Sheila menyaksikan Ken dan Charlos terus terus berlari meski beberapa kali terjatuh, mereka dengan gigih berdiri.
Ia tertawa lucu menyaksikan perjuangan mereka. Ketika melihat ke langit, Sheila mengangkat alisnya heran. Ada sebuah perisai besar yang mengelilingi gedung apartemen dan sekitarnya. Sheila sengaja melemparkan Charlos dan Ken, untuk mengetes apakah pemilik perisai datang untuk menghalangi atau melindungi kedua anak ini. Ia merasakan perisai aktif saat di dalam apartemen, bahkan saat kedua anak itu jatuh. Perisai yang melindungi mereka bukanlah energi yang sama dari perisai tersebut. Sheila waspada karena siapa pun yang mampu membuat perisai sebesar itu, bukanlah orang yang bisa Sheila hadapi sembarangan. Hasilnya, pemilik perisai tidak keluar untuk ikut campur dan membiarkannya. Terserah apa niatnya selama tidak mengganggunya, Sheila tidak peduli dan melanjutkan tujuannya. Tentakel Sheila melilit pinggang mereka berdua, dan membantingkan masing-masing ke arah yang berlawanan. Ken dan Charlos merasakan keputusasaan saat pinggang mereka ditangkap oleh Sheila, tidak peduli seberapa cepat mereka berlari akan tetap tertangkap. Cengkraman Sheila seakan-akan bermain dengan nyawa mereka, membuat keduanya tidak berdaya sekaligus ketakutan. Sama sekali tidak ada tanda-tanda dapat melarikan diri, seolah usaha mereka itu sia-sia. Ken terlempar menabrak tiang lampu taman hingga patah, seketika ia merasakan nyeri yang luar biasa dan menghancurkan punggungnya. Ada rasa sakit seperti ribuan pisau yang menusuk di dalam dada, setiap tarikan nafas Ken terasa sulit. Kemudian tubuh Ken menghantam tanah setelah benturan, ia merasakan kembali nyeri tajam datang dari tulang rusuk dan pinggulnya. Telinganya berdenging dan pandangan matanya menjadi kabur, hampir membuat pingsan. Ia sendiri ragu apakah akan bisa bangkit kembali dalam keadaan ini, dan menyelamatkan Charlos. Ken mencoba mengatur nafas di tengah rasa sakit yang menusuk, tubuhnya terasa semakin berat. Ken menggertakkan gigi, dengan tekad kuat memaksa dirinya agar tetap sadar. Ia akan menepati janjinya untuk melindungi Charlos, seperti yang dijanjikannya saat kecil. Charlos terlempar menabrak bangku batu di taman, memecahkan setengah dari bangku tersebut. Punggung dan sisi tubuhnya langsung terasa diremukkan, suara pecahan bangku sama sama dengan suara tulangnya yang patah. Rasa pedih itu menyebar dengan cepat ke seluruh tubuhnya, semakin bertambah ketika Charlos jatuh di atas kerikil tajam di taman. Setiap gerakan kecil menyebabkan rasa nyeri dan perih yang baru. Dari sudut matanya, Charlos dapat melihat keadaan Ken. Rasa bersalah menghantam dirinya lebih besar dari rasa sakit fisiknya, ia benar-benar menyesal memperkenalkan Ken dengan Sheila. Harusnya Charlos tidak pernah melakukan hal itu, sehingga hal buruk ini hanya akan menimpanya. "Oh, aku beruntung kalian berdua berkumpul bersama sekarang." Sheila tersenyum dengan mulut robek mengerikan dan bertepuk tangan. Suara serak dan kering itu tidak bisa menyembunyikan rasa bahagianya. Senang melihat mereka berdua adalah anak-anak spesial yang langka, bahkan sulit untuk ditemukan oleh mereka para hantu di antara manusia. "Tahukah kalian betapa senangnya aku?" Sheila tertawa dengan gila. Hantu dapat mendapatkan umur yang semakin panjang serta kekuatan yang kuat agar menjadi abadi, yaitu dengan memakan banyak sekali manusia. Mulai dari perawan, bayi umur satu minggu, seorang yang lahir di tanggal tertentu, sekaligus anak spesial seperti Ken dan Charlos, yang ditandai dengan adanya cahaya di tubuh mereka. Sheila cukup beruntung bertemu dengan Charlos saat mencari mangsa di klub malam. Ia melihat cahaya terang di sekitar tubuh Charlos. Semakin terang semakin kuat pula kekuatan yang akan didapat saat mereka memakannya. Sheila mulai mendekati Charlos dan semakin beruntung lagi saat Charlos memperkenalkannya pada Ken. Anak yang sama spesial seperti Charlos, hanya entah kenapa cahaya di tubuh Ken sedikit redup. Seolah ditekan oleh sesuatu dalam tubuhnya, tapi itu tidak masalah sama sekali bagi Sheila. Tentakel itu mulai bergerak menuju bahu serta paha Ken, dan ujung tentakel itu meruncing saat bergerak menusuk. Ken melebarkan matanya dan mengerang kesakitan. Sensasi luka dari tusukan tentakel itu terasa tajam dan panas sepeti dibakar api, rasa nyerinya begitu menusuk hingga ke tulang sumsum. "Sial." Ken mengutuk dengan pelan sambil menghembuskan nafas terkesiap. Ia bisa merasakan dengan jelas darahnya disedot oleh tentakel, membuatnya semakin lemah. Sekali lagi terdengar tawa dari Sheila yang menjengkelkan untuk di telinga Ken. Monster itu benar-benar bermain dengan mereka, seperti kucing mempermainkan mangsanya sebelum dimakan. Tangan Ken bergerak dengan gemetar mencoba memegang tentakel untuk menariknya keluar, tapi menemukan bahwa itu sia-sia dan benar-benar menancap dengan kuat dalam dagingnya. Hampir membuatnya menyerah, jika Ken tidak mengingat harus menyelamatkan Charlos. Satu-satunya dorongan yang membuatnya bertahan. Keadaan Charlos juga tidak jauh berbeda dengan Ken, menahan rasa sakit dengan sekuat tenaga, serat ototnya terasa seperti dirobek dan dihancurkan. Ia juga berusaha menarik tentakel tersebut dari bahunya. Nafasnya tersengal dan seluruh kekuatannya hampir habis diserap tentakel. "Brengsek, lepaslah!" Charlos menggertakkan gigi, merasakan sensasi panas dari tempat-tempat tertancapnya tentakel. Rasa sakit parah yang menyengat membuatnya pusing, setiap tetes darah yang disedot juga membuat tubuhnya mendingin dan lemah. "Charlos, bukankah kau berjanji untuk memberikan apa pun yang aku inginkan?" Sheila berbisik seperti setan yang sedang berbohong dengan manis, melangkah mendekati Charlos. "Jadi, kenapa tidak diam saja dan patuh." Menatap wajah pucat Charlos yang semakin membuatnya bergairah. Melepaskan salah satu tentakel yang menancap dengan ujung tajam berlumuran darah. Ujung tentakel melayang dan Sheila langsung menjilat darah yang menetes dengan lidah panjangnya. Charlos menjerit tertahan kesakitan, luka yang terbuka di bahunya memberikan sensasi tajam dan menyengat, seperti racun yang menyebar cepat ke seluruh tubuhnya. Setiap tetes darah yang keluar membuat tubuhnya gemetar lemah, tapi meski begitu kemarahan Charlos berkobar di dada. "Persetan." Charlos mengumpat dengan susah payah. Sekalipun tubuhnya berada pada ambang kehancuran, ia tetap menggertakkan gigi tidak mau tunduk pada monster gila ini. Mata hitam pekat Sheila menatap mata hijau menawan Charlos yang sekarang gemetar, mencoba menatap fokus padanya. Sheila semakin merasakan kegembiraan di dalam hatinya. "Ah, Charlos. Lihat betapa indahnya dirimu saat ini," desis Sheila dengan suara lembut menakutkan. Gigi seperti gergaji Sheila terlihat begitu tajam saat semakin tersenyum lebar. "Tapi ... mulutmu harus diberi pelajaran, benar sayang?" tanya Sheila semakin tersenyum gila, semakin banyak tentakel hitam keluar dari punggungnya. Mereka bergerak menuju kedua tangan Charlos melilitnya. Ujung tajam tentakel menyayat panjang di sepanjang legan kiri Charlos, darah merah segar segera bocor dari sana. "Ah ... kau selalu membuatku bersemangat, Charlos." Sheila mendekat, melihat lebih seksama setiap kerutan rasa sakit Charlos. Matanya bersinar dengan dengan kegialan. Charlos ingin sekali menjerit untuk melampiaskan rasa sakit, tapi menutup rapat mulutnya. Menahan dengan sekuat tenaga, agar tidak memberi kepuasan yang diiginkan oleh orang gila ini. Ken mendengar jeritan menyakitkan Charlos, semakin marah dan frustasi. Ia mengerahkan semua tenaga untuk melepaskan diri dari tentakel, saat melihat bagaiamana Sheila mempermainkan Charlos. Sayang hasilnya tetap nihil, semakin keras Ken menarik, semakin dalam pula tentakel tersebut mengebor dalam daging Ken. Berulang kali ia mengutuk dirinya sendiri, karena ketidakberdayaannya untuk lepas. " ... Sial, kau tidak berguna." Kehilangan darah dalam jumlah besar dengan sekejap, membuatnya semakin pusing. Pandangannya mulai kabur saat mencoba melihat sosok Charlos dan Sheila yang semakin samar. Kesadaran Ken mulai menipis, ia hanya merasakan benda tajam menusuk perutnya sebelum pandangannya menjadi gelap. Ken merasakan dirinya seperti tenggelam, dan mencoba membuka matanya hanya untuk melihat pemandangan aneh namun indah. Hatinya bergetar dengan penuh kebingungan dan waspada. Ken terduduk di tengah hamparan kelopak bunga mawar hitam yang memancarkan cahaya merah lembut. Tubuhnya dengan tegang melihat sekitar. Di sekelilingnya adalah sulur mawar berwarna hitam pekat, dengan duri tajam dan ujung berwarna merah. Sulur berduri itu bergerak dan mendekat ke arah Ken, secara otomatis Ken segera berdiri dan mundur menjauh. Kelopak mawar hitam itu melayang ke atas menjadi pusaran angin yang melingkar, di sana sebuah tangan hitam terulur pada Ken. Ia mundur dan menatap dengan penuh keraguan. "Raih tanganku dan kau akan mendapat kekuatan." Suara itu lembut namun dingin tanpa sentuhan emosi. Ken tidak segera menggapai tangan hitam tersebut, matanya menatap sejenak pada kelopak mawar yang masih berputar. Meski ada keraguan, tapi dorongan untuk menolong Charlos tumbuh kuat di hatinya. Sulur mawar masih bergerak ke arah Ken, tapi hanya mengintari tanpa menyentuhnya. "Apakah aku bisa menyelamatkan, Charlos?" "Tentu, sekarang gapailah." Ken melangkah tanpa ragu-ragu lagi, segera menangkap tangan hitam tersebut. Jantungnya berdebar, siap menghadapi konsekuensi apa pun yang akan datang nanti, ketika memakai kekuatan aneh ini. Karena Ken tahu tidak ada yang gratis di dunia ini, semuanya punya harga yang harus dibayarkan. Sekarang Ken mengesampingkan hal tersebut, lebih penting nyawa Charlos untuk saat ini. ***Sheila menatap ke arah Ken yang pingsan dan mengerutkan kening, saat merasakan fluktuasi sihir dari tubuh Ken. Lalu tersentak, kaget saat tiba-tiba bersitatap dengan mata berwarna kemerahan, yang memancarkan rasa dingin dan haus darah milik Ken. Ken yang tiba-tiba membuka matanya, langsung mengirimkan sapuan rasa takut di hati Sheila, membuatnya mundur selangkah tanpa sadar. Momentum di sekitar Ken berubah, membuatnya membunyikan peringatan bahaya. Sulur mawar hitam berduri tiba-tiba muncul di sekitar tubuh Ken, merayap dan meliuk seperti ular. Sheila merasa seolah ditatap oleh banyak mata dari makhluk reptil berdarah dingin, seolah sedang mengamati mangsanya sebelum melahap habis mereka. Membuatnya gelombang dingin di tulang punggungnya. Bahaya, sulur itu berbahaya. Sheila semakin mengerutkan kening. Sulur itu bergerak merambat ke arah Ken, mencabut setiap tentakel yang menancap di tubuh. Ekspresi Ken berubah berkerut, menahan nafas dan mengatupkan bibirnya, saat mencabut tentak
"Alina kami datang lagi, apa kau merindukan kami? Kami di sini merindukanmu. Oh, kami juga membawa bunga mawar kesukaanmu." Seperti biasa Gerald mulai menceritakan bagaimana rutinitas sehari-harinya. Seringkali, Ken menatap ayahnya yang berbicara dengan lembut, tanpa menyembunyikan kasih sayang yang mendalam di matanya yang hitam pekat, seolah ibu ada di hadapannya menanggapi dan tertawa. Ken selalu berdiri di belakang, sedikit menjauh untuk memberi ruang untuk Gerald, tapi hari ini terasa berbeda. Seperti ada sepasang mata yang menatap lekat ke arahnya. Ken menoleh untuk memeriksa sekitar, tapi menemukan bahwa tidak ada siapa-siapa selain mereka berdua. Meski begitu, Ken secara sensitif menangkap ketegangan aneh di situasi yang tenang ini. Membuat lengannya merinding, menelan ludah dengan gugup dan hatinya mulai merasa cemas. Sambil berbicara, Gerald segera merasakan tatapan asing mengarah pada anaknya. Jantungnya berdebar kencang, detaknya terdengar keras di teling
Suasana mobil menjadi hening, Charlos dan Ken tenggelam dalam kekhawatiran dipikiran mereka masing-masing. Charlos mengingat kejadian saat mereka kecil, sekitar umur sepuluh tahun. Ketika Charlos akan pergi bermain bersama teman-temannya, tapi Ken waktu itu memegang tangan Charlos berkata, "jangan ke sana atau kalian akan mati." Mendengar hal itu, anak-anak lain mundur ketakutan menjauhi Ken, beberapa mengerutkan kening menatapnya. "Dia anak aneh." "Tinggalkan dia, jangan ajak lagi dia bermain." "Ayo pergi, jangan pedulikan kata-katanya, ayo Charlos." Charlos ingat dengan jelas waktu itu, Ken memegang erat tangan Charlos. Ken menatap dan menggelangkan kepala, lalu menatap dengan menusuk pada anak-anak lain. Ken sudah muak dengan ejekan mereka yang menyebutnya aneh, tapi ia tidak mempermasalahkan hal itu. Baginya mereka hanya sekumpulan anak berisik yang menjengkelkan, yang akan segera pergi. Charlos memilih untuk menuruti Ken dan berdiri melindungi Ken dari anak-anak lainnya.
Gerald mendapati dirinya di lingkungan yang tidak dikenal, sekelilingnya tampak remang-remang, suram, dan sunyi. Jenis kesunyian yang membuat merinding, seakan ada monster yang bersembunyi dalam gelap siap menerkam di saat lengah. Gerald juga merasakan kakinya basah. Melihat ke bawah, ada air hitam legam mengotori kakinya. Dengan tenang Gerald memindai sekeliling, hanya ada kegelapan yang terlihat. Saat Gerald mencoba melangkah untuk mencari jalan keluar, ada angin kencang yang mencoba menelannya dalam kegelapan. Gerald berusaha melawan, tapi mendapati kekuatannya tidak bisa digunakan. Gerald menahan angin dengan sekuat tenaga, sampai suara yang paling dirindukannya terdengar, membuat lengah. "Gerald." Ia tercengang melihat istrinya berada dihadapannya sekarang. Meraih tangannya dengan erat, mencegahnya agar tidak terbawa oleh angin. Alina berkata dengan suara keras penuh urgensi, "Gerald, aku tak punya banyak waktu. Jadi dengarkan, Ken dalam bahaya lindungilah dia." Alina me
Ken merasakan sengatan matahari begitu keluar dari gedung pengajaran, sore hari ini terasa begitu panas. Ken mampir ke toko minuman favoritnya dekat fakultas, membeli sebotol Lemon tea. Memikirkan minuman dingin itu saja sudah membuat Ken merasa segar. Ponsel Ken bergetar, ada pesan masuk dari Charlos. [Aku jalan-jalan dengan Sheila] Membaca pesan itu membuat Ken memutar matanya, menjawab dengan tidak peduli, yang lansung dibalas dengan stiker emoji seseorang yang mengirim Flying kiss, yang membuat Ken merasa mual. Kebiasaan untuk saling memberitahu posisi atau aktivitas apa yang dilakukan, entah itu Ken atau Charlos. Sudah biasa dilakukan semenjak mereka diberikan ponsel pertama mereka, yaitu saat di sekolah menengah pertama dan bertahan hingga sekarang. Bahkan meski rumah mereka bersebelahan, Charlos akan mengirim pesan atau menelepon Ken, ketika waktunya tidur atau hal sepele lainnya. "Apa ada yang salah di wajahku?" Ken akhirnya merasa tidak tahan, dan bertanya pada seorang