Menikah karena perjodohan. Itulah yang dialami Farzan Bramanty dan Tanti Paramitha. Mereka terpaksa melakukan itu demi memenuhi keinginan Ayah masing-masing. Padahal saat itu Farzan telah memiliki kekasih dan hendak menikahinya, yakni Ristin Yunia. Farzan dan Tanti melakukan perjanjian pra nikah. Mereka hanya akan bersama selama setahun. Selain itu Farzan akan tetap menikahi Ristin, beberapa minggu setelah pernikahannya dengan Tanti dilangsungkan. Mampukah Farzan menjadi nakhoda dari dua kapal? Bagaimana pula dengan gejolak hati Tanti dan juga Ristin?
View More"Apa, Yah? Menikah dengan Tanti?" tanya Farzan Bramanty pada sang ayah yang berada di kursi seberang.
"Ya, demi mewujudkan perjanjian Ayah dan Saad, dulu. Sekaligus sebagai cara Ayah membalas budi pada beliau, karena telah menyelamatkan nyawa Ayah beberapa tahun silam," sahut Haedar Bramanty, Ayah Farzan. "Tapi aku sudah melamar Ristin, Yah. Karena itulah aku datang dan meminta Ayah sama Ibu mau melamarkannya pada orang tuanya di Bogor." "Ayah dari dulu sudah bilang, kalau Ayah telah memiliki calon istri untukmu." Farzan menggeleng. "Enggak bisa. Aku cinta Ristin!" tegasnya. "Cinta bisa luntur seiring waktu. Bisa juga dipindahkan ke orang lain." "Aku tetap nggak mau! Lagi pula aku dan Tanti nggak kenal dekat. Cuma say hello kalau ketemu, tiap kali Ayah menyuruhku mendatangi rumahnya." "Dan itu cara Ayah agar kamu bisa mengenalnya lebih dekat." "Yah, maaf. Tapi aku benar-benar nggak bisa. Ini udah modern. Nggak zaman lagi perjodohan." "Ayah tidak akan menyetujui perjodohan kalau tidak yakin bila Tanti cocok denganmu." Farzan tertegun sejenak. "Atas dasar apa Ayah bisa bilang gitu?" "Dia punya toko kue sekaligus kafe. Itu bisa dikombinasikan dengan usaha kita." "Oh, aku paham. Ini semua berhubungan dengan bisnis." "Tidak seperti itu. Saad tidak ikut campur dalam usaha ketiga anaknya." Farzan menyandar ke belakang. Dia melipat kedua tangan di depan dada dan menatap ayahnya lekat-lekat. "Aku masih tetap pada pendirian untuk menikahi Ristin. Ayah mau setuju atau nggak, sebenarnya nggak terlalu berpengaruh!" tegasnya. "Kamu!" Haedar memelototi putranya, kemudian bangkit dan hendak mendatangi Farzan yang masih bergeming. Lelaki tua tiba-tiba mengaduh sambil memegangi dadanya. Menyaksikan ayahnya terhuyung-huyung, Farzan bangkit dan memegangi Haedar yang tengah meringis menahan sakit. Farzan membantu sang ayah duduk kembali, kemudian dia berteriak memanggil Ibu serta adiknya yang segera menghambur ke ruang kerja. Dalam sekejap suasana tenang berubah ricuh. Jihan Aleysia, Adik Farzan keluar dan memanggil suaminya yang sedang berada di kamar. Irshad Permana segera keluar, kemudian mengikuti langkah Jihan. Betapa terkejutnya Irshad melihat sang mertua tengah megap-megap. Dia membantu Farzan untuk mengangkat Haedar dan menggendongnya menuju mobil. Jihan menyambar kunci mobil dari laci bufet, lalu bergegas keluar dan bersiap-siap menjadi sopir. Nuri Amirah, Ibu Farzan dan Jihan, memasuki kamar utama untuk mengambil dompet dan mengganti jilbabnya dengan yang lebih rapi. Setelahnya dia bergegas keluar dan memasuki kursi tengah di mana suaminya tengah dipegangi Farzan. Sedangkan Irshad telah berpindah ke kursi samping kiri sopir. Jihan mengemudi dengan kecepatan tinggi menuju rumah sakit terdekat. Meskipun khawatir dengan kondisi Haedar, tetapi Jihan tetap berusaha fokus menyetir. Beberapa kali dia terpaksa menekan klakson bila kendaraan di depan tidak bergerak. Jarak tempuh yang sebenarnya pendek, terasa sangat panjang oleh kelima penumpang mobil MPV hitam. Jalan raya padat menjelang magrib adalah hal yang biasa terjadi di kota-kota besar, terutama bila jam pergi dan pulang kerja. Sementara itu di tempat berbeda, Saad Hendrawan tengah menyampaikan hal serupa pada putri keduanya, Tanti Paramitha. Perempuan berusia dua puluh lima tahun benar-benar terkejut dengan permintaan Saad, yang hendak menjodohkannya dengan Farzan Bramanty. Tanti mengenali Farzan yang sering datang ke rumah orang tuanya untuk mengantarkan berbagai titipan Haedar dan Nuri. Namun, gadis berkulit kuning langsat benar-benar tidak menduga jika itu adalah cara Saad dan Haedar mengenalkan anak-anak mereka. Tanti beralih memandangi Endang Murniati, sang bunda. Kedua perempuan yang memiliki wajah cukup mirip saling beradu pandang, sebelum Endang mengangguk, seolah-olah menyetujui permintaan suaminya. Tanti menunduk. Dia memilin ujung kaus hijaunya sembari berpikir mencari solusi. Dia bimbang hendak menentukan sikap. Terutama karena tidak yakin dengan penerimaan Farzan atas rencana perjodohan mereka. "Pak, apa Kang Farzan menyetujui perjodohan ini?" tanya Tanti, setelah menengadah dan memandangi pria tua yang duduk berdampingan dengan istrinya di sofa panjang hitam. "Bapak rasa dia pasti setuju," jawab Saad. "Haedar sudah menjanjikan itu, waktu kami bertemu beberapa hari lalu untuk membicarakan hal ini," lanjutnya. "Aku ingin bertemu dengannya. Kami harus berembuk tentang ini." "Ya, boleh. Nanti dia akan datang bersama orang tuanya." "Kapan?" "Minggu siang, sebelum zuhur." Saad menatap putrinya saksama, kemudian bertutur, "Bapak harap kamu mau memenuhi keinginan Bapak, Ti." Tanti tertegun, lalu menyahut, "Aku belum bisa memberikan keputusan sebelum berjumpa dengan Kang Farzan." "Baiklah. Silakan kalian berembuk," tukas Saad. "Walaupun sebenarnya, kalian mau terima atau tidak, perjodohan akan tetap dilaksanakan!" tegasnya yang menjadikan sang putri terkesiap. Saad bangkit berdiri, kemudian menjauh. Endang berpindah ke sebelah kiri anaknya, kemudian mengusap rambut Tanti yang masih terpaku. "Ibu tahu, kamu pasti syok. Tapi, hal ini sudah janji Bapak dan Mas Haedar sejak beberapa tahun lalu," ungkapnya. "Tidak ada salahnya menuruti permintaan orang tua, Ti. Apalagi kalau dengan pernikahan kalian, Bapak dan Mas Haedar bisa bahagia," lanjutnya. "Aku paham, Bu. Tapi kalau tiba-tiba begini, benar-benar bikin kaget," sahut Tanti. "Ya, Ibu ngerti. Tapi jangan berlarut-larut. Karena seperti kata Bapak, semuanya tetap akan berlanjut." Tanti menghela napas berat, kemudian mengembuskannya perlahan. Dia tahu tidak ada gunanya menentang sang bapak yang sejak dulu memang keras hati. Tanti juga paham, Saad mengambil keputusan seperti itu tentulah setelah memikirkannya matang-matang. "Bun, Haedar masuk rumah sakit." Kehadiran Saad dari luar mengejutkan anak serta istrinya. "Kapan?" tanya Endang tanpa bisa menutupi rasa kagetnya. "Sekitar setengah jam lalu. Kata Jeng Nuri, serangan jantung." "Astaghfirullah!" "Ayo, Bun. Kita ganti baju dan langsung berangkat." Saad menatap putrinya, lalu berucap, "Kamu juga ikut, Ti." Tanti tidak menyahut dan hanya mengangguk. Dia memandangi saat kedua orang tuanya bergegas ke kamar mereka. Tanti mendengkus pelan, sebelum bangkit dan jalan ke kamarnya yang berada di bagian belakang rumah. Puluhan menit berikutnya, ketiga orang tersebut telah berada di depan ruang ICU. Saad tengah berbincang dengan Irshad, sedangkan Jihan mengobrol bersama Endang. Tanti berdiam diri dan hanya menjadi pendengar percakapan orang-orang di sekitarnya. Tidak berselang lama, Farzan keluar dari ruang ICU dan menyalami Saad serta Endang. Pria bermata sendu sempat tertegun sesaat sebelum menyalami Tanti. Keduanya merasa canggung untuk saling menyapa, hingga sama-sama diam dan hanya bersalaman. Farzan berpindah duduk ke dekat Irshad. Dia menunduk dan tafakur menatap lantai. Merasa bersalah karena ayahnya terkena serangan jantung karena emosi padanya. Farzan memijat pangkal hidung dengan pelan. Pikirannya penuh dan pundak terasa berat. Terutama karena orang yang hendak dijodohkan dengannya ternyata telah datang. Selama belasan menit berikutnya Farzan berpikir keras. Dia tahu tidak bisa menunda lebih lama lagi untuk berbincang dengan Tanti. Lelaki berparas manis menengadah, dan tanpa sengaja tatapannya beradu dengan sepasang mata beriris cokelat yang balas menatapnya saksama. "Tanti, bisa kita bicara sebentar?" tanya Farzan yang mengejutkan semua orang di sekitarnya.55Jalinan waktu terus bergulir. Hampir sepekan berada di kota kelahiran, Tanti dan Farzan sangat bahagia. Mereka mengunjungi tempat berbeda setiap hari, untuk memenuhi undangan para kerabat. Sabtu pagi menjelang siang, kediaman keluarga Bramanty dipenuhi banyak orang. Acara syukuran empat bulanan dilaksanakan dengan khidmat dan tertib. Selepas tausiah dan pembacaan doa oleh Ustaz sahabatnya Saad, para tamu mendatangi pemilik hajat untuk mengucapkan selamat, atas kehamilan Tanti. Satu per satu bingkisan diberikan pada semua tamu, sebelum mereka meninggalkan tempat acara. Selanjutnya, Saad dan istrinya mengajak seluruh tamu penting untuk bersantap. Puluhan orang memenuhi garasi yang menjadi tempat empat stand makanan dan minuman. Seusai mengambil ransum, mereka berpencar untuk kembali berkumpul dengan kelompok masing-masing. Tanti memutuskan untuk bergabung dengan kelompok para istri bos PG dan PC, yang telah datang dari Jakarta dan sekitar Kota Bandung. "Ti, roti cane dan kariny
54Selama seminggu berikutnya, Tanti ditinggalkan Farzan untuk berangkat ke tempat proyek bersama Hisyam, Nanang dan Zacky. Tanti menyibukkan diri dengan membantu Evangeline di kebun, sekaligus menyiapkan berbagai bawaan untuk orang-orang terkasih di kampung halaman. Dua hari sebelum bertolak ke Indonesia, Farzan dan yang lainnya pulang. Semua orang di dua rumah dinas, begitu antusias untuk mudik. Meskipun hanya libur dua minggu, tetapi itu sudah cukup untuk mencurahkan kerinduan pada orang-orang terdekat. Tibalah saat yang ditunggu-tunggu. Sabtu sore, kelompok pimpinan Nanang telah berada di bandara Auckland. Mereka tidak memasuki tempat check in umum. Melainkan mengarahkan langkah ke tempat khusus pesawat carteran ataupun pribadi. Tanti yang baru kali itu menumpang di pesawat pribadi, sangat antusias mengamati seluruh bagian pesawat itu. Seperti anggota kelompok lainnya, Tanti dan Farzan turut melakukan swa foto di depan pesawat, sebelum menaiki burung besi tersebut. Tanti dimin
53Minggu berganti. Kedatangan Hisyam dan Nanang ke Auckland, disambut gembira para perantau di dua rumah. Berbagai oleh-oleh yang dibawakan keduanya, dibuka untuk dinikmati bersama-sama oleh seluruh penghuni. Setelahnya, para ajudan dan Moreno berpindah ke mess untuk beristirahat sekaligus salat Magrib berjemaah.Sementara di rumahnya, Tanti dan kedua asisten berjibaku untuk menyiapkan hidangan di meja makan. Tanti tiba-tiba berhenti bergerak dan mengaduh. Dia memegangi perut sambil meringis, yang mengejutkan Darmi dan Carla. "Duduk dulu, Non," ujar Darmi sembari menuntun Tanti ke sofa. "Kunaon?" tanyanya sambil mengamati sang nyonya yang tengah mengusap perutnya. "Mendadak keram, Bi," cicit Tanti sembari duduk menyandar ke tumpukan bantal sofa. "Oh, memang gitu, Non. Sudah masuk empat bulan, janinnya makin besar. Bentar lagi akan ditiupkan roh-nya." Darmi turut mengusap perut Tanti. "Sing sehat, Anak bageur," ucapnya dengan lembut. "Ehm, ternyata begitu. Pantas Ibu bilang, mau
52Detik terjalin menjadi menit dan mengubah jam dengan kecepatan tinggi. Minggu berganti menjadi bulan, hingga tibalah waktu musim semi berganti menjadi musim panas.Berbeda dengan benua Eropa dan Amerika, di New Zealand dan Australia, waktu musimnya berbeda. Meskipun sama-sama memiliki empat musim seperti kawasan Eropa dan lainnya.Udara hangat tetapi tetap sejuk, menjadikan Desember hingga Februari sebagai waktu yang tepat untuk mengunjungj New Zealand.Hal itu mengakibatkan banyaknya turis dan rammainya tempat-tempat wisata terkenal di New Zealand. Begitu pula dengan meningkatnya kehidupan di berbagai kota.Proyek yang tengah dikebut pengerjaannya, menjadikan Farzan lebih sering berada di Queenstown. Akhirnya dia memboyong Tanti, karena khawatir dengan kondisi istrinya yang sedang berbadan dua. *Grup Proyek New Zealand* Hansel : @Farzan. Mama ngomel-ngomel asistennya diculik lagi.Keven : Tanti diangkut ke Queenstown?Hansel : Ya, @Mas Keven. Padahal Mama sudah bikin jadwal sa
51Jalinan waktu terus bergulir. Sebab Farzan harus sering ke tempat proyek, akhirnya Tanti mengikuti saran Evangeline untuk menyibukkan diri dengan berbagai hal positif.Tanti mengikuti kursus memasak makanan western dan aneka kue. Dia juga membantu Evangeline di kebun bunga milik perempuan tua tersebut. Tanti tidak menduga jika bunga memiliki banyak variasi. Dia giat mempelajari ilmu bercocok tanam, sembari mengaplikasikannya bersama Evangeline. Jumat sore itu, Tanti dan yang lainnya telah berada di kediaman Timothy. Mereka menyambut kedatangan keluarga Bryan dan Keven beserta Ibu masing-masing. Tanti turut bergabung dengan Aruna dan ketiga perempuan tua, yang berkumpul di teras belakang. Sekali-sekali Tanti ikut memangku Kaylee, anak Aruna dan Keven yang berusia setahun lebih. Tanti mengamati interaksi antara Aruna, Karin dan Lucky. Tanti bisa melihat ketulusan kasih Aruna pada kedua keponakannya, yang diperlakukan sama dengan Kaylee. Karin dan Lucky tidak sungkan untuk berman
50Hari berganti menjadi minggu. Bulan terlewati dengan kecepatan maksimal. Berbeda dengan negara-negara di Eropa yang musim seminya berlangsung di Maret sampai Mei, bulan September hingga November di New Zealand merupakan musim semi di negara kepulauan tersebut. Pagi itu Tanti terbangun dengan tubuh linu. Dia meringis ketika kesulitan menggerakkan badan, terutama area pinggang. Tanti menggapai ponselnya di meja samping kanan kasur, lalu menghubungi Darmi. Perempuan tua segera mendatangi Nyonya mudanya di kamar utama. Darmi terkejut kala menyadari bila tubuh Tanti sangat panas dan wajahnya pun pucat. Darmi segera memanggil suaminya yang berada di halaman. "Non, kita ke dokter, ya," usul Yayat seusai menempelkan telapak tangan ke dahi dan leher Tanti. "Aku nggak bisa bangun," bisik Tanti. Mulutnya terasa kering dan leher sedikit sakit. "Paman panggilkan Dimas. Dia lagi libur hari ini. Sekalian minta dia yang nyetir, karena Paman belum berani mengemudi di sini," ungkap Yayat. Kala
49*Grup Proyek New Zealand*Axelle Dante Adhitama : Kami sudah sampai di bandara Cengkareng.Baskara Gardapati Ganendra : Alhamdulillah.Artio Laksamana Pramudya : Lusa kita meeting, @Dante.Dante : Mas @Tio, bisa nggak jangan rapat dulu? Aku mau cuti dan istirahat di rumah.Tio : Cutinya, kan, dari kantor Adhitama. Dari PG, cuti sudah diambil bulan lalu.Dante : Astagfirullah! Dasar, Komisaris pelit!Tio : Aku harus tegas, karena gajimu besar, @Dante.Dante : Aku mau resign aja dari PG!Tio : Enggak bisa. Kontrakmu masih berlaku sampai 47 tahun, 111 hari lagi.Dante : Gelo!Yanuar Kaisar Ming Sipitih : Aku terkenyout!Austin David Wirapranata : Apa itu, @Yanuar?Yanuar : Terkejut, @Mas David. Bahasa gaul itu.Alvaro Gustav Baltissen : Bukan bahasa gaul, tapi alay.Heru Pranadipa Dewawarman : Yanuar memang masih remaja.Samudra Adhitama : ABG.Arrivan Qaiz Latief : Ababil.Fairel Attalariz Calief : Gen Z.Harry Adhitama : Yanuar bukan lagi gen Z, tapi, gen ZZZ.Wirya Arudji Kartawina
48"Aku buatin teh hangat, ya," tutur Farzan. "Hu um," sahut Tanti sambil memegangi lengan suaminya dan mengajak Farzan keluar. "Ada makanan apa, Mas? Perutku harus diisi. Kayaknya masuk angin," ungkapnya. "Macam-macam. Nasi juga ada. Mungkin pihak hotel sengaja menyediakan itu buat kita." "Lagi nggak kepengen nasi. Ada sup?" "Ada. Paling banyak, sih, aneka cake. Kamu pasti tahu jenisnya apa aja. Aku nggak hafal." Keduanya tiba di dekat sofa dan duduk berdampingan. Farzan dengan tangkas membuatkan minuman hangat buat sang istri. Sementara Tanti memerhatikan hidangan, sebelum mengambil mangkuk sup jagung yang ternyata masih hangat, karena dihidangkan dalam tempat pemanas makanan. Farzan meletakkan cangkir berisi teh ke meja. Kemudian dia berpindah ke balkon untuk mengambil makanan dan minumannya, untuk dialihkan ke dalam. Selama beberapa saat suasana hening. Mereka sibuk menghabiskan berbagai makanan yang ternyata lezat. Kala Tanti bersendawa, keduanya serentak tersenyum sambil
47Terminal F keberangkatan Bandara internasional Soekarno-Hatta, terlihat ramai orang berkemeja ataupun blus putih. Para pengawal yang ikut berangkat menemani bos masing-masing, mengenakan kemeja putih dengan logo PB di saku kiri. Selain mereka, beberapa komandan yang turut serta juga menggunakan pakaian serupa. Farzan dan Ristin saling menatap sesaat, kemudian lelaki bercelana jin biru mendekap mantan kekasihnya yang sebentar lagi juga akan menjadi mantan istrinya. Farzan membiarkan Ristin menangis di dadanya, karena hanya itu yang bisa dilakukannya untuk sang istri kedua. Tidak lama berselang, Ristin mengurai dekapan. Dia mengusap mata dan pipi yang basah dengan tisu. Farzan mengucapkan kata-kata penghiburan yang dibalas Ristin dengan anggukan. Setelah melepaskan perempuan berbaju hijau, Farzan berpindah menyalami Bobby. Dia menitipkan Ristin pada pria yang lebih muda. Sekaligus memastikan Bobby akan membantu usaha baru Ristin yang berkolaborasi dengan BPAGK. Adegan perpisahan
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments