“Sha, kamu ke sini naik apa?”Asha mengernyit saat tiba-tiba Zayyan mengganti topik pembicaraan. “Aku naik taksi, kenapa?”“Aku antar pulang, ya?” Zayyan menawarkan.“Kenapa? Kamu nggak mau kita menghabiskan waktu berdua? Waktu itu kita kan juga nggak jadi melanjutkan?” tanya Asha, merujuk pada kejadian mereka bercumbu mesra yang dipergoki oleh Rana itu.Zayyan menggeleng tegas. “Nggak ada yang perlu kita lanjutkan, Sha. Aku menginginkan pernikahan ini, jadi seharusnya sebagai wanita yang baik kamu nggak mengusik rumah tanggaku.”Air mata Asha kembali meleleh. “Sekarang menyalahkan aku? Kamu mencampakkan aku setelah apa yang kita lakukan bersama? Kamu juga yang setuju untuk tetap berhubungan denganku, Mas,” lirihnya pilu.“Aku bukan mencampakkanmu, Sha. Sejak awal kita memang salah. Harusnya setelah menikah dengan Rana, aku memutus hubungan denganmu. Tapi aku justru mempermainkan pernikahanku.”“Karena itu ceraikan Rana, Mas. Ayo kita bangun hidup kita berdua.” Asha memohon, memelas d
Rana buru-buru naik ke atas. Tapi ternyata, gerakan Rana ini terlihat dan terdengar oleh Zayyan.“Rana! Rana, tunggu! Ayo kita bicara!” Ia berseru lantang, nyaris menerobos Ambar yang menghalangi pintu.“Jangan jadi nggak sopan kamu, Zayyan!” hardik Ambar keras.Rana terus berlari masuk ke dalam kamar, menghilang di balik pintu.“Ma, tolong, Ma. Biarkan saya bicara sama Rana. Besok saya harus ke Malang, saya harus bertemu Rana malam ini.” Zayyan memohon, memelas di hadapan ibu mertuanya.Ambar menggeleng kuat. “Aku tidak akan pernah membiarkanmu bertemu dengan putriku. Sekarang pulang, Zayyan, tidak ada gunanya kamu di sini.”“Ma, saya mohon. Saya tahu saya salah, karena itu saya
Beberapa menit kemudian, Zayyan tampak membaik.Asha kembali membawa makanan dan minuman. “Minum dulu, Mas,” katanya lembut dan manis.Zayyan berusaha duduk, bersandar di headboard kasur dan menerima botol air yang sudah dibuka tutupnya.Ia meneguknya beberapa tegukan.“Makan dulu, ya? Habis itu minum obat. Udah aku pesenkan obat sakit kepala.” Asha duduk di tepi ranjang, membuka bungkusan makanan .“Kita di mana?”“Aku pesenkan kamar di penginapan terdekat dari alun-alun, Mas. Kamu kelihatan kesakitan banget tadi. Sekarang ayo makan dulu,” ucap Asha sambil menyodorkan sesendok nasi.Zayyan menatap Asha sekilas. “Kita balik ke villa aja. Aku sudah merasa jauh lebih baik.”“Eh, tunggu, Mas.” Asha menahan gerakan Zayyan yang hendak bangkit dari posisi duduknya. “Setidaknya habiskan ini dulu,” imbuhnya sambil menunjuk bungkus makanan yang sudah terlanjur ia buka.Zayyan terdiam sejenak, menimbang. Kemudian ia mengan
“Apa yang kita lakukan?” Zayyan menatap Asha tak percaya saat ia terbangun keesokan paginya dan mendapati dirinya tidur tanpa busana dengan Asha.“Mas, kamu lupa?” Asha memasang wajah sendu. “Kita… kita… mel–”“Berhenti.” Zayyan mengangkat tangan. Ia menatap Asha yang tubuhnya terbalut selimut. Zayyan menggeleng tegas. “Kita nggak mungkin melakukan itu kan?”Asha menghela nafas pendek. “Kita melakukannya, Mas. Kamu yang memulainya, aku tidak bisa menahanmu, Mas.”“Nggak mungkin. Nggak mungkin.” Zayyan berseru marah.“Tapi kita benar-benar melakukannya, Mas.” Asha mengulurkan tangan, hendak menyentuh Asha, namun segera ditepis oleh Zayyan.“Jangan sentuh aku dulu, Sha. Jangan.” Zayyan menatap Asha ngeri.Ia segera turun dari kasur dan memakai kembali pakaiannya. Kemudian kembali terduduk di tepi ranjang, membelakangi Asha.Melihat pemandangan itu, Asha segera mendekat dan memeluk Zayyan dari belakang.
“Rana?” Zayyan mematung di tempatnya berdiri begitu melihat Rana ada di apartemennya.Ia nyaris tak bisa berkata-kata saking bahagianya. Namun begitu menyadari apa yang Rana lakukan, dada Zayyan mendadak terasa seperti ditusuk sembilu.Rana sedang mengemasi barang-barangnya. Ada dua pria yang keluar masuk apartemen Zayyan sejak tadi. Mereka adalah dari agen pindah rumah yang dipanggil Rana untuk membantunya.“Rana, apa-apaan ini?” Zayyan berusaha menghentikan Rana yang sedang mengangkat kardus.Rana tak menggubris dan terus berjalan. Bahkan sama sekali tak melihat ke arah Zayyan.“Rana, tunggu!” Zayyan meraih pergelangan tangan Rana, yang justru membuat kardus di tangan Rana jatuh dan barang-barang di dalamnya berserakan.Rana melemparkan tatapan tajam, kemudian menunduk dan memungut barang-barangnya sendiri tanpa bicara.Melihat itu, Zayyan jadi merasa bersalah dan membantu Rana.Namun baru saja Zayyan ingin me
“Kenapa Rana tidak datang?” Zayyan mencegah kuasa hukum Rana setelah sidang ditutup. “Karena klien kami sudah mantap bercerai.” Pria itu menjawab mantap. “Tapi… kenapa?” Zayyan masih terlihat kebingungan. Ia tak menyangka Rana benar-benar mantap bercerai dengannya. Kuasa hukum Rana menatap Zayyan lekat, tatapannya seolah merendahkan. “Harusnya Anda tanyakan itu pada diri Anda sendiri. Saya sebagai laki-laki saja tidak habis pikir dengan kelakukan Anda.” Kernyitan di dahi Zayyan tampak semakin kentara. “Apa maksudnya?” Pria itu mengeluarkan sebuah dokumen yang berisi foto-foto Zayyan dan Asha di kamar penginapan itu. “Ini yang membuat Rana mantap bercerai.” Zayyan membeku di tempat, tangannya bergetar menerima dokumen itu. “Dari mana kamu mendapatkan ini?” “Itu tidak penting. Tapi keaslian foto-foto ini sudah dikonfirmasi, Anda tidak bisa mengelak,” kata sang kuasa hukum dingin. “Saya permisi.” Tanpa menu
Berminggu-minggu penuh Zayyan habiskan untuk berusaha berbicara pada Rana. Tapi hasilnya nihil. Bahkan meski Zayyan berusaha menemui Rana setelah mengajar di kampus, Rana seperti langsung menghilang ditelan bumi.Rana menutup seluruh akses, seolah benar-benar ingin menghapus Zayyan dari hidupnya.Zayyan frustasi dibuatnya. Tubuhnya semakin kurus dan kusut, ia seperti kehilangan separuh jiwanya.Dan penampilan pria itu semakin berantakan saat surat pemanggilan untuk sidang perceraian lanjutan tiba di mejanya. Meski begitu, di sisi lain ia berharap sidang ini bisa mempertemukan Zayyan dengan Rana. Setidaknya ia bisa membujuk Rana di sidang terakhir ini.Namun sayang seribu sayang, Rana tetap tidak hadir pada sidang lanjutan dan mengirim kuasa hukumnya untuk mewakili dirinya.“Kenapa Rana tidak datang?” tanya Zayyan lesu, nyaris memelas saat kuasa hukum Rana masuk ruang sidang seorang diri.“Dia sudah mantap bercerai. Semua bukti ju
Hidup Zayyan rasanya hancur berkeping-keping. Dulu ia mengira bahwa Rana yang menghancurkan hidupnya yang sempurna, tapi ternyata justru Asha-lah yang telah menghancurkan hidup yang ia tata dengan begitu baik.“Nggak mungkin. Kamu pasti bohong!” Zayyan berdiri, mundur beberapa langkah, menatap Asha ngeri.“Mas, buat apa aku bohong?” Air mata Asha membanjir sudah. “Kamu pikir aku mau begini? Kamu pikir aku mau hamil di luar nikah begini? Aku juga nggak mau, Mas. Jadi tolong, jangan tuduh aku berbohong. Karena aku nggak bohong.”“Ya Tuhan.” Zayyan terduduk di lantai, menutup wajahnya dengan kedua tangan.Asha segera menghampiri Zayyan, berjongkok di hadapan pria itu. “Mas, tolong jangan kelihatan tertekan begini. Ayo kita hadapi sama-sama, Mas.”Zayyan menggeleng. “Kenapa bisa jadi begini?” keluhnya frustasi. Hidupnya benar-benar berantakan sekarang.“Mas, jangan bingung. Semuanya sudah terjadi, kita hanya perlu segera menikah kare
Karena kesibukan mereka menyiapkan pernikahan, Rana dan Zayyan sampai tak sadar bahwa seminggu lagi mereka akan menikah.“Ah, aku deg-degan banget.” Rana memegangi dadanya sambil berjalan menuju aula utama Fakultas Ekonomi dan Bisnis.Zayyan mengusap punggung Rana lembut. “Deg-degan kenapa sih?”“Bentar lagi kita nikah dan hari ini pengumuman Kaprodi tetap FEB.” Rana menatap Zayyan harap-harap cemas.Ia ingin Zayyan yang terpilih sebagai Kaprodi, karena ia tahu bagaimana kualitas Zayyan. Tapi di sisi lain, ia juga khawatir jabatan baru itu justru membuat banyak fitnah mendatangi mereka.Akhirnya mereka tiba di aula utama FEB. Keduanya saling pandang, menarik nafas dalam dan melangkah masuk bergantian.Aula utama Fakultas Ekonomi dan Bisnis UGN dipenuhi oleh para dosen yang duduk melingkar, menunggu pengumuman resmi hasil pemilihan Kaprodi baru. Beberapa tampak berbincang pelan, sementara yang lain menatap ke depan dengan ekspresi penuh antisipasi.Rana duduk di kursinya, mencoba menye
Setelah memilih gaun pengantin, Rana dan Zayyan semakin tenggelam dalam kesibukan persiapan pernikahan. Hari itu, mereka memiliki jadwal bertemu dengan wedding organizer (WO), memilih dekorasi, dan mencicipi katering.Mereka tiba di sebuah kafe tempat mereka akan bertemu dengan tim WO. Begitu masuk, seorang wanita dengan setelan rapi dan tablet di tangannya langsung menyambut mereka dengan senyum profesional."Selamat siang, Mbak Rana, Mas Zayyan. Saya Nadine dari Enchanted Wedding. Kami sudah menyiapkan beberapa konsep sesuai preferensi kalian."Rana dan Zayyan duduk berhadapan dengan Nadine, lalu memperhatikan presentasi yang ditampilkan di tablet."Konsep yang kalian inginkan lebih ke arah intimate wedding dengan sentuhan elegan, benar?" Nadine memastikan.Rana mengangguk. "Ya, kami ingin suasananya hangat, tidak terlalu kaku, tapi tetap terasa romantis dan berkesan."Zayyan menambahkan, "Kami juga ingin ada sentuhan warna netral seperti putih dan champagne, supaya terasa timeless.
Gara-gara Zayyan meminta pernikahan mereka dimajukan, mereka jadi punya kesibukan tambahan selain menjadi dosen. Yaitu menyiapkan pernikahan mereka sesempurna mungkin.Meski ini adalah pernikahan kedua mereka, Zayyan dan Rana ingin semuanya tetap sempurna.Maka siang itu, Rana dan Zayyan memasuki sebuah butik pengantin eksklusif di Jakarta. Interior butik berwarna putih gading dengan lampu kristal yang menggantung di langit-langit, menciptakan suasana elegan dan romantis. Rak-rak di sepanjang dinding dipenuhi dengan gaun-gaun indah dari berbagai koleksi, sementara pegawai butik menyambut mereka dengan senyum ramah.“Selamat datang! Mbak Rana, kami sudah menyiapkan beberapa gaun sesuai preferensi yang Mbak kirimkan kemarin,” kata seorang pegawai butik sambil membawa Rana ke area fitting.Zayyan duduk di sofa beludru biru tua, menatap Rana dengan penuh antusias. “Aku masih nggak percaya kita sudah sampai di tahap ini,” katanya sambil tersenyum.Rana tertawa kecil. “Kamu bakal lihat aku
Beberapa hari setelah berita dirilis dan menjadi viral, suasana di kampus UGN berbeda dari biasanya. Puluhan mahasiswa berkumpul di depan gedung rektorat, membawa spanduk dan poster bertuliskan:"TOLAK DOSEN PREDATOR!" "KEADILAN UNTUK KORBAN PELECEHAN!" "REKTOR HARUS BERTINDAK!"Rana berdiri di antara kerumunan, merasakan getaran semangat dari para mahasiswa yang meneriakkan tuntutan mereka. Ia tak menyangka bahwa keberaniannya berbicara akan memicu gelombang sebesar ini. Kini, Bagus tak bisa lagi bersembunyi di balik kekuasaannya.Di barisan depan, Laras berdiri tegap, memegang mikrofon. "Kami di sini bukan hanya untuk satu orang korban, tapi untuk semua perempuan yang pernah dibungkam oleh sistem yang korup! Hari ini, kami menuntut keadilan!"Kerumunan mahasiswa bersorak. Beberapa dari mereka adalah mahasiswa bimbingan Bagus sendiri, yang kini merasa jijik mengetahui sisi lain dari dosen yang selama ini mereka hormati."Copot Bagus dari jabatannya!" "Pecat pelaku pelecehan dari k
Beberapa minggu setelah laporan dibuat, Rana duduk di ruangan Biro Etik dan Disiplin Akademik, menunggu hasil investigasi. Zayyan duduk di sampingnya, menggenggam tangannya erat.Dr. Budi akhirnya masuk dengan ekspresi yang sulit dibaca."Kami telah melakukan investigasi atas laporan Anda," katanya dengan nada hati-hati. "Namun, setelah mempertimbangkan berbagai faktor, tidak cukup bukti untuk menjatuhkan sanksi kepada Bagus."Rana terbelalak. "Apa?!""Banyak saksi yang enggan berbicara atau memberikan kesaksian yang tidak cukup kuat. Selain itu, Bagus memiliki rekam jejak panjang sebagai kaprodi yang berprestasi, dan beberapa pejabat kampus memberikan rekomendasi positif tentang dirinya."Rana merasakan amarah dan kekecewaan membakar dadanya. "Jadi, karena dia punya koneksi dan kekuasaan, kalian membiarkan dia lolos begitu saja?"Dr. Budi tampak canggung. "Kami bukan membiarkan, Rana. Tapi dalam prosedur hukum dan administrasi, kami tidak bisa mengambil tindakan tanpa bukti yang cuku
Kampus semakin ramai membicarakan Rana dan Zayyan. Tidak hanya gosip soal kehamilan yang tidak benar, tetapi juga masa lalu mereka yang ternyata pernah menikah dan bercerai pun tersebar."Pantas saja mereka buru-buru bertunangan lagi. Ternyata mereka ini mantan suami istri!" "Dan katanya dulu cerainya karena Zayyan selingkuh sama Asha? Wah, gimana bisa Rana mau balikan?" "Makanya, Rana pasti putus asa banget sampai mau nerima laki-laki kayak Zayyan lagi."“Aku nggak nyangka Zayyan ternyata sebejat itu.”Rana merasa tercekik setiap kali berjalan di lorong fakultas. Bisikan-bisikan itu tak pernah berhenti.Dan siang itu, puncaknya datang. Ia mendapat panggilan dari Kaprodi.Rana mengetuk pintu ruangan Bagus, lalu masuk ketika mendengar suaranya."Silakan duduk, Rana."Rana duduk dengan postur tegap. Ia menatap kaprodinya dengan waspada. Ia tahu siapa Bagus sebenarnya—seorang pria dengan niat buruk yang nyaris melecehkannya di Bali.Bagus menautkan jari-jarinya di atas meja, menatap Ra
Setelah acara pertunangan Zayyan dan Rana yang romantis, kabar itu dengan cepat menyebar di kampus. Banyak rekan dosen yang memberikan ucapan selamat, baik secara langsung maupun melalui grup WhatsApp fakultas.“Selamat ya, Rana! Akhirnya resmi bertunangan.” “Wah, pasangan awardee LPDP dan Erasmus, pasti keren banget nanti kalau menikah.” “Semoga lancar sampai hari pernikahan!”Rana tersenyum dan mengucapkan terima kasih setiap kali ada yang memberikan ucapan. Namun, di sela-sela kehangatan itu, ia juga menyadari beberapa rekan dosen yang terlihat sinis atau sekadar melirik tanpa bicara.Rana tidak terlalu memikirkan itu—setidaknya sampai siang harinya, saat ia mendengar sesuatu yang mengejutkan.Siang itu, Rana berjalan ke kantin dosen untuk mengambil kopi. Saat ia melewati salah satu meja, ia mendengar bisikan-bisikan dari beberapa dosen yang sedang berbincang."Aku dengar mereka bertunangan buru-buru karena Rana sudah hamil." "Serius? Makanya mereka tiba-tiba tunangan, padahal s
“Mas Zayyan ngelamar aku,” ucap Rana di tengah makan malam.Setelah lamaran romantis itu, Rana dan Zayyan sepakat bahwa langkah selanjutnya adalah berbicara dengan orang tua Rana. Mereka ingin restu, terutama dari Jagat, yang dikenal paling sulit memberi restu sejak Zayyan berniat kembali bersama Rana.Semua orang di meja makan itu terdiam seketika. Ambar tampak tersenyum senang, Arga dan Anya saling pandang lalu menatap Rana dan Zayyan bergantian. Sementara Jagat terlihat mengetatkan rahang.Rana menangkap ekspresi papanya dan ia mengerti bahwa yang paling sulit adalah meyakinkan Jagat.“Selamat ya, Nak,” ucap Ambar dengan senyum tulus.“Makasih, Ma.” Rana juga tersenyum, tapi terlihat kikuk karena Jagat belum juga mengubah ekspresinya.“Kamu sudah nerima?” tanya Arga hati-hati. Ia melirik Zayyan sekilas, sebelum kembali menatap adiknya.Rana mengacungkan tangannya, menunjukkan sebuah cincin berlian yang melingkari jari manisnya. “Sudah. Karena itu aku ngajak Mas Zayyan makan malam s
Setelah kejadian pelecehan itu, Rana merasa terguncang. Meski Zayyan sudah datang tepat waktu untuk menghentikan Bagus, bayangan kejadian itu masih menghantuinya. Sejak mereka kembali ke Jakarta, Rana menjadi lebih pendiam. Ia tetap menjalani aktivitasnya seperti biasa, tapi ada sesuatu dalam dirinya yang berubah.Zayyan menyadari itu. Ia tahu Rana adalah perempuan yang kuat, tapi kali ini, ia ingin memastikan Rana tidak perlu menghadapi segalanya sendirian.Malam itu, mereka duduk di balkon apartemen Zayyan seperti biasa. Angin malam berembus lembut, tapi keheningan di antara mereka terasa berat.“Rana...” Zayyan membuka percakapan, suaranya lembut tapi serius.Rana menoleh, menatapnya dengan mata lelah. “Ya?”Zayyan menggenggam tangannya, mengusap punggung tangannya dengan ibu jarinya. “Aku tahu kamu bilang kamu baik-baik saja, tapi aku bisa lihat kalau kamu masih kepikiran soal Pak Bagus.”Rana menghela napas panjang. “Aku berusaha untuk nggak memikirkannya, Mas. Tapi jujur... aku