Share

Bab 3 : Pria Pengganti

“Astaga! Bisa-bisanya kau menendang suamimu?!”

Kulihat Ed terduduk di lantai karena ulahku.

Aku jadi tak enak. Tapi, tadi itu gerakan refleks untuk perlindungan diri.

“Tentu saja aku menendangmu, apa yang kau lakukan?” tukasku masih enggan merasa bersalah malah melototi pria yang kini berjalan mendekatiku.

“Dengar Nona Mila! Aku tidak mungkin membiarkanmu tidur di mobil sepanjang malam, ’kan? Makanya aku menggendongmu ke kamar. Apa kau lupa kalau aku ini suamimu sekarang?” gerutunya tampak sebal sembari mencekal daguku tepat di kedua matanya.

Aku sudah berpikir pria ini akan langsung memaksa mendapatkan haknya saja lantaran sok merasa menjadi suami.

“Baik. Maafkan aku. Tapi jangan lakukan hal ini padaku. Kita harus bicara dulu,” ucapku penuh kecemasan.

Untungnya Ed terlihat kasihan. Dia melepasku, lalu berjingkat pergi keluar kamar begitu saja.

Baru saja aku bernapas lega, tapi pria pengganti calon suamiku itu sudah masuk lagi ke dalam kamar.

“Aku lapar. Kau mau makan apa biar aku pesankan sekalian?”  tanyanya.

“Tidak perlu. Aku tidak lapar. Aku hanya lelah dan butuh beristirahat,”  jawabku menolak tawarannya.

Meskipun perutku sejak tadi belum terisi, tapi aku benar-benar tidak nafsu makan.

Aku harap dia memahami diriku  dan bisa meninggalkanku.

Namun, Ed justru tampak menatapku cukup lama. “Sebaiknya kau ganti bajumu, aku tunggu di depan. Temani aku makan!” ucapnya seolah tidak mau ditolak.

Setelahnya, ia pun pergi.

Aku menghela napas.

Ya sudahlah.

Nangisnya bisa nanti saja. Aku memang harus membicarakan banyak hal dengannya.

Hanya saja, aku baru menyadari sesuatu saat bangkit dan menemukan pintu kamar mandi di kamar Ed.

Ini, bukanlah rumah sederhana.

Kamar mandi Ed luas dan mewah. Apakah ini memang rumahnya?

Bukankah dia hanyalah sopir truk yang tidak begitu jelas kerjanya?

Sayangnya aku tidak tahu ke mana pria ini membawaku. Aku sedang tertidur saat Ed menggendongku ke kamar ini tadi.

Meski heran, tapi aku tidak ada niat berlama-lama di kamar mandi.

Jadi, aku segera membersihkan diri.

Hanya saja, aku tak bisa menemukan tas yang kubawa dari rumah.

Panik, kugunakan bathrobe yang kebetulan menggantung di lemari, lalu menyusul Ed yang sedang sibuk menata makanan yang dipesannya

“Ed, di mana tasku?” tanyaku sembari melongokkan kepala dari pintu kamar.

Jujur, aku tidak berniat keluar kamar dengan pakaian begini.  

“Tas?” tanya balik Ed sambil mulutnya mencomot sepotong pizza. “Apa kau memasukkan sesuatu sebelum kita pergi tadi?”

“Iya, aku tadi letakan di bak mobil,” jelasku.  

“Ya sudah, besok saja diambil. Keluarlah, kita makan dulu!” titahnya.

“Kalau begitu aku ambil sendiri saja tasku!” ujarku sedikit kesal karena Ed sepertinya tidak mau kesusahan mengambilkan tasku.

“Sudah malam juga, mau ambil apa sih? Kau juga sudah pakai bathrobe ‘kan?”

Karena melihatku bergeming, pria itu malah dengan santainya  mengatakan, “Kalau tidak mau pakai bathrobe telanjang saja. Lebih asyik. Bukankah ini malam pertama kita?”

Hah?

Malam pertama?

Aku menggelengkan kepala cepat.

Lebih baik, aku mengambil barangku meski dalam balutan bathrobe ini dibanding harus berada dalam bahaya nanti malam.

Toh, mobilnya pasti di halaman dan tak jauh dari pintu keluar.

Hanya saja, aku tak menemukannya….

“Itu pintunya.” Seolah tahu kebingunganku, Ed menunjuk ke arah kanan.

Segera, aku keluar.

Namun, mataku membelalak saat tahu bahwa tempat tinggal Ed bukanlah di sebuah perumahan. Tapi … apartemen?

Entah di lantai berapa, tapi aku tidak mungkin turun dengan pakaian begini!

“Ed, kita di apartemen?” tanyaku saat kembali padanya.

“Hu-um,” jawabnya santai.

“Apartemen siapa ini?”

“Apatemenku lah!” jawabnya lagi.

“K-kau tinggal di sini?”

Alis mata Ed naik sebelah. “Memangnya ada yang aneh?”

“Aku pikir kau hanyalah sopir truk, bagaimana bisa kau tinggal di apartemen?”

Mendengar ucapanku, Ed meneguk minuman dan mengusap mulutnya dengan tisu. “Ini apartemen temanku. Dia sudah mati dan aku hanya menempatinya,” jawabnya tanpa beban dan dia bangkit berlalu melewatiku keluar.

Tunggu… tadi, dia bilang tempat tinggal ini miliknya.

Sekarang, dia bilang milik temannya.

Kepalaku seketika pening. ‘Astaga, aku memang tidak mengenal Ed!’

Yang kutahu, dia hanya pemuda yang sering mangkal di jalanan kampus bersama pria-pria urakan lainnya. Dia juga sering menggodaku dan menerorku dengan pesan-pesan cintanya di tengah malam.

Next

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status