Share

2. Asal Kamu Tahu

Author: Sayap Ikarus
last update Last Updated: 2025-01-31 08:01:10

"Kita ke Simpang, Pak?" tanya Rara kaget saat Ryu membelokkan mobilnya menembus jalan poros menuju portal utama perusahaan.

Lokasi pabrik kelapa sawit di mana perusahaan yang dipimpin Ryu beroperasi memang berada di tengah jantung kebun kelapa sawit. Akses menuju perusahaan harus melewati portal utama perusahaan yang letaknya di pinggir jalan lintas kabupaten di Kalimantan Tengah. Jalan poros adalah satu dari beberapa jalur penghubung perusahaan dengan dunia di luar perkebunan yang dibangun perusahaan untuk mobilitas kendaraan pengangkut CPO.

"Hem," Ryu menggumam.

"Pasti telat balik kantor kan Pak?"

"Kenapa emangnya? Saya yang punya perusahaan, siapa yang berani negur saya?" tantang Ryu.

"Bukannya perusahaan masih atas nama Pak Rain ya Pak?" sangkal Rara menggemaskan.

Ryu mendengus kasar, "Kamu mau ngajak saya berdebat?" geramnya.

"Hah? Mana saya berani Pak," balas Rara nyengir.

"Jangan banyak protes makanya!" sungut Ryu galak.

"Saya nggak protes Pak, nanya aja kok," ucap Rara.

"Terserahmu," sambar Ryu.

"Bapak ngambek?"

"Saya nggak mau kita terlibat obrolan sebelum sampe ke tempat makan!"

"Lama dong Pak? Kan masih jauh Simpang juga," Rara ngeyel.

Ryu tak mau bicara lagi. Ia asik menyetir, menganggap di sebelahnya tak ada orang ketimbang ia semakin emosi jiwa. Kepolosan Rara sedikit membuat Ryu susah beradaptasi, sangat berbeda dengan Rara si Ketua OSIS yang ia kenal 10 tahun belakangan.

"Nasi Padang?" mata Rara berbinar senang.

"Kenapa? Kalau nggak suka menunya, silahkan cari sendiri yang kamu suka," jawab Ryu segera turun dari mobilnya dan berjalan masuk ke dalam rumah makan.

"Suka kok Pak, ayam pop favorit saya," kata Rara menyusul ceria.

"Bukannya kamu udah makan di kantin?" sindir Ryu, ia ambil nasi dan lauknya tanpa mempersilakan Rara lebih dulu.

"Bukannya Pak Ryu ngajak saya ke sini buat makan siang? Di kantin saya cuma jajan gorengan. Lagian saya males digosipin," terang Rara yang ikut mengambil nasinya dan duduk di seberang Ryu setelah memesan es teh dan es kopi untuk bosnya.

"Digosipin apa?" Ryu tertarik.

"Katanya Bapak terlalu posesif sama saya karena Pak Ryu suka sama saya."

"Apaan?" hampir saja Ryu tersedak karena ucapan Rara.

"Selama dua bulan belakangan ini, Bapak nggak pernah ngijinin saya jajan di kantin kantor dan malah nyuruh saya bawa bontot. Belom lagi saya nggak pernah diijinin buat ikut acara ngumpul karyawan kantor. Mereka bilang Pak Ryu posesif, pengin menjaga saya buat Bapak sendiri," ungkap Rara apa adanya.

"Menurut kamu, saya begitu?" pancing Ryu.

"Ah, apa iya Bapak suka sama saya? Emang saya secantik itu di mata Pak Ryu ya Pak?"

"Serius kamu berani sekali merusak nafsu makan saya Azura!" desis Ryu memerah wajahnya.

"Nah kan, berarti bukan begitu alasannya. Makanya saya bilang gosip karena kenyataannya beda," desis Rara tersenyum tanpa beban. "Saya tau kalau saya harus terus standby di sisi GM. Itu yang dulu Pak Rain tekankan juga pas saya ikut beliau sebagai PA," tandasnya.

"Azura," Ryu menarik napas dalam-dalam sebelum bicara serius pada asistennya. "Alasan saya kenapa jarang mengijinkan kamu makan di kantin dan bergabung dengan acara karyawan lain adalah untuk menjaga kamu dari mendengar gosip nggak bener seperti itu. Kamu diminta khusus oleh Mama saya untuk jadi staf PA, bakalan banyak yang nggak suka dengan proses instan itu. Kalau sampe kamu kemakan gosip dan kerjaan kamu jadi nggak fokus, saya yang rugi. Saya suruh kamu bawa bontot karena pekerjaan sebagai PA menuntut kamu bermobilitas tinggi. Nggak bakalan sempet tuh kamu santai-santai makan di kantin. Lagipula, urusan kamu adalah dengan orang-orang di luar, rekan bisnis Agrorai, soal keperluan intern di dalam perusahaan, saya bisa urus sendiri tanpa bantuan kamu!" urainya sengaja menghentikan kunyahan. Biar kamu nggak terluka andai denger mereka ngomongin masa lalu kamu, Azura.

"Iya Pak, saya paham. Seandainya Bapak suka sama saya, saya juga pasrah aja," cengir Rara percaya diri.

"Kamu bayar sendiri makan siangmu!" sergah Ryu geregetan.

***

"Apa ini?" dahi Ryu mengerut, ia amati gelang-gelang cantik dalam sebuah kotak plastik transparan yang ada di mejanya saat keesokan harinya.

"Itu gelang dari kayu gaharu, Pak. Saya sendiri yang membuatnya," jawab Rara bangga.

"Kamu masih punya waktu luang ya di tengah kesibukan kamu sebagai PA? Kayaknya saya terlalu longgar sama kamu," sindir Ryu menohok.

"Bukan gitu Pak, saya bikinnya di rumah, tidak di jam kerja," elak Rara buru-buru. "Saya lihat gelang yang selalu Pak Ryu pakai sepertinya juga dari bahan yang sama," tandasnya mencari topik baru agar Ryu tidak mencecarnya.

"Sok tau!"

"Tapi bener dari kayu gaharu juga kan Pak?"

"Kalau bener emang kenapa? Meski sama bahan dan bentuknya, artinya buat saya jelas beda. Siapapun nggak bakalan ngerti termasuk kamu!" sambar Ryu galak.

"Maksud saya, gelang yang Bapak pakai pasti sudah lama sekali dan baunya pasti nggak seharum yang baru, makanya saya buatnya beberapa untuk Bapak. Masa GM pake gelang buluk," ledek Rara hati-hati.

"Hei, mulut kamu!" sentak Ryu kesal. 'Buluk gini juga kamu yang bikin! Menurutmu kenapa meski udah jelek masih kupake?'

"Maaf Pak. Kalau Pak Ryu nggak berkenan, saya ambil lagi gelangnya," sesal Rara bersiap meraih kotak gelangnya tapi kalah gesit dengan Ryu.

"Saya nggak bilang nggak mau, kenapa maen ambil-ambil aja? Bikin lebih banyak lagi, nanti dibagiin ke anak asuh yang ada di panti asuhan milik perusahaan," tandas Ryu.

"Baik Bapak," senyum Rara melebar. "Saya minta Mas Jaka untuk siapkan mobil ya Pak. Jadi berangkat ke Sampit sekarang kan Pak?" tanyanya ceria.

"Saya bawa sendiri mobilnya, kamu suruh Jaka siapkan di depan kantor aja itu mobil," balas Ryu. "Kamu udah persiapan baju ganti kan?"

"Sudah Pak. Kemarin Bapak bilang kita tiga hari di kantor perwakilan, jadi saya langsung bawa baju ganti. Sudah ijin orang rumah juga seperti perintah Pak Ryu."

"Oke, siapkan berkas laporan yang saya minta, kalau udah kita berangkat," kata Ryu seraya melepas gelang lamanya dan menyimpannya di laci meja kerjanya. Ia kenakan salah satu gelang baru yang Rara buatkan.

"Sudah siap semua Pak," ucap Rara senang, matanya tak lepas dari gelang buatannya yang baru saja dipakai Ryu berdampingan dengan jam tangan mahal.

"Kalau gitu ayo jalan," ajak Ryu segera meraih ponsel dan jasnya. Ia berjalan mendahului Rara, melirik sebentar ke meja kerja asistennya itu. "Mana barang bawaan kamu? Baju ganti?"

"Ah, sudah saya taruh di parkir mobil Pak," jawab Rara agak lama, ia baru selesai menelepon Jaka agar menyiapkan mobil. "Sudah saya minta juga Mas Jaka untuk naroh di bagasi," tambahnya.

"Oke," Ryu mengangguk sekenanya, membalas sapaan para karyawan yang ia lewati dengan lambaian tangan. Dilihatnya Jaka sudah menyiapkan mobil pribadinya, bukan mobil kantor.

"Maaf Pak, saya kira kita pakai mobil kantor. Barang saya ada di mobil kantor, iya kan Mas Jaka?" Rara nyengir, takut dimarahi.

"Naik aja dulu, nanti diambil di parkiran. Kita muter ke parkiran," kata Ryu solutif, malas menunggu.

"Siap Pak!"

"Jalan dulu Mas Jaka," pamit Ryu pada sopirnya.

"Iya Pak, hati-hati!" balas Jaka melambaikan tangannya, mengiringi Ryu yang masuk ke dalam mobil lalu melajukannya.

"Kenapa Pak Rain dan Pak Ryu nggak pernah mau bawa sopir kalau acara ke Sampit?" tanya Rara penasaran.

"Nggak pa-pa," balas Ryu sekenanya.

"Ngrepotin ya Pak?" tebak Rara.

Ryu menoleh gadis di sebelahnya dengan sorot kesal, "Kalau masalah ngrepotin, justru kamu yang lebih ngrepotin! Jaka itu udah berkeluarga, kalau diajak nginep kasian anaknya masih balita!" terangnya.

"Saya nggak akan ngrepotin Pak Ryu, serius!" ucap Rara menaikkan jemarinya untuk membuat tanda 'V' ke arah sang bos.

"Janji doang!" desis Ryu. Ia hentikan mobilnya di parkiran mobil dinas lantas turun tanpa bicara. Dibukanya pintu mobil miliknya dan diambilnya barang-barang milik Rara untuk akhirnya ia masukkan ke dalam kursi penumpang di belakang. "Belom berangkat juga udah ngrepotin!" sungutnya.

"Saya bisa ambil sendiri tadi harusnya Pak," ujar Rara menggaruk tengkuknya malu-malu.

Meski galak, Rara tahu bahwa Ryu selalu memperlakukannya dengan baik, termasuk tindakannya barusan. Demi dirinya, Ryu bahkan bersedia turun ke parkiran meski mulutnya mendumal. Ryu memang sejenis lelaki yang memiliki love languages dengan act of service, sedikit bicara banyakan mesranya.

"Nggak ada yang ketinggalan lagi?" tanya Ryu setelah terdiam tanpa tanggapan.

"Kayaknya enggak Pak," jawab Rara mantap.

Memilih untuk melajukan mobilnya, Ryu tak lagi melanjutkan obrolan. Situasi kebun sudah banyak berubah. Pohon sawit sudah banyak yang ditanam ulang, sudah dibentuk pula divisi khusus penanganan kebakaran hutan di perusahaan. Ryu memang tinggal melanjutkan apa yang sudah dirintis oleh Rain, papa kerennya. Namun, metode bekerja Ryu lebih rapi seperti Mika sang mama, juga terstruktur karena latar belakang pendidikannya yang memang sejalan dengan pekerjaannya memimpin perusahaan.

"Maaf Pak, nanti boleh mampir ke mini market? Saya pengin cari camilan," ujar Rara setelah terdiam cukup lama dan mobil sudah keluar dari portal utama ke jalan besar.

"Kamu laper?" gumam Ryu singkat.

"Buat temen nonton drama Korea nanti di hotel aja sih Pak," Rara meringis manis.

"Oke," jawab Ryu. "Nanti berhenti di Simpang," tandasnya.

Rara mengembangkan senyumnya, lega karena respon Ryu di luar dugaannya. Setidaknya Ryu tidak mengomel karena ia cukup merepotkan.

"Sepi Pak, boleh saya putar musik?" tanya Rara ngelunjak karena sikap lunak Ryu barusan.

"Kamu mau tidur sambil musikan? Enak banget!" desis Ryu.

"Enggak Pak, mana bisa saya tidur sementara Pak Ryu yang nyetir di sebelah saya. Canggung soalnya kalau saya mau ngajak Bapak ngobrol, kan mending musikan."

"Selera musik kamu beda sama saya."

"Ya kita ikutin selera musik Pak Ryu. Boleh request," bujuk Rara tak menyerah.

"Kamu males ngobrol sama saya?"

"Bukannya gitu Pak. Ya udah, saya diem aja deh, nggak jadi dengerin musik," ucap Rara serba salah.

"Diem aja kayak patung," desis Ryu.

Rara mencembikkan bibirnya kesal, tapi ia tahu bahwa ia tidak bisa protes. Sedangkan Ryu juga memilih untuk fokus menyetir, enggan membuka pembicaraan. Hingga akhirnya mereka sampai di area Simpang di mana ada satu minimarket yang cukup lengkap, Ryu memarkir mobilnya.

"Bapak juga mau belanja?" tanya Rara penasaran karena Ryu ikut turun dari mobil.

"Mau beli rokok," jawab Ryu.

"Saya carikan aja Pak," Rara menawarkan diri.

"Nggak perlu."

Rara mengedikkan bahunya pasrah. Sejak menjadi bosnya, Ryu memang begitu. Lelaki ini terkesan galak dan tidak peduli dari cara berbicaranya. Namun, dalam kenyataannya Ryu justru bersikap sebaliknya.

"Pak, ini banyak banar (Banjar: banget), jajanan sebanyak ini nggak bakalan habis di saya," kata Rara saat sang bos mengambilkan banyak camilan dan menaruh di keranjangnya.

"Saya yang bayar," balas Ryu cuek.

"Tapi kalau saya habisin sendiri kan nggak habis juga Pak."

"Itu beberapa punya saya," Ryu melirik sebentar lalu sibuk memilih jajanan lagi.

"Heran," desis Rara setengah berbisik. "Orang mau kerja, rapat masalah perusahaan tapi berasa kayak piknik, bawa bekal jajan," keluhnya tak habis pikir.

"Kenapa?" tanya Ryu yang mendengar keluhan sang asisten.

"Hah?" Rara tergagap panik. "Enggak Pak. Saya kerja sama Bapak di sini berasa kayak diajak pacaran. Jalan ke Sampit, bawa jajan, nginep di hotel bagus," cengirnya.

"Kamu mau begitu?" tawar Ryu mengejutkan.

"HAH?" mulut Rara makin menganga lebar.

###

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • CINTA UNTUK GADIS TERNODA   3. Sejak Dulu

    Rara memilih untuk bungkam lagi setelah mereka melanjutkan perjalanan. Masih ada sekitar 90 menit ke depan yang harus ia lalui bersama kecanggungan ini. Ryu tampak angkuh menyetir, mulutnya terkunci, kacamata hitam bertengger nyaman di hidung mancung sampai langitnya, menggantikan kacamata andalan berlensa bening andalannya sehari-hari. "Saya boleh tanya yang sedikit pribadi nggak Pak?" tanya Rara tak tahan juga terdiam tanpa berbuat apa-apa, sementara kepalanya akan mudah pusing jika terus melihat layar ponsel. "Enggak." Singkat, padat dan menyebalkan. Begitulah Ryu dikenal oleh para karyawan. "Ya Allah Pak, baru juga nawaitu sayanya," ujar Rara diam-diam mencibir. "Saya nggak suka ditanya-tanya. Males nyari jawabannya," tandas Ryu. "Kan Bapak belom tau saya mau nanya apa, kenapa udah males aja? Aneh ih Bapak nih," ucap Rara dengan logat Banjar-nya yang khas dan menjadi candu di telinga Ryu. "Emang mau nanya apaan?" gumam Ryu. "Bakalan dijawab nggak tapinya?" Ryu mengedikkan

    Last Updated : 2025-01-31
  • CINTA UNTUK GADIS TERNODA   4. Cepat Ingat Azura

    "Beneran tau Pak? Serius?" sorak Rara senang, sepolos itu pikirannya hingga ia tak mau tahu tentang ucapan mengejutkan dari Ryu barusan. "Mending kamu tidur aja, biar saya konsentrasi nyetir," jakun Ryu naik-turun menandakan ia gugup saat berucap, masih berusaha menata hati. "Nanti saya dibilang nggak tau diri. Atasan nyetir sayanya, guring (Banjar: tidur)," Rara meringis geli. "Ketimbang kamu ganggu konsentrasi saya nyetir. Udah berisik, pertanyaannya nggak berfaedah, nggak berbobot." "Tapi kan saya jadi tau kalau Pak Ryu sebenernya suka cerita, rajin senyum pula." Ryu mendesah, "Kamu sarapan apa pagi ini? Kenapa ngocehnya overdosis gini?" tanyanya. "Tadi makan snack aja sih Pak, tapi emang ada jagungnya," Rara terbahak. "Ya Tuhan," desis Ryu. "Baeknya pake kesempatan buat tidur. Nanti kalau udah sampe Sampit, saya nggak akan ngelepasin kamu!" ujarnya lagi. "Bapak!" Rara spontan menyilangkan kedua tangannya di depan dada, "jangan bikin gosip yang kesebar di kebun jad

    Last Updated : 2025-01-31
  • CINTA UNTUK GADIS TERNODA   5. Langkah Pertama Menjaga Rara

    "Kamu tolong minta orang hotel untuk bersihin kamar saya," ujar Ryu pada Rara yang tertatih mengejar langkah lebarnya. "Layanan kamar ya Pak?" tanya Rara memastikan. Ryu mengangguk, "Pastiin pas kita balik ke sini, kamar saya sudah dibersihkan!" ucapnya. "Siap Pak!" sahut Rara reflek mengangkat tangannya memberi hormat, mencipta ekspresi jijik dari Ryu. "Sebentar saya ke resepsionisnya Pak," tambahnya buru-buru berlalu dari hadapan Ryu. Meninggalkan Ryu yang memilih duduk di sofa tunggu, Rara mendekat ke meja resepsionis. Langkahnya tampak ringan, wajahnya ceria, seakan tanpa beban. "Azura ketua OSIS kita!" sambut seorang resepsionis yang berdiri paling tengah, senyumnya tak ramah, cenderung meremehkan. Dahi Rara mengerut, mengingat lagi, siapa gerangan sosok ini. Lantas, senyumnya melebar saat potongan memori masa SMP-nya melintas di kepala. "Yanda anak 9A ya!" tebak Rara. "Ih, inget yaa?" tukas perempuan bernama Yanda yang bekerja menjadi staf hotel itu. "Nggak bener dong ka

    Last Updated : 2025-01-31
  • CINTA UNTUK GADIS TERNODA   6. Milik Ryu

    "Jangan mikir macem-macem cuma karena saya bilang ke temen kamu soal kamu yang sangat memuaskan saya!" pesan Ryu sebelum ia turun dari mobil, setelah terjebak dalam kediaman yang panjang sepanjang perjalanan. "Saya anggap Bapak muji cara kerja saya yang sangat memuaskan, begitu Pak?" sahut Rara mengekor langkah Ryu masuk ke dalam rumah makan di pinggir sungai Mentaya itu. Ryu hanya menoleh tanpa menjawab, ia memilih mengitarkan pandangan, mencari kolega perusahaan yang sudah menunggu di sudut rumah makan. Suasana pinggiran Sungai Mentaya yang cukup ramai kelotok menyeberang dan lewatnya kapal-kapal tongkang mencipta vibes syahdu yang manis. "Mas Ryu!" sapa lelaki paruh baya berwajah oriental yang langsung berdiri menyambut. "Sudah pesan makanan, semuanya?" sapa Ryu sambil menyalami kelima lelaki yang kompak berdiri untuk menyapanya. "Maaf telat," tambahnya. "It's okay!" balas Mister Singh, lelaki berperawakan tinggi, berwajah India tapi asli dari Malaysia. "Senang lah punya pers

    Last Updated : 2025-01-31
  • CINTA UNTUK GADIS TERNODA   7. Kepolosan Rara

    Rara menghela napas panjang, untung saja, dalam ketidaksadarannya Ryu memiliki asisten lain seperti Jefri yang siap sedia mengantarkannya dan menggantikannya menyetir selama di Sampit. Setidaknya jika dalam kondisi darurat seperti ini, Rara yang tidak bisa menyetir bisa mengandalkan Jefri. Setelah bertemu dengan para kolega sore tadi di sebuah rumah makan yang menyediakan hidangan laut, Ryu sempoyongan bak orang mabuk. Dalihnya yang bersikap menghormati para kolega dengan memakan kerang hijau sebagai hidangan ternyata berujung petaka. Sejak kecil perut Ryu memang sensitif. Ia tidak bisa memakan hidangan laut yang tidak diolah dengan baik dan benar, terutama kerang hijau berbumbu padang tersebut. "Makasih ya Mas Jefri udah bantu aku bawa Pak Ryu sampai hotel," ucap Rara sambil sempoyongan memapah tubuh tinggi tegap Ryu. "Nggak pa-pa, nanti kalau memang butuh sesuatu, atau kondisi Bapak parah, bisa hubungi telepon kantor atau hubungi saya aja Mbak," balas Jefri baik hati. "Siap Mas,

    Last Updated : 2025-01-31
  • CINTA UNTUK GADIS TERNODA   8. Saya Sudah Berniat

    "Ehem," Rara tertegun. Bagaimana tidak? Ryu memiliki tubuh atletis menawan, tersembunyi di balik kemeja putihnya. Ini godaan dan Rara berusaha untuk mengendalikan dirinya sendiri. "Saya bersihkan dulu ya Pak, ada yang kotor sampe ke perut ternyata. Banyak kali muntahnya Pak Ryu ini," ujarnya mengalihkan perhatiannya sendiri dari bidang 'abs' Ryu yang melambai-lambai memikat itu, pun dengan tato di bawah tulang selangka kanannya yang entah bertuliskan apa."Kamu mau saya muntah lagi? Bantu aja nggak usah banyak protes," ucap Ryu sembari mengurut pelipisnya dengan tangan kiri."Kan saya ngasih tau, Bapak," ujar Rara membasahi bibirnya. 'Godaan Ra, godaan. Jangan sampe dia makin tantrum gegara kamu cerewetin!'"Nggak perlu, saya udah kenyang," lirih Ryu. "Lagian saya lebih suka tempe daripada tahu," tukasnya ambigu."Ya Allah," keluh Rara spontan. "Awas ya Bapak tantrum lagi kayak tadi di tempat makan, saya balik ke kamar beneran!" ancamnya gemas."Heh!" Ryu langsung menegakkan kepalanya

    Last Updated : 2025-02-07
  • CINTA UNTUK GADIS TERNODA   9. Tawaran Mengejutkan

    Rara membasahi bibirnya berulang kali, tatapannya mengarah pada kaki meja seberang ia duduk. Sang ibu tiri beserta Yanda langsung diusir oleh Ryu, tanpa babibu dengan pernyataan mengejutkan sang GM. Situasi itulah yang membuat Rara sangat syok dan sebenarnya sangat butuh penjelasan."Bapak pasti lagi nge-prank semua orang termasuk saya. Atau, masih mabok kerang kan ya Pak?" celetuk Rara akhirnya angkat bicara."Semua kalimat yang keluar dari mulut saya, pasti saya pertanggungjawabkan!" sahut Ryu sambil memegangi keningnya. Ia sendiri sedang limbung sekarang, bingung harus menyesali ucapannya atau membiarkan semua terjadi tanpa perlu memberi penjelasan pada perempuan di depannya."Pak! Bapak baru aja bilang kalau kita mau nikah lho Pak! Tadi itu ibu tiri saya!" desah Rara gemas."Saya nggak punya urusan sama ibu tiri kamu dan temen kamu itu. Tapi, tuduhan mereka ke saya yang bilang kamu saya jadiin simpanan dan pemuas nafsu, itu keterlaluan! Punya

    Last Updated : 2025-02-08
  • CINTA UNTUK GADIS TERNODA   10. Bukan Karena Itu

    "Saya memang gila tapi nggak mau bunuh diri juga kali Pak!" sungut Rara ketus. "Semoga nggak ada kabar apa-apa yang kesebar di kebun pas kita pulang nanti," doanya. "Kenapa sih? Nggak cukup dengan mengontrol seluruh hidup kamu, kamu juga takut ibu tiri kamu itu bakalan menyebar rumor soal kita? Kamu takut dibilang jadi simpanan GM?" gumam Ryu bingung. "Bukan, bukan kayak gitu yang saya takutin. Saya takut orang-orang berpikir kalau Bapak serius mau nikahin saya. Bagi ibu tiri saya, punya menantu sekelas GM seperti Pak Ryu adalah ladang subur yang nggak bisa ditolak. Dia bakalan berusaha keras membuat itu terwujud termasuk mempengaruhi ayah saya seperti sebelum-sebelumnya." "Azura," Ryu mengembus napas kasar lantas berkacak pinggang, "kenapa kamu takut banget beneran jadi nikah sama saya? Itu nggak akan terjadi. Persoalan dampak celetukan saya tadi, biar saya sendiri yang atasi." "Iya saya tau Bapak ... tapi kan saya juga di

    Last Updated : 2025-02-08

Latest chapter

  • CINTA UNTUK GADIS TERNODA   116. Imbalan Kesabaranmu

    Ryu beranjak ke dapur, mengambilkan permintaan istrinya. Ia kembali sambil membawa kotak obat milik Rara. "Diminum obatnya ya," pinta Ryu. Rara tak menolak, ia teguk air putih yang Ryu bawakan, juga ia telan obat yang Luna resepkan. Rasa sesak masih kuat menghimpit dadanya, marah dan kecewa pada sang ayah masih terus menghantui pikirannya. "Mas, boleh ajak aku ke Jakarta?" celetuk Rara tiba-tiba, menatap suaminya dengan sorot memohon. "Boleh, aku emang ada rencana ajak kamu ke sana." "Dalam waktu dekat, besok atau lusa," tuntut Rara. "Hem?" kedua alis Ryu bertaut. "Kamu kangen sama Mama?" candanya. "Aku pengin melarikan diri dari sini dulu. Liat pohon sawit di sana-sini, dadaku kayak dihimpit excavator, sesak Mas." "Ya oke, nanti kuurus kerjaan di kebun dulu sama yang laen. Kuusahain secepatnya kita ke Jakarta," putus Ryu berjanji.

  • CINTA UNTUK GADIS TERNODA   115. Menguatkanmu

    Ryu menyesap rokoknya dalam-dalam, tatapannya tak beralih dari gelas es kopinya yang tinggal menyisakan jelaga. Di seberangnya, Rara juga memilih untuk diam, tangannya sibuk mengaduk-aduk es teh miliknya dengan sedotan, minuman yang warnanya sudah memutih karena esnya mencair. Sedangkan Pak Darwis diminta Rara pulang lebih dulu, Rara tidak ingin hatinya tambah kalut dan sakit hati. "Hatiku berusaha memahami kalau apa yang Ayah lakuin itu sebenernya karena Ayah nggak mau liat aku menderita karena dihina," sebut Rara setelah berdiam lama. "Tapi aku yakin, Ibuk pasti mempengaruhi Ayah biar berani begitu. Sejauh Ayah menikah sama Bunda, aku tau Ayah nggak pernah gegabah begitu, Mas," ungkapnya. "Kalau kami laporin Bu Endah waktu itu sebagai percobaan pembunuhan, Ayah bakalan keseret juga karena Ayah yang nyediain air itu," desah Ryu menjentik abu rokoknya di asbak. "Dan kalau Ayah kena persoalan hukum, kamu nggak punya pegangan. Keluargaku masih orang asing waktu itu, keluarga Bundamu

  • CINTA UNTUK GADIS TERNODA   114. Kenyataan Yang Tersembunyi

    "Iyah," ucap Rara mantap. "Kayaknya Ayah udah sampe," bisiknya melihat ada sebuah motor yang terparkir di mana nomor polisinya sangat familiar. Beriringan, Ryu dan Rara masuk ke dalam rumah makan setelah mencari tempat parkir yang teduh lebih dulu. Nampak Pak Darwis berdiri untuk menyambut, ada rindu di mata tuanya yang sendu. Senyum simpul Pak Darwis terkembang, ia datang sendirian. "Rara," ucap Pak Darwis spontan memeluk anak perempuan tercintanya. "Ayah udah pesen minum?" tanya Rara setelah melepas pelukannya. "Udah, kalian udah pesen makanannya juga ya?" tanya Pak Darwis balik. "Sudah Yah, tadi lewat WA," Ryu yang menjawab sembari menyodorkan minuman yang dibawakan seorang pelayan. "Aku udah inget semuanya, Yah," ungkap Rara tanpa basa-basi. "Semuanya, nggak ada yang terlewatkan," sebutnya. Pak Darwis terpana. Ia yang semula siap meneguk teh manisnya, memilih meletakkan kemba

  • CINTA UNTUK GADIS TERNODA   113. Sembuh Sepenuhnya

    "Alhamdulillah Rara," Luna meremas lembut kedua sisi pundak Rara. "Makasih udah berjuang bareng kita," ucapnya. "Makasih juga Dokter Luna, Dokter yang selalu sabar dampingi saya," jawab Rara mematri senyum cantiknya. "Apa ke depannya ada kemungkinan saya bakalan lupa sama kenangan saya lagi, Dok?" tanyanya. Luna menoleh Ryu dulu sebelum menjawab pertanyaan Rara. Ryu hanya mengangguk dengan senyum simpul yang menghiasi wajah setampan dewanya. Semua pengobatan Rara termasuk penyembuhan kejiwaannya Ryu serahkan sepenuhnya pada Luna. "Semua itu tergantung sama diri kamu sendiri, Rara. Tapi kalau kamu sekuat ini, saya yakin kamu bakalan baik-baik aja. Ada keluhan lain nggak?" tanya Luna sambil kembali duduk lagi di kursinya. "Masih suka sesak dada saya kalau secara nggak sengaja saya keinget kejadian itu. Kepala tiba-tiba pusing, kayak saya jadi menggigil ketakutan, panik gitu, Dok," sebut Rara. "Nggak pa-pa. Kamu penyintas PTSD, wajar masih ada gejala begitu. Tapi perkembangan kamu

  • CINTA UNTUK GADIS TERNODA   112. Terima Kasih Selalu

    Keduanya lantas bangkit, mereka keluar dari kamar beriringan, Ryu merangkul pundak istrinya mesra. Melihat atmosfer itu, Susi terpaku takjub. Ditatapnya Rara dan Ryu bergantian, tak percaya bahwa Rara akan dengan santainya menerima perlakuan manis sang suami. "Mbak Rara, udah enakan?" tanya Susi reflek mengambilkan piring untuk Rara. "Nggak saya suapin di kamar?" tawarnya. "Aku mau disuapin suamiku, Mbak," kata Rara nyengir. "Hah?" Susi terpana. "Bu GM udah inget saya, Mbak," ucap Ryu. "Tolong ambilin obatnya Azura aja ya Mbak, di kamar, saya lupa bawa karena saking senengnya," pintanya. "Ehm, iya Pak, siap," sahut Susi tergagap tapi tetap bergegas beranjak ke kamar Ryu. "Makasih kalian, orang-orang hebat yang dikasih banyak kesabaran buat ngehadapin kegilaanku," desis Rara sambil menatap punggung Susi yang berjalan ke kamarnya. "Ini bukti kalau setelah hujan badai halilintar, T

  • CINTA UNTUK GADIS TERNODA   111. Kutemani

    "Mas," bisik Rara, ia usap punggung Ryu yang masih memeluknya erat. "Mas Ryu," panggilnya lembut. "Inget aku? Inget suamimu?" tanya Ryu masih terlihat gugup, ia lepas pelukannya. Rara nampak membasahi bibirnya, "Aku nggak lupa rasanya," bisiknya seraya meraba bibir. "Maafin aku Mas, maaf aku lupain Mas segitu gampangnya," katanya. "Enggak, nggak pa-pa," balas Ryu menggeleng-geleng. Ia kecup mesra kening istrinya, "makasih Azura," tukasnya. "Semua udah terkumpul Mas, semua kepingan ingatanku yang hilang, puzzle di kepalaku udah tersusun rapi," aku Rara. "Azura," lirih Ryu menundukkan kepala. "Istriku," desahnya penuh rasa syukur. "Mas nangis?" tanya Rara menaikkan pandangan suaminya dengan menangkup rahang Ryu. "Jangan nangis," pintanya. "Aku lega, lega banget." "Maafin aku ya Mas. Maaf karena udah bikin Mas secapek ini. Aku tau seminggu belakangan ini aku ngrepotin banget kan Mas? Aku teriak-teriak histeris, nggak mau dipegang Mas Ryu, maafin aku ya Mas." "Aku masih belom pe

  • CINTA UNTUK GADIS TERNODA   110. Kamu, Kurindu

    "Aku emang punya mimpi untuk bisa hidup normal sebelum memutuskan untuk memilih mati. Tapi mimpi seindah ini, apa boleh aku minta selamanya aja terjadi? Aku nggak boleh bangun kan?" gumam Rara. Ryu meraih jemari Rara, dibawanya agar bisa menyentuh pipinya. Senyum Ryu melebar, sebelah tangannya yang lain meraba kepala Rara, mengusapnya penuh cinta. "Apa kamu nggak bisa ngerasain kalau ini nyata? Aku nyata, Azura. Suamimu, Ryu Raiden Dhananjaya, orang yang selama 10 tahun belakangan ini cuma ngeliat ke kamu aja, cinta sama kamu," terang Ryu tak lagi memikirkan resiko akibat kalimatnya. Benar kata Luna, Rara masih tetap tenang, tidak histeris atau menolak fakta yang Ryu ungkapkan. Senyum Rara justru terkembang, ia sendiri yang menangkup kedua pipi Ryu tanpa ragu. "Kamu suamiku? Kenapa aku nggak punya ingatan sedikitpun tentang kamu kalau kamu emang nyata? Dari dunia mana kamu berasal? Dunia Rara yang berantakan?" desis Rara bingung, matanya berkaca-kaca. "Dari dunia Lembayung Azura

  • CINTA UNTUK GADIS TERNODA   109. Aku Nyata Untukmu

    "Ini kemajuan, Ryu," ucap Luna tersenyum lega. "Tapi dia lupa semuanya tentang pernikahan kami, Mbak," tandas Ryu tak mengerti. Ditolehnya Rara yang tengah tertidur pulas, kelelahan. "Dia bisa nerima kenyataan yang kamu kasih tau, soal Bu Endah, soal status kamu, itu adalah momen baru yang jadi bukti kalau emosinya berkembang, dia membentuk pertahanan yang udah bagus banget. Kepingan kenangan yang dia blokir karena dia trauma, lama-lama bisa dia terima tanpa harus bikin pertahanan apa-apa," terang Luna. Ryu mengurut tengkuknya, sebenarnya ia tak berharap apapun lagi setelah tahu bahwa Rara justru melupakan seluruh kenangan mereka. Namun, jika bagi Rara melupakannya berarti sebuah kemajuan dari pertahanan dirinya, Ryu tidak punya pilihan kecuali menerimanya. Bukankah semua yang ia lakukan untuk sang istri adalah demi kesembuhan? "Mbak, dia bisa hidup normal lagi kan meski dia punya semua kenangan menyakitkan dan mengingatnya?" tanya Ryu. Luna mengangguk, "Rara bakalan lebih resist

  • CINTA UNTUK GADIS TERNODA   108. Jadilah Nyata

    "Aku nggak ngerti," lirih Rara, tatapannya nanar ke arah jalanan di luar sana di mana pintu utama memang sudah sengaja dibuka oleh Susi. "Aku nggak ngerti," ucapnya lagi, memegangi kepalanya. "Kepalaku sakit," rintihnya tiba-tiba menangis, kesulitan bernapas. Cepat-cepat Ryu membopong istrinya. Namun, bukannya dibawa masuk ke dalam kamar, Ryu justru membawa istrinya keluar rumah menuju dermaga kecil di dekat guest house. Beruntung ini adalah akhir pekan, tetangga sekitar banyak yang sudah turun ke Sampit sore kemarin. Jadi, suasana di sekitar rumah Ryu cukup sepi dan Rara tak mendapat banyak perhatian. Air danau yang sedikit surut juga membuat tak banyak pencari ikan mendatangi sekitar guest house. "Yang tenang ya, kamu nggak harus memaksa diri kamu, Azura," ucap Ryu menurunkan Rara di ujung dermaga. Ia ikut duduk di lantainya sambil memeluk sang istri. "Liat, duniamu luas Azura, kamu nggak boleh terjebak sama masa lalu gila yang nggak perlu kamu inget," ujarnya. Rara masih ber

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status