BUKAN BENALU (Pewaris sesungguhnya)

BUKAN BENALU (Pewaris sesungguhnya)

last updateLast Updated : 2024-12-06
By:   KARTIKA DEKA  Ongoing
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
Not enough ratings
19Chapters
226views
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
Leave your review on App

Kedatangan Taruna ke rumah neneknya untuk menyampaikan amanah almarhum ibunya. Kedatangan Taruna dianggap sebuah ancaman yang ingin meminta bagian warisan. Padahal, ada satu rahasia besar yang akan disampaikan oleh Taruna. Rahasia apa itu? Cerita ini dibumbui intrik kelurga yang keras, juga konflik asmara yang manis antara Taruna dan Hilya.

View More

Latest chapter

Free Preview

Datang ke rumah Nenek, sebagai tukang becak

Taruna turun perlahan dari becaknya, menghapus keringat di kening dengan lengan bajunya yang lusuh. Topi usang yang biasanya melindungi kepala dari teriknya matahari kini ia lepaskan, seolah memberi penghormatan pada sesuatu yang besar, bukan karena rasa segan, tetapi karena beban berat yang ia bawa di hatinya. Pemuda berkulit cokelat dan berambut sedikit gondrong itu menatap lurus ke arah bangunan megah di hadapannya. Rumah neneknya. Rumah yang pernah menjadi saksi luka lama yang tak pernah sembuh.Bangunan besar itu masih terlihat sama, bahkan setelah bertahun-tahun berlalu. Pilar-pilar tinggi yang menjulang, dinding bercat putih gading yang memancarkan kesan angkuh, serta taman depan yang tertata rapi, seolah sengaja menegaskan batasan antara kelas sosial mereka. Satu sisi rumah ini penuh kemewahan, namun di sisi lain, bagi Taruna, rumah ini tak lebih dari sekadar simbol dari rasa sakit dan penolakan.Sebelum meninggal, ibunya sempat memberi pesan yang ia pegang erat-erat hingga sa...

Interesting books of the same period

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

No Comments
19 Chapters
Datang ke rumah Nenek, sebagai tukang becak
Taruna turun perlahan dari becaknya, menghapus keringat di kening dengan lengan bajunya yang lusuh. Topi usang yang biasanya melindungi kepala dari teriknya matahari kini ia lepaskan, seolah memberi penghormatan pada sesuatu yang besar, bukan karena rasa segan, tetapi karena beban berat yang ia bawa di hatinya. Pemuda berkulit cokelat dan berambut sedikit gondrong itu menatap lurus ke arah bangunan megah di hadapannya. Rumah neneknya. Rumah yang pernah menjadi saksi luka lama yang tak pernah sembuh.Bangunan besar itu masih terlihat sama, bahkan setelah bertahun-tahun berlalu. Pilar-pilar tinggi yang menjulang, dinding bercat putih gading yang memancarkan kesan angkuh, serta taman depan yang tertata rapi, seolah sengaja menegaskan batasan antara kelas sosial mereka. Satu sisi rumah ini penuh kemewahan, namun di sisi lain, bagi Taruna, rumah ini tak lebih dari sekadar simbol dari rasa sakit dan penolakan.Sebelum meninggal, ibunya sempat memberi pesan yang ia pegang erat-erat hingga sa
last updateLast Updated : 2024-10-16
Read more
Bukan tentang warisan
Mendengar ada keributan di rumahnya, Suwondo bergegas datang dari arah belakang rumah dengan langkah lebar dan cepat. Rambutnya yang mulai memutih bergerak mengikuti irama langkahnya yang penuh wibawa. Tatapannya tajam menyapu sekitar, hingga matanya tertuju pada sosok pemuda asing yang berdiri dengan tatapan menantang pada istrinya. “Siapa dia, Ma?” tanyanya dengan suara rendah, namun penuh tekanan, pada Sekar, istrinya. “Katanya, dia anak Gendis, Pa,” jawab Sekar dengan nada ketus, dan pandangan yang diarahkan pada Taruna.Mendengar nama itu, alis Suwondo langsung berkerut. Wajahnya berubah serius. Gendis adalah nama satu-satunya adiknya. Matanya meneliti pemuda yang berdiri di depannya dari ujung kepala hingga kaki. Pemuda itu tidak berusaha menunduk atau menghindari tatapannya. Sebaliknya, dia balas menatap Suwondo. “Mau apa kau kemari?” bentak Suwondo, suaranya bergema di dalam rumah yang hening. Ada kilatan amarah yang menyala di balik sorot matanya.Taruna, pemuda itu, meneg
last updateLast Updated : 2024-10-17
Read more
Tak akan pergi
“Sekarang kamu pergi! Tak ada yang mau kamu di sini!” teriak Suwondo, suaranya menggelegar, memantul di setiap sudut ruangan. Tangan kanannya menunjuk pintu depan, sementara tubuhnya condong ke depan, seolah siap menerkam seperti harimau yang murka di sarangnya. Wajahnya memerah, urat-urat di lehernya menegang. Di balik matanya yang tajam, tergambar kemarahan bercampur kebencian yang mendalam.Taruna tak beranjak. Tubuhnya yang tegap berdiri kokoh di tengah ruangan. Tak sedikit pun dia bergerak meski kemarahan Suwondo menghantamnya seperti badai. Pandangannya tak berubah, tetap lurus menatap pria di depannya, pakdenya sendiri. Rasa takut dan gentar seakan tidak punya tempat dalam dirinya. Baginya, kehadirannya di sini lebih dari sekadar keberanian Ini adalah tanggung jawab yang ia emban demi satu alasan. Janji terakhir yang ia ucapkan di hadapan ibunya yang kini telah tiada. Janji yang tak akan ia khianati, bahkan jika itu berarti menghadapi caci maki atau penghinaan dari keluarganya
last updateLast Updated : 2024-10-17
Read more
pembelaan Nenek
“Maaf, Nek. Kita bicara di tempat lain, ya? Kalau bisa, ke kamar Nenek saja,” kata Taruna dengan nada pelan, berusaha menjaga suasana hati neneknya. Pemuda itu bergerak hendak mendorong kursi roda Bu Salma. Suwondo, yang mendengar kata-kata itu, seketika marah. Ia melangkah maju, menarik kerah baju Taruna yang sudah longgar, dan menatap pemuda itu dengan marah. “Lan cang kamu!” teriaknya, suaranya menggema di dalam rumah. Taruna merasakan aliran darahnya mendidih. Dengan kasar, ia menepis tangan Suwondo. “Pakde tak ada hak mengusir saya!” katanya dengan tatapan tajam yang menantang, mencerminkan keberaniannya yang tak tergoyahkan. “Berani kamu!” Suwondo membentak, wajahnya merona karena amarah. “Ibu saya juga berhak atas rumah ini,” ujarnya dengan suara yang lebih lembut namun penuh keyakinan. “Apalagi Nenek masih hidup. Kalau Nenek yang ingin saya pergi, baru saya akan pergi!” balas Taruna dengan tenang. Suwondo terdiam sejenak, terkejut oleh ketegasan pemuda berambut go
last updateLast Updated : 2024-10-17
Read more
Pindah kamar
Bu Salma hanya bisa menatap punggung cucunya dengan penuh kebingungan dan kekhawatiran. Matanya menyipit, mencoba memahami apa yang sedang terjadi di pikiran Taruna. Meski usianya sudah renta, Bu Salma tak buta terhadap apa yang dirasakan oleh cucunya itu. Taruna berjalan dengan langkah cepat, wajahnya terlihat tegang, dan rahangnya mengeras seperti menahan sesuatu yang berat. Ada kemarahan yang jelas di balik setiap gerakannya."Taruna …." Bu Salma ingin memanggil, tetapi suaranya tertahan. Ia terlalu lemah untuk menghentikannya.Taruna terus melangkah keluar kamar, tatapannya lurus ke depan, dengan tangan yang mengepal kuat. Ia tak bisa lagi menahan perasaan sesak di dadanya. Neneknya yang dulu begitu dihormati dan dilindungi, kini terlupakan di rumahnya sendiri, membuat darahnya mendidih. Bagaimana mungkin mereka memperlakukan Bu Salma seperti ini? Neneknya tidak layak diabaikan dan ditempatkan di kamar yang begitu tak layak.“Dimana kamar tamu?” tanya Taruna dengan suara tegas, ma
last updateLast Updated : 2024-10-17
Read more
6
Sontak, semua kepala menoleh ke sumber suara. Di sana, tampak seorang gadis kecil dalam seragam TK, dengan langkah kecilnya masuk ke rumah sambil menggandeng seorang wanita berparas ayu, dibalut hijab yang manis dan anggun. Senyumnya tenang, membawa kehangatan yang anehnya meredakan ketegangan di ruangan itu. “Kok nggak ada yang jawab?” tanya Kayra, gadis kecil berwajah imut dengan hijabnya yang rapi, matanya yang besar menatap sekeliling dengan penuh rasa ingin tahu. “Waalaikumsalam,” jawab Bu Salma dengan senyum lembut, memecah keheningan yang sempat menyelimuti ruangan. “Yuk, Bu Hilya. Katanya mau lihat Buyut,” ajak Kayra, dengan manis menarik tangan wanita berparas lembut di sampingnya. Wanita itu, Hilya, tampak ragu sejenak, langkahnya perlahan ketika mengikuti Kayra menuju nenek Taruna. Hilya tersenyum, menyapa dengan penuh hormat, “Assalamu'alaikum, Nek,” ucapnya sambil menyalami Bu Salma, sosok y
last updateLast Updated : 2024-10-18
Read more
Jangan hina ayahku
Taruna menghela napas panjang, tangannya gemetar saat ia mengeluarkan barang-barang Sandi dari kamar. Bajunya, sepatu-sepatunya, hingga foto-foto Sandi ia lempar ke lantai tanpa ampun. Hatinya terasa berat, tetapi sudah saatnya neneknya kembali di tempat yang seharusnya. Bukan di kamar pembantu yang lebih layak disebut gudang, karena Bu Salma tidur bersama tumpukan barang tak terpakai. Suwondo dan Sekar masuk, terkejut melihat kekacauan yang dibuat oleh Taruna di kamar putranya. "Apa yang kamu lakukan, Taruna?!" Suwondo langsung berteriak, suaranya bergetar penuh kemarahan. Wajahnya merah padam, sulit mempercayai apa yang dilihatnya."Taruna! Kamu gila? Ini kamar Sandi! Siapa yang memberi hak padamu untuk mengusirnya begitu saja?" Suara Sekar tinggi, nyaris pecah.Taruna tidak menoleh. Ia terus merapikan barang-barang Sandi ke dalam tas besar yang didapat di atas lemari. Sebagian dibiarkan berserakan di lantai.
last updateLast Updated : 2024-10-18
Read more
8
Sandi baru saja tiba di rumah setelah seharian bekerja. Laki-laki berusia tiga puluhan itu keluar dari mobilnya dengan raut wajah lelah, tetapi ketika pandangannya tertumbuk pada sebuah becak motor yang terparkir di halaman, dahinya mengernyit.“Becak siapa ini?” gumamnya heran.Tidak ingin berlarut-larut memikirkannya, Sandi berjalan cepat menuju pintu rumah. Ketika ia masuk, suara keributan terdengar dari lantai atas, tepatnya dari kamarnya. Suara yang tidak asing, tapi membuat alisnya naik.“Papa!” teriak Kayra, putri kecilnya, sambil berlari mendekat. Wajah gadis kecil itu memerah, matanya berkaca-kaca.“Oma jahat, Pa! Kayra nggak dibolehin main sama Buyut,” adunya dengan suara lirih, penuh emosi. Tangannya yang mungil menggenggam erat ujung baju Sandi, seolah memohon perlindungan.Sandi menunduk, sekilas menatap Kayra, namun pikirannya terganggu oleh suara keributan dari kamarnya. Ada sesuatu yang lebih mendesak untuk diperiksa.“Papa dengar nanti, ya,” katanya lembut, menepuk ke
last updateLast Updated : 2024-11-08
Read more
9
Taruna terbangun ketika suara adzan berkumandang dari toa Mesjid yang berada di simpang jalan. Matanya terbuka perlahan, dan ia menoleh ke arah Bu Salma, neneknya, yang juga baru saja terjaga. Dengan tatapan penuh kasih, ia melihat wanita tua itu berusaha duduk di tepi ranjang. Tak banyak ingatan masa kecil tentang neneknya. Hanya satu yang diingat, cuma neneknya yang menerima keluarganya dengan tangan terbuka. Sayangnya, sikap otoriter kakeknya, memisahkan mereka.Pemuda berambut sebahu itu sengaja tidur di lantai kamar neneknya, beralaskan kasur lipat sederhana, demi memastikan Bu Salma selalu terjaga dan dibantu kapanpun dibutuhkan. Kondisi neneknya yang kian lemah membuatnya merasa wajib ada di sisinya, terutama di waktu-waktu seperti ini.“Nenek mau sholat?” tanyanya lembut, sambil duduk di samping neneknya.Senyuman tipis menghiasi wajah Bu Salma, menandakan semangat yang masih tersisa meski tubuhnya mulai renta. Ia mengangguk pelan, lalu berusaha berdiri dengan tangan berpegang
last updateLast Updated : 2024-11-09
Read more
10
“Kayra cepat! Papa harus hadir di acara penting,” ujar Sandi sambil melirik jam di pergelangan tangannya, nada suaranya sedikit tegang.“Ikut Papa ya. Lain kali, biar Om yang antar, atau nanti pulangnya Om jemput,” Taruna mencoba membujuk lembut, berharap Kayra mau keluar dari kamar.Setelah ragu sejenak, akhirnya gadis kecil itu melangkah keluar dengan langkah perlahan, mengikuti papanya. Meski baru mengenal Taruna, Kayra merasa ada kehangatan dalam sikap pria itu yang membuatnya nyaman. Tak seperti papanya yang dingin dan tak acuh padanya. “Cepat!” tegas Sandi lalu jalan lebih dulu. Padahal Kayra berharap, Sandi mau menggenggam jemarinya. Gadis kecil itu memang kurang mendapat perhatian di rumahnya, padahal anggota keluarga di rumah itu lengkap, kecuali mamanya. Kayra tak pernah mengenal mamanya. Entah masih hidup atau sudah meninggal. “Nek, Taruna buatkan teh dulu ya. Setelah itu, kita jalan-jalan,” ucap Taruna lembut, sambil tersenyum penuh perhatian pada neneknya setelah Kayra
last updateLast Updated : 2024-11-10
Read more
DMCA.com Protection Status