Menyesal ataupun tidak, aku akan memilih pergi daripada bertahan, Mas! Silakan nikmati hari bersama istri sirimu itu! Satu hal yang aku tahu, apa yang ditanam, itulah yang akan dituai.
View MorePaham agama, rupanya tak bisa meredam hati mas Ibra untuk tidak mengkhianati ku dalam bahtera rumah tangga yang sudah diarungi 10 tahun.
"Mas, ini siapa? Kenapa dia mengirim capture pesan antara kamu dengan dia?"Aku bertanya pada mas Ibra yang baru saja keluar dari kamar mandi usai membersihkan diri setelah memadu kasih kerinduan sebulan tak mengarungi samudra pahala sang Pencipta.Dia tampak menghela napas dan dia lepas perlahan, tak ada ketakutan atau kepanikan sama sekali digurat wajahnya."Akhirnya kamu tahu, Dik. Sini dulu! Duduk sini! Mas jelaskan semuanya."Dia memegang pergelangan tanganku, lalu kami duduk di bibir ranjang."Dia Annisa, Dik. Dia istriku juga."Luruh sudah air mataku, mendengar kata yang terucap dari bibir lelaki yang sangat pandai memperlakukan aku layaknya seorang istri. Tidak pernah membentak jika kami berselisih paham, tidak pernah memaksa apa yang tidak bisa aku lakukan."Bagaimana bisa, Mas?" Aku menarik tangan dalam genggamannya. Menjauh beberapa senti dari duduk semula."Aku menikahinya secara siri, lima tahun lalu. Dia rekan kerjaku, seorang janda. Sering terlibat dalam satu proyek, membuat aku dan dia terlibat hati yang terlarang. Aku takut berdosa terlalu jauh makanya aku putuskan untuk menikahinya secara siri.""Tega kamu, Mas. Kamu lebih mementingkan ego mu ketimbang memikirkan perasaan aku dan anak semata wayang kita di sini."Aku dan mas Ibra menjalin hubungan rumah tangga jarak jauh. Dia bekerja di salah satu perusahaan swasta di Jakarta. Keputusan menjalani seperti ini, memang sudah kesepakatan kami berdua.Sekali dalam sebulan dia akan pulang menemui ku, begitu kesepakatan kami."Maafkan aku, Dik. Semua terjadi begitu saja.""Bagaimana bisa kamu mengkhianati aku dengan cara seperti ini, Mas? Apa kekurangan ku? Apa karena hubungan jarak jauh jadi kamu mengambil kesempatan?""Bukan, bukan itu, Dik. Kamu sempurna, kamu selalu melakukan hal terbaik supaya aku bahagia. Namun, kedatangan Annisa tidak bisa aku tolak, aku jatuh cinta lagi, Dik.""Jatuh cinta, Mas? Tinggalkan dia, Mas!""Bisa tidak aku bisa kelapangan hatimu, Dik! Dia tidak akan menuntut apapun, kok. Dia tidak akan menganggu apapun yang ada pada dirimu. Dia akan bersikap sewajarnya, layaknya istri kedua. Dia juga tidak menuntut secara negara padaku, Dik. Apa bisa aku minta untuk tetap menjadikan dia istri?""Astagfirullah, Mas. Kamu sadar tidak berkata apa barusan padaku? Dan, dia sadar tidak mengatakan hal demikian. Dengan kalian menikah secara siri, sama hal sudah mengambil apa yang ada pada diriku secara sembunyi, Mas!""Jika tidak secara sembunyi, apa kamu memperbolehkan aku menikah siri dengan Annisa, Dik?"Dia berusaha meraih tanganku, tapi aku sentak. Rasa jijik membalur dalam tubuhku. Rasanya sulit dipercaya, tubuh lelaki yang aku temani dari nol sudah dijamah perempuan lain selama lima tahun."Suruh dia datang ke sini besok! Dan, talak dia di depan aku, Mas!""Dalam agama kita, aku tidak salah, Dik. Aku akan bersikap adil sama kamu dan juga Annisa. Selama ini aku tetap memberikan yang terbaik pada kamu dan juga Kinara, bukan?"Deg!"Jangan berselimut dengan sikap baikmu selama ini, Mas!""Aku tahu, aku salah, Dik. Namun, aku minta kelapangan hati kamu menerima yang sudah terjadi sekarang.""Sudahlah, Mas. Kamu bisa berkata demikian karena kamu tidak pernah merasakan apa yang aku rasakan. Karena kamu tidak pernah menghargai apa yang sudah kamu punya.""Mengertilah, Dik. Hanya ini yang aku minta pengertian dari kamu. Selama ini aku tidak pernah minta apapun yang tidak kamu sanggup, buk! an?"Ya Allah, apa yang sedang merasuki suamiku, kenapa dia begitu ingin mempertahankan perempuan itu."Baik, Mas. Nampaknya kamu lebih menghargai permintaan perempuan itu ketimbang aku. Tidak apa dan aku tidak akan memaksanya. Jika kamu tidak bisa meningglkan dia. Aku yang akan pergi, aku ingin kita berpisah." Aku bangkit dari duduk menyeka air mata yang tak henti luruh."Jangan Dik. Mas tidak ingin kehilangan kamu, Dik. Mohon mengertilah untuk hal ini.""Maaf, Mas. Imanku belum sampai tahap itu. Jika kamu bilang merelakan diri ini di madu itu adalah pahala besar, aku masih bisa meraih pahala dengan cara lain, bukan cara seperti ini. Kamu sudah mendustai aku selama lima tahun. Dan, kamu masih minta kelapangan hati aku, Mas?""Jangan salahkan takdirmu, Dik. Ini takdir kita bersama."Ku sapu bersih air mata yang masih membasahi wajah ini sebelum masuk ke kamar Kinara. Malam ini, tak sudi rasanya menghabiskan pergantian malam dengan lelaki yang aku kenal ketika kami sama-sama jadi mahasiswa PL di salah satu sekolah. Aku dan mas Ibra berasal dari kampus yang berbeda.Satu bulan mengabdi jadi mahasiswa PL, dia meminta nomor kontak. Semakin lama semakin intens hingga kami wisuda. Pada akhirnya aku dan mas Ibra menikah ketika baru dua bulan lulus menyandang status sarjana. Meski masih mengandalkan gaji les privat tapi kami bahagia hidup sederhana.Hingga suatu ketika, saat pernikahan menginjak enam bulan dan aku mengandung buah cinta kami yang sudah disematkan Allah di rahimku selama empat bulan terakhir, mas Ibra dapat pekerjaan di Jakarta berkat rekomendasi temannya semasa sekolah putih dongker dulu."Berangkat lah, Mas. Mungkin ini jalan Allah memberi rezeki pada keluarga kita.""Iya, Dik. Tapi apa tidak apa-apa kalau kita jarak jauh dulu?""Tidak apa, Mas. Sementara paling, aku juga tidak bisa ninggalin ibu."Ibuku sudah sepuh, sakit-sakitan juga. Tidak tega rasanya meninggalkan dia yang sudah sebatang kara. Apalagi aku, buah cinta satu-satunya dengan almarhum bapak. Bapak sudah menghadap sang Ilahi saat aku berusia lima belas tahun.***"Aku pamit, Dik. Aku harap kamu mengurungkan keinginan semalam. Baik-baik di sini!""Iya, tapi saya kurang tahu apa isinya, karena privasi."Dua hari lalu, Ibra memang menitipkan surat tersebut pada petugas."Kalau boleh tahu siapa yang menjemputnya, Pak?""Tidak ada, Mbak. Tidak ada yang menjemput.""Begitu, ya. Hmm ... apa bapak menanyakan di mana rumah papa saya?""Tidak, Mbak.""Baik lah, Pak. Terima kasih. Maaf sudah menganggu."Kinara berjalan tak berdaya menuju area parkir.Saat sudah di dalam mobil barulah dia membuka surat yang diberikan pak Mulyono tadi. Dan, setelah dibuka, rupanya ada beberapa tiga lembar kertas.Surat yang berisikan permintaan maaf Ibra karena sudah menyakiti Laras, Kinara, dan Arkana. Panjang lebar dia tuliskan dan di lembar terakhir rupanya ada surat kuasa, dia menyerahkan kuasa pada Arkana untuk menjadi wali nikahnya minggu depan."Maafkan, aku, Pa ...." teriaknya sembari menundukkan kepalanya di stir mobil.Tiba-tiba air mata Kinara lolos deras dari bola matanya yang indah."Gimana, Ki? Apa kata papamu?" desak Laras saat dia baru saja
Terbongkar Setelah 10 Tahun PernikahanBab 43Arkana mengemudikan mobil sportnya dengan kecepatan lumayan kencang. "Bro, gue titip absen ya!" titahnya pada Gio, teman yang bisa dikatakan cukup dekat dengannya. Arkana menghubungi Gio saat mobil yang dikemudi sudah terparkir."Kemana lu? Tumbenan mau cabut di kelasnya bu Rania?""Ada urusan lah pokoknya. Titip, ya!""Iya, kalau bisa. Kalau enggak ya takdir lu terdaftar absen."Setelah menutup sambungan telepon, Arkana menaruh ponsel canggihnya itu ke dalam tas kulit model salempang.Dengan sigap dia berjalan menuju ruang untuk melapor."Pak, bisa kah saya bertemu dengan bapak Ibra?" tanya Arkana tanpa basa-basi saat petugas menanyakan maksud kedatangannya."Tapi antri ya, Dik. Soalnya tadi bapak Ibra sudah ada yang besuk. Kalau boleh tahu adik siapanya?""Kira-kira berapa lama antrinya, Pak? Saya ... saya ... anaknya, Pak." Arkana memang ragu menjawab, entah apa yang membuat dia ragu walaupun beberapa detik kemudian dia tegas menjawab
Laras, Bryan, dan Liana hampir berdiri dengan serentak saat Ibra ingin kembali di bawa ke luar ruang sidang."Jangan berbangga hati kamu, Laras. Ini bukanlah akhir selagi aku masih hidup." Tatapan dendam itulah yang tersirat saat mantan suami ini saling bertatapan."Dan, kamu Bryan. Jangan menjadi manusia sok suci. Kamu tak lebih dari pengkhianat ulung. Jangan terlalu berbangga diri karena mereka memilihmu. Ingat! Suatu saat nanti, jika anak itu butuh aku, jangan harap." Tak hanya pada Laras, Ibra juga mengancam Bryan. Entah apa maksud dari yang diucapkannya itu. "Semoga kamu memanfaatkan waktu untuk bertaubat, Mas!" ucap Liana. Sisi lain, dia juga prihatin dengan kondisi yang menimpa Ibra. Sedikit banyaknya, dengan apa yang terjadi, tentu dia masih bersalah dengan apa yang dia perbuat. Kalau bukan karena dirinya, pasti perjalanan yang ditempuh tidak akan se-runyam dan menyakitkan seperti ini."Ck! Kamu Liana. Jangan pikir saya lupa apa yang kamu perbuat. Apa yang kamu hancurkan, sam
Terbongkar Setelah 10 Tahun PernikahanBab 42"Tenang, Bry. Jangan pikir macam-macam dulu." Bryan kemudian menepis yang ada dalam pikirannya.Setelah menghela napas panjang, Bryan pun melanjutkan langkahnya menuju meja administrasi. Dia memesan kamar VVIP pokoknya demi kenyamanan Kinara. Lagian sejauh ini, uangnya juga tidak seberapa dibanding rezeki yang dia peroleh."Mama!" sentak Laras saat mendapati mertuanya datang ke rumah sakit."Kenapa bisa begini, Ras?" lirih Yati.Yati pun mencium kening Kinara sembari menangis. Untung Kinara masih lelap dalam tidurnya. Pedih juga bagi Yati mendapat kabar dari Bryan. Tadi, saat Laras ke ruangan dr. Rani, Bryan memutuskan untuk memberi kabar pada mamanya."Mama kok bisa tahu?" tanya Laras heran."Bryan yang nelpon. Kenapa kamu tidak kasih tahu mama, Ras?" Mereka berdua agak berjarak berdiri dari ranjang pasien yang ditiduri Kinara. Takut dia terjaga."Panjang ceritanya, Ma. Tapi aku bersyukur kalau Kinara selamat.""Kamu juga tadi kata Bryan
"Iya, boleh, Bu?" tanyanya lagi."Tidak apa, Ras. Periksa aja, demi kamu juga. Jangan sepele 'kan," tukas Bryan. "E-e, iya, Uda," sahut Laras gugup."Bu, kita usg ya!" titah sang dokter setelah memeriksa."Keluarga Kinara! Keluarga Kinara! Keluarga Kinara!" Rasa gugup tadi berubah saat Laras mendengar seruan itu. "Bentar, Dok. Saya seperti mendengar seruan panggilan untuk keluarga Kinara. Kamu dengar nggak, Uda?""Keluarga Kinara ... Keluarga Kinara ....""Iya, Bu. Itu panggilan untuk keluarga Kinara," jawab sang dokter. "Saya lihat anak dulu, Dok. Makasih, Dok." Laras yang sudah beringsut turun dari ranjang pasien dari pertama kali mendengar seruan itu berlari keluar ruangan."Nanti saya dan istri ke sini lagi, Dok. Makasih sebelumnya, Dok.""Baik, Pak."Bryan pun menyusul Laras kemudian."Aku sangat menyayangkan dia menyembunyikan sesuatu," gumam sang dokter sembari menggelengkan kepalanya."Bu ... Bu ... Bu ... tunggu!" seru Laras saat melihat petugas IGD ingin masuk ke dalam."
Terbongkar Setelah 10 Tahun PernikahanBab 41Pintu kamar Kinara akhir terbuka juga saat pak Tony dan pak Budi tidak henti berusaha. Kadang menggunakan tubuhnya, sesekali menggunakan kaki. Puncaknya, saat keduanya menghempaskan tubuh dengan lebih kuat dari sebelumnya. Sampai-sampai lelaki berdua itu hilang kendali dan ikut masuk ke dalam kamar saat pintu kamar terbuka lebar. Napas kedua sopir itu jelas sudah tersengal-sengal, akan tetapi akan gurat puas. Sedangkan Laras berlari sigap bersama Bryan ke dalam kamar. Tak lupa asisten rumah tangga bik Minah dan bik Teti menyusul langkah majikannya dari belakang.Semua pasang mata yang ada di dalam kamar terbelalak bersamaan. Mata mereka tertuju pada obyek yang sama."Kinara ...," pekik Laras saat mendapati anak sulungnya tergeletak. Dia berlari lalu berjongkok, memegang kedua pangkal lengan anaknya. Dia guncang, akan tetapi tidak ada reaksi sama sekali. Ada darah yang membuat hati Laras semakin terasa tersayat. Pergelangan tangan selama
"Innalillahi Wainnailaihi Raji'un."Laras menceritakan pada Liana semua hal sebelum kepergian Dennis."Ya Allah, Kak. Padahal mas Dennis orangnya baik.""Iya, Li. Aku titip doa buat dia ya.""In syaa Allah, Kak."Setelah selesai menikmati hidangan barulah Laras mengecek ponselnya. Puluhan panggilan telepon dari suaminya terpampang nyata di layar ponselnya."Uda, maaf. Nadanya silence.""Kamu sama siapa sekarang?""Kenapa Uda Bryan nanya seperti itu, ya?" tanyanya dalam hati."Aku sudah di restoran tempat kamu makan. Maaf aku terpaksa ngelacak kamu. Aku tidak ingin kamu kenapa-kenapa, Ras. Kamu lagi sama siapa?""Aku sama Liana, Uda." Laras dengan jujur."Urusan apa? Kamu harus hati-hati!""Nanti aku ceritakan di rumah ya, Uda. Ini udah selesai kok. Abis ini aku mau antar Liana dulu. Baru langsung pulang. Kamu jadi ikut nanti?""Iya, aku ikut."Percakapan mereka lewat sambungan telepon berakhir tak lama kemudian."Mas Bryan marah ya, Kak?" tanya Liana saat Laras menaruh ponselnya di da
Terbongkar Setelah 10 Tahun PernikahanBab 40"Ya sudah, Kak. Tapi tunggu sebentar biar aku rapikan dulu jualan ini.""Aku bantu ya, Li.""Makasih, Kak."Liana semakin malu, semakin rasa bersalah pun menghantui detik demi detik. Sesekali mereka saling menatap, akan tetapi tidak sampai beradu pandang. Liana yang semakin diselimuti rasa bersalah, lain hal dengan Laras yang merasa prihatin dengan kondisi serta nasib adik sepupu jauhnya itu."Kita naik mobil ya. Kruk-nya kita tinggal aja atau bawa?"Langkah Liana terhenti saat berjalan menghampiri Laras yang berdiri sekitar lima langkah dari dirinya."Kenapa, Kak? Kakak malu ya?""Malu? Malu apa maksud kamu, Li?" tanya Laras seiring kerutan di kening perempuan yang tengah memakai stelan gamis polos berwarna maroon itu. Tidak sungguh tidak mengerti apa yang dimaksud Liana."Iya, kakak malu 'kan karena aku pake alat bantu jalan ini. Lebih baik kita nggak usah pergi, Kak. Aku takut nanti kakak malu saat mereka melihat kita berjalan bagi bumi
Mata Liana terasa memanas saat kata demi kata terlontarkan dari mulut Ibra. Kembali pada penyesalan, kata-kata yang dia dengar tentu tabur tuai atas perbuatannya dulu. Mata yang memanas itu perlahan menerbitkan air bening. Menggenang di bawah mata tanpa kedipan bulir bening itu lolos begitu saja. Sesak dada jangan ditanya lagi."Mas, aku tahu aku salah. Tapi apa yang kamu tuduhkan itu semua tidak benar.""Stop, kamu jangan mendekatiku. Aku tidak ingin ketiban sial lagi!" bentak Ibra saat Liana baru ingin melangkahkan kakinya."Aku hanya ingin mengetahui gimana kondisimu. Sangat kaget ketika tahu kamu masuk rumah sakit lagi. Itu luka apa, Mas?" tanya Liana."Tidak usah sok peduli. Sekarang kamu pasti tertawa kan karena aku kembali masuk rumah sakit.""Bukan, Mas. Bukan.""Permisi, ada apa ini?" Seorang petugas medis akhirnya menghampiri mantan sepasang insan yang pernah merajut kasih ini. Suara Ibra yang tak terkendali membuat salah satu petugas memutuskan untuk menemuinya."Pak Ibra.
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments