JODOH-JODOH DARI TUHAN

JODOH-JODOH DARI TUHAN

last updateTerakhir Diperbarui : 2023-08-29
Oleh:  Isna AriniTamat
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
4 Peringkat. 4 Ulasan-ulasan
119Bab
8.5KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi

Novel ini bisa di baca secara terpisah meskipun saling berkaitan. Ini adalah kisah cinta tiga wanita dalam menemukan pasangan hidupnya. Kisah yang ringan dan manis, tentunya dengan sedikit bumbu-bumbu konflik yang membuat jalan cerita lebih hidup. Buku satu berisi tentang kisah cinta Alya, di mana dia menemukan cintanya dengan cara perkenalan dengan orang yang belum pernah dilihat dan dikenal sebelumnya. Menikah dengan pria yang baru dikenal beberapa bulan tentu saja ada hal-hal yang belum dia ketahui tentang suami maupun keluarganya. Shock culture menjadi bumbu manis dan kedatangan mantan pacar dari suaminya menjadi konflik yang memanaskan suasana. Buku dua berisi tentang kisah cinta Mayang, di mana gadis itu mengejar dan mencari pria yang mungkin menjadi jodohnya. Namun ternyata Allah lebih tahu apa yang terbaik buat dirinya. Ini kisah manisnya Mayang dalam menemukan jodohnya. Buku ketiga berisi tentang pernikahan yang terjadi dengan terpaksa antara Fitriana dan Davin. Pernikahan yang tentu saja tidak disukai oleh Fitriana karena Davin bukanlah pria yang menjadi tipe idamannya. Mungkinkah Davin bukan jodoh dari Tuhan buat Fitriana. Novel ke empat berisi kisah pemuda yang dikhianati oleh kekasihnya setelah dia berkorban banyak hal demi cita-cita sang wanita.

Lihat lebih banyak

Bab 1

Bab 1

"Dek, tolong uleg bumbu ini ya," pintaku pada adik iparku.

Istri dari adik laki-lakiku yang baru tiga bulan lalu dinikahi. Mereka menikah di ibu kota dan tinggal juga di sana. Keduanya sama-sama bekerja di kota metropolitan itu. Dua hari yang lalu, mereka datang ke kampung karena tiga hari lagi adalah hari raya idul Fitri.

Hari ini kami akan masak untuk berbuka puasa. Meskipun adik iparku ini tinggal di kota dan bukan ibu rumah tangga, tapi di sini, tak segan-segan wanita yang selalu menutup sempurna auratnya itu turun ke dapur membantu kami. Setelah makan pun, dia dengan cekatan mencuci piring dengan berjongkok di bawa keran air. Ya, kami tidak memiliki kitchen Sik ataupun wastafel ala-ala orang kota.

"Ini mbak, sudah," ujar Dek Alya, adik iparku sembari menyodorkan alat penggiling bumbu yang biasa kami sebut cobek yang terbuat dari batu.

Didalam cobek tersebut, tampak bumbu-bumbu yang aku minta haluskan tadi sudah tercampur dengan sangat halus. Lebih halus daripada aku sendiri yang menguleknya.

"Terimakasih, ya dek. Halus banget nguleknya," ujarku sambil tersenyum, yang dibalas olehnya dengan senyuman tak kalah manis.

Aku segera menumis bumbu halus tersebut, hari ini kami akan memasak opor ayam untuk buka puasa.

"Dek, mana lengkuasnya ya?" Tanyaku pada adik ipar yang memerhatikan cara memasak dengan berdiri di sampingku.

Aku bertanya padanya, karena di keranjang bumbu yang tadi sudah aku serahkan untuk di uleng hanya tersisa sereh dan daun, salam jeruk, lengkuas sudah tidak ada di tempat itu.

"Aku uleng juga, Mbak."

Aku menatap tak percaya padanya.

"Bagussss ...." Ucapku seraya mengacungkan dua jempol padanya.

"Kenapa Mbak, salah lagi ya?" Tanyanya dengan nada bersalah.

"Enggak salah sih, tapi luar biasa. Aku aja gak pernah ngulek lengkuas sampai tak berbentuk seperti itu, hanya digeprek aja."

"Habis semua dikasih, aku pikir harus diuleng semua."

"Kenapa gak diulek sekalian itu sereh dan daun salam, jeruk," selorohku, yang hanya dibalas olehnya dengan senyuman.

Adik iparku ini memang murah senyum, selain karena ramah juga karena dia tidak bisa berbicara bahasa Jawa. Jadi daripada salah menjawab lebih baik tersenyum pada semua orang yang bertanya padanya.

Kemarin saat baru datang dan membantu emak memasak, ada juga kejadian lucu.

"Nduk, ini tolong di potong-potong tipis ya, parenya," pinta emak pada Dek Alya sore kemarin.

Dan yang terjadi adalah pare itu tidak hanya dipotong ,tapi juga di kupas hingga benjolan-benjolan yang ada di pare tersebut hilang, tinggallah si pare yang mulus-mulus tanpa benjolan. Seperti muka anak perawan yang habis perawatan.

"Mungkin di sana Dek Alya tidak pernah makan pare, Mak," timpal Fitriana, adikku yang nomor tiga.

Kami empat bersaudara, dua perempuan dan dua laki-laki. Ada Mas Bayu - kakakku, aku sendiri, adikku Harun- yang menikah dengan Dek Alya, dan Fitriana.

"Maaf, Mak. Salah ya," ucap Dek Alya dengan wajah bersalah.

"Nggak apa-apa, malah mulus kok parenya." Aku menyela.

"Mbak, masaknya udah apa belum? Aku mau ajak Alya ngabuburit," Suara Harun mengagetkan diriku yang sedang memasak sambil melamunkan kejadian kemarin.

"Wes, sana kalau mau pergi. Tapi tetap buka puasa di rumah ya," sahutku.

"Pergi dulu ya, Mbak," pamit Dek Alya.

Setelah kepergian keduanya, aku segera membereskan dapur. Cucian bekas masak tidak terlalu banyak karena sudah dicicil oleh Dek Alya tadi. Aku hanya membereskan sisa-sisanya saja.

Waktu menunjukkan jam setengah lima sore, lebih baik aku mandi dulu. Ibu dan bapak keluar rumah juga untuk berbelanja, Fitriana pergi mengajar TPA. Nanti saja jika sudah dekat waktu Maghrib baru membuat teh hangat untuk minum. Cukup lama aku di kamar mandi, dan berganti pakaian sekalian, hingga suara keramaian menumbuhkan penasaran dalam diri. Memaksaku cepat-cepat keluar dari kamar mandi.

"Bagaimana ceritanya kok bisa beli sebanyak ini?" Terdengar suara emak di telingaku.

Sepertinya semua orang sudah pulang dan berkumpul di ruang tamu. Aku segera pergi untuk ke tempat mereka berada untuk melihat apa yang terjadi.

"Tadi, Alya tuh aku tinggal sebentar. Tau-tau udah beli ginian, Mak," sahut Harun.

Aku sampai di ruang tamu dan melihat satu panci berisi pentol bakso kecil-kecil. Di kampung ini, makanan yang terbuat dari tepung dan campuran daging sapi serta ayam itu dibuat lebih kecil dari umumnya bakso, dan di jual keliling memakai motor. Jika ada yang membeli maka akan di masukkan kedalam plastik kecil dan diberi sedikit kuah, saus, sambal, dan kecap sesuai selera, kemudian di beri tusukan seperti tusuk sate untuk memakannya. Biasanya lima ribu saja sudah dapat banyak, bahkan ada yang membeli dengan uang pecahan dua ribu.

"Aku kan lagi pengen makan cilok, Kak," ucap Dek Alya membela diri.

"Iya, tapi gak seratus ribu juga kali belinya. Disini apa-apa gak semahal di kota. Gak sekalian aja mas-mas yang jualan dibeli," seloroh Harun.

Dek Alya hanya memanyunkan bibirnya, terlihat lucu.

"Lagian kamu, Run. Udah tahu seratus ribu bakalan dapat banyak. Tetap aja di beli segitu," sahutku membela Dek Alya.

Adik ipar yang sepertinya semakin aku sukai.

"Masa udah bilang seratus ribu, udah dikasih uangnya bilang gak jadi. Ngisin-isini ( malu-maluin) aja Mbak." Gantian Harun yang membela diri.

"Terus itu panci punya siapa?" Tanyaku.

"Tadi beli, untung ada toko kelontong belum tutup," jawab Harun.

"Ada apa sih, Mbak?" Tanya Fitriana yang baru saja pulang dari mengajar.

Gadis itu langsung berdiri dan bertanya padaku atas apa yang terjadi dengan penasaran.

"Itu, Mbak Alya beli pentol sampai seratus ribu, dapat satu panci. Katanya pengen makan cilok. Aku berkata seraya menunjuk panci yang berisi penuh benda-benda bulat sebesar kelereng.

"Mbakmu gak tahu kalau seratus ribu dapat banyak," timpal emak.

"Oh, mungkin di kota, Mbak Alya suka makan cilok sultan," sahut Fitriana.

"Cilok sultan?" Dek Alya mengulang perkataan Fitriana.

"Iya, kayak Sisca Kohl. Makanan yang dimakan harganya kan mahal-mahal. Daging jutaan, padahal disini seratus ribu dapat sekilo."

"Itu kan beda kualitas, Ana ..." Sahutku dengan gemas.

"Ya makanya, karena Mbak Ayla biasa beli mahal di kota. Makanya beli makanan di kampung ala sultan."

"Kamu memang pengertian." Dek Alya berkata sambil menghambur pada Fitriana dan memeluknya dengan erat.

"Ayo kita bikin review, Mbak." Fitriana mengurai pelukan dan menatap Kakak Iparnya dengan mimik serius.

"Makan bakso yang dibeli ala sultan check..." Ucap Fitriana menirukan gaya bahasa konten kreator yang terkenal itu.

🍁🍁🍁

Tampilkan Lebih Banyak
Bab Selanjutnya
Unduh

Bab terbaru

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen

user avatar
Efan Fara
ceritax bagus sekali
2024-01-31 13:30:17
0
user avatar
Tuti Khoiriah Hasibuan
Kren suka banget ceritanya saya LBH suka novel yang gini kayagnya mulus aja tu cerita cmn krng banyak ttng alya dan harun
2024-01-26 23:48:07
1
user avatar
Enisensi Klara
bagus ceritanya
2023-06-13 16:13:16
1
user avatar
Isna Arini
Ini kisah yang ringan, paling ringan konflik diantara semua yang saya tulis. Baca yukk
2023-06-09 11:29:21
0
119 Bab
Bab 1
"Dek, tolong uleg bumbu ini ya," pintaku pada adik iparku. Istri dari adik laki-lakiku yang baru tiga bulan lalu dinikahi. Mereka menikah di ibu kota dan tinggal juga di sana. Keduanya sama-sama bekerja di kota metropolitan itu. Dua hari yang lalu, mereka datang ke kampung karena tiga hari lagi adalah hari raya idul Fitri. Hari ini kami akan masak untuk berbuka puasa. Meskipun adik iparku ini tinggal di kota dan bukan ibu rumah tangga, tapi di sini, tak segan-segan wanita yang selalu menutup sempurna auratnya itu turun ke dapur membantu kami. Setelah makan pun, dia dengan cekatan mencuci piring dengan berjongkok di bawa keran air. Ya, kami tidak memiliki kitchen Sik ataupun wastafel ala-ala orang kota. "Ini mbak, sudah," ujar Dek Alya, adik iparku sembari menyodorkan alat penggiling bumbu yang biasa kami sebut cobek yang terbuat dari batu. Didalam cobek tersebut, tampak bumbu-bumbu yang aku minta haluskan tadi sudah tercampur dengan sangat halus. Lebih halus daripada aku sendiri y
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-03-08
Baca selengkapnya
Bab 2
Gara-gara tragedi beli pentol bakso ala sultan, rumah kami mendadak jadi lapak jualan dadakan. Sepulang salah tarawih, Fitriana membawa anak muridnya di TPA untuk menghabiskan semua makanan itu setelah kami ambil beberapa mangkuk untuk kami konsumsi sendiri. Suasana tambah rame saat Fitriana benar-benar memvidiokan hal itu ala-ala konten kreator dan yang yang menjadi kameramennya adalah Dek Alya."Mbak tolong kamu yang take video pakai handphone kamu ya. Handphone mbak Alya sudah canggih pasti lebih bagus hasilnya," pinta Fitriana pada kakak iparnya tadi saat mereka melakukan semuanya."Kamu ini, Ana. Sudahlah pinjam handphonenya, orang yang punya pun kau suruh-suruh. Nggak sopan," ucapku pada adik bungsuku tersebut."Nggak apa-apa Mbak, aku suka kok, seru. Kapan lagi kayak gini, di sana aku pun juga terbiasa dengan anak-anak," sahut Alya.Wanita muda itu tampak antusias dengan kegiatannya tadi. Di kota Jakarta, Alya memang bekerja sebagai guru di sebuah sekolah. Mungkin karena itul
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-03-08
Baca selengkapnya
Bab 3
Harun dan Fitriana langsung menyusulku ke dapur begitu mendengar keramaian yang aku buat. "Ya ampun Mbak Alya cemong, kayak kucing habis masuk ke tungku." Fitriana berbicara sambil terkekeh. "Masa?" Dek Alya mengusap mukanya dengan tangannya yang kotor, jadilah itu muka makin cemong. Pasti ini yang menyebabkan mukanya menjadi kotor seperti itu. "Ya Allah 'yang', kenapa mukamu jadi kaya gitu," seru Harun begitu melihat istrinya. "Sudah Dek, kamu cuci muka sana. Biar Mbak aja yang terusin masak air. Ini udah dari berapa lama?" Tanyaku seraya membuka panci yang ada diatas tungku. Air di dalamnya masih terlihat belum panas sama sekali, tentu saja. Karena apinya juga terlihat baru menyala. "Udah dari tadi, Mbak. Tapi apinya gak nyala-nyala jadi airnya juga gak panas-panas," jawab Dek Alya dengan nada bersalah. "Ada cara lain Mbak biar cepat panas tanpa api," sela Fitriana. "Apa?" Aku dan Dek Alya tanya berbarengan. "Dengerin julidan tetangga," sahut Fitriana disertai tawa berdera
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-03-09
Baca selengkapnya
Bab 4
"Hai guys, nih aku spill yaa wajah Kakak Iparku yang dari kota kemarin. Hari ini, kami mau berbelanja buat buka puasa, ikuti keseruan kami yuk!"Terdengar suara Fitriana membuka acara live di media sosialnya. Di video itu, hanya ada suara Fitriana tanpa ada wajahnya, yang terlihat malah Dek Alya. Wanita muda itu berjalan diantara pedagang sayuran. Dengan memakai gamis berwarna merah marun dan kerudung senada, serta masker menutupi sebagian wajahnya. Saat ini, aku sedang duduk sambil melihat aktifitas yang mereka lakukan tadi saat di pasar. Pulang dari pasar, bukannya heboh dengan belanjaannya, Fitriana malah heboh dengan hasil live nya. Katanya banyak yang nonton, banyak yang komentar dan bahkan ada yang kasih gift. Haduh ... Bocah. "Aku mau upload juga ah di media sosialku yang lain, kali aja ada yang kasih star," celetuk Fitriana. "Ana, kalau begini namanya kamu eksploitasi kakakmu," seruku mengingatkan. "Enggak kok, Mbak. Hanya seru-seruan saja, aku tidak merasa di eksplorasi.
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-03-09
Baca selengkapnya
Bab 5
POV Alya. Pagi itu, seorang teman memberiku nomor telepon baru. Nomor telepon seorang lelaki yang diharapkan untuk berkenalan denganku. Di tempat kerjaku, bukan hal yang aneh jika kadang-kadang seseorang merekomendasikan lelaki untuk dikenal lebih dekat. Ditambah lagi usiaku yang sudah dua puluh lima tahun, usia yang dirasa matang untuk seorang wanita berumah tangga. Teman-temanku pun sudah banyak yang menikah dan memiliki bayi. "Simpan saja nomornya, nanti dia yang akan menghubungi kamu terlebih dahulu," ujar Ulfa saat mengirimkan nomor kontak lelaki itu lewat aplikasi pengiriman pesan. "Namanya Harun, usia tiga puluh tahun, sudah bekerja. Kerjanya di daerah Jakarta Barat, dekatlah dari sini. Sudah memilki rumah dan siap menikah," tutur Ulfa panjang lebar. Mataku menatap tak percaya kearahnya, dia tahu banyak hal tentang pria itu ternyata. "Temanmu?" Tanyaku. "Bukan, adik ipar dari temanku." "Kamu memang Jomblang Ter the best!" Kuacungkan dua jempol padanya. Aku mengatakan i
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-03-09
Baca selengkapnya
Bab 6
POV Alya Aku menarik baju gamis yang dikenakannya Ulfa. Binggung sendiri, pengen bicara dulu dengan-nya. "Oh iya Ustadz, ini yang mau dilamar." Ulfa memperkenalkan diriku, begitu merasa aku menarik-narik bajunya. "Allahu Akbar, Ulfa! Bukan itu maksudnya!" Pekikku dalam hati. Tak urung, aku menagkupkan kedua tanganku di dalam dada dan berusaha tersenyum padanya. "Kak Harun, kenapa gak bilang-bilang jika mau ajak Kakak Iparnya," ujarku dalam hati. Dahlan, tidak ada waktu lagi. Akhirnya kubiarkan saja, bagaimana nanti. Lagipula aku tidak tahu reaksi Abah atas lelaki bernama Harun ini. Kami memilih langsung pergi ke rumahku. Kak Harun dan kakak iparnya duduk di bangku depan, sedangkan aku dan Ulfa duduk di bangku belakang. Sepanjang perjalanan yang aku dengar hanyalah keseruan Ulfa dan Ustadz Hamid berbagi cerita. Kak Harun fokus mengemudi dan aku fokus mendengar keduanya bercerita. Ternyata, Ustadz Hamid ini dulunya satu angkatan dengan suami Ulfa. Dari situlah Ulfa dan Ustadz Ha
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-04-20
Baca selengkapnya
Bab 7
"Mantannya banyak?" gumamku pelan, hampir tak terdengar karena bicara untuk diriku sendiri. Ada rasa cemburu di dalam sini, dalam hatiku. Aku pikir, aku adalah cinta pertama dan satu-satunya bagi suamiku itu. Ternyata dia pernah pacaran dan jatuh cinta juga. Harapanmu terlalu tinggi Alya."Tenang Mbak itu kan masa lalu, lagian gak banyak kok. Aku becanda," tutur Fitriana seakan mengetahui isi hatiku. "Lagian Mas Harun kalau pacaran tuh langsung serius ingin nikah, bukan buat main-main. Tapi seringnya Mas Harun yang ditinggal sama pacarnya, ngenes ya," papar Fitriana sambil tertawa. Anak ini, bilang ngenes tapi malah tertawa diujung ceritanya. Jadi Kak Harun selalu mengajak serius wanita yang diajaknya berkenalan. Artinya tidak neko-neko juga, buktinya pas kenalan sama aku lelaki itu sangat menjaga dirinya. Bahkan kami tidak pernah bersentuhan sama sekali saat bertemu. Saat berbalas pesan pun, lelaki yang sekarang sudah menjadi suamiku itu hanya berbagi hal yang sewajarnya. Bertany
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-05-29
Baca selengkapnya
Bab 8
"Makan yang banyak, gak usah sedih. Nanti kita ke mall yang di kota," ujar Kak Harun saat kami berbuka puasa. Setelah tempat pertama yang kami datangi tutup, kami segera pergi mencari tempat lain untuk sekedar membatalkan puasa. Adik iparku itu menginginkan makan mie ayam, dan akhirnya Mas Harun mengalah dan menuruti keinginan adiknya yang ngambek gara-gara mall yang dia maksudkan tutup. "Bener ya, Mas!" rengek Fitriana. "Iya bener. Ke emoll yang sesungguhnya," sahut Kak Harun sambil tertawa. Sepertinya apa yang dipikirkan oleh suamiku itu sama dengan yang aku pikirkan. Pasalnya bangunan yang dimaksud Fitriana mall hanyalah sebuah bangunan yang tak lebih seperti ruko saja. Bangunannya memang cukup besar, tapi belum masuk kategori mall menurut pandanganku. Tapi entah, tidak tahu juga. Siapa tahu kan dari luar kecil, pas masuk kedalam jadi besar dan luas, semacam kamuflase aja gitu bentuk bangunan luarnya. Mendengar kakaknya bersedia untuk membawanya ke mall yang di kota, gadis c
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-05-29
Baca selengkapnya
Bab 9
POV MayangSuara takbir bergema dari seluruh penjuru. Baik dari masjid kampung kami maupun dari kampung sebelah, semuanya saling sahut menyahut. Suasana begitu syahdu dan menentramkan hati, selalu seperti ini saat lebaran. Para laki-laki di rumah ini semua sedang berada di masjid untuk takbir bersama. Fitriana dan emak juga ada di masjid untuk melakukan hal yang sama. Emak ikut karena cucunya, anak Mas Bayu dan Mbak Zainab mengajaknya pergi ke masjid juga. Sebagai embah yang sayang cucunya, tentu saja emak tidak menolak. Farhan, anak dari Mas Bayu adalah cucu pertama Emak. Tentu saja semua kasih sayang dari keluarga ini tercurah pada bocah berusia lima tahun itu. Di rumah hanya ada aku, Dek Alya dan Mbak Zainab. Kami sedang sibuk di dapur. Aku dan Dek Alya berada di dekat kompor gas sedang membuat bakso. Kompor sengaja kami turunkan agar kami tidak capek berdiri. Sedangkan Mbak Zainab seperti biasanya jika di sini, berada di depan tungku. Tempat itu seperti menjadi tempat favoritny
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-05-30
Baca selengkapnya
Bab 10
Suara takbir masih bergema setelah Salat Subuh, semua orang sibuk dengan urusan masing-masing. Antrian di kamar mandi mengular sejak sebelum subuh, kamar mandi hanya ada satu yang di dalam rumah. Satu lagi berada di luar rumah. Udara dingin memaksa semua orang untuk mandi dengan air hangat sebelum salat Idul Fitri. Yang sudah mandi dan salat subuh duluan sibuk di dapur membuat air minum hangat, ada teh manis dan juga kopi tergantung keinginan masing-masing. Disini ada 3 keluarga sedang berkumpul dengan jumlah sepuluh orang, suasana sudah ramai di pagi hari. Mbak Zainab dan aku sudah ada di dapur sejak sebelum subuh untuk memasak nasi dan menghangatkan sayuran. Hari ini sudah tidak puasa lagi, semua orang akan sarapan di pagi hari. Pukul setengah enam, semua makanan sudah siap di meja makan. Ada opor ayam, sambel kentang, telur balodo dan kerupuk udang. Sebenarnya aku akan berniat membuat ketupat sayur seperti yang ditanyakan oleh Dek Alya. Wanita muda itu bilang kalau di rumahnya,
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-06-09
Baca selengkapnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status