Share

2. Asal Kamu Tahu

Penulis: Sayap Ikarus
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-31 08:01:10

"Kita ke Simpang, Pak?" tanya Rara kaget saat Ryu membelokkan mobilnya menembus jalan poros menuju portal utama perusahaan.

Lokasi pabrik kelapa sawit di mana perusahaan yang dipimpin Ryu beroperasi memang berada di tengah jantung kebun kelapa sawit. Akses menuju perusahaan harus melewati portal utama perusahaan yang letaknya di pinggir jalan lintas kabupaten di Kalimantan Tengah. Jalan poros adalah satu dari beberapa jalur penghubung perusahaan dengan dunia di luar perkebunan yang dibangun perusahaan untuk mobilitas kendaraan pengangkut CPO.

"Hem," Ryu menggumam.

"Pasti telat balik kantor kan Pak?"

"Kenapa emangnya? Saya yang punya perusahaan, siapa yang berani negur saya?" tantang Ryu.

"Bukannya perusahaan masih atas nama Pak Rain ya Pak?" sangkal Rara menggemaskan.

Ryu mendengus kasar, "Kamu mau ngajak saya berdebat?" geramnya.

"Hah? Mana saya berani Pak," balas Rara nyengir.

"Jangan banyak protes makanya!" sungut Ryu galak.

"Saya nggak protes Pak, nanya aja kok," ucap Rara.

"Terserahmu," sambar Ryu.

"Bapak ngambek?"

"Saya nggak mau kita terlibat obrolan sebelum sampe ke tempat makan!"

"Lama dong Pak? Kan masih jauh Simpang juga," Rara ngeyel.

Ryu tak mau bicara lagi. Ia asik menyetir, menganggap di sebelahnya tak ada orang ketimbang ia semakin emosi jiwa. Kepolosan Rara sedikit membuat Ryu susah beradaptasi, sangat berbeda dengan Rara si Ketua OSIS yang ia kenal 10 tahun belakangan.

"Nasi Padang?" mata Rara berbinar senang.

"Kenapa? Kalau nggak suka menunya, silahkan cari sendiri yang kamu suka," jawab Ryu segera turun dari mobilnya dan berjalan masuk ke dalam rumah makan.

"Suka kok Pak, ayam pop favorit saya," kata Rara menyusul ceria.

"Bukannya kamu udah makan di kantin?" sindir Ryu, ia ambil nasi dan lauknya tanpa mempersilakan Rara lebih dulu.

"Bukannya Pak Ryu ngajak saya ke sini buat makan siang? Di kantin saya cuma jajan gorengan. Lagian saya males digosipin," terang Rara yang ikut mengambil nasinya dan duduk di seberang Ryu setelah memesan es teh dan es kopi untuk bosnya.

"Digosipin apa?" Ryu tertarik.

"Katanya Bapak terlalu posesif sama saya karena Pak Ryu suka sama saya."

"Apaan?" hampir saja Ryu tersedak karena ucapan Rara.

"Selama dua bulan belakangan ini, Bapak nggak pernah ngijinin saya jajan di kantin kantor dan malah nyuruh saya bawa bontot. Belom lagi saya nggak pernah diijinin buat ikut acara ngumpul karyawan kantor. Mereka bilang Pak Ryu posesif, pengin menjaga saya buat Bapak sendiri," ungkap Rara apa adanya.

"Menurut kamu, saya begitu?" pancing Ryu.

"Ah, apa iya Bapak suka sama saya? Emang saya secantik itu di mata Pak Ryu ya Pak?"

"Serius kamu berani sekali merusak nafsu makan saya Azura!" desis Ryu memerah wajahnya.

"Nah kan, berarti bukan begitu alasannya. Makanya saya bilang gosip karena kenyataannya beda," desis Rara tersenyum tanpa beban. "Saya tau kalau saya harus terus standby di sisi GM. Itu yang dulu Pak Rain tekankan juga pas saya ikut beliau sebagai PA," tandasnya.

"Azura," Ryu menarik napas dalam-dalam sebelum bicara serius pada asistennya. "Alasan saya kenapa jarang mengijinkan kamu makan di kantin dan bergabung dengan acara karyawan lain adalah untuk menjaga kamu dari mendengar gosip nggak bener seperti itu. Kamu diminta khusus oleh Mama saya untuk jadi staf PA, bakalan banyak yang nggak suka dengan proses instan itu. Kalau sampe kamu kemakan gosip dan kerjaan kamu jadi nggak fokus, saya yang rugi. Saya suruh kamu bawa bontot karena pekerjaan sebagai PA menuntut kamu bermobilitas tinggi. Nggak bakalan sempet tuh kamu santai-santai makan di kantin. Lagipula, urusan kamu adalah dengan orang-orang di luar, rekan bisnis Agrorai, soal keperluan intern di dalam perusahaan, saya bisa urus sendiri tanpa bantuan kamu!" urainya sengaja menghentikan kunyahan. Biar kamu nggak terluka andai denger mereka ngomongin masa lalu kamu, Azura.

"Iya Pak, saya paham. Seandainya Bapak suka sama saya, saya juga pasrah aja," cengir Rara percaya diri.

"Kamu bayar sendiri makan siangmu!" sergah Ryu geregetan.

***

"Apa ini?" dahi Ryu mengerut, ia amati gelang-gelang cantik dalam sebuah kotak plastik transparan yang ada di mejanya saat keesokan harinya.

"Itu gelang dari kayu gaharu, Pak. Saya sendiri yang membuatnya," jawab Rara bangga.

"Kamu masih punya waktu luang ya di tengah kesibukan kamu sebagai PA? Kayaknya saya terlalu longgar sama kamu," sindir Ryu menohok.

"Bukan gitu Pak, saya bikinnya di rumah, tidak di jam kerja," elak Rara buru-buru. "Saya lihat gelang yang selalu Pak Ryu pakai sepertinya juga dari bahan yang sama," tandasnya mencari topik baru agar Ryu tidak mencecarnya.

"Sok tau!"

"Tapi bener dari kayu gaharu juga kan Pak?"

"Kalau bener emang kenapa? Meski sama bahan dan bentuknya, artinya buat saya jelas beda. Siapapun nggak bakalan ngerti termasuk kamu!" sambar Ryu galak.

"Maksud saya, gelang yang Bapak pakai pasti sudah lama sekali dan baunya pasti nggak seharum yang baru, makanya saya buatnya beberapa untuk Bapak. Masa GM pake gelang buluk," ledek Rara hati-hati.

"Hei, mulut kamu!" sentak Ryu kesal. 'Buluk gini juga kamu yang bikin! Menurutmu kenapa meski udah jelek masih kupake?'

"Maaf Pak. Kalau Pak Ryu nggak berkenan, saya ambil lagi gelangnya," sesal Rara bersiap meraih kotak gelangnya tapi kalah gesit dengan Ryu.

"Saya nggak bilang nggak mau, kenapa maen ambil-ambil aja? Bikin lebih banyak lagi, nanti dibagiin ke anak asuh yang ada di panti asuhan milik perusahaan," tandas Ryu.

"Baik Bapak," senyum Rara melebar. "Saya minta Mas Jaka untuk siapkan mobil ya Pak. Jadi berangkat ke Sampit sekarang kan Pak?" tanyanya ceria.

"Saya bawa sendiri mobilnya, kamu suruh Jaka siapkan di depan kantor aja itu mobil," balas Ryu. "Kamu udah persiapan baju ganti kan?"

"Sudah Pak. Kemarin Bapak bilang kita tiga hari di kantor perwakilan, jadi saya langsung bawa baju ganti. Sudah ijin orang rumah juga seperti perintah Pak Ryu."

"Oke, siapkan berkas laporan yang saya minta, kalau udah kita berangkat," kata Ryu seraya melepas gelang lamanya dan menyimpannya di laci meja kerjanya. Ia kenakan salah satu gelang baru yang Rara buatkan.

"Sudah siap semua Pak," ucap Rara senang, matanya tak lepas dari gelang buatannya yang baru saja dipakai Ryu berdampingan dengan jam tangan mahal.

"Kalau gitu ayo jalan," ajak Ryu segera meraih ponsel dan jasnya. Ia berjalan mendahului Rara, melirik sebentar ke meja kerja asistennya itu. "Mana barang bawaan kamu? Baju ganti?"

"Ah, sudah saya taruh di parkir mobil Pak," jawab Rara agak lama, ia baru selesai menelepon Jaka agar menyiapkan mobil. "Sudah saya minta juga Mas Jaka untuk naroh di bagasi," tambahnya.

"Oke," Ryu mengangguk sekenanya, membalas sapaan para karyawan yang ia lewati dengan lambaian tangan. Dilihatnya Jaka sudah menyiapkan mobil pribadinya, bukan mobil kantor.

"Maaf Pak, saya kira kita pakai mobil kantor. Barang saya ada di mobil kantor, iya kan Mas Jaka?" Rara nyengir, takut dimarahi.

"Naik aja dulu, nanti diambil di parkiran. Kita muter ke parkiran," kata Ryu solutif, malas menunggu.

"Siap Pak!"

"Jalan dulu Mas Jaka," pamit Ryu pada sopirnya.

"Iya Pak, hati-hati!" balas Jaka melambaikan tangannya, mengiringi Ryu yang masuk ke dalam mobil lalu melajukannya.

"Kenapa Pak Rain dan Pak Ryu nggak pernah mau bawa sopir kalau acara ke Sampit?" tanya Rara penasaran.

"Nggak pa-pa," balas Ryu sekenanya.

"Ngrepotin ya Pak?" tebak Rara.

Ryu menoleh gadis di sebelahnya dengan sorot kesal, "Kalau masalah ngrepotin, justru kamu yang lebih ngrepotin! Jaka itu udah berkeluarga, kalau diajak nginep kasian anaknya masih balita!" terangnya.

"Saya nggak akan ngrepotin Pak Ryu, serius!" ucap Rara menaikkan jemarinya untuk membuat tanda 'V' ke arah sang bos.

"Janji doang!" desis Ryu. Ia hentikan mobilnya di parkiran mobil dinas lantas turun tanpa bicara. Dibukanya pintu mobil miliknya dan diambilnya barang-barang milik Rara untuk akhirnya ia masukkan ke dalam kursi penumpang di belakang. "Belom berangkat juga udah ngrepotin!" sungutnya.

"Saya bisa ambil sendiri tadi harusnya Pak," ujar Rara menggaruk tengkuknya malu-malu.

Meski galak, Rara tahu bahwa Ryu selalu memperlakukannya dengan baik, termasuk tindakannya barusan. Demi dirinya, Ryu bahkan bersedia turun ke parkiran meski mulutnya mendumal. Ryu memang sejenis lelaki yang memiliki love languages dengan act of service, sedikit bicara banyakan mesranya.

"Nggak ada yang ketinggalan lagi?" tanya Ryu setelah terdiam tanpa tanggapan.

"Kayaknya enggak Pak," jawab Rara mantap.

Memilih untuk melajukan mobilnya, Ryu tak lagi melanjutkan obrolan. Situasi kebun sudah banyak berubah. Pohon sawit sudah banyak yang ditanam ulang, sudah dibentuk pula divisi khusus penanganan kebakaran hutan di perusahaan. Ryu memang tinggal melanjutkan apa yang sudah dirintis oleh Rain, papa kerennya. Namun, metode bekerja Ryu lebih rapi seperti Mika sang mama, juga terstruktur karena latar belakang pendidikannya yang memang sejalan dengan pekerjaannya memimpin perusahaan.

"Maaf Pak, nanti boleh mampir ke mini market? Saya pengin cari camilan," ujar Rara setelah terdiam cukup lama dan mobil sudah keluar dari portal utama ke jalan besar.

"Kamu laper?" gumam Ryu singkat.

"Buat temen nonton drama Korea nanti di hotel aja sih Pak," Rara meringis manis.

"Oke," jawab Ryu. "Nanti berhenti di Simpang," tandasnya.

Rara mengembangkan senyumnya, lega karena respon Ryu di luar dugaannya. Setidaknya Ryu tidak mengomel karena ia cukup merepotkan.

"Sepi Pak, boleh saya putar musik?" tanya Rara ngelunjak karena sikap lunak Ryu barusan.

"Kamu mau tidur sambil musikan? Enak banget!" desis Ryu.

"Enggak Pak, mana bisa saya tidur sementara Pak Ryu yang nyetir di sebelah saya. Canggung soalnya kalau saya mau ngajak Bapak ngobrol, kan mending musikan."

"Selera musik kamu beda sama saya."

"Ya kita ikutin selera musik Pak Ryu. Boleh request," bujuk Rara tak menyerah.

"Kamu males ngobrol sama saya?"

"Bukannya gitu Pak. Ya udah, saya diem aja deh, nggak jadi dengerin musik," ucap Rara serba salah.

"Diem aja kayak patung," desis Ryu.

Rara mencembikkan bibirnya kesal, tapi ia tahu bahwa ia tidak bisa protes. Sedangkan Ryu juga memilih untuk fokus menyetir, enggan membuka pembicaraan. Hingga akhirnya mereka sampai di area Simpang di mana ada satu minimarket yang cukup lengkap, Ryu memarkir mobilnya.

"Bapak juga mau belanja?" tanya Rara penasaran karena Ryu ikut turun dari mobil.

"Mau beli rokok," jawab Ryu.

"Saya carikan aja Pak," Rara menawarkan diri.

"Nggak perlu."

Rara mengedikkan bahunya pasrah. Sejak menjadi bosnya, Ryu memang begitu. Lelaki ini terkesan galak dan tidak peduli dari cara berbicaranya. Namun, dalam kenyataannya Ryu justru bersikap sebaliknya.

"Pak, ini banyak banar (Banjar: banget), jajanan sebanyak ini nggak bakalan habis di saya," kata Rara saat sang bos mengambilkan banyak camilan dan menaruh di keranjangnya.

"Saya yang bayar," balas Ryu cuek.

"Tapi kalau saya habisin sendiri kan nggak habis juga Pak."

"Itu beberapa punya saya," Ryu melirik sebentar lalu sibuk memilih jajanan lagi.

"Heran," desis Rara setengah berbisik. "Orang mau kerja, rapat masalah perusahaan tapi berasa kayak piknik, bawa bekal jajan," keluhnya tak habis pikir.

"Kenapa?" tanya Ryu yang mendengar keluhan sang asisten.

"Hah?" Rara tergagap panik. "Enggak Pak. Saya kerja sama Bapak di sini berasa kayak diajak pacaran. Jalan ke Sampit, bawa jajan, nginep di hotel bagus," cengirnya.

"Kamu mau begitu?" tawar Ryu mengejutkan.

"HAH?" mulut Rara makin menganga lebar.

###

Bab terkait

  • CINTA UNTUK GADIS TERNODA   3. Sejak Dulu

    Rara memilih untuk bungkam lagi setelah mereka melanjutkan perjalanan. Masih ada sekitar 90 menit ke depan yang harus ia lalui bersama kecanggungan ini. Ryu tampak angkuh menyetir, mulutnya terkunci, kacamata hitam bertengger nyaman di hidung mancung sampai langitnya, menggantikan kacamata andalan berlensa bening andalannya sehari-hari. "Saya boleh tanya yang sedikit pribadi nggak Pak?" tanya Rara tak tahan juga terdiam tanpa berbuat apa-apa, sementara kepalanya akan mudah pusing jika terus melihat layar ponsel. "Enggak." Singkat, padat dan menyebalkan. Begitulah Ryu dikenal oleh para karyawan. "Ya Allah Pak, baru juga nawaitu sayanya," ujar Rara diam-diam mencibir. "Saya nggak suka ditanya-tanya. Males nyari jawabannya," tandas Ryu. "Kan Bapak belom tau saya mau nanya apa, kenapa udah males aja? Aneh ih Bapak nih," ucap Rara dengan logat Banjar-nya yang khas dan menjadi candu di telinga Ryu. "Emang mau nanya apaan?" gumam Ryu. "Bakalan dijawab nggak tapinya?" Ryu mengedikkan

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-31
  • CINTA UNTUK GADIS TERNODA   4. Cepat Ingat Azura

    "Beneran tau Pak? Serius?" sorak Rara senang, sepolos itu pikirannya hingga ia tak mau tahu tentang ucapan mengejutkan dari Ryu barusan. "Mending kamu tidur aja, biar saya konsentrasi nyetir," jakun Ryu naik-turun menandakan ia gugup saat berucap, masih berusaha menata hati. "Nanti saya dibilang nggak tau diri. Atasan nyetir sayanya, guring (Banjar: tidur)," Rara meringis geli. "Ketimbang kamu ganggu konsentrasi saya nyetir. Udah berisik, pertanyaannya nggak berfaedah, nggak berbobot." "Tapi kan saya jadi tau kalau Pak Ryu sebenernya suka cerita, rajin senyum pula." Ryu mendesah, "Kamu sarapan apa pagi ini? Kenapa ngocehnya overdosis gini?" tanyanya. "Tadi makan snack aja sih Pak, tapi emang ada jagungnya," Rara terbahak. "Ya Tuhan," desis Ryu. "Baeknya pake kesempatan buat tidur. Nanti kalau udah sampe Sampit, saya nggak akan ngelepasin kamu!" ujarnya lagi. "Bapak!" Rara spontan menyilangkan kedua tangannya di depan dada, "jangan bikin gosip yang kesebar di kebun jad

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-31
  • CINTA UNTUK GADIS TERNODA   5. Langkah Pertama Menjaga Rara

    "Kamu tolong minta orang hotel untuk bersihin kamar saya," ujar Ryu pada Rara yang tertatih mengejar langkah lebarnya. "Layanan kamar ya Pak?" tanya Rara memastikan. Ryu mengangguk, "Pastiin pas kita balik ke sini, kamar saya sudah dibersihkan!" ucapnya. "Siap Pak!" sahut Rara reflek mengangkat tangannya memberi hormat, mencipta ekspresi jijik dari Ryu. "Sebentar saya ke resepsionisnya Pak," tambahnya buru-buru berlalu dari hadapan Ryu. Meninggalkan Ryu yang memilih duduk di sofa tunggu, Rara mendekat ke meja resepsionis. Langkahnya tampak ringan, wajahnya ceria, seakan tanpa beban. "Azura ketua OSIS kita!" sambut seorang resepsionis yang berdiri paling tengah, senyumnya tak ramah, cenderung meremehkan. Dahi Rara mengerut, mengingat lagi, siapa gerangan sosok ini. Lantas, senyumnya melebar saat potongan memori masa SMP-nya melintas di kepala. "Yanda anak 9A ya!" tebak Rara. "Ih, inget yaa?" tukas perempuan bernama Yanda yang bekerja menjadi staf hotel itu. "Nggak bener dong ka

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-31
  • CINTA UNTUK GADIS TERNODA   6. Milik Ryu

    "Jangan mikir macem-macem cuma karena saya bilang ke temen kamu soal kamu yang sangat memuaskan saya!" pesan Ryu sebelum ia turun dari mobil, setelah terjebak dalam kediaman yang panjang sepanjang perjalanan. "Saya anggap Bapak muji cara kerja saya yang sangat memuaskan, begitu Pak?" sahut Rara mengekor langkah Ryu masuk ke dalam rumah makan di pinggir sungai Mentaya itu. Ryu hanya menoleh tanpa menjawab, ia memilih mengitarkan pandangan, mencari kolega perusahaan yang sudah menunggu di sudut rumah makan. Suasana pinggiran Sungai Mentaya yang cukup ramai kelotok menyeberang dan lewatnya kapal-kapal tongkang mencipta vibes syahdu yang manis. "Mas Ryu!" sapa lelaki paruh baya berwajah oriental yang langsung berdiri menyambut. "Sudah pesan makanan, semuanya?" sapa Ryu sambil menyalami kelima lelaki yang kompak berdiri untuk menyapanya. "Maaf telat," tambahnya. "It's okay!" balas Mister Singh, lelaki berperawakan tinggi, berwajah India tapi asli dari Malaysia. "Senang lah punya pers

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-31
  • CINTA UNTUK GADIS TERNODA   7. Kepolosan Rara

    Rara menghela napas panjang, untung saja, dalam ketidaksadarannya Ryu memiliki asisten lain seperti Jefri yang siap sedia mengantarkannya dan menggantikannya menyetir selama di Sampit. Setidaknya jika dalam kondisi darurat seperti ini, Rara yang tidak bisa menyetir bisa mengandalkan Jefri. Setelah bertemu dengan para kolega sore tadi di sebuah rumah makan yang menyediakan hidangan laut, Ryu sempoyongan bak orang mabuk. Dalihnya yang bersikap menghormati para kolega dengan memakan kerang hijau sebagai hidangan ternyata berujung petaka. Sejak kecil perut Ryu memang sensitif. Ia tidak bisa memakan hidangan laut yang tidak diolah dengan baik dan benar, terutama kerang hijau berbumbu padang tersebut. "Makasih ya Mas Jefri udah bantu aku bawa Pak Ryu sampai hotel," ucap Rara sambil sempoyongan memapah tubuh tinggi tegap Ryu. "Nggak pa-pa, nanti kalau memang butuh sesuatu, atau kondisi Bapak parah, bisa hubungi telepon kantor atau hubungi saya aja Mbak," balas Jefri baik hati. "Siap Mas,

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-31
  • CINTA UNTUK GADIS TERNODA   1. Perlu Diselamatkan

    Mewarisi perusahaan yang dikelola oleh keluarga besar Dhanapati, Ryu Raiden Dhananjaya harus berakhir di dalam perkebunan sawit rimbun Kalimantan Tengah yang jauh dari keramaian dua bulan belakangan ini. Bagaimanapun, ia sulung dari pasangan Gentala Rainer Dhanapati, pengusaha perkebunan kelapa sawit tersohor dan Mika Hayu Lyana Indrajaya—pewaris perusahaan rokok terbesar di Jawa. Jadi, mau tidak mau, Ryu harus rela melanjutkan bisnis keluarga demi membuktikan kualitas dan kemampuannya dan hidup menepi dari hiruk-pikuk perkotaan. "AZURA!!" Satu detik. Dua detik. Tiga detik. "AZURA!!" "Inggih Bapak (Banjar: Iya, Bapak), maaf Pak, saya baru kembali dari kantin," ucap Rara, begitu Lembayung Azura Arunika akrab dipanggil. Ia menyembulkan kepalanya di pintu ruangan sang bos, tersenyum cantik. "Ngapain di kantin?" tanya Ryu, lelaki berparas rupawan dengan perangai 'buta hejo' kata para karyawannya ini. "Maaf, ini jam makan siang kan Pak?" Rara meringis polos. "Sejak kapan kamu

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-31

Bab terbaru

  • CINTA UNTUK GADIS TERNODA   7. Kepolosan Rara

    Rara menghela napas panjang, untung saja, dalam ketidaksadarannya Ryu memiliki asisten lain seperti Jefri yang siap sedia mengantarkannya dan menggantikannya menyetir selama di Sampit. Setidaknya jika dalam kondisi darurat seperti ini, Rara yang tidak bisa menyetir bisa mengandalkan Jefri. Setelah bertemu dengan para kolega sore tadi di sebuah rumah makan yang menyediakan hidangan laut, Ryu sempoyongan bak orang mabuk. Dalihnya yang bersikap menghormati para kolega dengan memakan kerang hijau sebagai hidangan ternyata berujung petaka. Sejak kecil perut Ryu memang sensitif. Ia tidak bisa memakan hidangan laut yang tidak diolah dengan baik dan benar, terutama kerang hijau berbumbu padang tersebut. "Makasih ya Mas Jefri udah bantu aku bawa Pak Ryu sampai hotel," ucap Rara sambil sempoyongan memapah tubuh tinggi tegap Ryu. "Nggak pa-pa, nanti kalau memang butuh sesuatu, atau kondisi Bapak parah, bisa hubungi telepon kantor atau hubungi saya aja Mbak," balas Jefri baik hati. "Siap Mas,

  • CINTA UNTUK GADIS TERNODA   6. Milik Ryu

    "Jangan mikir macem-macem cuma karena saya bilang ke temen kamu soal kamu yang sangat memuaskan saya!" pesan Ryu sebelum ia turun dari mobil, setelah terjebak dalam kediaman yang panjang sepanjang perjalanan. "Saya anggap Bapak muji cara kerja saya yang sangat memuaskan, begitu Pak?" sahut Rara mengekor langkah Ryu masuk ke dalam rumah makan di pinggir sungai Mentaya itu. Ryu hanya menoleh tanpa menjawab, ia memilih mengitarkan pandangan, mencari kolega perusahaan yang sudah menunggu di sudut rumah makan. Suasana pinggiran Sungai Mentaya yang cukup ramai kelotok menyeberang dan lewatnya kapal-kapal tongkang mencipta vibes syahdu yang manis. "Mas Ryu!" sapa lelaki paruh baya berwajah oriental yang langsung berdiri menyambut. "Sudah pesan makanan, semuanya?" sapa Ryu sambil menyalami kelima lelaki yang kompak berdiri untuk menyapanya. "Maaf telat," tambahnya. "It's okay!" balas Mister Singh, lelaki berperawakan tinggi, berwajah India tapi asli dari Malaysia. "Senang lah punya pers

  • CINTA UNTUK GADIS TERNODA   5. Langkah Pertama Menjaga Rara

    "Kamu tolong minta orang hotel untuk bersihin kamar saya," ujar Ryu pada Rara yang tertatih mengejar langkah lebarnya. "Layanan kamar ya Pak?" tanya Rara memastikan. Ryu mengangguk, "Pastiin pas kita balik ke sini, kamar saya sudah dibersihkan!" ucapnya. "Siap Pak!" sahut Rara reflek mengangkat tangannya memberi hormat, mencipta ekspresi jijik dari Ryu. "Sebentar saya ke resepsionisnya Pak," tambahnya buru-buru berlalu dari hadapan Ryu. Meninggalkan Ryu yang memilih duduk di sofa tunggu, Rara mendekat ke meja resepsionis. Langkahnya tampak ringan, wajahnya ceria, seakan tanpa beban. "Azura ketua OSIS kita!" sambut seorang resepsionis yang berdiri paling tengah, senyumnya tak ramah, cenderung meremehkan. Dahi Rara mengerut, mengingat lagi, siapa gerangan sosok ini. Lantas, senyumnya melebar saat potongan memori masa SMP-nya melintas di kepala. "Yanda anak 9A ya!" tebak Rara. "Ih, inget yaa?" tukas perempuan bernama Yanda yang bekerja menjadi staf hotel itu. "Nggak bener dong ka

  • CINTA UNTUK GADIS TERNODA   4. Cepat Ingat Azura

    "Beneran tau Pak? Serius?" sorak Rara senang, sepolos itu pikirannya hingga ia tak mau tahu tentang ucapan mengejutkan dari Ryu barusan. "Mending kamu tidur aja, biar saya konsentrasi nyetir," jakun Ryu naik-turun menandakan ia gugup saat berucap, masih berusaha menata hati. "Nanti saya dibilang nggak tau diri. Atasan nyetir sayanya, guring (Banjar: tidur)," Rara meringis geli. "Ketimbang kamu ganggu konsentrasi saya nyetir. Udah berisik, pertanyaannya nggak berfaedah, nggak berbobot." "Tapi kan saya jadi tau kalau Pak Ryu sebenernya suka cerita, rajin senyum pula." Ryu mendesah, "Kamu sarapan apa pagi ini? Kenapa ngocehnya overdosis gini?" tanyanya. "Tadi makan snack aja sih Pak, tapi emang ada jagungnya," Rara terbahak. "Ya Tuhan," desis Ryu. "Baeknya pake kesempatan buat tidur. Nanti kalau udah sampe Sampit, saya nggak akan ngelepasin kamu!" ujarnya lagi. "Bapak!" Rara spontan menyilangkan kedua tangannya di depan dada, "jangan bikin gosip yang kesebar di kebun jad

  • CINTA UNTUK GADIS TERNODA   3. Sejak Dulu

    Rara memilih untuk bungkam lagi setelah mereka melanjutkan perjalanan. Masih ada sekitar 90 menit ke depan yang harus ia lalui bersama kecanggungan ini. Ryu tampak angkuh menyetir, mulutnya terkunci, kacamata hitam bertengger nyaman di hidung mancung sampai langitnya, menggantikan kacamata andalan berlensa bening andalannya sehari-hari. "Saya boleh tanya yang sedikit pribadi nggak Pak?" tanya Rara tak tahan juga terdiam tanpa berbuat apa-apa, sementara kepalanya akan mudah pusing jika terus melihat layar ponsel. "Enggak." Singkat, padat dan menyebalkan. Begitulah Ryu dikenal oleh para karyawan. "Ya Allah Pak, baru juga nawaitu sayanya," ujar Rara diam-diam mencibir. "Saya nggak suka ditanya-tanya. Males nyari jawabannya," tandas Ryu. "Kan Bapak belom tau saya mau nanya apa, kenapa udah males aja? Aneh ih Bapak nih," ucap Rara dengan logat Banjar-nya yang khas dan menjadi candu di telinga Ryu. "Emang mau nanya apaan?" gumam Ryu. "Bakalan dijawab nggak tapinya?" Ryu mengedikkan

  • CINTA UNTUK GADIS TERNODA   2. Asal Kamu Tahu

    "Kita ke Simpang, Pak?" tanya Rara kaget saat Ryu membelokkan mobilnya menembus jalan poros menuju portal utama perusahaan.Lokasi pabrik kelapa sawit di mana perusahaan yang dipimpin Ryu beroperasi memang berada di tengah jantung kebun kelapa sawit. Akses menuju perusahaan harus melewati portal utama perusahaan yang letaknya di pinggir jalan lintas kabupaten di Kalimantan Tengah. Jalan poros adalah satu dari beberapa jalur penghubung perusahaan dengan dunia di luar perkebunan yang dibangun perusahaan untuk mobilitas kendaraan pengangkut CPO. "Hem," Ryu menggumam. "Pasti telat balik kantor kan Pak?" "Kenapa emangnya? Saya yang punya perusahaan, siapa yang berani negur saya?" tantang Ryu. "Bukannya perusahaan masih atas nama Pak Rain ya Pak?" sangkal Rara menggemaskan. Ryu mendengus kasar, "Kamu mau ngajak saya berdebat?" geramnya. "Hah? Mana saya berani Pak," balas Rara nyengir. "Jangan banyak protes makanya!" sungut Ryu galak. "Saya nggak protes Pak, nanya aja kok

  • CINTA UNTUK GADIS TERNODA   1. Perlu Diselamatkan

    Mewarisi perusahaan yang dikelola oleh keluarga besar Dhanapati, Ryu Raiden Dhananjaya harus berakhir di dalam perkebunan sawit rimbun Kalimantan Tengah yang jauh dari keramaian dua bulan belakangan ini. Bagaimanapun, ia sulung dari pasangan Gentala Rainer Dhanapati, pengusaha perkebunan kelapa sawit tersohor dan Mika Hayu Lyana Indrajaya—pewaris perusahaan rokok terbesar di Jawa. Jadi, mau tidak mau, Ryu harus rela melanjutkan bisnis keluarga demi membuktikan kualitas dan kemampuannya dan hidup menepi dari hiruk-pikuk perkotaan. "AZURA!!" Satu detik. Dua detik. Tiga detik. "AZURA!!" "Inggih Bapak (Banjar: Iya, Bapak), maaf Pak, saya baru kembali dari kantin," ucap Rara, begitu Lembayung Azura Arunika akrab dipanggil. Ia menyembulkan kepalanya di pintu ruangan sang bos, tersenyum cantik. "Ngapain di kantin?" tanya Ryu, lelaki berparas rupawan dengan perangai 'buta hejo' kata para karyawannya ini. "Maaf, ini jam makan siang kan Pak?" Rara meringis polos. "Sejak kapan kamu

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status