Bertemu dengan Lembayung Azura Arunika di masa muda membuat Ryu menjatuhkan hatinya. Azura memiliki magnet kuat yang mampu menarik jatuh kesombongan Ryu hingga ikrar setia itu terjaga begitu lama. Sepuluh tahun setelahnya, semua berubah dan berbeda. Azura bahkan tak lagi mengingat Ryu sebagai bagian dari kenangan masa mudanya. Sebuah peristiwa nahas dan penuh trauma membuat Azura kehilangan memorinya, termasuk lupa pada Ryu yang tetap setia. Demi menjaga Azura dari trauma, Ryu memilih menahan dirinya, berpura asing terhadap Azura sang personal assistant yang kini melengkapi posisinya sebagai General Manager di kebun kelapa sawit warisan keluarga. Ryu menunggu dengan segenap rindu, menanti Azura mengingat masa-masa itu. Lalu, menikah menjadi jalan yang Ryu pilih untuk membuat rasanya terbaca oleh Azura, sang cinta pertama. For more visual add In*ag*r*m ikarus_v
View MoreWajah pias Rara yang tadi hampir digenangi air mata, sontak mengukir senyum lega. Ryu memang tidak banyak bicara, jarang memberi Rara afirmasi positif lewat ucapan. Namun, sekali berucap, damage-nya maksimal, meruntuhkan kemelut di hati Rara secara total. Pesona Ryu ini membuat Rara tak sadar bergeser mendekati sang suami, tatapannya tak lepas dari wajah tampan yang tengah menyesap rokoknya itu. Diremasnya lengan Ryu lembut, membuat sang suami reflek menolehnya. "Mas nggak cuma green flag tapi udah level rainforest," puji Rara tulus. Ia berjinjit untuk menyesuaikan tinggi badannya dengan Ryu. Lalu, dikecupnya pipi Ryu lembut, lama, dengan segenap perasaan yang berkecamuk di dadanya. Rokok yang masih menyala separuhnya itu lolos dari jemari Ryu dan jatuh di parit mengalir saat bibir Rara menyentuh pipinya. Otomatis, lengannya berganti melingkar di pinggang indah Rara, mengunci sang istri agar tetap menempel padanya.
"Langit Kalimantan nggak pernah mengecewakan," gumam Ryu saat turun dari mobil. Kini, ia dan juga Rara tengah meninjau lahan yang baru selesai dilakukan proses replanting. Ia sengaja pergi menyetir sendiri dengan Rara sementara Jaka menunggu di kantor Mina Utama. "Bagus ya Mas view-nya," ucap Rara menghirup udara dalam-dalam, matanya terpejam. "Pekerjanya udah pada pulang, jam 4 soalnya," desis Ryu celingak-celinguk. "Iya, sepi banget," ucap Rara membenarkan. Suasana kebun di sore hari dengan pemandangan langit biru nan bersih itu memang sangat memanjakan mata. Tanah laterit khas perkebunan kelapa sawit yang berwarna merah nampak kontras dengan warna langit dan hamparan hijau tanaman baru. "Habis ini, di Agrorei yang Blok L juga bakalan ada replanting," ucap Ryu menyalakan rokoknya. "Tapi view-nya nggak akan secantik ini," desisnya. Rara hanya memberi senyuma
"Maaf kita jadi telat makan siangnya," sesal Ryu tanpa menatap istrinya. "Nggak pa-pa, Pak," balas Rara ikut membuka bekal makanan yang dibawanya. "Kan sama-sama telat," tandasnya. "Jaka saya suruh beli makan di kantin," lapor Ryu otomatis, seperti berbicara pada istri yang sudah lama sekali dinikahinya. "Iya Pak," gumam Rara. "Masih enak kan mangutnya? Nggak bau?" "Masih," jawab Ryu sambil mengunyah. "Kapan-kapan bikin kroket lagi, enak itu," katanya. "Mas suka?" tanpa sadar, senyuman Rara melebar. "Dari semua makanan buatan kamu, kroket itu favorit." "Besok kalau libur kerja, saya bikinin." "Oke," Ryu manggut-manggut. "Mangutnya juga enak," pujinya tulus. Sepanjang tinggal di kebun dan bekerja sebagai GM, ini kali pertama ia makan bekal yang dibawa dari rumah. Biasanya, ia akan mengajak Jaka makan di luar ketika jam makan siang
"Kamu gila?" desis Ryu saat melihat Rara justru duduk di kursi penumpang depan mendampingi Jaka yang menyetir. "Mbak Rara masih kagok kayaknya, lupa kalau udah jadi Nyonya GM," kekeh Jaka. "Ah," Rara menelan ludahnya gugup. Cepat-cepat ia berpindah tempat, masuk ke kursi penumpang di belakang bersama Ryu. "Maaf," ujarnya lirih. "Ayo jalan Mas," ujar Ryu pada Jaka. "Siap Pak!" jawab Jaka seraya melajukan mobil keluar dari parkir perusahaan, melintasi tanah laterit khas kebun yang sudah mulai berdebu karena tak ada hujan. Sepanjang perjalanan, Rara yang biasanya cerewet dan senang mengobrol dengan Jaka, kali ini bungkam. Di kepalanya masih terbayang bagaimana tadi ia dan Ryu berciuman. Melirik ke arah Ryu saja ia benar-benar tidak berani, darahnya akan berdesir hebat saat matanya menatap bibir Ryu yang penuh goda. Berkali-kali Rara merutuki dirinya sendiri, ia yang bodoh karena mengira Ryu tidak akan mau menyen
"Saya cantik nggak sih Mas?" ulang Rara ngeyel. Ryu menegakkan kepalanya dan sengaja menatap sang istri, "Cantik," katanya. "Menarik nggak?" tanya Rara lagi, mengejar jawaban. "Kamu kenapa sih? Salah makan?" "Mas," sejenak Rara memberi jeda, ia menjernihkan tenggorokannya dengan berdehem. "Kenapa kita nikah?" desisnya. "Apalagi ini?" desis Ryu memejamkan mata gemas. Ia sudah bisa menebak bahwa Rara pasti mendengar suara sumbang dari luaran sana. "Ketemu sama siapa kamu? Dari mana barusan?" tanyanya menginterogasi. "Awalnya saya ngerasa mungkin emang saya nggak cukup menarik di mata Mas, apalagi kita ada di level yang berbeda," desah Rara menengadah. "Tapi, omongan orang-orang barusan menyadarkan saya. Saya nggak boleh berharap apapun pada pernikahan ini, apalagi berharap sama Mas. Saya yang nggak punya memori apapun soal kita di masa lalu. Mas, saya ini bekas ya kan?"
"Pengantin baru, auranya beda nih," goda Mbak Din, penjaga kantin perusahaan. "Tambah seger ikam, Ra," puji Ira dari divisi purchasing. "Keramas nggak tadi sebelom berangkat?" kekeh Hilda yang duduk di samping Ira. "Nggak nyangka emang beneran ada main kalian ini," desisnya terdengar sumbang. Entah sengaja bercanda atau memang iri pada keberuntungan Rara. "Langsung level GM lho ini yang mau, nggak nyangka kan?" sahut Ira. "Mbak Ira kok gitu ngomongnya," tegur Mbak Din. "Enggak Mbak, aku cuma seneng aja. Kan rumornya Rara sama Pak GM itu dulu jelek, dibilang Rara yang ngegodain Pak GM sampe ada yang ngomongin kalau Rara pake pelet," terang Ira. "Maaf ya Ra," ia toleh Rara yang bungkam. "Isunya Pak GM kan angkuh, galak, dan anti perempuan. Pas sama Rara, dia protektif banget, makanya banyak yang penasaran. Tau-tau, ada rencana nikah nih mereka. Kan heboh Mbak," tandasnya. "Iya, dipikir sama para
"Boleh, saya nggak ngelarang," jawab Ryu. "Tapi pas hari libur, nggak boleh kalau pas hari kerja. Hari kerja, kamu milik saya!" "Hari libur juga saya udah jadi miliknya Mas." "Beda konotasinya, Azura," desah Ryu sabar. "Ayam goreng separuh aja, sama mangut lais-nya mau saya," ujarnya. Senyum Rara terkembang cantik, senang bahwa usahanya membuat sarapan benar-benar mendapat penghargaan dari sang suami. Apalagi saat Ryu memakan masakannya itu tanpa protes, nampak sangat menikmati dan lahap sekali. "Siapin buat bontot sekalian, ayam goreng sama bacem tahu tempenya," pinta Ryu setelah ia tuntaskan isi piringnya. "Iya, pake sayur nggak Mas?" tawar Rara. "Boleh," balas Ryu. "Kamu udah mandi kan? Ayo, siap-siap ngantor, jalan setengah jam lagi!" ajaknya. Rara mengangguk, buru-buru menyelesaikan sarapannya. Ia siapkan dua kotak makan kembar, kado pernikahan dari para karyawan dan kemudia
Pagi hari pertama Rara di rumah Ryu, ia bangun sebelum adzan subuh. Penuh semangat, ia memasak perdana di dapur sang suami sebagai nyonya rumah, bukan seorang PA yang membawakan masakan untuk atasannya. Sengaja memasak beberapa menu lauk yang kemarin dibelinya di Kampung, Rara takut Ryu tidak suka dengan masakannya. "Lagi mandi ternyata," desis Rara saat ia selesai memasak dan berniat membangunkan suaminya. Ryu sudah lebih dulu masuk ke kamar mandi saat Rara masuk ke dalam kamar sang suami. Ini kali pertama Rara masuk ke ruang privat Ryu, meneliti isi di dalam kamar yang sangat rapi dan minim perabotan itu. Ryu bahkan sudah merapikan ranjang dan melipat selimutnya. Jadi, Rara seperti tidak memiliki celah untuk melibatkan diri dalam ruang pribadi Ryu. "Ah, dia belom nyiapin baju," desis Rara tersadar. Lantas, Rara membuka satu-satunya lemari yang ada di dalam kamar itu. Baju-baju Ryu tergantung wangi dan rapi di dalamnya. Sekat pertama untuk baju kerja dan sekat kedua adalah baju
"Rara!" seru sebuah suara, membuat Rara yang tengah mengantre untuk membayar menoleh, termasuk beberapa ibu-ibu lainnya, mereka turut menoleh Rara. "Azura, ketua OSIS SMP Harapan Kita!" ulang pemilik suara, perempuan sebaya Rara. "Niken," desah Rara langsung mengenali pemanggilnya. Memorinya bisa mengingat sosok perempuan bergigi gingsul ini tanpa kesulitan. Namun, bukan masalah memori yang menjadi kebingungan Rara sekarang. Ibu-ibu yang tadinya mengantre bersamanya untuk membayar justru menatapnya dengan sorot penuh selidik. Beberapa di antara mereka tampak saling berbisik, menggunjing secara terang-terangan. "Yang pernah viral itu kan?" bisik si baju merah bergincu tebal. "Ho.oh, yang kena gilir di kebun sebelum GMO kan? Ini orangnya," sahut si baju kuning berwajah judes. "Yang mana sih? Viralnya kapan?" sambar satu lagi yang lain, si baju abu-abu berkerudung bahan jersey warna pink. "Udah lama, tapi emang heboh banget," terang si baju merah. "Katanya sempet mau bunuh diri ber
Mewarisi perusahaan yang dikelola oleh keluarga besar Dhanapati, Ryu Raiden Dhananjaya harus berakhir di dalam perkebunan sawit rimbun Kalimantan Tengah yang jauh dari keramaian dua bulan belakangan ini. Bagaimanapun, ia sulung dari pasangan Gentala Rainer Dhanapati, pengusaha perkebunan kelapa sawit tersohor dan Mika Hayu Lyana Indrajaya—pewaris perusahaan rokok terbesar di Jawa. Jadi, mau tidak mau, Ryu harus rela melanjutkan bisnis keluarga demi membuktikan kualitas dan kemampuannya dan hidup menepi dari hiruk-pikuk perkotaan. "AZURA!!" Satu detik. Dua detik. Tiga detik. "AZURA!!" "Inggih Bapak (Banjar: Iya, Bapak), maaf Pak, saya baru kembali dari kantin," ucap Rara, begitu Lembayung Azura Arunika akrab dipanggil. Ia menyembulkan kepalanya di pintu ruangan sang bos, tersenyum cantik. "Ngapain di kantin?" tanya Ryu, lelaki berparas rupawan dengan perangai 'buta hejo' kata para karyawannya ini. "Maaf, ini jam makan siang kan Pak?" Rara meringis polos. "Sejak kapan kamu ...
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments