung di dapur masih dengan posisi memegang spatula.

Gadis itu membeku cukup lama di sana, hingga akhirnya bau gosong tercium hingga seantero apartemen.

“Astaga!”

Rana buru-buru mematikan kompor dan meniriskan telur dadar yang satu sisinya sudah menghitam. Ia lantas berdecak kesal saat melihat telur dadarnya yang tak lagi bisa dimakan.

“Lalu untuk apa aku masak?” gumamnya sedih. “Telepon Tiya aja deh.”

Rana lalu berdiri menatap ke luar jendela apartemennya sambil menelepon Tiya, teman dekatnya di kelas.

“Halo, Ti, sudah makan?” sapanya cepat saat panggilan tersambung.

“Ini lagi makan di luar bareng keluarga. Kenapa, Ran?”

Rana meringis, tak enak hati. “Tidak apa-apa. Ya sudah, aku tutup ya?”

“Oke, oke. Bye!”

Rana memutus sambungan telepon dan menghela nafas panjang. Ia masih berdiri di tepi jendela dengan angin yang menghembus kulitnya.

Sejuk, tapi hatinya terasa panas.

Ia sakit saat mengingat bagaimana Zayyan pergi begitu saja untuk makan dengan Asha padahal ia sudah berusaha untuk memasak.

Rana tersenyum getir, setetes air mata jatuh membasahi pipinya. Namun cepat-cepat ia hapus.

“Jangan menyerah dulu. Coba lagi nanti. Sekarang makan dulu biar punya energi untuk menaklukkan hati Mas Zayyan lagi,” katanya penuh tekad.

Gadis berambut sepunggung itu lalu kembali ke dapur untuk makan sendirian di meja makan.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Ceraikan Aku, Mas!   Bab 2. Undangan Makan Malam

    Malam ini, seluruh anggota keluarga Rana berkumpul di kediaman orang tua Rana untuk makan malam. Jagat, ayah Rana, duduk di kursi yang paling ujung dan disusul oleh istrinya yang duduk di sebelah kanannya. “Langsung makan saja,” ucap Ambar, ibu mereka dengan lembut. Berbeda dengan Jagat yang tegas dan dingin, Ambar justru sangat tampak keibuan. Seperti dikomando, seluruh anak dan menantu Jagat langsung mengambil nasi dan lauk secara bergiliran. Selanjutnya, mereka makan dengan tenang sembari menunggu Jagat membuka topik pembicaraan.“Bagaimana skripsimu, Rana?” Jagat bertanya datar.Rana meletakkan sendoknya dan menatap papanya dengan senyum terkembang. “Sebentar lagi mungkin Rana bisa seminar proposal, Pa.”“Apa ada yang sudah sempro lebih dulu di angkatanmu?”“Belum ada, Pa. Kalau lancar, pekan depan Rana sudah bisa mengajukan jadwal sempro dan mungkin akan jadi orang pertama yang sempro di angkatan Rana.” Rana menjelaskan, mencoba mengambil hati papanya.Jagat mendesah pendek.

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-23
  • Ceraikan Aku, Mas!   Bab 3. Sekutu Rana

    “Jadi, kita mau ke mana hari ini?” tanya Zayyan setelah menjemput Asha di rumahnya.Ya, pada akhirnya Zayyan berhasil minta izin untuk pulang pada mertuanya dengan alasan akan menyiapkan bahan ajar perkuliahan.Ia mengancam akan tetap pulang sendiri meski Rana menolak untuk ikut. Tindakan itu akhirnya membuat Rana terpaksa mengalah.Dia pun ikut bersama Zayyan untuk kembali ke apartemen mereka hanya untuk ditinggalkan sendirian karena Zayyan kembali pergi dengan Asha.“Aku ingin mencari hadiah untuk temanku yang akan menikah besok. Aku tidak enak kalau hanya memberi hadiah biasa. Jadi, sepertinya aku akan memberikannya hadiah yang spesial,” jelas Asha sambil tersenyum manis.“Oh, begitu?” Zayyan balas tersenyum dan mulai menyetir membelah jalanan ibukota. “Tapi, aku tidak terlalu mengerti hadiah yang bagus untuk perempuan.”“Siapa bilang yang menikah itu teman cewekku? Dia laki-laki, Mas. Aku butuh pendapat kamu untuk memilih hadiah yang cocok karena kamu juga laki-laki. Plus, dengan

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-23
  • Ceraikan Aku, Mas!   Bab 4. Rana Pingsan

    Keesokan harinya, sejak bangun tidur Rana sudah mengerjakan banyak hal. Mulai dari bebersih kamar hingga masak. Ia mengerjakan semuanya seorang diri dengan rajin dan terampil. Dari dalam kamar, Zayyan mengenakan batik couple yang ia beli khusus hari itu untuk menghadiri acara pernikahan teman Asha. Hari ini ia sengaja mengabaikan Rana karena masih kesal dengan sikap gadis itu yang mengganggu kencannya dengan Asha kemarin. “Hari ini aku akan pergi dengan Asha. Jadi, jangan ganggu aku,” kata Zayyan dingin saat berpapasan dengan Rana di ruang tengah. Rana hanya melirik Zayyan sekilas kemudian bergumam, “Pergilah.” Zayyan mengerutkan alis, karena tak yakin kalau Rana akan benar-benar akan menurutinya. “Camkan perintahku baik-baik karena aku yakin otakmu masih berfungsi,” ucapnya tegas. “Iya, pergi saja.” Zayyan menatap Rana yang berlalu untuk meletakkan keranjang pakaian di laundry room, hingga gadis itu kembali ke ruang tengah. Rana benar-benar tak mengatakan sepatah kata pun

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-23
  • Ceraikan Aku, Mas!   Bab 5. Aku Memilih Menyerah

    “Mas, kamu di mana? Sudah siap?” Suara Asha terdengar riang di ujung telepon saat Zayyan mengangkat panggilan.Zayyan terdiam saat suara Asha masuk ke dalam pendengarannya. Ia tak tahu harus berkata apa kepada Asha, karena dialah yang memberi janji kepada wanita itu untuk datang.“Mas Zayyan?”“Asha, Maaf. Sepertinya aku tidak bisa ke sana, karena Rana tiba-tiba pingsan dan kakaknya menunggui dia di sini. Mungkin lain kali saat ada kesempatan lagi,” jelas Zayyan dengan suara memelas.Perkataan Zayyan itu juga disambut hening, karena Asha juga tak langsung menjawab.Zayyan tahu wanita itu pasti kecewa, terlebih setelah terdengar suara tarikan napas yang samar-samar.“Maaf, ya?” Zayyan memelas, meminta maaf untuk yang kedua kalinya pada Asha. “Tidak perlu minta maaf. Aku bisa mengerti kok. Mungkin nanti aku datang ya? Sekalian menjenguk Rana,” Suara Asha terdengar manis dan merdu, membuat Zayyan semakin merasa bersalah.Zayyan tersenyum meski Asha tak bisa melihatnya. “Hmm. Nanti pulan

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-23
  • Ceraikan Aku, Mas!   Bab 6. Mayat Hidup

    “Loh, kok pulang?” tanya Ambar saat mendapati Rana sudah berdiri di depan pintu rumahnya. “Sendirian? Zayyan nggak ikut?”Rana berhambur memeluk mamanya. “Mama….” Ia terisak di pelukan sang ibu, tubuhnya berguncang hebat.“Kenapa, Sayang? Kok tiba-tiba nangis gini?” Ambar membalas pelukan Rana, mengusap rambut putri bungsunya itu lembut.Rana terisak semakin kencang. Tapi ia tak mengatakan sepatah kata pun.Begitu juga Ambar, ia memilih membiarkan putrinya menumpahkan entah apa yang membuatnya menangis. Sembari tangannya terus membelai rambut dan punggung Rana.Hingga beberapa menit kemudian, suara tangis Rana mereda.Ambar melonggarkan pelukan, membelai wajah Rana lembut, membersihkan sisa-sisa air mata dari wajah cantik putrinya.“Sudah mau cerita?” tanya Ambar pelan.Rana menggeleng. “Mau istirahat,” lirihnya.“Oke.” Ambar berusaha mengerti. “Mama anter ke kamar, ya?”Kini Rana mengangguk, membiarkan mamanya mengantarnya ke kamar.Ambar membaringkan Rana di tempat tidur dan menyeli

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-31
  • Ceraikan Aku, Mas!   Bab 7. Kehilangan

    Zayyan sedang mematut dirinya di depan cermin, bersiap berangkat kerja. Wajahnya terlihat lelah, ia tak bisa tidur nyenyak semalam.Helaan nafas pelan lolos dari bibirnya, menyadari betapa heningnya apartemen ini setelah ditinggal pergi oleh Rana. Tidak ada lagi aroma masakan yang biasanya sudah tercium sepagi ini.Namun Zayyan menggeleng kepalanya cepat, mengenyahkan pikiran dan perasaan bersalah yang terus menghantuinya sejak semalam. Ia harus fokus bekerja hari ini, urusan Rana bisa dipikirkan nanti.Tepat ketika Zayyan menyambar tas kerjanya, pintu apartemennya berbunyi.“Siapa datang jam segini?” gumamnya sambil berjalan menuju pintu. “Apa jangan-jangan Rana pulang?” Ia mempercepat langkah, membuka pintu dengan cepat.Belum juga Zayyan menyadari siapa datang, sebuah tinju melayang menghantam wajahnya.Zayyan yang tidak punya persiapan menyambut serangan, terhuyung mundur dan terjatuh ke lantai.“Ap–”Kalimat Zayyan kembali terbungkam ketika sebuah bogem mentah kembali mendarat di

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-01
  • Ceraikan Aku, Mas!   Bab 8. Amnesia?

    “Aku harus ke rumah sakit,” lirih Zayyan sambil menyandarkan kepalanya ke kemudi mobil.Pada akhirnya ia diusir dari rumah Rana oleh Jagat. Jagat murka, mertuanya itu sama sekali tidak mentolerir perselingkuhan.Dan ketika Zayyan menyetir pulang, kepalanya kembali terasa nyeri. Ia sampai harus menepi agar tidak menabrak, saking nyerinya sakit yang ia rasakan.Zayyan mengemudikan mobilnya ke rumah sakit saat rasa nyeri di kepalanya mulai berkurang. Ia melakukannya tanpa pikir panjang, karena rasa sakit yang mendera kepalanya sudah benar-benar tak tertahankan.“Nggak apa-apa, saya bayar berapapun asal nggak usah pake nunggu,” kata Zayyan pada petugas pendaftaran rumah sakit. Kepalanya sudah terlalu sakit.“Kalau gitu masuk UGD saja, Pak. Nanti bisa dikonsulkan ke spesialis saraf.”“Oke.”Tanpa menunggu apa-apa lagi, Zayyan bergegas ke UGD. Ia berbicara dengan dokter dan perawat yang bertugas, baru kemudian dipersilakan untuk menunggu di atas brankar.Saat menunggu, ia menatap ke langit-

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-02
  • Ceraikan Aku, Mas!   Bab 9. Fakta Masa Lalu

    “Ini… beneran?” tanya Zayyan terbata saat menerima surat gugatan cerai yang diberikan Arga padanya.“Buka aja.”Zayyan membuka amplop cokelat itu dan membaca isinya. Rupanya Rana benar-benar ingin bercerai darinya. Rana bahkan tak segan-segan mencantumkan bahwa Zayyan berselingkuh sebagai alasan untuk menggugat Zayyan.Salah satu alasan yang menguatkan gugatan Rana.Zayyan mengusap wajahnya kasar. “Aku belum bisa menyetujui gugatan ini, Ga.”Arga tampak tak senang. “Kenapa?”“Ada yang harus aku bicarakan denganmu. Kamu ada waktu?”“Soal apa?”“Kita bicara sambil makan siang. Kamu sudah makan?” Zayyan memberi penawaran.Arga tampak berpikir sejenak kemudian mengangguk. “Ya udah ayo, makan di depan aja.”Mereka berdua berjalan beriringan keluar dari rumah sakit, menuju sebuah rumah makan yang berada di depan rumah sakit tempat Arga bekerja.“Jadi mau bicara apa?” tanya Arga setelah mereka memesan makanan.Zayyan memasukkan amplop berisi surat gugatan cerai itu ke dalam tasnya, seolah be

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-02

Bab terbaru

  • Ceraikan Aku, Mas!   Bab 100. Persekongkolan

    Gavin berjalan menyusuri pusat perbelanjaan dengan pikiran masih dipenuhi kemarahan. Insiden di taman beberapa hari lalu membuatnya semakin terobsesi dengan Rana. Ia tidak bisa terima kenyataan bahwa perempuan yang dulu hampir ia miliki sekarang hidup bahagia bersama pria lain—dan bahkan sedang mengandung anaknya.Tanpa sadar, langkah kaki Gavin membawanya ke sebuah kafe. Saat ia hendak memesan kopi, seseorang yang tak asing baginya berdiri di antrean yang sama."Asha?" panggilnya dengan ragu.Wanita berambut panjang dengan gaun elegan itu menoleh. Mata cokelatnya membesar saat melihat siapa yang baru saja menyebut namanya."Gavin?" Asha mengerutkan kening. "Kamu ngapain di sini?"Gavin menyeringai. "Aku tinggal di Jakarta sekarang. Jadi... ya, menikmati hidup. Sambil cari pekerjaan yang cocok."Asha menatap pria itu dengan penuh selidik. "Aku dengar kamu baru keluar dari penjara."Gavin tertawa kecil, tetapi ada nada sinis di baliknya. "Berita menyebar cepat, ya?"Asha menyilangkan t

  • Ceraikan Aku, Mas!   Bab 99. Pindah Rumah

    Keesokan harinya, Zayyan tidak menunda lebih lama lagi. Setelah insiden semalam, ia tahu bahwa mereka tidak bisa tinggal di apartemen itu lebih lama. Keamanan apartemen pun tidak cukup untuk melindungi Rana dan bayi mereka dari Gavin yang jelas semakin nekat.“Kita pindah ke rumah orang tuaku,” kata Zayyan tegas saat mereka bersiap untuk berkemas.Rana menatap suaminya dengan ragu. “Tapi rumah itu kan sudah lama kosong, Mas. Apa nggak terlalu berisiko?”“Aku sudah menghubungi orang untuk membersihkannya sejak tadi pagi. Kita bisa langsung pindah besok.” Zayyan meraih tangan Rana dan menggenggamnya erat. “Di sana lebih aman, Sayang. Lingkungannya lebih tenang, lebih privat, dan nggak ada orang asing yang bisa masuk begitu saja.”Rana menggigit bibirnya. Jujur, ia memang masih merasa trauma. Gavin semakin gila, dan ia tak ingin terus hidup dalam ketakutan. “Baiklah… Kita pindah.”Maka pagi itu, setelah sarapan bersama, Rana dan Zayyan mulai membereskan barang-barang mereka untuk pindaha

  • Ceraikan Aku, Mas!   Bab 98. Teror Mengerikan

    Keesokan paginya, Rana dan Zayyan duduk di ruang tamu dengan secangkir kopi yang sudah mendingin. Mata mereka sembab karena kurang tidur. Petugas keamanan apartemen datang setelah Zayyan melapor, tapi seperti dugaan, Gavin sudah kabur sebelum bisa tertangkap. Tidak ada CCTV yang mengarah langsung ke balkon mereka, jadi tidak ada bukti konkret yang bisa diberikan ke polisi.“Aku nggak akan biarkan dia terus-terusan mengancammu.” Zayyan mengusap wajahnya dengan frustasi. “Aku akan urus ini. Kita harus keluar dari apartemen ini.”Rana menatap suaminya, hatinya berdebar. “Kita pindah?”Zayyan mengangguk. “Aku nggak bisa tidur dengan tenang kalau tahu bajingan itu ada di dekat kita.”Rana menghela napas panjang, lalu mengangguk setuju. “Baiklah. Aku juga nggak mau terus-terusan merasa takut.”Namun, sebelum mereka sempat membahas lebih lanjut, suara ketukan keras di pintu mengejutkan mereka. Zayyan segera bangkit dan berjalan ke arah pintu. Ia mengintip melalui lubang pintu dan wajahnya la

  • Ceraikan Aku, Mas!   Bab 97. Ancaman Serius

    Rana masih duduk di meja makan, mencoba menenangkan perutnya yang masih sedikit mual. Ia tak menyadari bahwa seseorang tadi menguping dari luar.Beberapa saat kemudian, pintu apartemen terbuka, dan Zayyan masuk dengan kantong belanja di tangannya."Kamu baik-baik aja?" tanyanya begitu melihat wajah pucat Rana.Rana tersenyum lemah. "Barusan mual lagi, tapi sekarang udah mendingan."Zayyan langsung mendekat, menaruh belanjaannya sembarangan di atas meja, lalu berjongkok di depan Rana. Tangannya terulur, mengusap perut istrinya dengan penuh kasih. "Harusnya aku nggak ninggalin kamu sendirian tadi."Rana terkekeh. "Hei, aku baik-baik aja, kok. Jangan terlalu khawatir."Tapi Zayyan tetap menatapnya dengan serius. "Mulai sekarang, kalau ada apa-apa, langsung kasih tahu aku, ya?"Rana mengangguk dan menenangkan suaminya dengan kecupan di pipi. Mereka berdua tidak menyadari bahwa di unit apartemen seberang, seseorang sedang tersenyum miring sambil mengaduk kopi di hadapannya.***Beberapa Ha

  • Ceraikan Aku, Mas!   Bab 96. Perkelahian di Taman

    Hari Minggu. Rana menikmati udara pagi yang segar sambil berjalan santai di taman dekat apartemen mereka. Sesekali ia memperhatikan Zayyan yang sedang joging, bergerak semakin jauh meninggalkannya. Sesekali juga, Zayyan menoleh ke belakang, memastikan sang istri baik-baik saja. Ia melambaikan tangan, yang dibalas lambaian tangan pula oleh Rana. Plus senyum manis terbaik. Rana terus berjalan santai, hatinya terasa hangat dan penuh. Dan tepat ketika ia hendak berbelok menuju jalur yang lebih teduh, suara yang sangat tidak ingin ia dengar tiba-tiba menyapa. "Pagi yang indah, kan?" Rana menegang seketika. Ia menoleh dan mendapati Gavin berjalan santai di sampingnya, senyuman licik tersungging di wajahnya. "Apa maumu, Gavin?" Rana mempercepat langkah, berharap bisa segera menyusul Zayyan. "Tidak ada. Aku hanya ingin ngobrol. Masa nggak boleh? Kita dulu pernah dekat, kan?" Gavin tetap mengikuti langkahnya, membuat Rana semakin gelisah. "Kita nggak pernah dekat," sahut Rana tajam. "T

  • Ceraikan Aku, Mas!   Bab 95. Rana Pingsan

    Satu bulan kemudian. Rana sedang menjelaskan materi di depan kelas ketika kepalanya tiba-tiba terasa berat. Pandangannya sedikit berkunang-kunang, dan tubuhnya terasa lemas. Ia berusaha tetap fokus, tetapi rasa pusing yang semakin menjadi membuatnya tidak bisa berkonsentrasi. "Baik, untuk pertemuan hari ini cukup sampai di sini dulu. Saya ingin kalian membuat ringkasan dari materi kita hari ini dan dikumpulkan minggu depan," ucapnya, mencoba menyembunyikan rasa tidak nyamannya. Mahasiswa tampak bingung karena kelas berakhir lebih cepat dari biasanya, tetapi mereka tidak banyak bertanya dan mulai merapikan barang mereka. Rana menghela napas, berharap rasa pusingnya berkurang setelah ia duduk sebentar di kursinya. Namun, baru saja ia melangkah keluar dari ruang kelas, tubuhnya tiba-tiba kehilangan keseimbangan. Dunia di sekelilingnya terasa berputar, dan dalam hitungan detik, semuanya menjadi gelap. "Bu Rana!" Beberapa mahasiswa yang masih berada di dekatnya langsung bergegas mena

  • Ceraikan Aku, Mas!   Bab 94. Aku Mau Punya Anak

    Sesampainya di rumah sakit, Rana dan Zayyan langsung disambut dengan senyuman lelah tapi bahagia dari Anya yang sedang berbaring di ranjang rumah sakit, menggendong bayi kecilnya yang tertidur pulas. Sementara itu, Arga berdiri di sampingnya, tampak siap siaga meskipun wajahnya terlihat kurang tidur."Selamat ya, Kak!" Rana langsung menghampiri kakak dan kakak iparnya, menatap keponakannya dengan tatapan penuh kagum. "Ya ampun, dia kecil banget... tapi gemesin!"Zayyan ikut mencondongkan tubuhnya untuk melihat bayi itu lebih dekat. "Wah, calon atlet nih, lihat tuh tangannya, kuat banget!"Arga tertawa sambil mengusap kepala putranya. "Iya, pas lahir langsung menggenggam jari aku erat banget. Mungkin dia bakal jadi petinju."Mereka semua tertawa. Rana kemudian duduk di tepi ranjang, mendekati Anya. "Gimana rasanya jadi ibu, Kak?"Anya mendesah lelah, tapi senyum di wajahnya tak pernah pudar. "Luar biasa, capek banget, tapi saat lihat bayi kecil ini, rasanya semua terbayar."Ambar juga

  • Ceraikan Aku, Mas!   Bab 93. Kebetulan Tak Terduga

    Setelah memastikan bahwa Anya mendapatkan perawatan yang baik di rumah sakit, Rana dan Zayyan akhirnya berpamitan kepada keluarga. Mereka masih lelah setelah perjalanan panjang dari Lombok, dan tubuh mereka menuntut istirahat.Dalam perjalanan pulang, Rana menyandarkan kepalanya di bahu Zayyan. “Hari yang panjang, ya, Mas?” gumamnya lelah.Zayyan tersenyum kecil, mengusap punggungnya dengan lembut. “Banget. Tapi senang juga, sih. Nggak nyangka kita pulang-pulang langsung ada kejadian besar kayak gini.”Begitu sampai di apartemen, mereka langsung berganti pakaian dan bersiap tidur. Rana mengenakan piyama tipis, sementara Zayyan hanya mengenakan celana tidur tanpa kaus. Mereka merebahkan diri di ranjang dengan tubuh yang terasa remuk, tapi hati mereka terasa penuh.Rana menatap langit-langit sambil menghela napas lega. “Kira-kira kita kapan ya, kayak Kak Anya?”Zayyan yang tadinya hampir terlelap langsung membuka mata dan menoleh ke Rana. “Maksudnya?”Rana memutar tubuhnya, berbaring mi

  • Ceraikan Aku, Mas!   Bab 92. Pulang

    Malam harinya, Zayyan sengaja mengajak Rana untuk makan malam di luar agar suasana hati Rana membaik setelah kejadian saat snorkeling tadi.Sepasang pengantin baru itu berjalan beriringan menuju restoran tepi pantai yang dipesan Zayyan. Angin malam berhembus lembut, membawa aroma laut dan suara deburan ombak yang menenangkan. Rana menggenggam tangan Zayyan erat, merasa lebih tenang setelah kejadian tadi siang.Namun, ketenangan itu langsung buyar ketika mereka baru saja memasuki restoran.Di sudut ruangan, duduk seorang pria yang tak asing lagi—Gavin.Mata Rana dan Gavin bertemu sejenak. Senyum licik tersungging di wajah pria itu, seolah kejadian siang tadi tidak pernah terjadi.Zayyan langsung menggenggam tangan Rana lebih erat. “Kita pergi dari sini,” bisiknya, sudah bersiap untuk membatalkan reservasi.Rana menelan ludah, menatap wajah suaminya yang terlihat penuh kekhawatiran. Ia tahu Zayyan hanya ingin melindunginya, tapi kali ini… ia tidak ingin lari.“Tidak.” Rana menarik napas

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status