Home / Romansa / Ceraikan Aku, Mas! / Bab 3. Sekutu Rana

Share

Bab 3. Sekutu Rana

Author: hasfindafmufid
last update Last Updated: 2024-10-30 16:52:41

“Jadi, kita mau ke mana hari ini?” tanya Zayyan setelah menjemput Asha di rumahnya.

Ya, pada akhirnya Zayyan berhasil minta izin untuk pulang pada mertuanya dengan alasan akan menyiapkan bahan ajar perkuliahan.

Ia mengancam akan tetap pulang sendiri meski Rana menolak untuk ikut. Tindakan itu akhirnya membuat Rana terpaksa mengalah.

Dia pun ikut bersama Zayyan untuk kembali ke apartemen mereka hanya untuk ditinggalkan sendirian karena Zayyan kembali pergi dengan Asha.

“Aku ingin mencari hadiah untuk temanku yang akan menikah besok. Aku tidak enak kalau hanya memberi hadiah biasa. Jadi, sepertinya aku akan memberikannya hadiah yang spesial,” jelas Asha sambil tersenyum manis.

“Oh, begitu?” Zayyan balas tersenyum dan mulai menyetir membelah jalanan ibukota. “Tapi, aku tidak terlalu mengerti hadiah yang bagus untuk perempuan.”

“Siapa bilang yang menikah itu teman cewekku? Dia laki-laki, Mas. Aku butuh pendapat kamu untuk memilih hadiah yang cocok karena kamu juga laki-laki. Plus, dengan begitu aku punya alasan untuk bertemu kamu.” Asha tertawa manja di ujung kalimatnya.

Namun, Zayyan terlalu fokus pada kalimat awal Asha. “Laki-laki?” Ia mengernyit. “Yang nikah teman pria kamu?”

“Iya. Kenapa?”

“Kamu sepertinya punya banyak teman pria, ya?” tanya Zayyan sedikit ketus. 

Asha tertawa pelan saat ia bisa merasakan kecemburuan Zayyan. Tangannya terulur, mengusap paha Zayyan dengan gerakan menggoda.

“Jangan cemburu begitu, Mas. Tujuan utamaku itu hanya agar ada alasan untuk pergi dengan kamu kok. Atau… kamu juga ingin ikut aku ke kondangan? Biar kamu tidak khawatir kalau aku akan dekat-dekat pria lain?”

Sentuhan lembut dan suara manis Asha berhasil membuat Zayyan meleleh. Senyumnya telah kembali. “Jam berapa?”

“Jam dua siang. Kamu tidak ada acara kan?”

“Tidak. Hari Minggu mana ada acara?”

“Ya, siapa tahu, kan?”

Zayyan tersenyum dan menggenggam tangan Asha yang masih ada di pahanya. “Kalaupun ada acara , aku akan mengosongkannya demi kamu.”

Senyum di wajah Asha semakin mengembang lebar. Tangan mereka masih saling menggenggam hingga Zayyan mengemudikan mobilnya masuk ke parkiran basement sebuah mall.

“Apa yang mau kamu cari duluan?” tanya Zayyan saat membukakan pintu untuk Asha.

“Menurut kamu apa, Mas? Baju, jam tangan, sepatu, atau?”

Sepasang pria dan wanita itu berjalan masuk ke dalam mall sambil bergandengan tangan dan mengobrol.

“Dia punya hobi apa? Atau mungkin punya kesukaan?” tanya Zayyan.

“Setahuku dia suka minum kopi.”

Zayyan mengangguk-angguk, berpikir sejenak. “Kalau budget-mu cukup, kamu bisa membelikan dia mesin kopi.”

Mata Asha berbinar seketika. “Wah, benar juga!  Kamu memang selalu bisa diandalkan.” Asha meremas tangan Zayyan lembut, membuat Zayyan tersenyum senang.

Mereka berkeliling mall, mencari mesin kopi yang bagus dan sesuai dengan budget Asha. Hingga akhirnya mereka mendapat mesin kopi dengan harga dan kualitas yang sesuai dengan kriteria mereka.

Sikap Zayyan pada Asha dan Rana memang seperti langit dan bumi. Ia bisa bersikap manis dan hangat pada Asha, tapi dingin dan ketus pada Rana. 

***

Di sisi lain, Rana sibuk mengutak-atik ponselnya sambil menunggu Ambar membayar belanjaan di kasir. Hatinya terasa dicubit kecil saat melihat unggahan i*******m story Asha yang memperlihatkan kebersamaannya dengan Zayyan.

Asha membagikan momen bersama Zayyan mulai dari di dalam mobil saat mereka berpegangan tangan dan saat Zayyan dengan antusias dan senyum lebar menjelaskan pada Asha soal mesin kopi yang akan mereka beli.

Rana tersenyum miris dalam hati. Ia ingin Zayyan juga berekspresi seperti itu padanya. Bukan pada Asha.

“Kapan kamu bisa senyum selebar itu di depanku, Mas?” gumamnya sendu.

Jemari Rana terus bergulir di atas ponsel, melihat satu persatu unggahan Asha di media sosialnya. Sampai akhirnya ia mengernyit saat mendapati sebuah unggahan Asha saat mereka duduk berdua di sebuah restoran ramen.

Rana mengenal restoran itu.

Maka ia buru-buru menghampiri Ambar dan menarik tangannya dengan antusias. 

“Ma, ayo makan ramen. Aku tahu resto ramen yang enak di sekitar sini!” ucap Rana pada Ambar yang baru saja menyelesaikan transaksi.

Ambar menghela nafas pelan dan mengangguk. Ia pasrah karena tahu sifat Rana yang akan mengejar apa yang ia mau sampai dapat. 

 “Ya sudah, ayo.”

Rana lalu menggamit lengan mamanya dan berjalan bersisian menuju lift untuk naik ke lantai lima, tempat restoran ramen yang dimaksud Rana berada.

Begitu mereka memasuki restoran, Rana mengembangkan senyum setelah matanya menangkap sosok yang amat ia kenal.

Ya, Rana tahu kalau Zayyan dan Asha ada di sini melalui I*******m story Asha beberapa menit lalu.

Rana juga mengajak mamanya jalan-jalan ke mall karena tahu kalau Zayyan dan Asha sedang berada di mall. 

Boleh dibilang, Rana stalking akun i*******m Asha untuk mengetahui ke mana mereka pergi hari ini. Tindakan itu ia lakukan, karena tahu kebiasaan Asha yang suka pamer apa saja di akun media sosialnya.

Kedatangan Rana dan Ambar membuat Zayyan yang sedang mengobrol dengan Asha langsung menegakkan punggung.

“Loh, pantes Rana mengajak Mama ke sini. Ternyata, ada suaminya toh?” Ambar tersenyum ramah kepada Zayyan meski menantunya itu kini melempar senyum kikuk untuk menyambutnya. 

Namun, senyum Ambar langsung hilang saat melihat Asha. “Kenapa kamu makan berdua dengan perempuan lain, Zayyan?”

“Dia Asha, teman sesama dosen di kampus, Ma. Rana juga kenal.” kata Zayyan berusaha terdengar tenang.

Ia sengaja mengangkat fakta bahwa Rana mengenal Asha agar ia tak terkesan seperti sedang selingkuh di belakang Rana.

Asha lalu berdiri dan menyalami Ambar sopan sambil melirik Rana yang kini tersenyum jumawa. “Asha, Tante.”

Ambar memicingkan mata curiga. “Rana, kamu duduk di sebelah suamimu,” perintahnya kemudian.

Senyum penuh kemenangan Rana semakin melebar saat ia berjalan memutar dan duduk di sebelah Zayyan, sementara Ambar duduk di sebelah Asha. 

Wanita itu sendiri menggeser duduknya untuk menjauh, karena merasa canggung luar biasa.

“Rana tahu kalau kamu pergi dengan dia?” tanya Ambar pada Zayyan.

“Dia tahu, Ma.”

Bohong. 

Zayyan sama sekali tidak pernah memberi tahu Rana ke mana dia akan pergi. Apalagi saat pergi bersama Asha. 

Namun, Rana memilih untuk diam karena dia ingin melihat sejauh mana Zayyan berbohong.

“Lain kali kalau kamu ingin pergi dengan perempuan lain, maka jak juga istrimu. Kamu harus tahu caranya menjaga perasaan Rana sebagai istri kamu, Zayyan.” Ambar memberi petuah.

“Tadi saya ingin mengajak Rana, tapi dia sedang mengerjakan skripsi, Ma.” elak Zayyan.

“Ohya?” Ambar curiga. “Dia kosong kok, sekarang bahkan ia mengajak mama ke sini.”

“Kamu baru saja selesai mengerjakan skripsi,” Zayyan menoleh ke arah Rana. “Iya kan?”

Rana tersenyum manis, menatap Zayyan sambil berpangku tangan. “Aku hari ini santai, Kok,” tuturnya semanis madu.

Rahang Zayyan mengetat. Ia tak menyangka Rana akan merespons begitu. Seolah menyudutkannya dan membeberkan kebohongannya. 

“Yaudah, tidak apa-apa. Nanti kamu pulang dengan Rana, biar temanmu pulang duluan naik taksi.” kata Ambar sembari menatap Asha dengan tajam.

Zayyan ingin menolak, tapi akan menjadi pertanyaan besar jika ia bersikeras pulang dengan Asha. 

“Saya tidak enak kalau dia pulang sendiri, Ma. Biar saya antar Asha pulang bersama dengan Rana,” jelas Zayyan berusaha terdengar tidak terlalu ngotot.

“Tidak bisa.” Ambar menoleh pada Asha. “Sebagai perempuan, masa kamu nyaman pergi dengan suami orang?”

Asha terhenyak sekilas, kemudian tersenyum kikuk. “Tidak, Tante.”

“Nah, kalau begitu naik taksi saja, ya? Punya ongkosnya kan? Saya pikir gaji dosen tidak rendah banget sampai harus diantar jemput oleh suami orang”.

“T-tentu punya, Tante.”

Ambar menoleh lagi pada Zayyan. “Nah, beres kan?”

Zayyan mengangguk dan menghela nafas pasrah sebelum kemudian mengirim pesan kepada Rana untuk bertemu di toilet.

“Ma, saya ke toilet sebentar” pamit Zayyan tiba-tiba.

“Oh, iya iya.” Ambar mempersilakan. Ia mulai sibuk memilih menu.

“Ma, pesenin Rana ramen kari pedas, ya? Rana juga ingin ke toilet.”

Rana langsung kabur setelah mendapat anggukan singkat dari mamanya, menyusul Zayyan yang sudah menunggunya di lorong toilet satu menit lalu.

“Kamu pikir itu lucu?” desis Zayyan murka begitu Rana berdiri di hadapannya. 

Gigi-gigi Zayyan bergemeletuk saking kuatnya ia mengatupkan rahang, menahan gejolak amarahnya pada Rana. 

“Jangan ganggu hubunganku dengan Asha.”

Rana tertawa manis sebagai jawaban.

“Sayangnya, cinta itu tidak hanya buta, tapi juga tuli. Jadi, aku tidak dengar apa yang kamu bicarakan barusan,” ucapnya.

“Lagipula, aku tidak salah karena istrimu adalah aku. Bukan Asha,” sambung Rana lagi sebelum pergi ke dalam toilet.

Related chapters

  • Ceraikan Aku, Mas!   Bab 4. Rana Pingsan

    Keesokan harinya, sejak bangun tidur Rana sudah mengerjakan banyak hal. Mulai dari bebersih kamar hingga masak. Ia mengerjakan semuanya seorang diri dengan rajin dan terampil. Dari dalam kamar, Zayyan mengenakan batik couple yang ia beli khusus hari itu untuk menghadiri acara pernikahan teman Asha. Hari ini ia sengaja mengabaikan Rana karena masih kesal dengan sikap gadis itu yang mengganggu kencannya dengan Asha kemarin. “Hari ini aku akan pergi dengan Asha. Jadi, jangan ganggu aku,” kata Zayyan dingin saat berpapasan dengan Rana di ruang tengah. Rana hanya melirik Zayyan sekilas kemudian bergumam, “Pergilah.” Zayyan mengerutkan alis, karena tak yakin kalau Rana akan benar-benar akan menurutinya. “Camkan perintahku baik-baik karena aku yakin otakmu masih berfungsi,” ucapnya tegas. “Iya, pergi saja.” Zayyan menatap Rana yang berlalu untuk meletakkan keranjang pakaian di laundry room, hingga gadis itu kembali ke ruang tengah. Rana benar-benar tak mengatakan sepatah kata pun

  • Ceraikan Aku, Mas!   Bab 5. Aku Memilih Menyerah

    “Mas, kamu di mana? Sudah siap?” Suara Asha terdengar riang di ujung telepon saat Zayyan mengangkat panggilan.Zayyan terdiam saat suara Asha masuk ke dalam pendengarannya. Ia tak tahu harus berkata apa kepada Asha, karena dialah yang memberi janji kepada wanita itu untuk datang.“Mas Zayyan?”“Asha, Maaf. Sepertinya aku tidak bisa ke sana, karena Rana tiba-tiba pingsan dan kakaknya menunggui dia di sini. Mungkin lain kali saat ada kesempatan lagi,” jelas Zayyan dengan suara memelas.Perkataan Zayyan itu juga disambut hening, karena Asha juga tak langsung menjawab.Zayyan tahu wanita itu pasti kecewa, terlebih setelah terdengar suara tarikan napas yang samar-samar.“Maaf, ya?” Zayyan memelas, meminta maaf untuk yang kedua kalinya pada Asha. “Tidak perlu minta maaf. Aku bisa mengerti kok. Mungkin nanti aku datang ya? Sekalian menjenguk Rana,” Suara Asha terdengar manis dan merdu, membuat Zayyan semakin merasa bersalah.Zayyan tersenyum meski Asha tak bisa melihatnya. “Hmm. Nanti pulan

  • Ceraikan Aku, Mas!   Bab 6. Mayat Hidup

    “Loh, kok pulang?” tanya Ambar saat mendapati Rana sudah berdiri di depan pintu rumahnya. “Sendirian? Zayyan nggak ikut?”Rana berhambur memeluk mamanya. “Mama….” Ia terisak di pelukan sang ibu, tubuhnya berguncang hebat.“Kenapa, Sayang? Kok tiba-tiba nangis gini?” Ambar membalas pelukan Rana, mengusap rambut putri bungsunya itu lembut.Rana terisak semakin kencang. Tapi ia tak mengatakan sepatah kata pun.Begitu juga Ambar, ia memilih membiarkan putrinya menumpahkan entah apa yang membuatnya menangis. Sembari tangannya terus membelai rambut dan punggung Rana.Hingga beberapa menit kemudian, suara tangis Rana mereda.Ambar melonggarkan pelukan, membelai wajah Rana lembut, membersihkan sisa-sisa air mata dari wajah cantik putrinya.“Sudah mau cerita?” tanya Ambar pelan.Rana menggeleng. “Mau istirahat,” lirihnya.“Oke.” Ambar berusaha mengerti. “Mama anter ke kamar, ya?”Kini Rana mengangguk, membiarkan mamanya mengantarnya ke kamar.Ambar membaringkan Rana di tempat tidur dan menyeli

  • Ceraikan Aku, Mas!   Bab 7. Kehilangan

    Zayyan sedang mematut dirinya di depan cermin, bersiap berangkat kerja. Wajahnya terlihat lelah, ia tak bisa tidur nyenyak semalam.Helaan nafas pelan lolos dari bibirnya, menyadari betapa heningnya apartemen ini setelah ditinggal pergi oleh Rana. Tidak ada lagi aroma masakan yang biasanya sudah tercium sepagi ini.Namun Zayyan menggeleng kepalanya cepat, mengenyahkan pikiran dan perasaan bersalah yang terus menghantuinya sejak semalam. Ia harus fokus bekerja hari ini, urusan Rana bisa dipikirkan nanti.Tepat ketika Zayyan menyambar tas kerjanya, pintu apartemennya berbunyi.“Siapa datang jam segini?” gumamnya sambil berjalan menuju pintu. “Apa jangan-jangan Rana pulang?” Ia mempercepat langkah, membuka pintu dengan cepat.Belum juga Zayyan menyadari siapa datang, sebuah tinju melayang menghantam wajahnya.Zayyan yang tidak punya persiapan menyambut serangan, terhuyung mundur dan terjatuh ke lantai.“Ap–”Kalimat Zayyan kembali terbungkam ketika sebuah bogem mentah kembali mendarat di

  • Ceraikan Aku, Mas!   Bab 8. Amnesia?

    “Aku harus ke rumah sakit,” lirih Zayyan sambil menyandarkan kepalanya ke kemudi mobil.Pada akhirnya ia diusir dari rumah Rana oleh Jagat. Jagat murka, mertuanya itu sama sekali tidak mentolerir perselingkuhan.Dan ketika Zayyan menyetir pulang, kepalanya kembali terasa nyeri. Ia sampai harus menepi agar tidak menabrak, saking nyerinya sakit yang ia rasakan.Zayyan mengemudikan mobilnya ke rumah sakit saat rasa nyeri di kepalanya mulai berkurang. Ia melakukannya tanpa pikir panjang, karena rasa sakit yang mendera kepalanya sudah benar-benar tak tertahankan.“Nggak apa-apa, saya bayar berapapun asal nggak usah pake nunggu,” kata Zayyan pada petugas pendaftaran rumah sakit. Kepalanya sudah terlalu sakit.“Kalau gitu masuk UGD saja, Pak. Nanti bisa dikonsulkan ke spesialis saraf.”“Oke.”Tanpa menunggu apa-apa lagi, Zayyan bergegas ke UGD. Ia berbicara dengan dokter dan perawat yang bertugas, baru kemudian dipersilakan untuk menunggu di atas brankar.Saat menunggu, ia menatap ke langit-

  • Ceraikan Aku, Mas!   Bab 9. Fakta Masa Lalu

    “Ini… beneran?” tanya Zayyan terbata saat menerima surat gugatan cerai yang diberikan Arga padanya.“Buka aja.”Zayyan membuka amplop cokelat itu dan membaca isinya. Rupanya Rana benar-benar ingin bercerai darinya. Rana bahkan tak segan-segan mencantumkan bahwa Zayyan berselingkuh sebagai alasan untuk menggugat Zayyan.Salah satu alasan yang menguatkan gugatan Rana.Zayyan mengusap wajahnya kasar. “Aku belum bisa menyetujui gugatan ini, Ga.”Arga tampak tak senang. “Kenapa?”“Ada yang harus aku bicarakan denganmu. Kamu ada waktu?”“Soal apa?”“Kita bicara sambil makan siang. Kamu sudah makan?” Zayyan memberi penawaran.Arga tampak berpikir sejenak kemudian mengangguk. “Ya udah ayo, makan di depan aja.”Mereka berdua berjalan beriringan keluar dari rumah sakit, menuju sebuah rumah makan yang berada di depan rumah sakit tempat Arga bekerja.“Jadi mau bicara apa?” tanya Arga setelah mereka memesan makanan.Zayyan memasukkan amplop berisi surat gugatan cerai itu ke dalam tasnya, seolah be

  • Ceraikan Aku, Mas!   Bab 10. Rayuan Asha

    “Mas, aku telepon kamu dari tadi tapi nggak diangkat sama sekali. Kamu dari mana?” Asha sudah menunggu di depan apartemen Zayyan saat pria itu pulang ke rumah dengan wajah lesu dan hati yang begitu berat.Zayyan menatap Asha sekilas. Perbuatannya dan Asha beberapa hari lalu kembali berkelebat, tatapan terluka Rana padanya, membuat pundak Zayyan semakin berat rasanya.“Aku habis dari rumah sakit,” Zayyan menjawab pendek sambil membuka pintu apartemennya, masuk ke dalam.Asha segera mengekor, wajahnya tampak khawatir. “Kamu sakit, Mas? Sakit apa?”Zayyan tak langsung menjawab. Ia berjalan ke dapur, meneguk air mineral untuk sedikit memperbaiki suasana hatinya.“Kamu sakit? Sudah beberapa hari ini kamu ke kampus cuma ngajar terus langsung pulang. Kamu baik-baik aja, Mas?” Asha menatap Zayyan khawatir, tangannya terulur, mengusap lengan Zayyan lembut.Zayyan mengusap wajahnya, menyingkir ke ruang tengah. Menghempaskan tubuhnya di sana.Asha mengekor, duduk di sebelah Zayyan. Tangannya kem

  • Ceraikan Aku, Mas!   Bab 11. Permohonan Zayyan

    “Sha, kamu ke sini naik apa?”Asha mengernyit saat tiba-tiba Zayyan mengganti topik pembicaraan. “Aku naik taksi, kenapa?”“Aku antar pulang, ya?” Zayyan menawarkan.“Kenapa? Kamu nggak mau kita menghabiskan waktu berdua? Waktu itu kita kan juga nggak jadi melanjutkan?” tanya Asha, merujuk pada kejadian mereka bercumbu mesra yang dipergoki oleh Rana itu.Zayyan menggeleng tegas. “Nggak ada yang perlu kita lanjutkan, Sha. Aku menginginkan pernikahan ini, jadi seharusnya sebagai wanita yang baik kamu nggak mengusik rumah tanggaku.”Air mata Asha kembali meleleh. “Sekarang menyalahkan aku? Kamu mencampakkan aku setelah apa yang kita lakukan bersama? Kamu juga yang setuju untuk tetap berhubungan denganku, Mas,” lirihnya pilu.“Aku bukan mencampakkanmu, Sha. Sejak awal kita memang salah. Harusnya setelah menikah dengan Rana, aku memutus hubungan denganmu. Tapi aku justru mempermainkan pernikahanku.”“Karena itu ceraikan Rana, Mas. Ayo kita bangun hidup kita berdua.” Asha memohon, memelas d

Latest chapter

  • Ceraikan Aku, Mas!   Bab 34. Terbongkar

    Satu hari sebelum pernikahan Zayyan dan Asha.Zayyan gelisah bukan main. Ini hari Sabtu, tapi seharian ini ia hanya berdiam diri di rumah. Pesan-pesan Asha tidak ada yang ia balas sejak tadi pagi. Dan ia justru terus-menerus membuka pesan-pesan terakhirnya dengan Rana.Dan Zayyan kembali menyadari betapa dingin dan kejamnya ia pada mantan istrinya itu.Pria itu sedang duduk di sofa, sofa yang sama yang menjadi saksi atas betapa bejat dirinya saat itu. Ia menyerah saat Asha menggodanya terus-menerus. Tanpa peduli bahwa istri sahnya sedang terbaring pingsan di dalam kamar.Zayyan meremas rambutnya sendiri. Kesal bukan main pada dirinya sendiri karena melakukan hal bodoh itu.Seharusnya, meski ia tak menyukai Rana waktu itu, ia

  • Ceraikan Aku, Mas!   Bab 33. Pergi

    Rana mengurung diri seharian penuh. Ambar dan Arga sudah berusaha untuk membujuknya membuka pintu, tapi Rana bergeming. Pintu kamar Rana tetap tertutup rapat hingga matahari tergelincir ke arah barat.“Ran, kamu belum makan dari pagi loh.” Ambar berusaha membujuk lagi.Tak ada jawaban dari dalam kamar.Arga juga berdiri di depan pintu kamar Rana, berusaha membujuk adik semata wayangnya itu.Namun tak ada satupun dari mereka yang berhasil membuat Rana membuka pintu.Sampai akhirnya, Jagat pulang ke rumah dan menghampiri mereka. “Kenapa Rana?” tanyanya dengan kerutan di dahi.Arga dan Ambar saling pandang. “Sejak pulang dari kampus tadi dia masuk kamar dan nggak keluar-keluar lagi.” Ambar mengadu.Kernyitan di dahi Jagat tampak semakin dalam. “Coba minggir.”Arga dan Ambar menurut dan segera menyingkir, memberi ruang pada Jagat untuk mengetuk pintu kamar putrinya.“Rana? Ini Papa. Kamu bisa keluar sebenta

  • Ceraikan Aku, Mas!   Bab 32. Menyiram Garam Pada Luka

    “Kamu bilang sama Rana kalau kamu hamil?” tanya Zayyan begitu ia dan Asha duduk di dalam mobil menuju rumah sakit tempat papa Asha dirawat.“Iya.” Asha menyahut pendek sambil mengetatkan rahang.“Buat apa?” balas Zayyan tajam, wajahnya merengut tak suka.“Biar dia tahu kalau sekarang kamu sudah punya aku, Mas.”Zayyan mencengkram kemudi amat erat hingga buku-buku jarinya memutih. “Untung Rana berbaik hati nggak menyebarkan gosip kalau dosennya hamil di luar nikah,” desisnya sinis.Asha tertegun mendengar nada bicara dan kalimat Zayyan. “Kenapa kamu jadi nyalahin aku?”“Ya jelas nyalahin kamu. Apa gunanya kamu ngasih tahu Rana soal itu? Mau bikin dia cemburu? Mau bikin dia makin sakit hati padahal aku sudah cukup bikin hati dia hancur? Atau kamu sengaja biar dia makin benci sama aku?” Zayyan meradang, suaranya naik satu oktaf.Asha mengernyit bingung. “Aku cuma mau dia tahu fakta itu supaya nggak ganggu kamu lagi.”

  • Ceraikan Aku, Mas!   Bab 31. Kita Sudah Selesai

    Jika biasanya ujian skripsi hanya memakan waktu satu jam, hari ini Rana baru keluar dari ruang ujian skripsi satu setengah jam kemudian.“Gimana, gimana?” tanya Tiya heboh yang mengerti soal hubungan Asha dan Rana.“Aman.” Rana menjawab dengan senyum masam.“Kamu dibantai, ya?” Tiya bertanya hati-hati.“Udah ah, yang penting lulus,” kata Rana sambil menggamit lengan Tiya dan mengajaknya pergi.Benar, Rana memang lulus. Tapi jika umumnya mahasiswa lain lulus dengan nilai A atau B, Asha memberi Rana nilai B-. Ini menyakitkan bagi Rana mengingat ia berusaha keras untuk skripsi ini. Bahkan ketika ia masih menjadi istri Zayyan, Rana tak pernah menyepelekan skripsinya.Tapi hanya karena masalah pribadi, Asha tega memberi Rana nilai kecil.Tiya dan Rana berjalan bersisian menuju lift. Namun langkah mereka terhenti ketika pintu lift terbuka, lalu Zayyan keluar dari sana.Rana dan Zayyan bertatapan, mereka memb

  • Ceraikan Aku, Mas!   Bab 30. Kebetulan Yang Gila

    Zayyan menghentikan langkahnya begitu melihat Rana menahan wajah Gavin. Ia juga bisa melihat Rana mengucapkan kata maaf. Bagi Zayyan, itu sudah cukup untuk menerbitkan sebuah senyum di bibirnya. Zayyan segera berbalik. Dadanya yang terasa panas dan sesak perlahan-lahan menjadi lega. Kenyataan bahwa Rana menolak Gavin membuat Zayyan senang bukan kepalang. Tanpa menunggu kelanjutan dari adegan Rana dan Gavin, Zayyan segera pergi dari sana sebelum mereka memergokinya. Sementara di dekat mobil Gavin, Rana kembali meminta maaf. “Maaf, Vin.” Gavin tersenyum, mengangkat kepala Rana yang tertunduk. “Aku yang minta maaf. Aku terlalu terburu-buru, ya?” Rana menarik nafas panjang, berusaha meredakan jantungnya yang berdebar. Ia belum pernah berciuman sebelumnya dan juga, ia tak tahu apakah hatinya sudah siap menerima cinta baru. “Aku janji aku bakal pelan-pelan, Ran.” Gavin

  • Ceraikan Aku, Mas!   Bab 29. Berdebar

    “Sejak kapan kamu pacaran?” Rana langsung menginterogasi Tiya begitu mereka duduk di warung bubur ayam langganan Gavin.Tiya nyengir kuda, memasang tampang tak bersalah. “Aku baru jadian seminggu lalu sih.”“Oh, itu makanya kamu jarang kelihatan? Ternyata sibuk pacaran.” Rana melempar tatapan tajam, pura-pura kesal.Tawa renyah Tiya mengudara. “Ya, harap maklum dong, nanti kalau kamu pacaran sama Gavin juga bakal begitu.”“Uhuk! Uhuk!” Rana langsung terbatuk mendengar ucapan Tiya yang ceplas-ceplos.Dengan sigap, Gavin menawarkan botol air mineral yang sudah dibuka tutupnya. “Pelan-pelan, Ran. Minum dulu.”Rana mengambil air mineral itu, meneguknya cepat. Sementara Gavin mengusap punggungnya lembut, membantu menenangkannya.Melihat gestur Gavin yang penuh perhatian, Tiya langsung menyambar. “Tuh, lihat, dia udah seperhatian itu, masa kamu nggak mau ngasih dia kesempatan?”“Perhatian ap–” Kalimat Rana terhen

  • Ceraikan Aku, Mas!   Bab 28. Double Date

    Rana meletakkan bunga pemberian Gavin di atas meja. Ingatan tentang apa yang terjadi di kafe es krim tadi kembali berputar-putar di benak Rana, membuatnya gundah.Ia duduk di tepi ranjang, jemarinya saling meremas gelisah.Tiba-tiba ponselnya berdering pendek, ada pesan dari Gavin.“Aku sudah sampai rumah, makasih buat hari ini.” Begitu isi pesannya.Rana hanya menghela nafas pendek dan membiarkan pesan itu tak berbalas.“Apa aku siap buka hati lagi?” lirih Rana sambil menatap setangkai bunga mawar merah yang teronggok di atas meja.Kamar tidur Rana itu hening, pemiliknya sedang larut dalam lamunan.Sampai akhirnya ponselnya kembali berdering. Gavin menelepon.Sekali lagi, ia menghembuskan nafas gundah. Ia ingin mengabaikan telepon itu, tapi mengingat hari ini Gavin sudah sangat baik padanya, rasanya tidak sopan jika mengabaikannya begitu saja.“Halo?” sapa Rana begitu ia menempelkan ponsel ke telinga.

  • Ceraikan Aku, Mas!   Bab 27. Happy Valentine

    “Maafkan Papa.” Pria paruh baya itu berkata lirih pada Asha yang duduk di samping bed pasien.Kondisi papa Asha sudah cukup stabil, namun separuh tubuhnya masih kesulitan bergerak. Termasuk separuh bagian bibirnya, sehingga ia juga hanya bisa bicara sepotong-sepotong.Asha menggeleng mendengar kalimat papanya. “Papa nggak salah apa-apa. Jangan minta maaf, Pa.”Pria itu hanya menghela nafas panjang. Ia ingin bicara lebih banyak, tapi kondisinya yang sulit untuk membuka mulut menghalangi banyaknya kalimat yang ingin ia ucapkan.Zayyan berdiri dan menghampiri Asha. “Sha, ayo ngobrol di luar sebentar,” ucapnya lirih.Asha menoleh pada Zayyan sekilas, kemudian mengangguk.“Ya sudah, Papa istirahat dulu aja. Kalau ada apa-apa, pencet ini ya, Pa? Aku keluar sebentar sama mas Zayyan,” jelas Asha sambil memberikan sebuah tombol yang bisa dipencet untuk memanggil perawat.Papa Asha hanya mengangguk kecil kemudian mengambil tombol itu dari tangan Asha.Asha dan

  • Ceraikan Aku, Mas!   Bab 26. Keraguan Zayyan

    “Karena jujur, saya… memang punya sedikit ketertarikan sama Rana.” Gavin melanjutkan. Sudah kepalang tanggung, jadi jujur saja. Begitu pikirnya.Kepalan tangan Jagat tampak semakin mengerat, buku-buku jarinya sampai memutih saking eratnya ia mengepalkan tangan.“Tidak. Kamu belum mendapat izinku!” Jagat mendesis kesal. Bayangan Rana kembali disakiti oleh laki-laki membuat insting melindungi dalam diri Jagat berkobar.Gavin mengangguk paham. Sekarang ia semakin yakin bahwa gosip soal Rana pernah menjadi istri Zayyan lalu bercerai itu benar adanya.Ya, karena selama ini hanya Tiya yang tahu fakta itu. Zayyan sendiri yang meminta Rana untuk tidak membocorkan soal pernikahan mereka di kamp

DMCA.com Protection Status