Beranda / Romansa / Ceraikan Aku, Mas! / Bab 4. Rana Pingsan

Share

Bab 4. Rana Pingsan

Penulis: hasfindafmufid
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-23 11:21:19

Keesokan harinya, sejak bangun tidur Rana sudah mengerjakan banyak hal. Mulai dari bebersih kamar hingga masak. Ia mengerjakan semuanya seorang diri dengan rajin dan terampil.

Dari dalam kamar, Zayyan mengenakan batik couple yang ia beli khusus hari itu untuk menghadiri acara pernikahan teman Asha.

Hari ini ia sengaja mengabaikan Rana karena masih kesal dengan sikap gadis itu yang mengganggu kencannya dengan Asha kemarin.

“Hari ini aku akan pergi dengan Asha. Jadi, jangan ganggu aku,” kata Zayyan dingin saat berpapasan dengan Rana di ruang tengah.

Rana hanya melirik Zayyan sekilas kemudian bergumam, “Pergilah.”

Zayyan mengerutkan alis, karena tak yakin kalau Rana akan benar-benar akan menurutinya.

“Camkan perintahku baik-baik karena aku yakin otakmu masih berfungsi,” ucapnya tegas.

“Iya, pergi saja.”

Zayyan menatap Rana yang berlalu untuk meletakkan keranjang pakaian di laundry room, hingga gadis itu kembali ke ruang tengah. Rana benar-benar tak mengatakan sepatah kata pun lagi.

Akhirnya, Zayyan memutuskan untuk langsung pergi.

Begitu ia selesai memakai sepatu dan akan keluar apartemen, tiba-tiba ia mendengar suara kencang yang datang dari ruang tengah.

Saat ia kembali masuk, ia melihat Rana yang sudah tergeletak di lantai dengan darah yang mengalir dari hidungnya.

Pemandangan itu membuat Zayyan membelalak dengan napas tercekat.

“Rana!” Zayyan berseru panik, tapi Rana bergeming. Tubuh kurus itu tetap tergolek lemas di atas lantai yang dingin.

Zayyan berjongkok di samping tubuh Rana, mencoba membangunkan Rana. "Rana, bangun! Kamu mimisan!" Ia panik luar biasa.

Namun Rana tetap menutup mata, darah mengalir semakin banyak.

Dengan tangan gemetar Zayyan menelepon Arga. “Ga, Rana pingsan!!”

“Pingsan?” sahut Arga, kakak sulung Rana yang kini menjadi dokter spesialis di rumah sakit.

“Dia pingsan dan mimisan. Aku tidak tahu kenapa.” Zayyan berusaha terdengar tak terlalu panik.

“Hah? Oke, aku ke sana sekarang.” Arga memutuskan dengan cepat. “Dua puluh menit lagi aku sampai. Pindahkan Rana ke kasur dan kasih bantal di kakinya agar posisi kaki lebih tinggi dari kepalanya”.

Zayyan mengangguk paham. “Aku tunggu!”

Telepon terputus.

Zayyan melihat jam tangannya dan menghitung kemungkinan ia bisa tetap pergi dengan Asha setelah Arga datang.

Ia menatap tubuh Rana yang masih tergeletak. Di lantai, darah dari hidung Rana sudah menggenang. Itu membuat Zayyan cukup panik.

Zayyan lalu menyelipkan tangannya ke bawah lutut dan punggung Rana untuk memindahkannya ke kamar gadis itu.

Zayyan kemudian membaringkan tubuh lemas Rana di atas kasur dan meletakkan dua buah bantal di bawah kaki Rana seperti perintah Arga.

Lantas ia duduk di kursi sebelah ranjang dan menghela nafas panjang.

Ini pertama kalinya bagi Zayyan untuk masuk ke kamar Rana.

Mau tak mau ia mengedarkan tatapannya ke seluruh ruangan untuk memperhatikan seisi kamar Rana yang dipenuhi oleh merchandise Doraemon.

“Seperti anak kecil saja,” gumamnya sinis.

***

Dua puluh menit kemudian, Arga benar-benar datang. Zayyan membukakan pintu dan mengarahkannya ke kamar Rana.

“Mau ke mana?” cegah Arga saat melihat Zayyan hendak keluar kamar Rana.

“Ada uru–”

“Duduk di sini dan temani istrimu. Jangan menjadi suami yang tidak bertanggung jawab!” perintah Arga sambil menunjuk ke arah kursi yang tadi diduduki Zayyan.

Zayyan kemudian berdiri mematung di ambang pintu selama beberapa saat, sebelum akhirnya ia kembali duduk di kursi.

“Semoga tidak terlambat,” gumamnya dalam hati.

Arga lalu memeriksa Rana dan menempelkan stetoskop yang selalu ia bawa ke mana-mana ke dada Rana. Ia juga memeriksa perut dan beberapa bagian tubuh Rana yang lain.

“Masih lama?” tanya Zayyan.

“Mau pergi ke mana sih? Istrimu ini lagi sakit, bahkan sampai pingsan dan mimisan. Bisa-bisanya masih berpikir untuk pergi.” Arga menyahut kesal.

Kali ini ia menatap Zayyan dengan kedua mata coklatnya yang tajam.

Bentakan Arga membuat Zayyan menghela nafas pendek. Kini ia semakin pasrah setelah menyadari kemungkinannya pergi dengan Asha semakin mengecil.

Sepuluh menit berlalu, Arga tampak menutup tubuh Rana dengan selimut.

“Dia pingsan karena kelelahan dan stres. Sebenarnya apa yang terjadi pada Rana? Karena selama ini dia tidak pernah pingsan sama sekali.”

Zayyan tak menjawab.

“Kamu tidak tahu atau sengaja mengabaikan Rana, Zayyan?” Suara Arga naik satu oktaf, ia mulai mencium kejanggalan dalam rumah tangga adiknya.

“Aku tidak tahu, Ga. Tiba-tiba saja dia pingsan.”

“Tidak ada yang tiba-tiba, Zay. Dia ini jelas kelelahan. Apa kamu membiarkan dia mengerjakan semua pekerjaan rumah seorang diri padahal dia sedang sibuk skripsi?” tuduh Arga tajam.

Zayyan menghembuskan nafas pendek, tapi ia tak menjawab. Ia tak mau mengakui bahwa tuduhan Arga benar adanya.

Ia selalu membiarkan Rana mengurus rumah sendiri, sementara ia sibuk berkencan dengan Asha.

“Aku selalu memantau keadaan Rana. Jangan sampai melukai dia seujung kuku pun, Zayyan. Meski kita sahabat, aku tidak akan segan menghajarmu kalau itu terjadi.”

Zayyan hanya bisa mengangguk sembari menegakkan punggung.

Ia berharap Arga segera pergi sehingga ia bisa pergi ke tempat Asha sekarang. Namun kalimat yang meluncur dari bibir Arga selanjutnya, membuat bahu Zayyan jatuh.

“Tolong buatkan teh manis untuk Rana.”

Zayyan berdiri, “Hanya teh manis?”

“Ya. Untuk Rana saat dia bangun.”

Zayyan mengangguk dan berlalu keluar dari kamar Rana.

Begitu pintu tertutup, Arga kembali menghadap adiknya, tangannya membelai rambut Rana lembut. “Apa yang kamu lakukan sampai kelelahan begini?” gumannya iba.

Bab terkait

  • Ceraikan Aku, Mas!   Bab 5. Aku Memilih Menyerah

    “Mas, kamu di mana? Sudah siap?” Suara Asha terdengar riang di ujung telepon saat Zayyan mengangkat panggilan.Zayyan terdiam saat suara Asha masuk ke dalam pendengarannya. Ia tak tahu harus berkata apa kepada Asha, karena dialah yang memberi janji kepada wanita itu untuk datang.“Mas Zayyan?”“Asha, Maaf. Sepertinya aku tidak bisa ke sana, karena Rana tiba-tiba pingsan dan kakaknya menunggui dia di sini. Mungkin lain kali saat ada kesempatan lagi,” jelas Zayyan dengan suara memelas.Perkataan Zayyan itu juga disambut hening, karena Asha juga tak langsung menjawab.Zayyan tahu wanita itu pasti kecewa, terlebih setelah terdengar suara tarikan napas yang samar-samar.“Maaf, ya?” Zayyan memelas, meminta maaf untuk yang kedua kalinya pada Asha. “Tidak perlu minta maaf. Aku bisa mengerti kok. Mungkin nanti aku datang ya? Sekalian menjenguk Rana,” Suara Asha terdengar manis dan merdu, membuat Zayyan semakin merasa bersalah.Zayyan tersenyum meski Asha tak bisa melihatnya. “Hmm. Nanti pulan

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-23
  • Ceraikan Aku, Mas!   Bab 6. Mayat Hidup

    “Loh, kok pulang?” tanya Ambar saat mendapati Rana sudah berdiri di depan pintu rumahnya. “Sendirian? Zayyan nggak ikut?”Rana berhambur memeluk mamanya. “Mama….” Ia terisak di pelukan sang ibu, tubuhnya berguncang hebat.“Kenapa, Sayang? Kok tiba-tiba nangis gini?” Ambar membalas pelukan Rana, mengusap rambut putri bungsunya itu lembut.Rana terisak semakin kencang. Tapi ia tak mengatakan sepatah kata pun.Begitu juga Ambar, ia memilih membiarkan putrinya menumpahkan entah apa yang membuatnya menangis. Sembari tangannya terus membelai rambut dan punggung Rana.Hingga beberapa menit kemudian, suara tangis Rana mereda.Ambar melonggarkan pelukan, membelai wajah Rana lembut, membersihkan sisa-sisa air mata dari wajah cantik putrinya.“Sudah mau cerita?” tanya Ambar pelan.Rana menggeleng. “Mau istirahat,” lirihnya.“Oke.” Ambar berusaha mengerti. “Mama anter ke kamar, ya?”Kini Rana mengangguk, membiarkan mamanya mengantarnya ke kamar.Ambar membaringkan Rana di tempat tidur dan menyeli

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-31
  • Ceraikan Aku, Mas!   Bab 7. Kehilangan

    Zayyan sedang mematut dirinya di depan cermin, bersiap berangkat kerja. Wajahnya terlihat lelah, ia tak bisa tidur nyenyak semalam.Helaan nafas pelan lolos dari bibirnya, menyadari betapa heningnya apartemen ini setelah ditinggal pergi oleh Rana. Tidak ada lagi aroma masakan yang biasanya sudah tercium sepagi ini.Namun Zayyan menggeleng kepalanya cepat, mengenyahkan pikiran dan perasaan bersalah yang terus menghantuinya sejak semalam. Ia harus fokus bekerja hari ini, urusan Rana bisa dipikirkan nanti.Tepat ketika Zayyan menyambar tas kerjanya, pintu apartemennya berbunyi.“Siapa datang jam segini?” gumamnya sambil berjalan menuju pintu. “Apa jangan-jangan Rana pulang?” Ia mempercepat langkah, membuka pintu dengan cepat.Belum juga Zayyan menyadari siapa datang, sebuah tinju melayang menghantam wajahnya.Zayyan yang tidak punya persiapan menyambut serangan, terhuyung mundur dan terjatuh ke lantai.“Ap–”Kalimat Zayyan kembali terbungkam ketika sebuah bogem mentah kembali mendarat di

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-01
  • Ceraikan Aku, Mas!   Bab 8. Amnesia?

    “Aku harus ke rumah sakit,” lirih Zayyan sambil menyandarkan kepalanya ke kemudi mobil.Pada akhirnya ia diusir dari rumah Rana oleh Jagat. Jagat murka, mertuanya itu sama sekali tidak mentolerir perselingkuhan.Dan ketika Zayyan menyetir pulang, kepalanya kembali terasa nyeri. Ia sampai harus menepi agar tidak menabrak, saking nyerinya sakit yang ia rasakan.Zayyan mengemudikan mobilnya ke rumah sakit saat rasa nyeri di kepalanya mulai berkurang. Ia melakukannya tanpa pikir panjang, karena rasa sakit yang mendera kepalanya sudah benar-benar tak tertahankan.“Nggak apa-apa, saya bayar berapapun asal nggak usah pake nunggu,” kata Zayyan pada petugas pendaftaran rumah sakit. Kepalanya sudah terlalu sakit.“Kalau gitu masuk UGD saja, Pak. Nanti bisa dikonsulkan ke spesialis saraf.”“Oke.”Tanpa menunggu apa-apa lagi, Zayyan bergegas ke UGD. Ia berbicara dengan dokter dan perawat yang bertugas, baru kemudian dipersilakan untuk menunggu di atas brankar.Saat menunggu, ia menatap ke langit-

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-02
  • Ceraikan Aku, Mas!   Bab 9. Fakta Masa Lalu

    “Ini… beneran?” tanya Zayyan terbata saat menerima surat gugatan cerai yang diberikan Arga padanya.“Buka aja.”Zayyan membuka amplop cokelat itu dan membaca isinya. Rupanya Rana benar-benar ingin bercerai darinya. Rana bahkan tak segan-segan mencantumkan bahwa Zayyan berselingkuh sebagai alasan untuk menggugat Zayyan.Salah satu alasan yang menguatkan gugatan Rana.Zayyan mengusap wajahnya kasar. “Aku belum bisa menyetujui gugatan ini, Ga.”Arga tampak tak senang. “Kenapa?”“Ada yang harus aku bicarakan denganmu. Kamu ada waktu?”“Soal apa?”“Kita bicara sambil makan siang. Kamu sudah makan?” Zayyan memberi penawaran.Arga tampak berpikir sejenak kemudian mengangguk. “Ya udah ayo, makan di depan aja.”Mereka berdua berjalan beriringan keluar dari rumah sakit, menuju sebuah rumah makan yang berada di depan rumah sakit tempat Arga bekerja.“Jadi mau bicara apa?” tanya Arga setelah mereka memesan makanan.Zayyan memasukkan amplop berisi surat gugatan cerai itu ke dalam tasnya, seolah be

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-02
  • Ceraikan Aku, Mas!   Bab 10. Rayuan Asha

    “Mas, aku telepon kamu dari tadi tapi nggak diangkat sama sekali. Kamu dari mana?” Asha sudah menunggu di depan apartemen Zayyan saat pria itu pulang ke rumah dengan wajah lesu dan hati yang begitu berat.Zayyan menatap Asha sekilas. Perbuatannya dan Asha beberapa hari lalu kembali berkelebat, tatapan terluka Rana padanya, membuat pundak Zayyan semakin berat rasanya.“Aku habis dari rumah sakit,” Zayyan menjawab pendek sambil membuka pintu apartemennya, masuk ke dalam.Asha segera mengekor, wajahnya tampak khawatir. “Kamu sakit, Mas? Sakit apa?”Zayyan tak langsung menjawab. Ia berjalan ke dapur, meneguk air mineral untuk sedikit memperbaiki suasana hatinya.“Kamu sakit? Sudah beberapa hari ini kamu ke kampus cuma ngajar terus langsung pulang. Kamu baik-baik aja, Mas?” Asha menatap Zayyan khawatir, tangannya terulur, mengusap lengan Zayyan lembut.Zayyan mengusap wajahnya, menyingkir ke ruang tengah. Menghempaskan tubuhnya di sana.Asha mengekor, duduk di sebelah Zayyan. Tangannya kem

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-03
  • Ceraikan Aku, Mas!   Bab 11. Permohonan Zayyan

    “Sha, kamu ke sini naik apa?”Asha mengernyit saat tiba-tiba Zayyan mengganti topik pembicaraan. “Aku naik taksi, kenapa?”“Aku antar pulang, ya?” Zayyan menawarkan.“Kenapa? Kamu nggak mau kita menghabiskan waktu berdua? Waktu itu kita kan juga nggak jadi melanjutkan?” tanya Asha, merujuk pada kejadian mereka bercumbu mesra yang dipergoki oleh Rana itu.Zayyan menggeleng tegas. “Nggak ada yang perlu kita lanjutkan, Sha. Aku menginginkan pernikahan ini, jadi seharusnya sebagai wanita yang baik kamu nggak mengusik rumah tanggaku.”Air mata Asha kembali meleleh. “Sekarang menyalahkan aku? Kamu mencampakkan aku setelah apa yang kita lakukan bersama? Kamu juga yang setuju untuk tetap berhubungan denganku, Mas,” lirihnya pilu.“Aku bukan mencampakkanmu, Sha. Sejak awal kita memang salah. Harusnya setelah menikah dengan Rana, aku memutus hubungan denganmu. Tapi aku justru mempermainkan pernikahanku.”“Karena itu ceraikan Rana, Mas. Ayo kita bangun hidup kita berdua.” Asha memohon, memelas d

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-03
  • Ceraikan Aku, Mas!   Bab 12. Rencana Asha

    Rana buru-buru naik ke atas. Tapi ternyata, gerakan Rana ini terlihat dan terdengar oleh Zayyan.“Rana! Rana, tunggu! Ayo kita bicara!” Ia berseru lantang, nyaris menerobos Ambar yang menghalangi pintu.“Jangan jadi nggak sopan kamu, Zayyan!” hardik Ambar keras.Rana terus berlari masuk ke dalam kamar, menghilang di balik pintu.“Ma, tolong, Ma. Biarkan saya bicara sama Rana. Besok saya harus ke Malang, saya harus bertemu Rana malam ini.” Zayyan memohon, memelas di hadapan ibu mertuanya.Ambar menggeleng kuat. “Aku tidak akan pernah membiarkanmu bertemu dengan putriku. Sekarang pulang, Zayyan, tidak ada gunanya kamu di sini.”“Ma, saya mohon. Saya tahu saya salah, karena itu saya

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-04

Bab terbaru

  • Ceraikan Aku, Mas!   Bab 66. Kita Mulai Dari Nol

    “Gavin ditangkap kemarin di apartemennya,” ujar Faisal saat kumpul bersama anggota PPI di rumah Ara.“Oh ya? Syukur deh kalau gitu,” seru Vivi lega. Ia memang menjadi salah satu yang paling menunggu-nunggu saat Gavin ditangkap. “Biar tahu rasa. Enak aja main ngasih anak orang obat perangsang.”Rana meringis saat Vivi mengatakan ‘obat perangsang’ tanpa beban. Ia masih selalu ngeri setiap kali mengingat saat Gavin hampir memerkosanya. “Udah ah nggak usah bahas itu lagi. Kita sekarang lagi seneng-seneng, jadi nggak boleh bahas yang sedih-sedih.” Ara menimpaliSetiap bulan, para anggota PPI memang akan berkumpul di rumah Ara. Entah sekedar makan bersama, membahas proyek, atau ada acara tertentu. Dan hari ini, acaranya adalah makan-makan biasa.Masing-masing anggota PPI membawa makanan, lalu mereka akan mengumpulkan semua makanan di tengah-tengah ruangan dan mereka bebas mencicipi makanan punya siapa saja. Semacam potluck.Dan karena Rana masih belum kembali ke apartemennya, jadi ia hanya

  • Ceraikan Aku, Mas!   Bab 65. Lapor Polisi

    “Ka, jangan kasih tahu Papa dulu.” Rana memohon di telepon.Arga terdengar menghembuskan nafas kasar. “Nggak bisa, Ran. Kakak harus bilang sama Papa supaya Papa bantu kasus ini ke polisi. Kamu tahu Papa punya banyak koneksi di kepolisian dan kejaksaan. Papa bisa minta bantuan mereka buat berkomunikasi dengan kepolisian Rotterdam.”Rana menggigit bibir, ia bisa membayangkan bagaimana reaksi papanya saat mengetahui putri bungsunya hampir diperkosa oleh Gavin. Bisa dipastikan, Gavin masih bernyawa saja sudah untung.“Kamu nggak bisa menghalangi kakak buat bilang ke Papa, Ran. Papa berhak tahu.” Arga berkata tegas. “Dan kamu jangan ketemu dia sampai polisi menindaklanjuti kasusmu, oke?”“Iya, Kak. Aku udah tinggal bareng Kak Ara sejak kasus itu. Aku juga selalu bareng Vivi ke kampus dan menghindari kelas yang sama dengan Gavin.” Rana mencoba menjelaskan agar kakaknya tak terlalu khawatir.Arga terdengar menghembuskan nafas berat sekali lagi. “Untungnya kamu masih selamat, Ran.”“Iya, aku

  • Ceraikan Aku, Mas!   Bab 64. Bukti

    “Mas, kamu bicara apa sih?” Asha tersenyum canggung, masih berusaha mengelak.Zayyan mengangkat ponselnya yang sejak tadi ia genggam dan menyalakan rekaman audio yang ia ambil saat Asha bertelepon dengan Gavin tadi. “Sebaiknya kamu mengaku sekarang sebelum aku berikan rekaman audio ini ke bagian akademik,” ancam Zayyan.“Mas, aku mohon jangan.” Asha berusaha mengambil ponsel Zayyan, tapi gerakan Zayyan jelas jauh lebih cepat.“Kalau kamu mau karirmu sebagai dosen masih aman, sekarang mengakulah, Sha. Aku sudah punya dua alasan kuat untuk menghancurkan karirmu. Sebelum aku benar-benar melakukannya, sebaiknya kamu menurut padaku,” ucap Zayyan tegas, tanpa kompromi.“A-apa maksud kamu, Mas? Kamu nggak mungkin benar-benar akan melapor–”“Aku serius, Asha!” Zayyan mendesis. “Pertama, soal kebohonganmu yang berpura-pura mengandung anakku. Dan sekarang, kamu menjadi dalang dari kasus upaya pemerkosaan. Kamu nggak layak jadi seorang dosen, Asha.”Tatapan Asha berubah horor. “Mas, aku mohon j

  • Ceraikan Aku, Mas!   Bab 63. Kamu Dalangnya?

    “Maaf karena nggak dengerin peringatan kamu.” Rana berkata pelan. “Dan makasih karena sudah berusaha menyelamatkan aku kamu jauh banget di sana.”Zayyan menatap layar ponselnya dengan senyum tipis. Dadanya terasa ngilu saat melihat wajah Rana yang pucat dengan lingkaran hitam di sekitar matanya. Gadis itu pasti tidak bisa tidur.“Padahal kamu nggak perlu repot-repot mikirin aku, Mas. Kita udah nggak punya hubungan apa-apa.” Rana tertunduk, tak berani menatap Zayyan.“Aku nggak peduli meski kita nggak punya hubungan apa-apa. Aku nggak akan membiarkan kamu mengalami kesulitan, Ran.” Zayyan berkata lembut.Di tempat Rana masih siang, semenara di Jakarta sudah mulai gelap.“Aku bener-bener makasih, Mas.” Rana akhirnya mendongak, menatap Zayyan dengan mata berkaca-kaca. “Kalau bukan karena kamu, pasti sekarang aku sudah … aku pasti sud–”“Sshh … Ran, sudah. Jangan diingat.” Zayyan menegur dengan nada lembut, menatap Rana prihatin. “Sekarang kamu aman, oke? Kamu aman. Kamu di rumah Ara, kan

  • Ceraikan Aku, Mas!   Bab 62. Berkat Zayyan

    “Ran, kamu nggak apa-apa?” Vivi, tetangga apartemen Rana datang keesokan harinya. “Aku udah denger dari Kak Ara, temen-temen PPI juga sudah pada tahu jadi sekarang mereka pasti bakal bantu jauhin kamu dari Gavin.”“Temen-temen PPI tahu?” Rana membulatkan matanya. Ia menghela nafas pelan, merasa malu.Vivi menangkap gestur itu dan menggengam tangan Rana lembut. “Ran, kamu korban. Harusnya yang merasa malu itu si Gavin brengsek itu, bukan kamu.”“Tapi tetep aja, Vi. Itu memalukan.” Rana tersenyum sendu.Vivi memeluk Rana erat. “Tenang aja, jangan malu, ya? Temen-temen PPI nggak akan meledek kamu. Mereka justru prihatin dan mau bantuin kamu menjauhi Gavin. Dia sudah keterlaluan, Ran. Masa mencekoki kamu dengan obat perangsang?”Rana membalaskan pelukan Vivi erat, ia selalu bergetar ketakutan saat teringat kejadian itu. Ia tak pernah menyangka Gavin akan melakukan hal seperti itu padanya.“Aku jijik sama diriku sendiri, Vi. Aku … dipegang-pegang begitu….” Rana tak berhasil menyelesaikan k

  • Ceraikan Aku, Mas!   Bab 61. Pemerkosaan (?)

    Gavin tak menjawab dan langsung menerkam Rana. Kali ini ia jadi semakin brutal.“Nggak usah sok suci kamu, Ran. Si Zayyan itu pasti sudah pernah mencicipi tubuhmu kan? Nah, apa bedanya kalau aku juga merasakannya? Sekarang aku pacarmu kan?”Rana mulai menitikkan air mata ketika tubuh Gavin kembali menindihnya hingga ia kesulitan bergerak. Cengkraman tangan Gavin di pergelangan tangan Rana mencengkram sangat kuat hingga membuatnya meringis menahan sakit.Rana sudah melakukan segala cara untuk bebas dari laki-laki ini, tapi tubuhnya yang semakin kehilangan kendali karena obat perangsang yang dimasukkan Gavin ke dalam cokelat itu membuat usaha Rana untuk lepas semakin berkurang.Saat Rana mulai merasa putus asa, sebuah ketukan di pintu terdengar. Namun Gavin tak memedulikannya.Ia terus menyerang Rana, menciumi gadis itu meski Rana terus meronta.Namun ketukan di pintu juga semakin kencang dan datang berkali-kali.“Gavin, buka pintunya! Aku tahu kamu ada di dalam!” Suara seorang wanita t

  • Ceraikan Aku, Mas!   Bab 60. Obat Perangsang

    “Kenapa, Ran?” tanya Gavin sambil memegangi kedua bahu Rana.Rana menggelengkan kepalanya, berusaha tetap sadar sepenuhnya. Namun kepalanya terasa berat dan tubuhnya terus memanas.“Aku harus pulang,” ucap rana sambil berdiri. Namun tubuhnya langsung oleng.Beruntung, Gavin sigap menangkapnya. “Mau ke mana, Ran?” Ia melingkarkan lengannya di pinggang Rana, mendekapnya erat.“Mau pulang, Vin. Kayaknya aku nggak enak badan. Biarin aku pulang.” Rana berusaha meronta di pelukan Gavin, tapi dekapan lengan Gavin sangat erat hingga membuatnya tak bisa melepaskan diri.“Ini udah malem, Ran. Kamu kayaknya nggak akan bisa jalan pulang. Udah, istirahat di sini aja,” kata Gavin persuasif.Rana menggeleng. Di tengah-tengah usahanya untuk tetap sadar, ia kembali teringat kalimat Zayyan.“Berhati-hatilah pada Gavin, Ran. Jangan berduaan dengannya terutama di apartemennya.”“Aku harus pulang, Vin.” Rana meronta-ronta, berusaha melepaskan diri.Tapi sekali lagi, cengkraman Gavin di tubuh Rana begitu e

  • Ceraikan Aku, Mas!   Bab 59. Hati-hati, Ran

    “Berhati-hatilah pada Gavin, Ran.” Begitu kalimat pertama Zayyan ketika Rana bertanya soal apa maksud pesan Zayyan di kartu ucapan itu.“Memangnya Gavin bilang apa, Mas?” tanya Rana dengan wajah mengernyit.“Aku nggak tahu kamu akan percaya atau enggak kalau aku beri tahu kamu, tapi aku berharap kamu nggak pernah membiarkan Gavin berduaan denganmu di apartemennya sendiri atau di hotel, atau di apartemenmu. Pokoknya jangan berduaan sama Gavin.”Kernyitan di antara kedua alis Rana tampak semakin kentara. “Aku dan Gavin pacaran, Mas. Sudah sewajarnya kami sering menghabiskan waktu berdua. Kamu nggak bisa mengatur-atur hidup aku, Mas!”Terdengar helaan nafas Zayyan di ujung telepon. “Aku tahu kamu nggak akan percaya padaku.” Suaranya terdengar sendu. “Karena itu aku memilih buat berhenti mengirimkan bunga untukmu. Tapi kamu harus ingat, Ran, aku melakukannya karena aku nggak mau Gavin berbuat macam-macam denganmu.”Rana mulai kehilangan kesabaran. Ia mengetatkan rahangnya saking kesalnya

  • Ceraikan Aku, Mas!   Bab 58. Bunga Terakhir

    “Jangan berani-berani kamu melakukan itu, Gavin!” Zayyan juga menghardik murka. Bayangan Gavin menyentuh Rana dengan tidak senonoh membuat darah Zayyan mendidih.Gavin tertawa seperti iblis. “Atau apa?” tantangnya. “Kamu tidak bisa melakukan apapun, Zay. Kamu jauh di Indonesia sana, sementara aku di sini menjadi kekasih Rana. Cepat atau lambat, aku akan menidurinya.”“Jangan berani-berani kamu menyentuh Rana seujung kuku pun, Gavin!” Zayyan berteriak murka, darahnya mendidih hingga ke ubun-ubun.Tawa Gavin kembali terdengar. “Teruslah berteriak, Zay. Tidak akan ada yang mendengarmu.”“Aku serius, Gavin!”“Aku juga serius, Zayyan. Berhenti mengirim bunga untuk Rana, atau aku akan benar-benar meniduri Rana dan mengirimkan videonya padamu.”Tanpa menunggu respons dari Zayyan, Gavin segera menutup sambungan telepon dan kembali ke apartemen Rana.“Gimana?” sambut Rana begitu Gavin masuk.Senyum manis Gavin mengembang, hilang sudah aura mengancam yang tadi mengelilingi dirinya saat ia bicar

DMCA.com Protection Status