Semua Bab Ceraikan Aku, Mas!: Bab 1 - Bab 10

34 Bab

Bab 1. Istri Di Atas Kertas

“Aku tidak sudi disentuh olehmu!" Perkataan Zayyan membuat Rana mencengkram handuk basah di tangannya dengan erat. Ia lalu menarik nafas dalam agar air mata yang mulai menggenang tidak tumpah ke pipi. Ternyata, perkataan Zayyan tetap sangat menyakitkan untuknya meski sudah sering ia dengar.“Aku juga sudah telepon Asha, dia akan datang untuk mengurusku”.Asha lagi.. Sungguh, Rana ingin membalas perkataan Zayyan. Tapi ia tak tega melihat kondisi pria itu yang pucat dan sakit. Maka Rana memilih untuk berdiri dan berbalik, keluar dari kamar tanpa sepatah kata pun. Tepat ketika ia keluar dari kamar Zayyan, bel pintu apartemen mereka berbunyi. Rana tahu siapa yang datang, itu pasti Asha. Jika ia tak membukakan pintu, maka bisa dipastikan Zayyan akan semakin marah. Oleh karena itu, dengan enggan Rana berjalan ke arah pintu dan membukanya. Di sana, seorang wanita cantik dengan rambut hitam tebal berdiri di ambang pintu. Rambut dosennya itu bergelombang berayun pelan dan menci
Baca selengkapnya

Bab 2. Undangan Makan Malam

Malam ini, seluruh anggota keluarga Rana berkumpul di kediaman orang tua Rana untuk makan malam. Jagat, ayah Rana, duduk di kursi yang paling ujung dan disusul oleh istrinya yang duduk di sebelah kanannya. “Langsung makan saja,” ucap Ambar, ibu mereka dengan lembut. Berbeda dengan Jagat yang tegas dan dingin, Ambar justru sangat tampak keibuan. Seperti dikomando, seluruh anak dan menantu Jagat langsung mengambil nasi dan lauk secara bergiliran. Selanjutnya, mereka makan dengan tenang sembari menunggu Jagat membuka topik pembicaraan.“Bagaimana skripsimu, Rana?” Jagat bertanya datar.Rana meletakkan sendoknya dan menatap papanya dengan senyum terkembang. “Sebentar lagi mungkin Rana bisa seminar proposal, Pa.”“Apa ada yang sudah sempro lebih dulu di angkatanmu?”“Belum ada, Pa. Kalau lancar, pekan depan Rana sudah bisa mengajukan jadwal sempro dan mungkin akan jadi orang pertama yang sempro di angkatan Rana.” Rana menjelaskan, mencoba mengambil hati papanya.Jagat mendesah pendek.
Baca selengkapnya

Bab 3. Sekutu Rana

“Jadi, kita mau ke mana hari ini?” tanya Zayyan setelah menjemput Asha di rumahnya.Ya, pada akhirnya Zayyan berhasil minta izin untuk pulang pada mertuanya dengan alasan akan menyiapkan bahan ajar perkuliahan.Ia mengancam akan tetap pulang sendiri meski Rana menolak untuk ikut. Tindakan itu akhirnya membuat Rana terpaksa mengalah.Dia pun ikut bersama Zayyan untuk kembali ke apartemen mereka hanya untuk ditinggalkan sendirian karena Zayyan kembali pergi dengan Asha.“Aku ingin mencari hadiah untuk temanku yang akan menikah besok. Aku tidak enak kalau hanya memberi hadiah biasa. Jadi, sepertinya aku akan memberikannya hadiah yang spesial,” jelas Asha sambil tersenyum manis.“Oh, begitu?” Zayyan balas tersenyum dan mulai menyetir membelah jalanan ibukota. “Tapi, aku tidak terlalu mengerti hadiah yang bagus untuk perempuan.”“Siapa bilang yang menikah itu teman cewekku? Dia laki-laki, Mas. Aku butuh pendapat kamu untuk memilih hadiah yang cocok karena kamu juga laki-laki. Plus, dengan
Baca selengkapnya

Bab 4. Rana Pingsan

Keesokan harinya, sejak bangun tidur Rana sudah mengerjakan banyak hal. Mulai dari bebersih kamar hingga masak. Ia mengerjakan semuanya seorang diri dengan rajin dan terampil. Dari dalam kamar, Zayyan mengenakan batik couple yang ia beli khusus hari itu untuk menghadiri acara pernikahan teman Asha. Hari ini ia sengaja mengabaikan Rana karena masih kesal dengan sikap gadis itu yang mengganggu kencannya dengan Asha kemarin. “Hari ini aku akan pergi dengan Asha. Jadi, jangan ganggu aku,” kata Zayyan dingin saat berpapasan dengan Rana di ruang tengah. Rana hanya melirik Zayyan sekilas kemudian bergumam, “Pergilah.” Zayyan mengerutkan alis, karena tak yakin kalau Rana akan benar-benar akan menurutinya. “Camkan perintahku baik-baik karena aku yakin otakmu masih berfungsi,” ucapnya tegas. “Iya, pergi saja.” Zayyan menatap Rana yang berlalu untuk meletakkan keranjang pakaian di laundry room, hingga gadis itu kembali ke ruang tengah. Rana benar-benar tak mengatakan sepatah kata pun
Baca selengkapnya

Bab 5. Aku Memilih Menyerah

“Mas, kamu di mana? Sudah siap?” Suara Asha terdengar riang di ujung telepon saat Zayyan mengangkat panggilan.Zayyan terdiam saat suara Asha masuk ke dalam pendengarannya. Ia tak tahu harus berkata apa kepada Asha, karena dialah yang memberi janji kepada wanita itu untuk datang.“Mas Zayyan?”“Asha, Maaf. Sepertinya aku tidak bisa ke sana, karena Rana tiba-tiba pingsan dan kakaknya menunggui dia di sini. Mungkin lain kali saat ada kesempatan lagi,” jelas Zayyan dengan suara memelas.Perkataan Zayyan itu juga disambut hening, karena Asha juga tak langsung menjawab.Zayyan tahu wanita itu pasti kecewa, terlebih setelah terdengar suara tarikan napas yang samar-samar.“Maaf, ya?” Zayyan memelas, meminta maaf untuk yang kedua kalinya pada Asha. “Tidak perlu minta maaf. Aku bisa mengerti kok. Mungkin nanti aku datang ya? Sekalian menjenguk Rana,” Suara Asha terdengar manis dan merdu, membuat Zayyan semakin merasa bersalah.Zayyan tersenyum meski Asha tak bisa melihatnya. “Hmm. Nanti pulan
Baca selengkapnya

Bab 6. Mayat Hidup

“Loh, kok pulang?” tanya Ambar saat mendapati Rana sudah berdiri di depan pintu rumahnya. “Sendirian? Zayyan nggak ikut?”Rana berhambur memeluk mamanya. “Mama….” Ia terisak di pelukan sang ibu, tubuhnya berguncang hebat.“Kenapa, Sayang? Kok tiba-tiba nangis gini?” Ambar membalas pelukan Rana, mengusap rambut putri bungsunya itu lembut.Rana terisak semakin kencang. Tapi ia tak mengatakan sepatah kata pun.Begitu juga Ambar, ia memilih membiarkan putrinya menumpahkan entah apa yang membuatnya menangis. Sembari tangannya terus membelai rambut dan punggung Rana.Hingga beberapa menit kemudian, suara tangis Rana mereda.Ambar melonggarkan pelukan, membelai wajah Rana lembut, membersihkan sisa-sisa air mata dari wajah cantik putrinya.“Sudah mau cerita?” tanya Ambar pelan.Rana menggeleng. “Mau istirahat,” lirihnya.“Oke.” Ambar berusaha mengerti. “Mama anter ke kamar, ya?”Kini Rana mengangguk, membiarkan mamanya mengantarnya ke kamar.Ambar membaringkan Rana di tempat tidur dan menyeli
Baca selengkapnya

Bab 7. Kehilangan

Zayyan sedang mematut dirinya di depan cermin, bersiap berangkat kerja. Wajahnya terlihat lelah, ia tak bisa tidur nyenyak semalam.Helaan nafas pelan lolos dari bibirnya, menyadari betapa heningnya apartemen ini setelah ditinggal pergi oleh Rana. Tidak ada lagi aroma masakan yang biasanya sudah tercium sepagi ini.Namun Zayyan menggeleng kepalanya cepat, mengenyahkan pikiran dan perasaan bersalah yang terus menghantuinya sejak semalam. Ia harus fokus bekerja hari ini, urusan Rana bisa dipikirkan nanti.Tepat ketika Zayyan menyambar tas kerjanya, pintu apartemennya berbunyi.“Siapa datang jam segini?” gumamnya sambil berjalan menuju pintu. “Apa jangan-jangan Rana pulang?” Ia mempercepat langkah, membuka pintu dengan cepat.Belum juga Zayyan menyadari siapa datang, sebuah tinju melayang menghantam wajahnya.Zayyan yang tidak punya persiapan menyambut serangan, terhuyung mundur dan terjatuh ke lantai.“Ap–”Kalimat Zayyan kembali terbungkam ketika sebuah bogem mentah kembali mendarat di
Baca selengkapnya

Bab 8. Amnesia?

“Aku harus ke rumah sakit,” lirih Zayyan sambil menyandarkan kepalanya ke kemudi mobil.Pada akhirnya ia diusir dari rumah Rana oleh Jagat. Jagat murka, mertuanya itu sama sekali tidak mentolerir perselingkuhan.Dan ketika Zayyan menyetir pulang, kepalanya kembali terasa nyeri. Ia sampai harus menepi agar tidak menabrak, saking nyerinya sakit yang ia rasakan.Zayyan mengemudikan mobilnya ke rumah sakit saat rasa nyeri di kepalanya mulai berkurang. Ia melakukannya tanpa pikir panjang, karena rasa sakit yang mendera kepalanya sudah benar-benar tak tertahankan.“Nggak apa-apa, saya bayar berapapun asal nggak usah pake nunggu,” kata Zayyan pada petugas pendaftaran rumah sakit. Kepalanya sudah terlalu sakit.“Kalau gitu masuk UGD saja, Pak. Nanti bisa dikonsulkan ke spesialis saraf.”“Oke.”Tanpa menunggu apa-apa lagi, Zayyan bergegas ke UGD. Ia berbicara dengan dokter dan perawat yang bertugas, baru kemudian dipersilakan untuk menunggu di atas brankar.Saat menunggu, ia menatap ke langit-
Baca selengkapnya

Bab 9. Fakta Masa Lalu

“Ini… beneran?” tanya Zayyan terbata saat menerima surat gugatan cerai yang diberikan Arga padanya.“Buka aja.”Zayyan membuka amplop cokelat itu dan membaca isinya. Rupanya Rana benar-benar ingin bercerai darinya. Rana bahkan tak segan-segan mencantumkan bahwa Zayyan berselingkuh sebagai alasan untuk menggugat Zayyan.Salah satu alasan yang menguatkan gugatan Rana.Zayyan mengusap wajahnya kasar. “Aku belum bisa menyetujui gugatan ini, Ga.”Arga tampak tak senang. “Kenapa?”“Ada yang harus aku bicarakan denganmu. Kamu ada waktu?”“Soal apa?”“Kita bicara sambil makan siang. Kamu sudah makan?” Zayyan memberi penawaran.Arga tampak berpikir sejenak kemudian mengangguk. “Ya udah ayo, makan di depan aja.”Mereka berdua berjalan beriringan keluar dari rumah sakit, menuju sebuah rumah makan yang berada di depan rumah sakit tempat Arga bekerja.“Jadi mau bicara apa?” tanya Arga setelah mereka memesan makanan.Zayyan memasukkan amplop berisi surat gugatan cerai itu ke dalam tasnya, seolah be
Baca selengkapnya

Bab 10. Rayuan Asha

“Mas, aku telepon kamu dari tadi tapi nggak diangkat sama sekali. Kamu dari mana?” Asha sudah menunggu di depan apartemen Zayyan saat pria itu pulang ke rumah dengan wajah lesu dan hati yang begitu berat.Zayyan menatap Asha sekilas. Perbuatannya dan Asha beberapa hari lalu kembali berkelebat, tatapan terluka Rana padanya, membuat pundak Zayyan semakin berat rasanya.“Aku habis dari rumah sakit,” Zayyan menjawab pendek sambil membuka pintu apartemennya, masuk ke dalam.Asha segera mengekor, wajahnya tampak khawatir. “Kamu sakit, Mas? Sakit apa?”Zayyan tak langsung menjawab. Ia berjalan ke dapur, meneguk air mineral untuk sedikit memperbaiki suasana hatinya.“Kamu sakit? Sudah beberapa hari ini kamu ke kampus cuma ngajar terus langsung pulang. Kamu baik-baik aja, Mas?” Asha menatap Zayyan khawatir, tangannya terulur, mengusap lengan Zayyan lembut.Zayyan mengusap wajahnya, menyingkir ke ruang tengah. Menghempaskan tubuhnya di sana.Asha mengekor, duduk di sebelah Zayyan. Tangannya kem
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234
DMCA.com Protection Status