Ken, yang dapat melihat hantu, mulai menyadari kabut hitam yang menyelimuti beberapa orang tertentu, termasuk sepupunya, Charlos. Suatu hari, Ken berhasil menyelamatkan Charlos dari Sheila. Pacarnya yang ternyata seorang hantu, yang menyamar untuk memangsa mereka. Dari insiden itu, Ken dan Charlos mengetahui bahwa mereka bukan manusia biasa, melainkan immortal. Ken kemudian terjebak dalam kontrak dengan iblis yang dibuat ibunya, di mana ia harus mengumpulkan fragmen jiwa Aletta yang tersebar di dunia immortal. Jika gagal, nyawa Ken menjadi taruhannya. Untuk melindungi nyawanya, Ken dan Charlos memasuki dunia immortal. Bersama menghadapi berbagai bahaya dari monster dan konsprirasi immortal lainnya yang memegang fragmen jiwa Aletta. Fragmen jiwa Aletta yang tersebar mempunyai kekuatan besar yang dapat mengabulkan apa pun, dan setiap monster dan immortal yang memilikinya menjadi ancaman bagi Ken dan Charlos yang harus dihadapi. Di tengah pencariannya, Ken dipaksa menghadapi traumanya yang terkait dengan kematian ibunya. Dan terungkapnya kebenaran rahasia keluarga Derrent. Sementara itu, hubunga Ken dengan iblis itu, yang ternyata terkait dengan masa lalunya semakin memperumit keadaan. Di saat Ken mulai mengungkap siapa dirinya, sebagai Garenka di masa lalu, ia mulai membangunkan kebencian dan dendam yang terkubur dalam dirinya. Ken dan Charlos juga menemukan bahwa misi mereka bukan hanya tentang mengumpulkan fragmen, tapi juga untuk membalas dendam pada mereka yang telah menghancurkan kehidupan mereka sebelumnya.
View MoreKen tiba setelah kedua orang itu telah lenyap, menatap terpaku pada Charlos yang berlumuran darah dengan tercengang. Berdiri di tengah kegelapan dan genangan darah, Charlos memancarkan kekejaman dan hasrat membunuh yang kental. Cahaya obor yang goyah menyinari wajahnya yang diwarnai merah, menciptakan bayangan yang seolah gemetar menyaksikan aksi brutal Charlos. Potongan-potongan daging berserakan di sekitar jalan maupun dinding, bau amis tercium pekat di udara dan memenuhi hidungnya hingga terasa pusing. Genangan darah mengalir perlahan ke arah kakinya, seperti menyapa untuk memberitahu Ken perbuatan gila saudaranya. Ken merasakan kemarahan dalam diri Charlos saat menatapnya tanpa ekspresi, tangannya mengepal saat ia perlahan mulai berbicara, "Charlos ... sebenarnya aku baik-baik saja, jangan khawatir dengan perkataan mereka." "Aku yang tidak baik-baik saja!" raung Charlos yang mengagetkan Ken, membuatnya terdiam, hanya bisa tutup mulut dan mendengarkan. "Mereka memandangmu sepe
Charlos mengerutkan kening, rahangnya mengatup erat. Menggertakkan gigi penuh kebencian menyaksikan cara mereka memandang Ken seolah dia adalah monster. Pemandangan itu menyulut kemarahannya, jelas-jelas Ken pernah menyelamatkan mereka. Tanpa Ken, mereka mungkin telah menjadi santapan hantu untuk mengisi kekuatan Pixy, tapi rasa terima kasih tampaknya tidak pernah terlintas di benak mereka. "Apa maksud dari pandangan kalian, berengsek?" Mata Charlos memancarkan rasa dingin, suaranya penuh dengan niat membunuh. Ia mengangkat pedangnya dengan aura hijau yang menyelimuti, memancarkan keganasan yang jauh lebih kuat daripada saat melawan Reinard. Tangannya mengepal erat saat memegang pedang, hingga sedikit gemetar karena emosinya yang membuncah. Dua orang itu menatap Charlos dengan heran, dalam pemahaman mereka kenapa bisa ada orang yang bisa berdampingan dengan monster kutukan itu. Salah satunya tidak bisa menahan untuk bertanya, "Kenapa kau bersamanya?" Ia menunjuk pada Ken dengan j
Charlos tentu saja mendengar jeritan Pixy, melirik sekilas kedatangan Ken sebelum beralih melihat pemandangan penyiksaan dibelakangnya. Sama seperti Ken, tidak banyak perubahan di wajahnya meski aroma amis dan tembaga dari darah Pixy tercium pekat di udara. Ia tetap tenang dengan mengangkat sebelah alisnya, sedikit heran terhadap tindakan Ken, namun tidak bertanya dan hanya menerima begitu saja. Bahkan Charlos cenderung penasaran terhadap Pixy yang bisa memicu kemarahan Ken, sehingga dia disiksa begitu parah. Sebab Ken jarang sekali marah, tapi apa pun itu Charlos menggeleng pelan. Ada rasa kasihan yang terpantul di pupil ungunya, tetapi senyum puas terlukis di bibirnya saat melihat keadaan tragis Pixy. Charlos menghela napas pendek, mengubah postur tubuhnya menjadi lebih santai. Menurunkan ujung tajam pedangnya ke tanah dengan bahu yang merosot rileks, aura agresi di tubuhnya untuk sementara di tekan. Matanya dipenuhi dengan kegembiraan saat Ken berada tepat dihadapan Re
"Pixy!" Reinard berteriak keras, matanya melebar dengan kepanikan saat melihat tubuhnya dilalap api, perhatiannya kembali terpecah di tengah pertarungan. "Sekali lagi, ke mana kau melihat, hah?" ejek Charlos dengan seringai lebar yang puas, nada suaranya menjengkelkan seperti pisau yang menusuk ego lawannya. Bajingan Reinard ini kembali mengalihkan pandangannya, membuat dirinya menjadi rentan di hadapan Charlos. Betapa bodohnya. Charlos mengangkat pedangnya, menebas secara horizontal. Menciptakan jejak aura hijau yang membelah udara dengan ancaman mematikan. Gerakannya secepat kilat, membuat udara gemetar oleh tindakannya. Merasakan bahaya yang mendekat, Reinard memaksa memusatkan kembali fokusnya pada Charlos. Rasa dingin memadat di matanya yang semakin suram, penuh kebencian yang siap menusuk siapa saja. "Dasar bajingan." Dengan sigap ia menangkis serangan itu. Aura biru keabu-abuannya menyala saat kedua pedang kembali beradu untuk kesekian kalinya. Percikan energi menyebar
Pixy keluar dari kepulan asap, sekujur tubuhnya tergores dan mengeluarkan darah. Meski begitu, ia segera menatap para tumbal, sedikit lega karena orang-orang itu tidak hancur dalam ledakan dan masih utuh. Sementara untuk gambar mantra yang hancur, Pixy masih bisa menggambarnya kembali. Asap hitam yang melayang kini menyebar dan mengeluarkan suara jeritan marah. Jeritan-jeritan itu menggema, menyebabkan telinga Pixy maupun yang mendengarnya berdenging dengan menyakitkan. Reinard dan Charlos juga mengerutkan kening tidak nyaman, merasakan kepala mereka berdenyut pusing akibat jeritan-jeritan melengking itu. Mereka tidak tahan mendengarnya, sehingga terpaksa berhenti dari pertarungan dan harus menutupi telinga untuk sementara. "Sial." Charlos dan Reinard memaki secara serempak. "Diam, aku akan segera memberi kalian makan. Bersabarlah! Jangan membuatku semakin marah, kau makhluk menjengkelkan!" geram Pixy, kemarahannya semakin memburuk ketika para jiwa itu mengacau setelah ritualnya
Ken membuka matanya saat merasakan suatu kehadiran di hadapannya. Perlahan, gumpalan jiwa itu membentuk sesosok tubuh pria paruh baya. Seluruh tubuhnya berwarna abu-abu, tapi yang menarik perhatian adalah rongga dadanya terkoyak dan berlubang. Meski dalam bentuk jiwa, Ken dapat merasakan aura mengesankan dari pria itu. Sebuah rasa menindas yang kini mulai familier baginya, seseorang yang tangannya terbiasa berlumuran darah. Identitas orang dihadapannya jelas tidak sederhana. Dua pasang mata saling bertemu, saling menilai satu sama lain. "Siapa kau? Dan apa keinginanmu?" Ken memulai bicara dengan bertanya, suaranya terdengar datar. Menatap Jikia dingin dengan rasa keengganan di hatinya. Sebab ia yakin, alasan pria ini datang menemuinya pasti untuk memenuhi keinginan yang belum terpenuhi semasa hidupnya. Namun Ken merasa kedatangannya tidak sesederhana itu. Apalagi jika lebih diamati, pria paruh baya ini memiliki kemiripan dengan tentara bayaran Reinard. "Kau bisa melihatku?" tan
Jikia sedang duduk sambil mengerjakan dokumen terkait Guild--nya, Shadow Claw. Dokumen-dokumen bertumpuk hingga menggunung di kedua sisi meja, suasana kantor sunyi kecuali suara goresan pena bulu pada perkamen. Segera suara itu tidak terdengar lagi, ruangan sepenuhnya menjadi sunyi. Jikia menatap lengannya yang menjadi dingin dan kaku, sama sekali tidak bisa digerakan. Kekakuan juga menyebar ke seluruh tubuhnya, membuatnya terpaku dalam posisi duduk. Hanya bola matanya yang masih bebas bergerak, bahkan sekadar membuka mulut untuk memanggil penjaga di luar pun tidak bisa. Sebagai pemimpin tentara bayaran, bukan sekali dua kali Jikia mengalami penyerangan. Nyawanya selalu diincar oleh musuh atau orang-orang yang membencinya. Jadi ia tidak panik dan dengan tenang mulai mencoba membebaskan diri. Namun, betapa keras pun Jikia mengerahkan kekutannya. Ia tetap tidak bisa melepaskan kekakuan di tubuhnya, bagai rantai tak kasat mata yang mengekangnya. Tubuhnya terasa semakin berat, seolah
Ken mungkin tahu bahwa Mirk mengatakan hal itu untuk bersenang-senang, tapi juga menyiratkan padanya betapa kejam orang-orang terhadap kemampuan kematian. Tentu saja Ken akan mencoba memanfaatkan bulan purnama ini. Terlepas dari bahayanya, ia sendiri tidak akan tahu apa hasilnya jika tidak mengalaminya sendiri. "Charlos, apakah kau mau menemani aku saat mengumpulkan kekuatan sekarang?" "Kau yakin?" Charlos balik bertanya sebelum memberikan jawaban, tidak terlalu setuju dalam hatinya. Namun mencegahnya akan sia-sia karena Charlos sendiri tahu bagaimana tegasnya Ken saat sudah mengambil keputusan. Sekarang melihat tatapan Ken yang tak tergoyahkan, Charlos menghela napas. "Baiklah, aku akan menemani." Meskipun cemas, tidak ada yang bisa Charlos lakukan selain mendukungnya. Dan pada saat yang sama menjaganya untuk mencegah Ken terluka. Setelah melihat anak-anak mencapai keputusan, Mirk berkata ketika keduanya mencapai pintu. "Kuharap kau tidak mengecewakanku, Ken." Ken dan Charl
Saat pagi datang Ken langsung memeriksa sulur, tapi tidak menemukan petunjuk apa pun tentang aroma kematian. Malam berlalu dengan damai tanpa terjadi apa pun, namun hal itu tidak membuat Ken lega. Ia merasa ketenangan ini tampak seperti jeda sebelum badai menerjang, membuatnya gelisah. Tetapi Ken memutuskan untuk tidak memikirkan hal itu, dan berusaha menenangkan diri. Apa pun yang akan terjadi pasti akan datang, ia hanya bisa mengatasinya hanya jika badai itu muncul. Oleh karena itu Kenselalu tetap waspada. Setelah sarapan, Ken dan Charlos meninggalkan penginapan untuk berbelanja bahan makanan. Di luar pintu penginapan mereka berpapasan dengan Reinard, dia menyapa dengan senyum tipis sebelum memasuki penginapan. Ken dan Charlos saling melirik setelahnya, menunjukkan keheranan yang sama di mata mereka. "Dia ... tampak berbeda?" Charlos mengangkat salah satu alisnya dan menoleh untuk melihat kepergian Reinard sekali lagi. Namun Reinard telah menghilang. "Kau benar." Ken menganggu
"Alina kami datang lagi, apa kau merindukan kami? Kami di sini merindukanmu. Oh, kami juga membawa bunga mawar kesukaanmu." Seperti biasa Gerald mulai menceritakan bagaimana rutinitas sehari-harinya. Seringkali, Ken menatap ayahnya yang berbicara dengan lembut, tanpa menyembunyikan kasih sayang yang mendalam di matanya yang hitam pekat, seolah ibu ada di hadapannya menanggapi dan tertawa. Ken selalu berdiri di belakang, sedikit menjauh untuk memberi ruang untuk Gerald, tapi hari ini terasa berbeda. Seperti ada sepasang mata yang menatap lekat ke arahnya. Ken menoleh untuk memeriksa sekitar, tapi menemukan bahwa tidak ada siapa-siapa selain mereka berdua. Meski begitu, Ken secara sensitif menangkap ketegangan aneh di situasi yang tenang ini. Membuat lengannya merinding, menelan ludah dengan gugup dan hatinya mulai merasa cemas. Sambil berbicara, Gerald segera merasakan tatapan asing mengarah pada anaknya. Jantungnya berdebar kencang, detaknya terdengar keras di teling...
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments