Home / Romansa / Ceraikan Aku, Mas! / Bab 3. Sekutu Rana

Share

Bab 3. Sekutu Rana

last update Last Updated: 2024-10-23 11:20:47

“Jadi, kita mau ke mana hari ini?” tanya Zayyan setelah menjemput Asha di rumahnya.

Ya, pada akhirnya Zayyan berhasil minta izin untuk pulang pada mertuanya dengan alasan akan menyiapkan bahan ajar perkuliahan.

Ia mengancam akan tetap pulang sendiri meski Rana menolak untuk ikut. Tindakan itu akhirnya membuat Rana terpaksa mengalah.

Dia pun ikut bersama Zayyan untuk kembali ke apartemen mereka hanya untuk ditinggalkan sendirian karena Zayyan kembali pergi dengan Asha.

“Aku ingin mencari hadiah untuk temanku yang akan menikah besok. Aku tidak enak kalau hanya memberi hadiah biasa. Jadi, sepertinya aku akan memberikannya hadiah yang spesial,” jelas Asha sambil tersenyum manis.

“Oh, begitu?” Zayyan balas tersenyum dan mulai menyetir membelah jalanan ibukota. “Tapi, aku tidak terlalu mengerti hadiah yang bagus untuk perempuan.”

“Siapa bilang yang menikah itu teman cewekku? Dia laki-laki, Mas. Aku butuh pendapat kamu untuk memilih hadiah yang cocok karena kamu juga laki-laki. Plus, dengan begitu aku punya alasan untuk bertemu kamu.” Asha tertawa manja di ujung kalimatnya.

Namun, Zayyan terlalu fokus pada kalimat awal Asha. “Laki-laki?” Ia mengernyit. “Yang nikah teman pria kamu?”

“Iya. Kenapa?”

“Kamu sepertinya punya banyak teman pria, ya?” tanya Zayyan sedikit ketus. 

Asha tertawa pelan saat ia bisa merasakan kecemburuan Zayyan. Tangannya terulur, mengusap paha Zayyan dengan gerakan menggoda.

“Jangan cemburu begitu, Mas. Tujuan utamaku itu hanya agar ada alasan untuk pergi dengan kamu kok. Atau… kamu juga ingin ikut aku ke kondangan? Biar kamu tidak khawatir kalau aku akan dekat-dekat pria lain?”

Sentuhan lembut dan suara manis Asha berhasil membuat Zayyan meleleh. Senyumnya telah kembali. “Jam berapa?”

“Jam dua siang. Kamu tidak ada acara kan?”

“Tidak. Hari Minggu mana ada acara?”

“Ya, siapa tahu, kan?”

Zayyan tersenyum dan menggenggam tangan Asha yang masih ada di pahanya. “Kalaupun ada acara , aku akan mengosongkannya demi kamu.”

Senyum di wajah Asha semakin mengembang lebar. Tangan mereka masih saling menggenggam hingga Zayyan mengemudikan mobilnya masuk ke parkiran basement sebuah mall.

“Apa yang mau kamu cari duluan?” tanya Zayyan saat membukakan pintu untuk Asha.

“Menurut kamu apa, Mas? Baju, jam tangan, sepatu, atau?”

Sepasang pria dan wanita itu berjalan masuk ke dalam mall sambil bergandengan tangan dan mengobrol.

“Dia punya hobi apa? Atau mungkin punya kesukaan?” tanya Zayyan.

“Setahuku dia suka minum kopi.”

Zayyan mengangguk-angguk, berpikir sejenak. “Kalau budget-mu cukup, kamu bisa membelikan dia mesin kopi.”

Mata Asha berbinar seketika. “Wah, benar juga!  Kamu memang selalu bisa diandalkan.” Asha meremas tangan Zayyan lembut, membuat Zayyan tersenyum senang.

Mereka berkeliling mall, mencari mesin kopi yang bagus dan sesuai dengan budget Asha. Hingga akhirnya mereka mendapat mesin kopi dengan harga dan kualitas yang sesuai dengan kriteria mereka.

Sikap Zayyan pada Asha dan Rana memang seperti langit dan bumi. Ia bisa bersikap manis dan hangat pada Asha, tapi dingin dan ketus pada Rana. 

***

Di sisi lain, Rana sibuk mengutak-atik ponselnya sambil menunggu Ambar membayar belanjaan di kasir. Hatinya terasa dicubit kecil saat melihat unggahan i*******m story Asha yang memperlihatkan kebersamaannya dengan Zayyan.

Asha membagikan momen bersama Zayyan mulai dari di dalam mobil saat mereka berpegangan tangan dan saat Zayyan dengan antusias dan senyum lebar menjelaskan pada Asha soal mesin kopi yang akan mereka beli.

Rana tersenyum miris dalam hati. Ia ingin Zayyan juga berekspresi seperti itu padanya. Bukan pada Asha.

“Kapan kamu bisa senyum selebar itu di depanku, Mas?” gumamnya sendu.

Jemari Rana terus bergulir di atas ponsel, melihat satu persatu unggahan Asha di media sosialnya. Sampai akhirnya ia mengernyit saat mendapati sebuah unggahan Asha saat mereka duduk berdua di sebuah restoran ramen.

Rana mengenal restoran itu.

Maka ia buru-buru menghampiri Ambar dan menarik tangannya dengan antusias. 

“Ma, ayo makan ramen. Aku tahu resto ramen yang enak di sekitar sini!” ucap Rana pada Ambar yang baru saja menyelesaikan transaksi.

Ambar menghela nafas pelan dan mengangguk. Ia pasrah karena tahu sifat Rana yang akan mengejar apa yang ia mau sampai dapat. 

 “Ya sudah, ayo.”

Rana lalu menggamit lengan mamanya dan berjalan bersisian menuju lift untuk naik ke lantai lima, tempat restoran ramen yang dimaksud Rana berada.

Begitu mereka memasuki restoran, Rana mengembangkan senyum setelah matanya menangkap sosok yang amat ia kenal.

Ya, Rana tahu kalau Zayyan dan Asha ada di sini melalui I*******m story Asha beberapa menit lalu.

Rana juga mengajak mamanya jalan-jalan ke mall karena tahu kalau Zayyan dan Asha sedang berada di mall. 

Boleh dibilang, Rana stalking akun i*******m Asha untuk mengetahui ke mana mereka pergi hari ini. Tindakan itu ia lakukan, karena tahu kebiasaan Asha yang suka pamer apa saja di akun media sosialnya.

Kedatangan Rana dan Ambar membuat Zayyan yang sedang mengobrol dengan Asha langsung menegakkan punggung.

“Loh, pantes Rana mengajak Mama ke sini. Ternyata, ada suaminya toh?” Ambar tersenyum ramah kepada Zayyan meski menantunya itu kini melempar senyum kikuk untuk menyambutnya. 

Namun, senyum Ambar langsung hilang saat melihat Asha. “Kenapa kamu makan berdua dengan perempuan lain, Zayyan?”

“Dia Asha, teman sesama dosen di kampus, Ma. Rana juga kenal.” kata Zayyan berusaha terdengar tenang.

Ia sengaja mengangkat fakta bahwa Rana mengenal Asha agar ia tak terkesan seperti sedang selingkuh di belakang Rana.

Asha lalu berdiri dan menyalami Ambar sopan sambil melirik Rana yang kini tersenyum jumawa. “Asha, Tante.”

Ambar memicingkan mata curiga. “Rana, kamu duduk di sebelah suamimu,” perintahnya kemudian.

Senyum penuh kemenangan Rana semakin melebar saat ia berjalan memutar dan duduk di sebelah Zayyan, sementara Ambar duduk di sebelah Asha. 

Wanita itu sendiri menggeser duduknya untuk menjauh, karena merasa canggung luar biasa.

“Rana tahu kalau kamu pergi dengan dia?” tanya Ambar pada Zayyan.

“Dia tahu, Ma.”

Bohong. 

Zayyan sama sekali tidak pernah memberi tahu Rana ke mana dia akan pergi. Apalagi saat pergi bersama Asha. 

Namun, Rana memilih untuk diam karena dia ingin melihat sejauh mana Zayyan berbohong.

“Lain kali kalau kamu ingin pergi dengan perempuan lain, maka jak juga istrimu. Kamu harus tahu caranya menjaga perasaan Rana sebagai istri kamu, Zayyan.” Ambar memberi petuah.

“Tadi saya ingin mengajak Rana, tapi dia sedang mengerjakan skripsi, Ma.” elak Zayyan.

“Ohya?” Ambar curiga. “Dia kosong kok, sekarang bahkan ia mengajak mama ke sini.”

“Kamu baru saja selesai mengerjakan skripsi,” Zayyan menoleh ke arah Rana. “Iya kan?”

Rana tersenyum manis, menatap Zayyan sambil berpangku tangan. “Aku hari ini santai, Kok,” tuturnya semanis madu.

Rahang Zayyan mengetat. Ia tak menyangka Rana akan merespons begitu. Seolah menyudutkannya dan membeberkan kebohongannya. 

“Yaudah, tidak apa-apa. Nanti kamu pulang dengan Rana, biar temanmu pulang duluan naik taksi.” kata Ambar sembari menatap Asha dengan tajam.

Zayyan ingin menolak, tapi akan menjadi pertanyaan besar jika ia bersikeras pulang dengan Asha. 

“Saya tidak enak kalau dia pulang sendiri, Ma. Biar saya antar Asha pulang bersama dengan Rana,” jelas Zayyan berusaha terdengar tidak terlalu ngotot.

“Tidak bisa.” Ambar menoleh pada Asha. “Sebagai perempuan, masa kamu nyaman pergi dengan suami orang?”

Asha terhenyak sekilas, kemudian tersenyum kikuk. “Tidak, Tante.”

“Nah, kalau begitu naik taksi saja, ya? Punya ongkosnya kan? Saya pikir gaji dosen tidak rendah banget sampai harus diantar jemput oleh suami orang”.

“T-tentu punya, Tante.”

Ambar menoleh lagi pada Zayyan. “Nah, beres kan?”

Zayyan mengangguk dan menghela nafas pasrah sebelum kemudian mengirim pesan kepada Rana untuk bertemu di toilet.

“Ma, saya ke toilet sebentar” pamit Zayyan tiba-tiba.

“Oh, iya iya.” Ambar mempersilakan. Ia mulai sibuk memilih menu.

“Ma, pesenin Rana ramen kari pedas, ya? Rana juga ingin ke toilet.”

Rana langsung kabur setelah mendapat anggukan singkat dari mamanya, menyusul Zayyan yang sudah menunggunya di lorong toilet satu menit lalu.

“Kamu pikir itu lucu?” desis Zayyan murka begitu Rana berdiri di hadapannya. 

Gigi-gigi Zayyan bergemeletuk saking kuatnya ia mengatupkan rahang, menahan gejolak amarahnya pada Rana. 

“Jangan ganggu hubunganku dengan Asha.”

Rana tertawa manis sebagai jawaban.

“Sayangnya, cinta itu tidak hanya buta, tapi juga tuli. Jadi, aku tidak dengar apa yang kamu bicarakan barusan,” ucapnya.

“Lagipula, aku tidak salah karena istrimu adalah aku. Bukan Asha,” sambung Rana lagi sebelum pergi ke dalam toilet.

Related chapters

  • Ceraikan Aku, Mas!   Bab 4. Rana Pingsan

    Keesokan harinya, sejak bangun tidur Rana sudah mengerjakan banyak hal. Mulai dari bebersih kamar hingga masak. Ia mengerjakan semuanya seorang diri dengan rajin dan terampil. Dari dalam kamar, Zayyan mengenakan batik couple yang ia beli khusus hari itu untuk menghadiri acara pernikahan teman Asha. Hari ini ia sengaja mengabaikan Rana karena masih kesal dengan sikap gadis itu yang mengganggu kencannya dengan Asha kemarin. “Hari ini aku akan pergi dengan Asha. Jadi, jangan ganggu aku,” kata Zayyan dingin saat berpapasan dengan Rana di ruang tengah. Rana hanya melirik Zayyan sekilas kemudian bergumam, “Pergilah.” Zayyan mengerutkan alis, karena tak yakin kalau Rana akan benar-benar akan menurutinya. “Camkan perintahku baik-baik karena aku yakin otakmu masih berfungsi,” ucapnya tegas. “Iya, pergi saja.” Zayyan menatap Rana yang berlalu untuk meletakkan keranjang pakaian di laundry room, hingga gadis itu kembali ke ruang tengah. Rana benar-benar tak mengatakan sepatah kata pun

    Last Updated : 2024-10-23
  • Ceraikan Aku, Mas!   Bab 5. Aku Memilih Menyerah

    “Mas, kamu di mana? Sudah siap?” Suara Asha terdengar riang di ujung telepon saat Zayyan mengangkat panggilan.Zayyan terdiam saat suara Asha masuk ke dalam pendengarannya. Ia tak tahu harus berkata apa kepada Asha, karena dialah yang memberi janji kepada wanita itu untuk datang.“Mas Zayyan?”“Asha, Maaf. Sepertinya aku tidak bisa ke sana, karena Rana tiba-tiba pingsan dan kakaknya menunggui dia di sini. Mungkin lain kali saat ada kesempatan lagi,” jelas Zayyan dengan suara memelas.Perkataan Zayyan itu juga disambut hening, karena Asha juga tak langsung menjawab.Zayyan tahu wanita itu pasti kecewa, terlebih setelah terdengar suara tarikan napas yang samar-samar.“Maaf, ya?” Zayyan memelas, meminta maaf untuk yang kedua kalinya pada Asha. “Tidak perlu minta maaf. Aku bisa mengerti kok. Mungkin nanti aku datang ya? Sekalian menjenguk Rana,” Suara Asha terdengar manis dan merdu, membuat Zayyan semakin merasa bersalah.Zayyan tersenyum meski Asha tak bisa melihatnya. “Hmm. Nanti pulan

    Last Updated : 2024-10-23
  • Ceraikan Aku, Mas!   Bab 6. Mayat Hidup

    “Loh, kok pulang?” tanya Ambar saat mendapati Rana sudah berdiri di depan pintu rumahnya. “Sendirian? Zayyan nggak ikut?”Rana berhambur memeluk mamanya. “Mama….” Ia terisak di pelukan sang ibu, tubuhnya berguncang hebat.“Kenapa, Sayang? Kok tiba-tiba nangis gini?” Ambar membalas pelukan Rana, mengusap rambut putri bungsunya itu lembut.Rana terisak semakin kencang. Tapi ia tak mengatakan sepatah kata pun.Begitu juga Ambar, ia memilih membiarkan putrinya menumpahkan entah apa yang membuatnya menangis. Sembari tangannya terus membelai rambut dan punggung Rana.Hingga beberapa menit kemudian, suara tangis Rana mereda.Ambar melonggarkan pelukan, membelai wajah Rana lembut, membersihkan sisa-sisa air mata dari wajah cantik putrinya.“Sudah mau cerita?” tanya Ambar pelan.Rana menggeleng. “Mau istirahat,” lirihnya.“Oke.” Ambar berusaha mengerti. “Mama anter ke kamar, ya?”Kini Rana mengangguk, membiarkan mamanya mengantarnya ke kamar.Ambar membaringkan Rana di tempat tidur dan menyeli

    Last Updated : 2024-10-31
  • Ceraikan Aku, Mas!   Bab 7. Kehilangan

    Zayyan sedang mematut dirinya di depan cermin, bersiap berangkat kerja. Wajahnya terlihat lelah, ia tak bisa tidur nyenyak semalam.Helaan nafas pelan lolos dari bibirnya, menyadari betapa heningnya apartemen ini setelah ditinggal pergi oleh Rana. Tidak ada lagi aroma masakan yang biasanya sudah tercium sepagi ini.Namun Zayyan menggeleng kepalanya cepat, mengenyahkan pikiran dan perasaan bersalah yang terus menghantuinya sejak semalam. Ia harus fokus bekerja hari ini, urusan Rana bisa dipikirkan nanti.Tepat ketika Zayyan menyambar tas kerjanya, pintu apartemennya berbunyi.“Siapa datang jam segini?” gumamnya sambil berjalan menuju pintu. “Apa jangan-jangan Rana pulang?” Ia mempercepat langkah, membuka pintu dengan cepat.Belum juga Zayyan menyadari siapa datang, sebuah tinju melayang menghantam wajahnya.Zayyan yang tidak punya persiapan menyambut serangan, terhuyung mundur dan terjatuh ke lantai.“Ap–”Kalimat Zayyan kembali terbungkam ketika sebuah bogem mentah kembali mendarat di

    Last Updated : 2024-11-01
  • Ceraikan Aku, Mas!   Bab 8. Amnesia?

    “Aku harus ke rumah sakit,” lirih Zayyan sambil menyandarkan kepalanya ke kemudi mobil.Pada akhirnya ia diusir dari rumah Rana oleh Jagat. Jagat murka, mertuanya itu sama sekali tidak mentolerir perselingkuhan.Dan ketika Zayyan menyetir pulang, kepalanya kembali terasa nyeri. Ia sampai harus menepi agar tidak menabrak, saking nyerinya sakit yang ia rasakan.Zayyan mengemudikan mobilnya ke rumah sakit saat rasa nyeri di kepalanya mulai berkurang. Ia melakukannya tanpa pikir panjang, karena rasa sakit yang mendera kepalanya sudah benar-benar tak tertahankan.“Nggak apa-apa, saya bayar berapapun asal nggak usah pake nunggu,” kata Zayyan pada petugas pendaftaran rumah sakit. Kepalanya sudah terlalu sakit.“Kalau gitu masuk UGD saja, Pak. Nanti bisa dikonsulkan ke spesialis saraf.”“Oke.”Tanpa menunggu apa-apa lagi, Zayyan bergegas ke UGD. Ia berbicara dengan dokter dan perawat yang bertugas, baru kemudian dipersilakan untuk menunggu di atas brankar.Saat menunggu, ia menatap ke langit-

    Last Updated : 2024-11-02
  • Ceraikan Aku, Mas!   Bab 9. Fakta Masa Lalu

    “Ini… beneran?” tanya Zayyan terbata saat menerima surat gugatan cerai yang diberikan Arga padanya.“Buka aja.”Zayyan membuka amplop cokelat itu dan membaca isinya. Rupanya Rana benar-benar ingin bercerai darinya. Rana bahkan tak segan-segan mencantumkan bahwa Zayyan berselingkuh sebagai alasan untuk menggugat Zayyan.Salah satu alasan yang menguatkan gugatan Rana.Zayyan mengusap wajahnya kasar. “Aku belum bisa menyetujui gugatan ini, Ga.”Arga tampak tak senang. “Kenapa?”“Ada yang harus aku bicarakan denganmu. Kamu ada waktu?”“Soal apa?”“Kita bicara sambil makan siang. Kamu sudah makan?” Zayyan memberi penawaran.Arga tampak berpikir sejenak kemudian mengangguk. “Ya udah ayo, makan di depan aja.”Mereka berdua berjalan beriringan keluar dari rumah sakit, menuju sebuah rumah makan yang berada di depan rumah sakit tempat Arga bekerja.“Jadi mau bicara apa?” tanya Arga setelah mereka memesan makanan.Zayyan memasukkan amplop berisi surat gugatan cerai itu ke dalam tasnya, seolah be

    Last Updated : 2024-11-02
  • Ceraikan Aku, Mas!   Bab 10. Rayuan Asha

    “Mas, aku telepon kamu dari tadi tapi nggak diangkat sama sekali. Kamu dari mana?” Asha sudah menunggu di depan apartemen Zayyan saat pria itu pulang ke rumah dengan wajah lesu dan hati yang begitu berat.Zayyan menatap Asha sekilas. Perbuatannya dan Asha beberapa hari lalu kembali berkelebat, tatapan terluka Rana padanya, membuat pundak Zayyan semakin berat rasanya.“Aku habis dari rumah sakit,” Zayyan menjawab pendek sambil membuka pintu apartemennya, masuk ke dalam.Asha segera mengekor, wajahnya tampak khawatir. “Kamu sakit, Mas? Sakit apa?”Zayyan tak langsung menjawab. Ia berjalan ke dapur, meneguk air mineral untuk sedikit memperbaiki suasana hatinya.“Kamu sakit? Sudah beberapa hari ini kamu ke kampus cuma ngajar terus langsung pulang. Kamu baik-baik aja, Mas?” Asha menatap Zayyan khawatir, tangannya terulur, mengusap lengan Zayyan lembut.Zayyan mengusap wajahnya, menyingkir ke ruang tengah. Menghempaskan tubuhnya di sana.Asha mengekor, duduk di sebelah Zayyan. Tangannya kem

    Last Updated : 2024-11-03
  • Ceraikan Aku, Mas!   Bab 11. Permohonan Zayyan

    “Sha, kamu ke sini naik apa?”Asha mengernyit saat tiba-tiba Zayyan mengganti topik pembicaraan. “Aku naik taksi, kenapa?”“Aku antar pulang, ya?” Zayyan menawarkan.“Kenapa? Kamu nggak mau kita menghabiskan waktu berdua? Waktu itu kita kan juga nggak jadi melanjutkan?” tanya Asha, merujuk pada kejadian mereka bercumbu mesra yang dipergoki oleh Rana itu.Zayyan menggeleng tegas. “Nggak ada yang perlu kita lanjutkan, Sha. Aku menginginkan pernikahan ini, jadi seharusnya sebagai wanita yang baik kamu nggak mengusik rumah tanggaku.”Air mata Asha kembali meleleh. “Sekarang menyalahkan aku? Kamu mencampakkan aku setelah apa yang kita lakukan bersama? Kamu juga yang setuju untuk tetap berhubungan denganku, Mas,” lirihnya pilu.“Aku bukan mencampakkanmu, Sha. Sejak awal kita memang salah. Harusnya setelah menikah dengan Rana, aku memutus hubungan denganmu. Tapi aku justru mempermainkan pernikahanku.”“Karena itu ceraikan Rana, Mas. Ayo kita bangun hidup kita berdua.” Asha memohon, memelas d

    Last Updated : 2024-11-03

Latest chapter

  • Ceraikan Aku, Mas!   Bab 66. Kita Mulai Dari Nol

    “Gavin ditangkap kemarin di apartemennya,” ujar Faisal saat kumpul bersama anggota PPI di rumah Ara.“Oh ya? Syukur deh kalau gitu,” seru Vivi lega. Ia memang menjadi salah satu yang paling menunggu-nunggu saat Gavin ditangkap. “Biar tahu rasa. Enak aja main ngasih anak orang obat perangsang.”Rana meringis saat Vivi mengatakan ‘obat perangsang’ tanpa beban. Ia masih selalu ngeri setiap kali mengingat saat Gavin hampir memerkosanya. “Udah ah nggak usah bahas itu lagi. Kita sekarang lagi seneng-seneng, jadi nggak boleh bahas yang sedih-sedih.” Ara menimpaliSetiap bulan, para anggota PPI memang akan berkumpul di rumah Ara. Entah sekedar makan bersama, membahas proyek, atau ada acara tertentu. Dan hari ini, acaranya adalah makan-makan biasa.Masing-masing anggota PPI membawa makanan, lalu mereka akan mengumpulkan semua makanan di tengah-tengah ruangan dan mereka bebas mencicipi makanan punya siapa saja. Semacam potluck.Dan karena Rana masih belum kembali ke apartemennya, jadi ia hanya

  • Ceraikan Aku, Mas!   Bab 65. Lapor Polisi

    “Ka, jangan kasih tahu Papa dulu.” Rana memohon di telepon.Arga terdengar menghembuskan nafas kasar. “Nggak bisa, Ran. Kakak harus bilang sama Papa supaya Papa bantu kasus ini ke polisi. Kamu tahu Papa punya banyak koneksi di kepolisian dan kejaksaan. Papa bisa minta bantuan mereka buat berkomunikasi dengan kepolisian Rotterdam.”Rana menggigit bibir, ia bisa membayangkan bagaimana reaksi papanya saat mengetahui putri bungsunya hampir diperkosa oleh Gavin. Bisa dipastikan, Gavin masih bernyawa saja sudah untung.“Kamu nggak bisa menghalangi kakak buat bilang ke Papa, Ran. Papa berhak tahu.” Arga berkata tegas. “Dan kamu jangan ketemu dia sampai polisi menindaklanjuti kasusmu, oke?”“Iya, Kak. Aku udah tinggal bareng Kak Ara sejak kasus itu. Aku juga selalu bareng Vivi ke kampus dan menghindari kelas yang sama dengan Gavin.” Rana mencoba menjelaskan agar kakaknya tak terlalu khawatir.Arga terdengar menghembuskan nafas berat sekali lagi. “Untungnya kamu masih selamat, Ran.”“Iya, aku

  • Ceraikan Aku, Mas!   Bab 64. Bukti

    “Mas, kamu bicara apa sih?” Asha tersenyum canggung, masih berusaha mengelak.Zayyan mengangkat ponselnya yang sejak tadi ia genggam dan menyalakan rekaman audio yang ia ambil saat Asha bertelepon dengan Gavin tadi. “Sebaiknya kamu mengaku sekarang sebelum aku berikan rekaman audio ini ke bagian akademik,” ancam Zayyan.“Mas, aku mohon jangan.” Asha berusaha mengambil ponsel Zayyan, tapi gerakan Zayyan jelas jauh lebih cepat.“Kalau kamu mau karirmu sebagai dosen masih aman, sekarang mengakulah, Sha. Aku sudah punya dua alasan kuat untuk menghancurkan karirmu. Sebelum aku benar-benar melakukannya, sebaiknya kamu menurut padaku,” ucap Zayyan tegas, tanpa kompromi.“A-apa maksud kamu, Mas? Kamu nggak mungkin benar-benar akan melapor–”“Aku serius, Asha!” Zayyan mendesis. “Pertama, soal kebohonganmu yang berpura-pura mengandung anakku. Dan sekarang, kamu menjadi dalang dari kasus upaya pemerkosaan. Kamu nggak layak jadi seorang dosen, Asha.”Tatapan Asha berubah horor. “Mas, aku mohon j

  • Ceraikan Aku, Mas!   Bab 63. Kamu Dalangnya?

    “Maaf karena nggak dengerin peringatan kamu.” Rana berkata pelan. “Dan makasih karena sudah berusaha menyelamatkan aku kamu jauh banget di sana.”Zayyan menatap layar ponselnya dengan senyum tipis. Dadanya terasa ngilu saat melihat wajah Rana yang pucat dengan lingkaran hitam di sekitar matanya. Gadis itu pasti tidak bisa tidur.“Padahal kamu nggak perlu repot-repot mikirin aku, Mas. Kita udah nggak punya hubungan apa-apa.” Rana tertunduk, tak berani menatap Zayyan.“Aku nggak peduli meski kita nggak punya hubungan apa-apa. Aku nggak akan membiarkan kamu mengalami kesulitan, Ran.” Zayyan berkata lembut.Di tempat Rana masih siang, semenara di Jakarta sudah mulai gelap.“Aku bener-bener makasih, Mas.” Rana akhirnya mendongak, menatap Zayyan dengan mata berkaca-kaca. “Kalau bukan karena kamu, pasti sekarang aku sudah … aku pasti sud–”“Sshh … Ran, sudah. Jangan diingat.” Zayyan menegur dengan nada lembut, menatap Rana prihatin. “Sekarang kamu aman, oke? Kamu aman. Kamu di rumah Ara, kan

  • Ceraikan Aku, Mas!   Bab 62. Berkat Zayyan

    “Ran, kamu nggak apa-apa?” Vivi, tetangga apartemen Rana datang keesokan harinya. “Aku udah denger dari Kak Ara, temen-temen PPI juga sudah pada tahu jadi sekarang mereka pasti bakal bantu jauhin kamu dari Gavin.”“Temen-temen PPI tahu?” Rana membulatkan matanya. Ia menghela nafas pelan, merasa malu.Vivi menangkap gestur itu dan menggengam tangan Rana lembut. “Ran, kamu korban. Harusnya yang merasa malu itu si Gavin brengsek itu, bukan kamu.”“Tapi tetep aja, Vi. Itu memalukan.” Rana tersenyum sendu.Vivi memeluk Rana erat. “Tenang aja, jangan malu, ya? Temen-temen PPI nggak akan meledek kamu. Mereka justru prihatin dan mau bantuin kamu menjauhi Gavin. Dia sudah keterlaluan, Ran. Masa mencekoki kamu dengan obat perangsang?”Rana membalaskan pelukan Vivi erat, ia selalu bergetar ketakutan saat teringat kejadian itu. Ia tak pernah menyangka Gavin akan melakukan hal seperti itu padanya.“Aku jijik sama diriku sendiri, Vi. Aku … dipegang-pegang begitu….” Rana tak berhasil menyelesaikan k

  • Ceraikan Aku, Mas!   Bab 61. Pemerkosaan (?)

    Gavin tak menjawab dan langsung menerkam Rana. Kali ini ia jadi semakin brutal.“Nggak usah sok suci kamu, Ran. Si Zayyan itu pasti sudah pernah mencicipi tubuhmu kan? Nah, apa bedanya kalau aku juga merasakannya? Sekarang aku pacarmu kan?”Rana mulai menitikkan air mata ketika tubuh Gavin kembali menindihnya hingga ia kesulitan bergerak. Cengkraman tangan Gavin di pergelangan tangan Rana mencengkram sangat kuat hingga membuatnya meringis menahan sakit.Rana sudah melakukan segala cara untuk bebas dari laki-laki ini, tapi tubuhnya yang semakin kehilangan kendali karena obat perangsang yang dimasukkan Gavin ke dalam cokelat itu membuat usaha Rana untuk lepas semakin berkurang.Saat Rana mulai merasa putus asa, sebuah ketukan di pintu terdengar. Namun Gavin tak memedulikannya.Ia terus menyerang Rana, menciumi gadis itu meski Rana terus meronta.Namun ketukan di pintu juga semakin kencang dan datang berkali-kali.“Gavin, buka pintunya! Aku tahu kamu ada di dalam!” Suara seorang wanita t

  • Ceraikan Aku, Mas!   Bab 60. Obat Perangsang

    “Kenapa, Ran?” tanya Gavin sambil memegangi kedua bahu Rana.Rana menggelengkan kepalanya, berusaha tetap sadar sepenuhnya. Namun kepalanya terasa berat dan tubuhnya terus memanas.“Aku harus pulang,” ucap rana sambil berdiri. Namun tubuhnya langsung oleng.Beruntung, Gavin sigap menangkapnya. “Mau ke mana, Ran?” Ia melingkarkan lengannya di pinggang Rana, mendekapnya erat.“Mau pulang, Vin. Kayaknya aku nggak enak badan. Biarin aku pulang.” Rana berusaha meronta di pelukan Gavin, tapi dekapan lengan Gavin sangat erat hingga membuatnya tak bisa melepaskan diri.“Ini udah malem, Ran. Kamu kayaknya nggak akan bisa jalan pulang. Udah, istirahat di sini aja,” kata Gavin persuasif.Rana menggeleng. Di tengah-tengah usahanya untuk tetap sadar, ia kembali teringat kalimat Zayyan.“Berhati-hatilah pada Gavin, Ran. Jangan berduaan dengannya terutama di apartemennya.”“Aku harus pulang, Vin.” Rana meronta-ronta, berusaha melepaskan diri.Tapi sekali lagi, cengkraman Gavin di tubuh Rana begitu e

  • Ceraikan Aku, Mas!   Bab 59. Hati-hati, Ran

    “Berhati-hatilah pada Gavin, Ran.” Begitu kalimat pertama Zayyan ketika Rana bertanya soal apa maksud pesan Zayyan di kartu ucapan itu.“Memangnya Gavin bilang apa, Mas?” tanya Rana dengan wajah mengernyit.“Aku nggak tahu kamu akan percaya atau enggak kalau aku beri tahu kamu, tapi aku berharap kamu nggak pernah membiarkan Gavin berduaan denganmu di apartemennya sendiri atau di hotel, atau di apartemenmu. Pokoknya jangan berduaan sama Gavin.”Kernyitan di antara kedua alis Rana tampak semakin kentara. “Aku dan Gavin pacaran, Mas. Sudah sewajarnya kami sering menghabiskan waktu berdua. Kamu nggak bisa mengatur-atur hidup aku, Mas!”Terdengar helaan nafas Zayyan di ujung telepon. “Aku tahu kamu nggak akan percaya padaku.” Suaranya terdengar sendu. “Karena itu aku memilih buat berhenti mengirimkan bunga untukmu. Tapi kamu harus ingat, Ran, aku melakukannya karena aku nggak mau Gavin berbuat macam-macam denganmu.”Rana mulai kehilangan kesabaran. Ia mengetatkan rahangnya saking kesalnya

  • Ceraikan Aku, Mas!   Bab 58. Bunga Terakhir

    “Jangan berani-berani kamu melakukan itu, Gavin!” Zayyan juga menghardik murka. Bayangan Gavin menyentuh Rana dengan tidak senonoh membuat darah Zayyan mendidih.Gavin tertawa seperti iblis. “Atau apa?” tantangnya. “Kamu tidak bisa melakukan apapun, Zay. Kamu jauh di Indonesia sana, sementara aku di sini menjadi kekasih Rana. Cepat atau lambat, aku akan menidurinya.”“Jangan berani-berani kamu menyentuh Rana seujung kuku pun, Gavin!” Zayyan berteriak murka, darahnya mendidih hingga ke ubun-ubun.Tawa Gavin kembali terdengar. “Teruslah berteriak, Zay. Tidak akan ada yang mendengarmu.”“Aku serius, Gavin!”“Aku juga serius, Zayyan. Berhenti mengirim bunga untuk Rana, atau aku akan benar-benar meniduri Rana dan mengirimkan videonya padamu.”Tanpa menunggu respons dari Zayyan, Gavin segera menutup sambungan telepon dan kembali ke apartemen Rana.“Gimana?” sambut Rana begitu Gavin masuk.Senyum manis Gavin mengembang, hilang sudah aura mengancam yang tadi mengelilingi dirinya saat ia bicar

DMCA.com Protection Status