Calon suamiku tidak datang di hari pernikahan kami, sementara keluarga pamanku mendesak agar aku mencari pengantin pengganti agar mereka tidak merasa dipermalukan. Terpaksa, aku meminta supir truk yang kuanggap tengil untuk menikahiku. Tapi di luar dugaanku, suami pengganti yang sering disepelekan banyak orang itu ... bukan orang sembarangan! Bagaimana bisa dia begitu berkuasa dan sangat meratukanku?!
View More“Danio sudah mati?” tanyanya pada Ed yang duduk di sofa panjang penunggu tak jauh dari ranjangnya.“Hmm, kami baru dari pemakamannya,” jawab Ed.Keduanya kembali terdiam ketika aku keluar dari toilet. Ed memintaku duduk di sampingnya dan Erik tampak menatapku dengan perasaan bersalah.Aku jadi tidak tahu harus ngomong apa?“Aku minta antar Sam atau Ari saja untuk pulang, ya?” Aku bicara pada suamiku.“Di luar hujan deras, Sayang. Dan Sam barusan mengabarkan ada truk besar terguling dan menyebabkan jalanan macet. Mending kita tunggu saja sebentar.”Aku baru tahu hal itu. Memang saat memasuki gedung ini tadi, sudah gerimis. Bisa jadi sekarang hujan deras teringat mendungnya yang pekat membuat langit Jakarta mengabu.“Oh, baiklah!” ujarku. Aku tidak menolak. Lagi pula ada Ed di sampingku. Kenapa juga aku masih merasa tidak enak?Setelah dokter memeriksa dan memberikan injection pada jarum infus Erik, pria itu menutup matanya. Sepertinya pengaruh obatnya membuatnya lebih banyak mengant
“Ed, mama dan papa kan sudah berpisah. Tapi mengapa...?”Belum tuntas pertanyaanku, Ed sudah menerima panggilan dari rumah sakit.Aku tidak akan menganggunya dulu.Lalu kupikir, nanti akan kutanyakan saja pada Paman Prabowo. Ed selalu pelit untuk menyampaikan tentang keluarganya.Kebanyakan aku mengetahui banyak hal pun bukan darinya. Dia hanya kebagian membenarkan saja saat kukonformasi apa yang disampaikan orang lain.Lagipula sudah lama aku tidak berkunjung ke rumah Tante Atika. Nanti sekalian mengajak ibu dan Mbak Lilis juga anak-anak ke rumahnya.“Kau mau aku antar pulang?” tanyanya. Padahal kudengar tadi dia mau ke rumah sakit.“Ada apa di rumah sakit?” aku tidak menjawabi pertanyaannya, tapi malah balik bertanya.“Erik sudah sadar, dia mencariku.” “Oh, syukurlah, Ed. Apa kau akan ke sana?”“Ya, aku akan menengoknya sebentar. Aku antar kau pulang dulu.”“Rumah sakit lebih dekat, Ed. Jadi kita ke rumah sakit saja dan nanti baru mengantarku pulang kalau sudah selesai dari meneng
Jenazah Danio disemayamkan di rumah duka sebelum akhirnya diberangkatkan ke pemakaman keluarga.Kami baru datang ketika beberapa mobil pengantar jenazah sudah berjalan keluar dari rumah duka. Sam menghampiri mobil dan Ed membuka kaca jendela. Aku tidak tahu apa maksud percakapan mereka yang hanya sepotong-sepotong itu. Apapun itu pasti hanya mengenai prosesi pemakaman Danio.“Siap, Tuan!” Sam melaporkan.“Datang?”“Datang, Tuan.”“Oke, kita langsung ke sana!”Dan kami kembali meluncur ke pemakaman keluarga. Ed memberitahu bahwa meski dalam satu arah dan berdekatan, tapi makam keluarga Ed dan Danio berbeda tempat.Padahal kalau Danio itu masih adik neneknya Ed, seharusnya masih dalam satu keluarga dan dimakamkan di tempat yang sama, kan? Tapi mungkin akulah di sini yang kurang mengerti. Nantilah aku menanyakan pada Ed. Aku menggandeng lengan Ed dengan sedikit erat ketika memasuki areal pemakaman yang sepi dan sedikit rimbun dengan bunga kamboja itu.Untungnya sepanjang jalan setapak
“Ahaha, Papa kalau tidur memang suka begitu, Meida. Sama kan kayak Gala. Suka jatuh dari tempat tidur,” aku menyahuti pertanyaan bocah itu. Padahal Ed sudah melirikku seolah mengatakan tidak perlu menjawabnya agar tidak terlihat bohongnya.“Tapi kok baju mama dan papa di lepas. Meida lihat kok baju mama dan papa di lantai?”Tuh kan? Bocah itu akan terus bertanya karena merasa tidak puas dengan jawabanku sebelumnya.Kali ini Ed bukannya membantuku, tapi malah memakai headseatnya dan bangkit pura-pura menerima panggilan.Entahlah, apa itu beneran ada panggilan atau hanya kamuflasenya saja agar terhindar dari pertanyaan Meida?Kulihat Nur dengan sopan tidak bereaksi apapun mendegar celoteh bocah asuannya itu. Dia langsung memakaikan Meida bathrobe kecil lalu mengendongnya duduk di sebelahku dan ganti mengurus gala yang belum mau mentas dari kolam renang.Kuambil kesempatan itu untuk mengajak putriku masuk ke dalam kamar dengan alasan memandikannya dan mengganti bajunya. Setelah itu ak
“Enggak jadi minta dipijitin dulu?” Aku masih mengingatkannya saat leherku sudah penuh gigitan lembutnya.“Tanggung, Beb. Aku saja yang sekarang pijitin kamu,” ujarnya sembari melorotkan tali lingeri yang kugenakan untuk bisa menangkupkan kedua tangan besarnya itu pada dua bagian yang katanya semakin mantap itu. Sejak dulu aku memang rajin merawat diri, apalagi untuk suamiku yang ganteng dan selalu menjadi incaran para wanita diluar sana.Ed duduk bertumpu pada kedua lututnya dan kedua kakiku melingkar di pinggangnya, sedangkan tangan besar itu sudah ayik mengadon dua benda yang membusung itu dengan remasan lembut dan nyaman. Tanpa kuperintah, bibirku sudah meloloskan suara desah manjalita yang membuat pria itu lebih tergoda. Napasku sudah naik turun menggilai kenyamanan yang diberikannya. Otot-otoku mengejang perlahan di bawah pada kenikmatan nirwana. Tahu aku sudah dimabuk kepayang, Ed berlanjut melumat dua puncak itu bergantian, sedangkan satu tangannya malah diturunkan menelu
“Berani dia pulang ke Indonesia saat status hukumnya masih sebagai narapidana?” tanyaku pada Ed yang sudah rebahan di tempat tidur.Dia sudah datang beberapa waktu yang lalu, namun karena Meida merengek memintanya menemani mereka di kamar sebelum tidur, jadinya Ed melenyapkan rasa lelahnya sementara sampai dua bocah kecil itu bersedia tidur. “Kenapa?” tanya Ed yang bisa kukatakan kurang fokus saja dengan pembicaraan tentang Jessica. Mungkin dia lelah. Karenanya, aku menunda acara pijit-pijit yang sudah kami rencanakan tadi.“Apa kasus Jessica sudah tuntas?” tanyaku.“Informasi yang aku dengar Danio meminta pengacara untuk bernegosiasi dengan pihak keluarga anak-anak yang diculik. Mereka memilih menyelesaikan dengan cara kekeluargaan.”“Hah?! Serius, Ed?” Aku jadi merasa tidak terima wanita itu bisa lolos begitu saja dari jerat hukum. Pasti Danio tidak hanya menawarkan tentang kekeluargaannya itu. Bisa jadi pria itu juga mengancam.“Ya sudahlah, bukan urusan kita juga ‘kan?”“Walau
“Innalillahi...” ucapku mendengar berita duka itu.Walau pria itu sudah kejam dan memiliki niat jahat pada kami, sebagai sesama manusia aku juga ikut prihatin.“Paman di rumah sakit, Tante?” tanyaku.“Iya, dia tentu juga harus mengurus semua perkara ini, Mila. Tadinya suamimu memintanya segera mengusut tentang pembunuhan papanya, tak dinyana, Danio sudah menghembuskan napas terakhir sebelum menerima hukumannya di pengadilan negara.”Aku tidak tahu apa yang terjadi pada Danio saat pengejaran. Karena sebelumnya Danio tidak kenapa-kenapa. Dia melompat dari jendela dan berhasil melarikan diri. Lalu setelahnya aku tidak mengikuti beritanya lagi.Sorenya aku mengirim pesan pada Ed dengan alasan anak-anaknya merindukannya dan ingin melakukan video call.Ed tidak menolak dan langsung menghubungi balik anak-anak untuk melakukan vidio call.Kubiarkan saja dua bocah itu berkomunikasi dengan papanya. Aku hanya memperhatikan keduanya dari jauh saja. Sesekali melirik Ed di layar ponsel. Walau wajah
“Penasaran kenapa, Mbak? Mereka kembar, jadi kalau mau tahu seperti apa, ya sama kaya Ed lah,” ujarku sembari menerima jus buah yang baru dibuatkan Mbak Lilis.“Lagipula, Erik sekarang masih di ICU. Kalau kita ke sana pun enggak bisa lihat. Nanti saja kalau sudah pindah di ruang perawatan.”Mbak Lilis duduk di sebelahku dengan menopang dagunya. Tidak berhenti bertanya. Kali ini sedikit berbisik sambil celingak-celinguk, “Memangnya ada kejadian apa kemarin sampai bajumu penuh cipratan darah?”Kuhela napas kemudian baru menjawab pertanyaan Mbak Lilis. Kalau padanya, aku tidak perlu terlalu cemas. Mbak Lilis tidak pernah heboh dengan apapun. Bahkan suaminya punya istri lagi saja dia tetap setenang dasar laut.“Sebenarnya sejak dulu ada orang yang ingin merusak keluarga Ed, Mbak. Dia yang selama ini mencoba membuat Ed dan saudaranya itu selalu bermusuhan. Saat ini keduanya baru menyadari dan merasa harus melawan pria itu. Jadinya ada sedikit baku hantam yang tidak bisa dielakan.” Kusampai
“Sebaiknya kau pulang dan beristirahat di rumah saja,” tukas Ed padaku.Kami sebentar keluar ruangan karena sesuai pesan dokter, di ruang ICU tidak boleh ada lebih dari seorang penunggu.“Pulang, Sayang?” ujarku seolah keberatan. Inginnya aku menemaninya ikut menunggui Erik yang belum keluar dari masa kritisnya ini.“Ari sudah menjemputmu.” Ed menunjuk ke arah Ari yang sudah berjaan mendekat.Aku tidak tahu apakah Ed kesal melihat tanganku yang digenggam Erik tadi? Tapi saat ini aku akan mematuhinya saja.“Baiklah, Sayang. Aku akan pulang. Tapi, apakah kau jadi mendonorkan darah untuk Erik?” tanyaku memastikan.“Iya, tapi dokter bilang nanti setelah semua stabil. Mungkin nanti pagi.” Ed menjelaskan.Aku mengangguk dan kulepas baju khusus pembesuk ruang ICU itu, lalu kehampiri Ed kembali.“Aku pulang dulu, ya? Kalau ada apa-apa kabari aku,” ujarku sembari berjinjit untuk menciumnya. Ed hanya bereaksi mengangguk padaku lalu memanggil Ari agar mengantarku pulang.Apa suamiku marah? Piki
“Utusan Keluarga Ramzi datang. Katanya, mereka mau membatalkan pernikahan ini!”Deg!Rasanya duniaku berputar seketika. Hari ini adalah hari pernikahan kami. Penghulu, tamu, sampai kerabat jauh sudah berkumpul di sini.Bagaimana bisa calon suamiku dan keluarganya itu membatalkan pernikahan ini secara sepihak? Padahal, kami sama sekali tidak ada masalah sebelum ini.Bugh!Tiba-tiba saja, Ibuku oleng. Dia bahkan sampai harus berpegangan pada dinding, saking syoknya.“Bu?!”Segera kupapah tubuh ringkih itu untuk masuk ke dalam kamar. Tapi, Ibu menolak. “Tidak usah, Mila. Ibu baik-baik saja!” Jantungku mencelos mendengarnya. Seminggu sebelum acara pernikahan, ibu padahal sudah pontang-panting menyiapkan semuanya karena merasa tidak bisa menyumbang banyak untuk acara pernikahan putrinya ini.Tunggu….Bicara soal biaya pernikahan, pamanku dan istrinyalah yang membiayai semua keperluan pernikahan ini. Sebab, tanteku itu ingin kolega yang pernah dikasih sumbangan, balas memberi amplop yang
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments