แชร์

Bab 4. Rana Pingsan

ผู้เขียน: hasfindafmufid
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2024-10-23 11:21:19

Keesokan harinya, sejak bangun tidur Rana sudah mengerjakan banyak hal. Mulai dari bebersih kamar hingga masak. Ia mengerjakan semuanya seorang diri dengan rajin dan terampil.

Dari dalam kamar, Zayyan mengenakan batik couple yang ia beli khusus hari itu untuk menghadiri acara pernikahan teman Asha.

Hari ini ia sengaja mengabaikan Rana karena masih kesal dengan sikap gadis itu yang mengganggu kencannya dengan Asha kemarin.

“Hari ini aku akan pergi dengan Asha. Jadi, jangan ganggu aku,” kata Zayyan dingin saat berpapasan dengan Rana di ruang tengah.

Rana hanya melirik Zayyan sekilas kemudian bergumam, “Pergilah.”

Zayyan mengerutkan alis, karena tak yakin kalau Rana akan benar-benar akan menurutinya.

“Camkan perintahku baik-baik karena aku yakin otakmu masih berfungsi,” ucapnya tegas.

“Iya, pergi saja.”

Zayyan menatap Rana yang berlalu untuk meletakkan keranjang pakaian di laundry room, hingga gadis itu kembali ke ruang tengah. Rana benar-benar tak mengatakan sepatah kata pun lagi.

Akhirnya, Zayyan memutuskan untuk langsung pergi.

Begitu ia selesai memakai sepatu dan akan keluar apartemen, tiba-tiba ia mendengar suara kencang yang datang dari ruang tengah.

Saat ia kembali masuk, ia melihat Rana yang sudah tergeletak di lantai dengan darah yang mengalir dari hidungnya.

Pemandangan itu membuat Zayyan membelalak dengan napas tercekat.

“Rana!” Zayyan berseru panik, tapi Rana bergeming. Tubuh kurus itu tetap tergolek lemas di atas lantai yang dingin.

Zayyan berjongkok di samping tubuh Rana, mencoba membangunkan Rana. "Rana, bangun! Kamu mimisan!" Ia panik luar biasa.

Namun Rana tetap menutup mata, darah mengalir semakin banyak.

Dengan tangan gemetar Zayyan menelepon Arga. “Ga, Rana pingsan!!”

“Pingsan?” sahut Arga, kakak sulung Rana yang kini menjadi dokter spesialis di rumah sakit.

“Dia pingsan dan mimisan. Aku tidak tahu kenapa.” Zayyan berusaha terdengar tak terlalu panik.

“Hah? Oke, aku ke sana sekarang.” Arga memutuskan dengan cepat. “Dua puluh menit lagi aku sampai. Pindahkan Rana ke kasur dan kasih bantal di kakinya agar posisi kaki lebih tinggi dari kepalanya”.

Zayyan mengangguk paham. “Aku tunggu!”

Telepon terputus.

Zayyan melihat jam tangannya dan menghitung kemungkinan ia bisa tetap pergi dengan Asha setelah Arga datang.

Ia menatap tubuh Rana yang masih tergeletak. Di lantai, darah dari hidung Rana sudah menggenang. Itu membuat Zayyan cukup panik.

Zayyan lalu menyelipkan tangannya ke bawah lutut dan punggung Rana untuk memindahkannya ke kamar gadis itu.

Zayyan kemudian membaringkan tubuh lemas Rana di atas kasur dan meletakkan dua buah bantal di bawah kaki Rana seperti perintah Arga.

Lantas ia duduk di kursi sebelah ranjang dan menghela nafas panjang.

Ini pertama kalinya bagi Zayyan untuk masuk ke kamar Rana.

Mau tak mau ia mengedarkan tatapannya ke seluruh ruangan untuk memperhatikan seisi kamar Rana yang dipenuhi oleh merchandise Doraemon.

“Seperti anak kecil saja,” gumamnya sinis.

***

Dua puluh menit kemudian, Arga benar-benar datang. Zayyan membukakan pintu dan mengarahkannya ke kamar Rana.

“Mau ke mana?” cegah Arga saat melihat Zayyan hendak keluar kamar Rana.

“Ada uru–”

“Duduk di sini dan temani istrimu. Jangan menjadi suami yang tidak bertanggung jawab!” perintah Arga sambil menunjuk ke arah kursi yang tadi diduduki Zayyan.

Zayyan kemudian berdiri mematung di ambang pintu selama beberapa saat, sebelum akhirnya ia kembali duduk di kursi.

“Semoga tidak terlambat,” gumamnya dalam hati.

Arga lalu memeriksa Rana dan menempelkan stetoskop yang selalu ia bawa ke mana-mana ke dada Rana. Ia juga memeriksa perut dan beberapa bagian tubuh Rana yang lain.

“Masih lama?” tanya Zayyan.

“Mau pergi ke mana sih? Istrimu ini lagi sakit, bahkan sampai pingsan dan mimisan. Bisa-bisanya masih berpikir untuk pergi.” Arga menyahut kesal.

Kali ini ia menatap Zayyan dengan kedua mata coklatnya yang tajam.

Bentakan Arga membuat Zayyan menghela nafas pendek. Kini ia semakin pasrah setelah menyadari kemungkinannya pergi dengan Asha semakin mengecil.

Sepuluh menit berlalu, Arga tampak menutup tubuh Rana dengan selimut.

“Dia pingsan karena kelelahan dan stres. Sebenarnya apa yang terjadi pada Rana? Karena selama ini dia tidak pernah pingsan sama sekali.”

Zayyan tak menjawab.

“Kamu tidak tahu atau sengaja mengabaikan Rana, Zayyan?” Suara Arga naik satu oktaf, ia mulai mencium kejanggalan dalam rumah tangga adiknya.

“Aku tidak tahu, Ga. Tiba-tiba saja dia pingsan.”

“Tidak ada yang tiba-tiba, Zay. Dia ini jelas kelelahan. Apa kamu membiarkan dia mengerjakan semua pekerjaan rumah seorang diri padahal dia sedang sibuk skripsi?” tuduh Arga tajam.

Zayyan menghembuskan nafas pendek, tapi ia tak menjawab. Ia tak mau mengakui bahwa tuduhan Arga benar adanya.

Ia selalu membiarkan Rana mengurus rumah sendiri, sementara ia sibuk berkencan dengan Asha.

“Aku selalu memantau keadaan Rana. Jangan sampai melukai dia seujung kuku pun, Zayyan. Meski kita sahabat, aku tidak akan segan menghajarmu kalau itu terjadi.”

Zayyan hanya bisa mengangguk sembari menegakkan punggung.

Ia berharap Arga segera pergi sehingga ia bisa pergi ke tempat Asha sekarang. Namun kalimat yang meluncur dari bibir Arga selanjutnya, membuat bahu Zayyan jatuh.

“Tolong buatkan teh manis untuk Rana.”

Zayyan berdiri, “Hanya teh manis?”

“Ya. Untuk Rana saat dia bangun.”

Zayyan mengangguk dan berlalu keluar dari kamar Rana.

Begitu pintu tertutup, Arga kembali menghadap adiknya, tangannya membelai rambut Rana lembut. “Apa yang kamu lakukan sampai kelelahan begini?” gumannya iba.

อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป

บทที่เกี่ยวข้อง

  • Ceraikan Aku, Mas!   Bab 5. Aku Memilih Menyerah

    “Mas, kamu di mana? Sudah siap?” Suara Asha terdengar riang di ujung telepon saat Zayyan mengangkat panggilan.Zayyan terdiam saat suara Asha masuk ke dalam pendengarannya. Ia tak tahu harus berkata apa kepada Asha, karena dialah yang memberi janji kepada wanita itu untuk datang.“Mas Zayyan?”“Asha, Maaf. Sepertinya aku tidak bisa ke sana, karena Rana tiba-tiba pingsan dan kakaknya menunggui dia di sini. Mungkin lain kali saat ada kesempatan lagi,” jelas Zayyan dengan suara memelas.Perkataan Zayyan itu juga disambut hening, karena Asha juga tak langsung menjawab.Zayyan tahu wanita itu pasti kecewa, terlebih setelah terdengar suara tarikan napas yang samar-samar.“Maaf, ya?” Zayyan memelas, meminta maaf untuk yang kedua kalinya pada Asha. “Tidak perlu minta maaf. Aku bisa mengerti kok. Mungkin nanti aku datang ya? Sekalian menjenguk Rana,” Suara Asha terdengar manis dan merdu, membuat Zayyan semakin merasa bersalah.Zayyan tersenyum meski Asha tak bisa melihatnya. “Hmm. Nanti pulan

    ปรับปรุงล่าสุด : 2024-10-23
  • Ceraikan Aku, Mas!   Bab 6. Mayat Hidup

    “Loh, kok pulang?” tanya Ambar saat mendapati Rana sudah berdiri di depan pintu rumahnya. “Sendirian? Zayyan nggak ikut?”Rana berhambur memeluk mamanya. “Mama….” Ia terisak di pelukan sang ibu, tubuhnya berguncang hebat.“Kenapa, Sayang? Kok tiba-tiba nangis gini?” Ambar membalas pelukan Rana, mengusap rambut putri bungsunya itu lembut.Rana terisak semakin kencang. Tapi ia tak mengatakan sepatah kata pun.Begitu juga Ambar, ia memilih membiarkan putrinya menumpahkan entah apa yang membuatnya menangis. Sembari tangannya terus membelai rambut dan punggung Rana.Hingga beberapa menit kemudian, suara tangis Rana mereda.Ambar melonggarkan pelukan, membelai wajah Rana lembut, membersihkan sisa-sisa air mata dari wajah cantik putrinya.“Sudah mau cerita?” tanya Ambar pelan.Rana menggeleng. “Mau istirahat,” lirihnya.“Oke.” Ambar berusaha mengerti. “Mama anter ke kamar, ya?”Kini Rana mengangguk, membiarkan mamanya mengantarnya ke kamar.Ambar membaringkan Rana di tempat tidur dan menyeli

    ปรับปรุงล่าสุด : 2024-10-31
  • Ceraikan Aku, Mas!   Bab 7. Kehilangan

    Zayyan sedang mematut dirinya di depan cermin, bersiap berangkat kerja. Wajahnya terlihat lelah, ia tak bisa tidur nyenyak semalam.Helaan nafas pelan lolos dari bibirnya, menyadari betapa heningnya apartemen ini setelah ditinggal pergi oleh Rana. Tidak ada lagi aroma masakan yang biasanya sudah tercium sepagi ini.Namun Zayyan menggeleng kepalanya cepat, mengenyahkan pikiran dan perasaan bersalah yang terus menghantuinya sejak semalam. Ia harus fokus bekerja hari ini, urusan Rana bisa dipikirkan nanti.Tepat ketika Zayyan menyambar tas kerjanya, pintu apartemennya berbunyi.“Siapa datang jam segini?” gumamnya sambil berjalan menuju pintu. “Apa jangan-jangan Rana pulang?” Ia mempercepat langkah, membuka pintu dengan cepat.Belum juga Zayyan menyadari siapa datang, sebuah tinju melayang menghantam wajahnya.Zayyan yang tidak punya persiapan menyambut serangan, terhuyung mundur dan terjatuh ke lantai.“Ap–”Kalimat Zayyan kembali terbungkam ketika sebuah bogem mentah kembali mendarat di

    ปรับปรุงล่าสุด : 2024-11-01
  • Ceraikan Aku, Mas!   Bab 8. Amnesia?

    “Aku harus ke rumah sakit,” lirih Zayyan sambil menyandarkan kepalanya ke kemudi mobil.Pada akhirnya ia diusir dari rumah Rana oleh Jagat. Jagat murka, mertuanya itu sama sekali tidak mentolerir perselingkuhan.Dan ketika Zayyan menyetir pulang, kepalanya kembali terasa nyeri. Ia sampai harus menepi agar tidak menabrak, saking nyerinya sakit yang ia rasakan.Zayyan mengemudikan mobilnya ke rumah sakit saat rasa nyeri di kepalanya mulai berkurang. Ia melakukannya tanpa pikir panjang, karena rasa sakit yang mendera kepalanya sudah benar-benar tak tertahankan.“Nggak apa-apa, saya bayar berapapun asal nggak usah pake nunggu,” kata Zayyan pada petugas pendaftaran rumah sakit. Kepalanya sudah terlalu sakit.“Kalau gitu masuk UGD saja, Pak. Nanti bisa dikonsulkan ke spesialis saraf.”“Oke.”Tanpa menunggu apa-apa lagi, Zayyan bergegas ke UGD. Ia berbicara dengan dokter dan perawat yang bertugas, baru kemudian dipersilakan untuk menunggu di atas brankar.Saat menunggu, ia menatap ke langit-

    ปรับปรุงล่าสุด : 2024-11-02
  • Ceraikan Aku, Mas!   Bab 9. Fakta Masa Lalu

    “Ini… beneran?” tanya Zayyan terbata saat menerima surat gugatan cerai yang diberikan Arga padanya.“Buka aja.”Zayyan membuka amplop cokelat itu dan membaca isinya. Rupanya Rana benar-benar ingin bercerai darinya. Rana bahkan tak segan-segan mencantumkan bahwa Zayyan berselingkuh sebagai alasan untuk menggugat Zayyan.Salah satu alasan yang menguatkan gugatan Rana.Zayyan mengusap wajahnya kasar. “Aku belum bisa menyetujui gugatan ini, Ga.”Arga tampak tak senang. “Kenapa?”“Ada yang harus aku bicarakan denganmu. Kamu ada waktu?”“Soal apa?”“Kita bicara sambil makan siang. Kamu sudah makan?” Zayyan memberi penawaran.Arga tampak berpikir sejenak kemudian mengangguk. “Ya udah ayo, makan di depan aja.”Mereka berdua berjalan beriringan keluar dari rumah sakit, menuju sebuah rumah makan yang berada di depan rumah sakit tempat Arga bekerja.“Jadi mau bicara apa?” tanya Arga setelah mereka memesan makanan.Zayyan memasukkan amplop berisi surat gugatan cerai itu ke dalam tasnya, seolah be

    ปรับปรุงล่าสุด : 2024-11-02
  • Ceraikan Aku, Mas!   Bab 10. Rayuan Asha

    “Mas, aku telepon kamu dari tadi tapi nggak diangkat sama sekali. Kamu dari mana?” Asha sudah menunggu di depan apartemen Zayyan saat pria itu pulang ke rumah dengan wajah lesu dan hati yang begitu berat.Zayyan menatap Asha sekilas. Perbuatannya dan Asha beberapa hari lalu kembali berkelebat, tatapan terluka Rana padanya, membuat pundak Zayyan semakin berat rasanya.“Aku habis dari rumah sakit,” Zayyan menjawab pendek sambil membuka pintu apartemennya, masuk ke dalam.Asha segera mengekor, wajahnya tampak khawatir. “Kamu sakit, Mas? Sakit apa?”Zayyan tak langsung menjawab. Ia berjalan ke dapur, meneguk air mineral untuk sedikit memperbaiki suasana hatinya.“Kamu sakit? Sudah beberapa hari ini kamu ke kampus cuma ngajar terus langsung pulang. Kamu baik-baik aja, Mas?” Asha menatap Zayyan khawatir, tangannya terulur, mengusap lengan Zayyan lembut.Zayyan mengusap wajahnya, menyingkir ke ruang tengah. Menghempaskan tubuhnya di sana.Asha mengekor, duduk di sebelah Zayyan. Tangannya kem

    ปรับปรุงล่าสุด : 2024-11-03
  • Ceraikan Aku, Mas!   Bab 11. Permohonan Zayyan

    “Sha, kamu ke sini naik apa?”Asha mengernyit saat tiba-tiba Zayyan mengganti topik pembicaraan. “Aku naik taksi, kenapa?”“Aku antar pulang, ya?” Zayyan menawarkan.“Kenapa? Kamu nggak mau kita menghabiskan waktu berdua? Waktu itu kita kan juga nggak jadi melanjutkan?” tanya Asha, merujuk pada kejadian mereka bercumbu mesra yang dipergoki oleh Rana itu.Zayyan menggeleng tegas. “Nggak ada yang perlu kita lanjutkan, Sha. Aku menginginkan pernikahan ini, jadi seharusnya sebagai wanita yang baik kamu nggak mengusik rumah tanggaku.”Air mata Asha kembali meleleh. “Sekarang menyalahkan aku? Kamu mencampakkan aku setelah apa yang kita lakukan bersama? Kamu juga yang setuju untuk tetap berhubungan denganku, Mas,” lirihnya pilu.“Aku bukan mencampakkanmu, Sha. Sejak awal kita memang salah. Harusnya setelah menikah dengan Rana, aku memutus hubungan denganmu. Tapi aku justru mempermainkan pernikahanku.”“Karena itu ceraikan Rana, Mas. Ayo kita bangun hidup kita berdua.” Asha memohon, memelas d

    ปรับปรุงล่าสุด : 2024-11-03
  • Ceraikan Aku, Mas!   Bab 12. Rencana Asha

    Rana buru-buru naik ke atas. Tapi ternyata, gerakan Rana ini terlihat dan terdengar oleh Zayyan.“Rana! Rana, tunggu! Ayo kita bicara!” Ia berseru lantang, nyaris menerobos Ambar yang menghalangi pintu.“Jangan jadi nggak sopan kamu, Zayyan!” hardik Ambar keras.Rana terus berlari masuk ke dalam kamar, menghilang di balik pintu.“Ma, tolong, Ma. Biarkan saya bicara sama Rana. Besok saya harus ke Malang, saya harus bertemu Rana malam ini.” Zayyan memohon, memelas di hadapan ibu mertuanya.Ambar menggeleng kuat. “Aku tidak akan pernah membiarkanmu bertemu dengan putriku. Sekarang pulang, Zayyan, tidak ada gunanya kamu di sini.”“Ma, saya mohon. Saya tahu saya salah, karena itu saya

    ปรับปรุงล่าสุด : 2024-11-04

บทล่าสุด

  • Ceraikan Aku, Mas!   Bab 100. Persekongkolan

    Gavin berjalan menyusuri pusat perbelanjaan dengan pikiran masih dipenuhi kemarahan. Insiden di taman beberapa hari lalu membuatnya semakin terobsesi dengan Rana. Ia tidak bisa terima kenyataan bahwa perempuan yang dulu hampir ia miliki sekarang hidup bahagia bersama pria lain—dan bahkan sedang mengandung anaknya.Tanpa sadar, langkah kaki Gavin membawanya ke sebuah kafe. Saat ia hendak memesan kopi, seseorang yang tak asing baginya berdiri di antrean yang sama."Asha?" panggilnya dengan ragu.Wanita berambut panjang dengan gaun elegan itu menoleh. Mata cokelatnya membesar saat melihat siapa yang baru saja menyebut namanya."Gavin?" Asha mengerutkan kening. "Kamu ngapain di sini?"Gavin menyeringai. "Aku tinggal di Jakarta sekarang. Jadi... ya, menikmati hidup. Sambil cari pekerjaan yang cocok."Asha menatap pria itu dengan penuh selidik. "Aku dengar kamu baru keluar dari penjara."Gavin tertawa kecil, tetapi ada nada sinis di baliknya. "Berita menyebar cepat, ya?"Asha menyilangkan t

  • Ceraikan Aku, Mas!   Bab 99. Pindah Rumah

    Keesokan harinya, Zayyan tidak menunda lebih lama lagi. Setelah insiden semalam, ia tahu bahwa mereka tidak bisa tinggal di apartemen itu lebih lama. Keamanan apartemen pun tidak cukup untuk melindungi Rana dan bayi mereka dari Gavin yang jelas semakin nekat.“Kita pindah ke rumah orang tuaku,” kata Zayyan tegas saat mereka bersiap untuk berkemas.Rana menatap suaminya dengan ragu. “Tapi rumah itu kan sudah lama kosong, Mas. Apa nggak terlalu berisiko?”“Aku sudah menghubungi orang untuk membersihkannya sejak tadi pagi. Kita bisa langsung pindah besok.” Zayyan meraih tangan Rana dan menggenggamnya erat. “Di sana lebih aman, Sayang. Lingkungannya lebih tenang, lebih privat, dan nggak ada orang asing yang bisa masuk begitu saja.”Rana menggigit bibirnya. Jujur, ia memang masih merasa trauma. Gavin semakin gila, dan ia tak ingin terus hidup dalam ketakutan. “Baiklah… Kita pindah.”Maka pagi itu, setelah sarapan bersama, Rana dan Zayyan mulai membereskan barang-barang mereka untuk pindaha

  • Ceraikan Aku, Mas!   Bab 98. Teror Mengerikan

    Keesokan paginya, Rana dan Zayyan duduk di ruang tamu dengan secangkir kopi yang sudah mendingin. Mata mereka sembab karena kurang tidur. Petugas keamanan apartemen datang setelah Zayyan melapor, tapi seperti dugaan, Gavin sudah kabur sebelum bisa tertangkap. Tidak ada CCTV yang mengarah langsung ke balkon mereka, jadi tidak ada bukti konkret yang bisa diberikan ke polisi.“Aku nggak akan biarkan dia terus-terusan mengancammu.” Zayyan mengusap wajahnya dengan frustasi. “Aku akan urus ini. Kita harus keluar dari apartemen ini.”Rana menatap suaminya, hatinya berdebar. “Kita pindah?”Zayyan mengangguk. “Aku nggak bisa tidur dengan tenang kalau tahu bajingan itu ada di dekat kita.”Rana menghela napas panjang, lalu mengangguk setuju. “Baiklah. Aku juga nggak mau terus-terusan merasa takut.”Namun, sebelum mereka sempat membahas lebih lanjut, suara ketukan keras di pintu mengejutkan mereka. Zayyan segera bangkit dan berjalan ke arah pintu. Ia mengintip melalui lubang pintu dan wajahnya la

  • Ceraikan Aku, Mas!   Bab 97. Ancaman Serius

    Rana masih duduk di meja makan, mencoba menenangkan perutnya yang masih sedikit mual. Ia tak menyadari bahwa seseorang tadi menguping dari luar.Beberapa saat kemudian, pintu apartemen terbuka, dan Zayyan masuk dengan kantong belanja di tangannya."Kamu baik-baik aja?" tanyanya begitu melihat wajah pucat Rana.Rana tersenyum lemah. "Barusan mual lagi, tapi sekarang udah mendingan."Zayyan langsung mendekat, menaruh belanjaannya sembarangan di atas meja, lalu berjongkok di depan Rana. Tangannya terulur, mengusap perut istrinya dengan penuh kasih. "Harusnya aku nggak ninggalin kamu sendirian tadi."Rana terkekeh. "Hei, aku baik-baik aja, kok. Jangan terlalu khawatir."Tapi Zayyan tetap menatapnya dengan serius. "Mulai sekarang, kalau ada apa-apa, langsung kasih tahu aku, ya?"Rana mengangguk dan menenangkan suaminya dengan kecupan di pipi. Mereka berdua tidak menyadari bahwa di unit apartemen seberang, seseorang sedang tersenyum miring sambil mengaduk kopi di hadapannya.***Beberapa Ha

  • Ceraikan Aku, Mas!   Bab 96. Perkelahian di Taman

    Hari Minggu. Rana menikmati udara pagi yang segar sambil berjalan santai di taman dekat apartemen mereka. Sesekali ia memperhatikan Zayyan yang sedang joging, bergerak semakin jauh meninggalkannya. Sesekali juga, Zayyan menoleh ke belakang, memastikan sang istri baik-baik saja. Ia melambaikan tangan, yang dibalas lambaian tangan pula oleh Rana. Plus senyum manis terbaik. Rana terus berjalan santai, hatinya terasa hangat dan penuh. Dan tepat ketika ia hendak berbelok menuju jalur yang lebih teduh, suara yang sangat tidak ingin ia dengar tiba-tiba menyapa. "Pagi yang indah, kan?" Rana menegang seketika. Ia menoleh dan mendapati Gavin berjalan santai di sampingnya, senyuman licik tersungging di wajahnya. "Apa maumu, Gavin?" Rana mempercepat langkah, berharap bisa segera menyusul Zayyan. "Tidak ada. Aku hanya ingin ngobrol. Masa nggak boleh? Kita dulu pernah dekat, kan?" Gavin tetap mengikuti langkahnya, membuat Rana semakin gelisah. "Kita nggak pernah dekat," sahut Rana tajam. "T

  • Ceraikan Aku, Mas!   Bab 95. Rana Pingsan

    Satu bulan kemudian. Rana sedang menjelaskan materi di depan kelas ketika kepalanya tiba-tiba terasa berat. Pandangannya sedikit berkunang-kunang, dan tubuhnya terasa lemas. Ia berusaha tetap fokus, tetapi rasa pusing yang semakin menjadi membuatnya tidak bisa berkonsentrasi. "Baik, untuk pertemuan hari ini cukup sampai di sini dulu. Saya ingin kalian membuat ringkasan dari materi kita hari ini dan dikumpulkan minggu depan," ucapnya, mencoba menyembunyikan rasa tidak nyamannya. Mahasiswa tampak bingung karena kelas berakhir lebih cepat dari biasanya, tetapi mereka tidak banyak bertanya dan mulai merapikan barang mereka. Rana menghela napas, berharap rasa pusingnya berkurang setelah ia duduk sebentar di kursinya. Namun, baru saja ia melangkah keluar dari ruang kelas, tubuhnya tiba-tiba kehilangan keseimbangan. Dunia di sekelilingnya terasa berputar, dan dalam hitungan detik, semuanya menjadi gelap. "Bu Rana!" Beberapa mahasiswa yang masih berada di dekatnya langsung bergegas mena

  • Ceraikan Aku, Mas!   Bab 94. Aku Mau Punya Anak

    Sesampainya di rumah sakit, Rana dan Zayyan langsung disambut dengan senyuman lelah tapi bahagia dari Anya yang sedang berbaring di ranjang rumah sakit, menggendong bayi kecilnya yang tertidur pulas. Sementara itu, Arga berdiri di sampingnya, tampak siap siaga meskipun wajahnya terlihat kurang tidur."Selamat ya, Kak!" Rana langsung menghampiri kakak dan kakak iparnya, menatap keponakannya dengan tatapan penuh kagum. "Ya ampun, dia kecil banget... tapi gemesin!"Zayyan ikut mencondongkan tubuhnya untuk melihat bayi itu lebih dekat. "Wah, calon atlet nih, lihat tuh tangannya, kuat banget!"Arga tertawa sambil mengusap kepala putranya. "Iya, pas lahir langsung menggenggam jari aku erat banget. Mungkin dia bakal jadi petinju."Mereka semua tertawa. Rana kemudian duduk di tepi ranjang, mendekati Anya. "Gimana rasanya jadi ibu, Kak?"Anya mendesah lelah, tapi senyum di wajahnya tak pernah pudar. "Luar biasa, capek banget, tapi saat lihat bayi kecil ini, rasanya semua terbayar."Ambar juga

  • Ceraikan Aku, Mas!   Bab 93. Kebetulan Tak Terduga

    Setelah memastikan bahwa Anya mendapatkan perawatan yang baik di rumah sakit, Rana dan Zayyan akhirnya berpamitan kepada keluarga. Mereka masih lelah setelah perjalanan panjang dari Lombok, dan tubuh mereka menuntut istirahat.Dalam perjalanan pulang, Rana menyandarkan kepalanya di bahu Zayyan. “Hari yang panjang, ya, Mas?” gumamnya lelah.Zayyan tersenyum kecil, mengusap punggungnya dengan lembut. “Banget. Tapi senang juga, sih. Nggak nyangka kita pulang-pulang langsung ada kejadian besar kayak gini.”Begitu sampai di apartemen, mereka langsung berganti pakaian dan bersiap tidur. Rana mengenakan piyama tipis, sementara Zayyan hanya mengenakan celana tidur tanpa kaus. Mereka merebahkan diri di ranjang dengan tubuh yang terasa remuk, tapi hati mereka terasa penuh.Rana menatap langit-langit sambil menghela napas lega. “Kira-kira kita kapan ya, kayak Kak Anya?”Zayyan yang tadinya hampir terlelap langsung membuka mata dan menoleh ke Rana. “Maksudnya?”Rana memutar tubuhnya, berbaring mi

  • Ceraikan Aku, Mas!   Bab 92. Pulang

    Malam harinya, Zayyan sengaja mengajak Rana untuk makan malam di luar agar suasana hati Rana membaik setelah kejadian saat snorkeling tadi.Sepasang pengantin baru itu berjalan beriringan menuju restoran tepi pantai yang dipesan Zayyan. Angin malam berhembus lembut, membawa aroma laut dan suara deburan ombak yang menenangkan. Rana menggenggam tangan Zayyan erat, merasa lebih tenang setelah kejadian tadi siang.Namun, ketenangan itu langsung buyar ketika mereka baru saja memasuki restoran.Di sudut ruangan, duduk seorang pria yang tak asing lagi—Gavin.Mata Rana dan Gavin bertemu sejenak. Senyum licik tersungging di wajah pria itu, seolah kejadian siang tadi tidak pernah terjadi.Zayyan langsung menggenggam tangan Rana lebih erat. “Kita pergi dari sini,” bisiknya, sudah bersiap untuk membatalkan reservasi.Rana menelan ludah, menatap wajah suaminya yang terlihat penuh kekhawatiran. Ia tahu Zayyan hanya ingin melindunginya, tapi kali ini… ia tidak ingin lari.“Tidak.” Rana menarik napas

สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status