Bagaimana aku akan membangun sebuah pernikahan jika di dalam hubungan suci itu ada cinta yang kau jaga untuk ukhti lain? Mungkin aku tak akan mampu. ... Halwa, gadis yang dibesarkan dengan ketaatan agama, akhlak yang baik, harus menelan pil pahit saat suaminya Gus Agam ternyata memiliki seorang wanita yang ia jaga dalam hatinya. Semakin pilu saat ia tahu hubungan mereka jauh lebih kuat daripada pernikahannya. Namun, demi menjaga marwah kedua orang tuanya Halwa tetap bertahan dalam luka, meski hidup dalam lara ia tetap mencoba meraih cinta sang suami, mampukah dia bertahan untuk tetap berada di sisi Agam?
View More“Kami itu datang niatnya mau lamar putri Mbakyu sama Ustaz Husein buat anak-anak.” Aku tersenyum dalam hati mendengar ucapan umik.
Pasalnya umik datang bersama Gus Azam dan abah membawa lamaran. Tentulah wanita mana yang tak bahagia mendapat lamaran dari Gus Azam yang terkenal dengan wajah tampannya. Lebih dari itu, tutur bahasa dan akhlaknya begitu lembut, kesopanan yang membuatku terkagum dengan sosok gus muda tersebut. Aku mengintip dari balik tembok melihat Gus Azam duduk di lantai beralaskan karpet. Dia selalu seperti itu setiap datang ke rumah kami, duduk di bawah sementara di kursi ada orang yang lebih tua, padahal ami dan abi sudah menyuruhnya untuk duduk di atas, ia selalu menolak.“Ya Allah Dik Farrah, ini beneran to? Ndak mimpi?” Ami begitu antusias, senyum merekah dari kedua wanita yang sangat kusayangi itu.“Loh ya beneran to, Mbak. Lha wong ini udah direncanain ana sama Kang Husein lama.” Abah ikut menimpali.Persahabatan mereka memang terjalin sejak dulu. Abah dan abi teman dekat, sama-sama mendirikan pesantren milik abah saat mereka muda, tetapi sekarang abi memilih mengurus Aliyah yang ia dirikan sendiri.“Sek ya, tak panggilin anak-anak.” Ami tergesa hendak ke dapur. Aku bergegas kembali ke meja makan mengaduk minuman yang sudah kusiapkan, berpura-pura tidak tahu pembicaraan mereka.“Dik Halwa, Mbak Hasna, Nduk sini cepet.” Ami melambai tangan pada Mbak Hasna yang masih di depan wastafel. Aku membantu Mbak Hasna mendorong kursi rodanya dan menuju ami. Mbak Hasna sudah lama tak bisa berjalan, semua aktivitasnya harus menggunakan kursi roda.“Ada apa to Mi, kok seneng banget, kayak dapat emas sekarung aja,” ucap Mbak Hasna yang belum tahu tentang rencana umik dan abah.“Sudah, ayo kita keluar dulu, Mbak Hasna biar sama Ami, Nduk. Dik Halwa bawa minumannya.”Aku mengangguk dan kembali mengambil minuman di atas meja, tak lupa kusiapkan kue buatanku dan Mbak Hasna pagi tadi.Kusajikan minuman dan kue di atas meja, “Monggo, Umik, Abah, Gus.”“Nggeh, Nduk. matur suwun, kok repot-repot.” Umik membantuku menurunkan kue yang ada di nampan.“Kue buatan anak-anak ini Dik. Mereka lagi kursus masak online sama sif yang terkenal itu loh. Sif siapa Nduk? Amik lupa, Pinguin, eh… Sarah Kuin, siapa itu?”“Sef yang di tv itu, Yu? Yang dulu sering kita nonton waktu ngekos itu?”“Iya, yang sampean pingin banget bisa belajar masak sama dia itu loh Dik.”“Chef Mi bukan sif, Chef Farah Quin bukan pinguin, pinguin yang di kutub utara,” jawab Mbak Hasna yang disambut tawa oleh semuanya.“Lha itu, sif eh Chef yang cantik banget itu. Sif sama Chef lak yo sama aja to Nduk.” Ami ikut tertawa.Aku tersenyum puas saat melihat mereka dengan lahap memakan kue buatanku dan Mbak Hasna.“Enak yo Bah, ini kalau punya mantu pinter buat kue bisa naik lagi gula darah Umik.” Umik kembali mengambil sepotong roti dengan taburan keju melimpah dan juga coklat di tumpukan roti bagian tengah.“Umik Ndak usah makan, biar Abah sama Azam aja. Wong Umik kalau lihat kayak beginian gak bisa tahan,” cetus abah."Ndak papa Bib, yang penting ndak kelewatan. Sayang to kalau punya mantu pinter masak ndak bisa nikmati," balas abi.Melihat keakraban mereka yang sudah seperti kakak dan adik kandung membuatku senyum senyum sendiri, kekeluargaan yang sejatinya terjalin dari tolong menolong.“Nduk, ini Abah sama Umik kesini mau mengirim lamaran untuk kalian berdua.” Abah menaruh secangkir teh hangat yang ada dalam genggamannya. “Agam ndak bisa datang, dia masih di luar kota,” sambung abah lagi.Batinku tak tenang, aku pikir abah dan umik hanya mengirim lamaran untuk Gus Azam ternyata juga untuk pemuda tengil itu. Ah, mana mungkin Mbak Hasna menikah dengan bocah tengil itu, bagaimana nasib kakakku nanti.Aduh, mana berani Mbak Hasna menolak, terlebih ia akan memikirkan ami dan abi, pastinya ia akan pasrah menerima bocah tengil yang tak punya sopan santun itu.Agam, aku tak begitu mengenal sosok itu. Menurut kabar di pesantren abah, Agam merupakan pemuda yang susah diatur, abah dan umik saja kewalahan mengaturnya yang tak seperti lelaki idamanku, Gus Azam. Agam memang berbeda dari kakaknya yang lebih memfokuskan diri di pesantren dan memperdalam ilmu agama.“Le, cepat bicara jangan malu-malu,” ucap Umik pada Gus Azam yang masih terdiam menunduk sesekali melirik aku dan Mbak Hasna.“Njeh Mi. Ngapunten, Bi, Mi, Azam berniat mengkhitbah salah satu putri Abi sama Ami. insyaallah Azam akan jadikan istri sehidup sesurga, semoga Allah meridhai.”Duh Gusti… dari cara bicaranya yang lembut membuat hati semakin berbunga-bunga.Mbak Hasna menyenggol lenganku, aku tersipu malu. Mbak Hasna tahu jika aku mengagumi Gus Azam sejak kami datang berkunjung ke pesantren umik dan abah.“Insyaallah,” jawab abi.“Azam ingin mengkhitbah Dik Hasna dan menjadikannya istri Azam.” Gus azam memandang Mbak Hasna dengan senyuman, kemudian kembali menatap abi dan ami bergantian.Mendengar ucapan Gus Azam, seketika senyum di bibirku memudar. Nama yang ia sebut 'Dik Hasna'.Mendengar penjelasan Mbak Ida aku tak dapat lagi bisa protes. Memang bukan salahnya semuanya karena Guss Azam, ia serakah memulai hubungan dengan kebohongan. Meski Mbak Ida dan Mbak Hasna sama-sama menerima, tetapi itu tidak benar, yang masih kusayangkan kenapa mereka berbohong? Jika mereka saling cinta harusnya mereka jujur sejak dulu.“Ngapunten Mbak, Dik Halwa. Mbak tahu diri, karena orang tua kalian Mbak bisa hidup lebih baik seperti sekarang, karena itu Mbak siap menebus semuanya, kalaupun ada yang harus mengalah itu Mbak,” ucap Mbak Ida lirih.“Mbak, kita udah bahas ini. Kita akan jelaskan perlahan dengan Abi dan Abah. Ndak ada yang berubah,” tungkas Mbak Hasna tak setuju dengan ucapan Mbak Ida.Aku tidak mengerti dengan jalan pikiran Mbak Hasna, sebaik-baiknya wanita mereka tetap tidak ingin dimadu, mereka pasti ingin menjalani cinta yang sempurna, tetapi tidak dengan kakakku itu, entah apa yang salah dengannya.“Sekarang sampun jelas, ndak
HASNA POV“Jika sudah takdir, kemanapun kamu pergi ia akan datang. Jika sudah takdir jangankan kilometer, pulau saja akan mudah dilalui untuk memberikan kemenangan pada pertemuan.” Hasna Qaieren Eleanor.Gus Azam, begitulah aku dan adikku Halwa memanggil lelaki tinggi semampai yang selalu memakai sarung dan peci. Baju koko yang selalu digulung hingga ke siku, selalu menyapa dengan senyuman, kumis tipis membuatnya bertambah manis.Lelaki yang menjadi idola santriwati termasuk adikku Halwa, aku tak bohong jika memandangnya saja kita akan terhipnotis. Aku pun menyimpan hati untuknya, tetapi ketika adikku selalu menyebut namanya, bercerita tentang kebaikannya dan sikap santunya aku menyimpan rasa ini sendiri. Tidak mungkin aku akan bersaing dengan adikku meski kami tahu dia pun sudah dijodohkan dengan kami. Tidak hanya Gus Azam, ada Gus Agam yang tak kalah tampan, tetapi sikap mereka berbanding terbalik. Gus Agam pemuda dengan segala kebebasannya. Di
IDA POVTiga hari menjelang pernikahan mereka aku menyibukan diri di madrasah, mengalihkan semua panggilan dari Gus Azam, tak ingin menemuinya. Hingga datang hari di mana ia mengucap ijab kabul untuk Hasna, tatapan matanya seolah memohon untuk bicara, tetapi aku mengalihkan pandangan dan memilih pergi meninggalkan tempat yang menjadi saksi mereka telah halal.Hatiku sakit, aku seolah tak percaya dengan semua ini, tetapi ini nyata. Aku tidak bisa berpaling dari kenyataan ini, mau tidak mau aku harus menerima semua ini. Aku menangis seorang diri setiap malam, menahan derita lara ini, hingga aku tahu aku mengandung. Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan sementara abi berniat menjodohkanku dengan seorang pemuda yang ia anggap sangat baik dan pantas untukku. Aku ingin jujur, tetapi takut jika abi akan murka, aku ingin diam tetapi jelas ini akan semakin membuat masalah besar.Kuputuskan untuk pergi dari rumah abi, mengatakan ingin membantu teman di sebuah panti jompo yang butuh bantuan p
IDA POV "Cinta hanya tentang bagaimana kamu harus menerima tanpa menyakiti." Ida Humaira.Ingatan itu membawaku dalam sebuah rasa bersalah yang teramat dalam, aku tidak tahu jika kedua orang tua angkatku yang telah membawaku dari kejamnya dunia pinggir jalan kedalam sebuah rumah penuh kenyamanan dan kedamaian akan menjodohkan putrinya dengan lelaki yang telah meminangku. Lelaki yang terang terangan mengatakan suka dan ingin menikah denganku, lelaki anak Kyai pimpinan pesantren. Bagus rupa dan akhlaknya, aku tidak menyangka pria yang kukagumi itu memiliki rasa kepadaku.Semua bermula saat aku sering ikut abi pergi ke pesantren Abah Habib, kami tak sengaja bertemu. Pemuda dengan panggilan Gus Azam, lelaki yang membantuku menghafal Al-Qur'an, lelaki yang selalu tersenyum kepadaku. Lama kami menyimpan rasa. Sempat abi melarang aku untuk ikut dengannya dan lebih fokus ke pelajaran madrasah, tetapi aku menolak aku tetap ingin membantu di pesantren Abah Habib, meski hanya sekedar membantu m
Pagi ini aku berniat pergi ke rumah abi, sebelum itu kusempatkan untuk menemui Mbak Hasna mengingat ucapan Agam semalam setidaknya aku akan mendengarkan alasannya tetap diam meski tahu ia telah dikhianati oleh Gus Azam. Baru saja hendak beranjak dari gazebo tempat aku duduk, Mbak Ida datang mendorong kursi roda Mbak Hasna. Aku diam mematung menatap keduanya, apa umik tahu tentang mereka, kenapa Mbak Ida dengan sesuka hati bisa datang ke sini? Apa di madrasah tidak sedang sibuk?“Dik,” panggil Mbak Hasna lirih.Aku menghampirinya, berlutut di depannya agar tinggi lebih rendah.“Apapun keputusan Mbak Hasna, Halwa selalu ada untuk Mbak. Jangan takut.” Kupegang tangan Mbak Hasna, dan sejenak menatap Mbak Ida yang terus menunduk.“Ngapunten Dik Halwa,” ucap Mbak Ida lirih. Aku tak menghiraukanya, bahkan tak sedikit pun berniat untuk menjawab ucapannya. Kuambil kursi roda dari tangan Mbak Ida dan membawa Mbak Hasna menjauh darinya. Meninggalkan Mbak Ida yang masih berdiri tak protes.“Dik
“Ngapunten Gus, bagi Halwa sepuluh ribu itu sampun cukup. Halwa bukan wanita yang sempurna akhlaknya, Halwa bukan menantu yang bisa segalanya. Halwa sangat bersyukur bisa mendapat mertua seperti Umik, yang menerima Halwa dengan baik, menyayangi Halwa selayaknya putrinya sendiri. Memberikan kepercayaan besar saat Halwa ndak bisa menahan tangis. Apa pantas Halwa minta lebih dari sepuluh ribu lha wong Halwa saja masih banyak kurangnya.” Aku menghela nafas, sementara Agam masih setia di depanku menunggu aku kembali mengungkap alasan meminta mahar yang terbilang sedikit itu. “Lebih dari itu Halwa hanya ingin menjadi wanita yang diingat tak pernah meminta mahar neko-neko, karena syarat utama dari mahar pernikahan sebenarnya adalah mahar yang tidak memberatkan. Dalam hadis riwayat Ahmad Al-Hakim dan Al-Baihaqi 'Wanita yang paling besar berkahnya adalah wanita yang paling mudah (murah) maharnya.' Itu menyiratkan bahwa wanita yang berhak meminta mahar sebaiknya minta mahar pernikahan yang mer
“Halwa ada apa Nduk? Kenapa nangis?” tanya umik, ia menundukan wajah bermaksud melihat wajahku yang tertunduk.“Agam ada apa?” tanya umik kepada Agam yang berdiri di belakangku,“Halwa kangen Ami, Umik,” ucapku lirih.“Ya Allah, kenapa ndak bilang.” Umik meraih tubuhku dalam dekapannya, air mata kian deras mengalir.Kenapa jadi begini? Kenapa aku dan Mbak Hasna harus bernasib seperti ini? Tak bisakah satu diantara kita hidup bahagia dan saling mencintai dengan pasangannya bukan harus berbagi hati dengan wanita lain?Kita berharap surga dalam pernikahan ini, berharap ridho dalam menjalin sebuah ibadah, nyatanya hubungan ini banyak mengandung dosa dan dusta, kekecewaan dan luka. Jika begini haruskah kami bertahan sementara kami tahu bukan kami yang mereka inginkan. Gus Agam dan Gus Azam, mereka memiliki wanita lain yang telah singgah di hatinya. Pernikahan ini sudah tak sempurna sejak awal, sudah tidak ada kejujuran sejak awal. Pernikahan ini berlandaskan keterpaksaan, lalu bagaimana ka
Setelah tenang, aku meraih pundak Mbak Hasna menatapnya yang masih menunduk.“Ada apa mbak?” tanyaku sekali lagi.“Dik, janji jangan sampai Ami sama Abi tahu,” ucapnya memohon.“Kenapa, ada apa?” aku tak mengerti, kenapa aku harus berjanji.“Janji dulu,” paksanya.“Iya, iya Halwa janji,” ucapku terpaksa.“Mas Azam….” Mbak Hasna diam, menatap piringnya yang penuh.“Mas Azam kenapa?” tanyaku tak sabar, “Jangan katakan ia juga menyakiti Mbak Hasna?”“Ndak, bukan gtu. Mas Azam sudah menikah dengan Mbak Ida,” ucap Mbak Hasna lirih.Aku terperanjat, menikah dengan Mbak Ida? Apa Mbak Hasna sedang mengigau? “Mbak njenengan ndak salah? Mbak Hasna ndak sedang bercanda tha? Jangan ngeprank Halwa, ih. Ndak lucu.” Aku masih mencoba berpikir positif meski melihat Mbak Hasna menangis sepertinya ia sama sekali tak bergurau.Mbak Hasna tidak menjawab justru kembali menangis.“Mbak ini serius tha?”
“Assalamualaikum, Mbak?” Kuketuk pintu.Tak lama jawaban salam terdengar, bibik membuka pintu bersama Mbak Hasna.“Tumben,” ucapnya.“Kenapa? Apa ndak boleh adik njenengan yang cantik ini main,” ucapku.Mbak Hasna tertawa dan mengajakku masuk.“Dari Umik.” aku menyodorkan paper bag yang kubawa.“Apa ini?” tanya Mbak Hasna.“Jamu biar cepet kasih cucu,” bisikku tepat di samping telinga Mbak Hasna.Aneh, Mbak Hasna justru diam dengan wajah menunduk, apa ia tak senang Umik memberi jamu itu?“Ada apa Mbak?” tanyaku penasaran.“Ah, ndak papa, udah maem?” tanya Mbak Hasna seolah mengalihkan pertanyaanku yang tak ingin ia lanjutkan.“Sudah,” jawabku berbohong. “Mbak sendiri?”“He’eum… Mas Azam ke pesantren, Mbak buat oseng kembang kates kesukaanmu.”“Benarkah.” Aku memanyunkan bibir, terlanjur mengatakan jika aku sudah makan, mana mungkin aku mengajaknya makan.“Ayuk mae
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments