Sheila menyaksikan Ken dan Charlos terus terus berlari meski beberapa kali terjatuh, mereka dengan gigih berdiri.
Ia tertawa lucu menyaksikan perjuangan mereka. Ketika melihat ke langit, Sheila mengangkat alisnya heran. Ada sebuah perisai besar yang mengelilingi gedung apartemen dan sekitarnya. Sheila sengaja melemparkan Charlos dan Ken, untuk mengetes apakah pemilik perisai datang untuk menghalangi atau melindungi kedua anak ini. Ia merasakan perisai aktif saat di dalam apartemen, bahkan saat kedua anak itu jatuh. Perisai yang melindungi mereka bukanlah energi yang sama dari perisai tersebut. Sheila waspada karena siapa pun yang mampu membuat perisai sebesar itu, bukanlah orang yang bisa Sheila hadapi sembarangan. Hasilnya, pemilik perisai tidak keluar untuk ikut campur dan membiarkannya. Terserah apa niatnya selama tidak mengganggunya, Sheila tidak peduli dan melanjutkan tujuannya. Tentakel Sheila melilit pinggang mereka berdua, dan membantingkan masing-masing ke arah yang berlawanan. Ken dan Charlos merasakan keputusasaan saat pinggang mereka ditangkap oleh Sheila, tidak peduli seberapa cepat mereka berlari akan tetap tertangkap. Cengkraman Sheila seakan-akan bermain dengan nyawa mereka, membuat keduanya tidak berdaya sekaligus ketakutan. Sama sekali tidak ada tanda-tanda dapat melarikan diri, seolah usaha mereka itu sia-sia. Ken terlempar menabrak tiang lampu taman hingga patah, seketika ia merasakan nyeri yang luar biasa dan menghancurkan punggungnya. Ada rasa sakit seperti ribuan pisau yang menusuk di dalam dada, setiap tarikan nafas Ken terasa sulit. Kemudian tubuh Ken menghantam tanah setelah benturan, ia merasakan kembali nyeri tajam datang dari tulang rusuk dan pinggulnya. Telinganya berdenging dan pandangan matanya menjadi kabur, hampir membuat pingsan. Ia sendiri ragu apakah akan bisa bangkit kembali dalam keadaan ini, dan menyelamatkan Charlos. Ken mencoba mengatur nafas di tengah rasa sakit yang menusuk, tubuhnya terasa semakin berat. Ken menggertakkan gigi, dengan tekad kuat memaksa dirinya agar tetap sadar. Ia akan menepati janjinya untuk melindungi Charlos, seperti yang dijanjikannya saat kecil. Charlos terlempar menabrak bangku batu di taman, memecahkan setengah dari bangku tersebut. Punggung dan sisi tubuhnya langsung terasa diremukkan, suara pecahan bangku sama sama dengan suara tulangnya yang patah. Rasa pedih itu menyebar dengan cepat ke seluruh tubuhnya, semakin bertambah ketika Charlos jatuh di atas kerikil tajam di taman. Setiap gerakan kecil menyebabkan rasa nyeri dan perih yang baru. Dari sudut matanya, Charlos dapat melihat keadaan Ken. Rasa bersalah menghantam dirinya lebih besar dari rasa sakit fisiknya, ia benar-benar menyesal memperkenalkan Ken dengan Sheila. Harusnya Charlos tidak pernah melakukan hal itu, sehingga hal buruk ini hanya akan menimpanya. "Oh, aku beruntung kalian berdua berkumpul bersama sekarang." Sheila tersenyum dengan mulut robek mengerikan dan bertepuk tangan. Suara serak dan kering itu tidak bisa menyembunyikan rasa bahagianya. Senang melihat mereka berdua adalah anak-anak spesial yang langka, bahkan sulit untuk ditemukan oleh mereka para hantu di antara manusia. "Tahukah kalian betapa senangnya aku?" Sheila tertawa dengan gila. Hantu dapat mendapatkan umur yang semakin panjang serta kekuatan yang kuat agar menjadi abadi, yaitu dengan memakan banyak sekali manusia. Mulai dari perawan, bayi umur satu minggu, seorang yang lahir di tanggal tertentu, sekaligus anak spesial seperti Ken dan Charlos, yang ditandai dengan adanya cahaya di tubuh mereka. Sheila cukup beruntung bertemu dengan Charlos saat mencari mangsa di klub malam. Ia melihat cahaya terang di sekitar tubuh Charlos. Semakin terang semakin kuat pula kekuatan yang akan didapat saat mereka memakannya. Sheila mulai mendekati Charlos dan semakin beruntung lagi saat Charlos memperkenalkannya pada Ken. Anak yang sama spesial seperti Charlos, hanya entah kenapa cahaya di tubuh Ken sedikit redup. Seolah ditekan oleh sesuatu dalam tubuhnya, tapi itu tidak masalah sama sekali bagi Sheila. Tentakel itu mulai bergerak menuju bahu serta paha Ken, dan ujung tentakel itu meruncing saat bergerak menusuk. Ken melebarkan matanya dan mengerang kesakitan. Sensasi luka dari tusukan tentakel itu terasa tajam dan panas sepeti dibakar api, rasa nyerinya begitu menusuk hingga ke tulang sumsum. "Sial." Ken mengutuk dengan pelan sambil menghembuskan nafas terkesiap. Ia bisa merasakan dengan jelas darahnya disedot oleh tentakel, membuatnya semakin lemah. Sekali lagi terdengar tawa dari Sheila yang menjengkelkan untuk di telinga Ken. Monster itu benar-benar bermain dengan mereka, seperti kucing mempermainkan mangsanya sebelum dimakan. Tangan Ken bergerak dengan gemetar mencoba memegang tentakel untuk menariknya keluar, tapi menemukan bahwa itu sia-sia dan benar-benar menancap dengan kuat dalam dagingnya. Hampir membuatnya menyerah, jika Ken tidak mengingat harus menyelamatkan Charlos. Satu-satunya dorongan yang membuatnya bertahan. Keadaan Charlos juga tidak jauh berbeda dengan Ken, menahan rasa sakit dengan sekuat tenaga, serat ototnya terasa seperti dirobek dan dihancurkan. Ia juga berusaha menarik tentakel tersebut dari bahunya. Nafasnya tersengal dan seluruh kekuatannya hampir habis diserap tentakel. "Brengsek, lepaslah!" Charlos menggertakkan gigi, merasakan sensasi panas dari tempat-tempat tertancapnya tentakel. Rasa sakit parah yang menyengat membuatnya pusing, setiap tetes darah yang disedot juga membuat tubuhnya mendingin dan lemah. "Charlos, bukankah kau berjanji untuk memberikan apa pun yang aku inginkan?" Sheila berbisik seperti setan yang sedang berbohong dengan manis, melangkah mendekati Charlos. "Jadi, kenapa tidak diam saja dan patuh." Menatap wajah pucat Charlos yang semakin membuatnya bergairah. Melepaskan salah satu tentakel yang menancap dengan ujung tajam berlumuran darah. Ujung tentakel melayang dan Sheila langsung menjilat darah yang menetes dengan lidah panjangnya. Charlos menjerit tertahan kesakitan, luka yang terbuka di bahunya memberikan sensasi tajam dan menyengat, seperti racun yang menyebar cepat ke seluruh tubuhnya. Setiap tetes darah yang keluar membuat tubuhnya gemetar lemah, tapi meski begitu kemarahan Charlos berkobar di dada. "Persetan." Charlos mengumpat dengan susah payah. Sekalipun tubuhnya berada pada ambang kehancuran, ia tetap menggertakkan gigi tidak mau tunduk pada monster gila ini. Mata hitam pekat Sheila menatap mata hijau menawan Charlos yang sekarang gemetar, mencoba menatap fokus padanya. Sheila semakin merasakan kegembiraan di dalam hatinya. "Ah, Charlos. Lihat betapa indahnya dirimu saat ini," desis Sheila dengan suara lembut menakutkan. Gigi seperti gergaji Sheila terlihat begitu tajam saat semakin tersenyum lebar. "Tapi ... mulutmu harus diberi pelajaran, benar sayang?" tanya Sheila semakin tersenyum gila, semakin banyak tentakel hitam keluar dari punggungnya. Mereka bergerak menuju kedua tangan Charlos melilitnya. Ujung tajam tentakel menyayat panjang di sepanjang legan kiri Charlos, darah merah segar segera bocor dari sana. "Ah ... kau selalu membuatku bersemangat, Charlos." Sheila mendekat, melihat lebih seksama setiap kerutan rasa sakit Charlos. Matanya bersinar dengan dengan kegialan. Charlos ingin sekali menjerit untuk melampiaskan rasa sakit, tapi menutup rapat mulutnya. Menahan dengan sekuat tenaga, agar tidak memberi kepuasan yang diiginkan oleh orang gila ini. Ken mendengar jeritan menyakitkan Charlos, semakin marah dan frustasi. Ia mengerahkan semua tenaga untuk melepaskan diri dari tentakel, saat melihat bagaiamana Sheila mempermainkan Charlos. Sayang hasilnya tetap nihil, semakin keras Ken menarik, semakin dalam pula tentakel tersebut mengebor dalam daging Ken. Berulang kali ia mengutuk dirinya sendiri, karena ketidakberdayaannya untuk lepas. " ... Sial, kau tidak berguna." Kehilangan darah dalam jumlah besar dengan sekejap, membuatnya semakin pusing. Pandangannya mulai kabur saat mencoba melihat sosok Charlos dan Sheila yang semakin samar. Kesadaran Ken mulai menipis, ia hanya merasakan benda tajam menusuk perutnya sebelum pandangannya menjadi gelap. Ken merasakan dirinya seperti tenggelam, dan mencoba membuka matanya hanya untuk melihat pemandangan aneh namun indah. Hatinya bergetar dengan penuh kebingungan dan waspada. Ken terduduk di tengah hamparan kelopak bunga mawar hitam yang memancarkan cahaya merah lembut. Tubuhnya dengan tegang melihat sekitar. Di sekelilingnya adalah sulur mawar berwarna hitam pekat, dengan duri tajam dan ujung berwarna merah. Sulur berduri itu bergerak dan mendekat ke arah Ken, secara otomatis Ken segera berdiri dan mundur menjauh. Kelopak mawar hitam itu melayang ke atas menjadi pusaran angin yang melingkar, di sana sebuah tangan hitam terulur pada Ken. Ia mundur dan menatap dengan penuh keraguan. "Raih tanganku dan kau akan mendapat kekuatan." Suara itu lembut namun dingin tanpa sentuhan emosi. Ken tidak segera menggapai tangan hitam tersebut, matanya menatap sejenak pada kelopak mawar yang masih berputar. Meski ada keraguan, tapi dorongan untuk menolong Charlos tumbuh kuat di hatinya. Sulur mawar masih bergerak ke arah Ken, tapi hanya mengintari tanpa menyentuhnya. "Apakah aku bisa menyelamatkan, Charlos?" "Tentu, sekarang gapailah." Ken melangkah tanpa ragu-ragu lagi, segera menangkap tangan hitam tersebut. Jantungnya berdebar, siap menghadapi konsekuensi apa pun yang akan datang nanti, ketika memakai kekuatan aneh ini. Karena Ken tahu tidak ada yang gratis di dunia ini, semuanya punya harga yang harus dibayarkan. Sekarang Ken mengesampingkan hal tersebut, lebih penting nyawa Charlos untuk saat ini. ***Sheila menatap ke arah Ken yang pingsan dan mengerutkan kening, saat merasakan fluktuasi sihir dari tubuh Ken. Lalu tersentak, kaget saat tiba-tiba bersitatap dengan mata berwarna kemerahan, yang memancarkan rasa dingin dan haus darah milik Ken. Ken yang tiba-tiba membuka matanya, langsung mengirimkan sapuan rasa takut di hati Sheila, membuatnya mundur selangkah tanpa sadar. Momentum di sekitar Ken berubah, membuatnya membunyikan peringatan bahaya. Sulur mawar hitam berduri tiba-tiba muncul di sekitar tubuh Ken, merayap dan meliuk seperti ular. Sheila merasa seolah ditatap oleh banyak mata dari makhluk reptil berdarah dingin, seolah sedang mengamati mangsanya sebelum melahap habis mereka. Membuatnya gelombang dingin di tulang punggungnya. Bahaya, sulur itu berbahaya. Sheila semakin mengerutkan kening. Sulur itu bergerak merambat ke arah Ken, mencabut setiap tentakel yang menancap di tubuh. Ekspresi Ken berubah berkerut, menahan nafas dan mengatupkan bibirnya, saat mencabut tentak
Caroline sedang asik membaca buku ketika tiba-tiba tubuhnya tersentak. Ia diam mematung dengan pupilnya bersinar biru, lalu dengan cepat menutup matanya saat kilasan penglihatan dari kekuatannya yang muncul. Caroline melihat Charlos menindih Ken, sebelum dengan tergesa-gesa bangkit sambil membantu Ken. "Ken, lari!" Mata Caroline dengan tajam memperhatikan luka cakaran berdarah di bahu kiri putranya. Tempat itu adalah apartemen milik Charlos. Punggung Caroline langsung merasakan gelombang hawa dingin, setelah penglihatannya berakhir. Tubuhnya menggigil saat merasakan bahaya dan ketakutan yang dirasakan dalam penglihatannya. Caroline membuka mata, menarik nafas dalam-dalam, dan berusaha menenangkan diri saat mengepalkan tangannya yang mulai gemetar. Ia melemparkan buku dengan tergesa-gesa, mencari-cari ponsel dan mulai menghubungi nomor Charlos dengan cemas. Panggilan terhubung, tapi setelah sekian lama tidak ada yang menjawab. Hanya suara operator dingin yang menjawab, suara dingin
Ken terbangun dengan kepala terasa pening dan meringis, merasa sudah lama sekali kehilangan kesadaran. Hal terakhir yang diingat Ken adalah pingsan saat sedang menyiksa Sheila. Tubuh Ken tanpa sadar menegang waspada, dengan panik melihat sekeliling, mencari tahu di mana ia sekarang dan bagaimana keadaan Charlos. Ruangan ini gelap, tapi tidak sepenuhnya gelap. Ken masih bisa melihat dengan jelas lingkungan sekitarnya. Ken mencoba bangkit dan baru menyadari, bahwa ia sedang duduk di sebuah kursi. Kursi itu seperti yang biasa dipakai oleh seorang raja. Ada beberapa anak tangga yang berjumlah sekitar dua puluh, menuju ke bawah. Undakan tangga terakhir terhubung dengan sebuah kolam berbetuk persegi yang lumayan luas berisi air hitam, di mana sulur mawar muncul dari dalam kolam. Setiap sulur bergerak melingkari pagar-pagar di sisi kolam dengan tiang berukiran rumit, yang tidak bisa dilihat jelas oleh Ken dari tempatnya. "Kau sudah bangun?" Itu adalah suara wanita yang membantu
Semuanya bermula dari saat Alina sedang melahirkan Ken malam itu, Gerald merasakan kegugupan yang lebih besar daripada saat ia sedang melamar Alina. Menunggang kuda dengan lebih cepat dan tergesa-gesa untuk segera kembali ke mansion. Suara tapak kuda tampak terdengar lembut dan teredam saat menginjak tanah. Gerald pulang cukup terlambat setelah selesai menghadapi kemunculan tiba-tiba monster iblis di wilayahnya. Berita itu datang mendadak, sehingga ia terpaksa harus meninggalkan Alina. Gerald dengan cepat menyelasaikan pembasmian monster-monster terkutuk itu. Ketika kembali ke mansion Gerald disambut dengan sebuah penyerangan, yang membuat jantungnya berdebar kencang mengkhawatirkan keselamatan Alina. "Di mana istriku?" Kepala pelayan meski sudah tua, masih sanggup untuk bergerak melawan sekelompok penyusup asing, sambil menahan serangan berkata, "Dalta melindungi kamar Nyonya, Tuan." Aura biru gelap milik Gerald keluar mengelimuti pedang, setiap ayunan pedang menciptakan badai y
Pupil mata Ken melebar, menatap ayahnya dengan tidak percaya. Tubuhnya yang awalnya bersandar, berangsur-angsur tegang sepanjang Gerald sedang bercerita. Ken tidak tahu bagaimana harus bereaksi seperti apa terhadap kebenaran yang dipaparkan. Ia memilih menunduk, menatap kosong pada selimut putih di tempat tidur. Perasaan yang dirasakan Ken terasa campur aduk, antara lega dan tidak berdaya. Sejak kecil, rasa bersalah atas kematian ibunya, selalu ia asumsikan sebagai kesalahannya. Kini dengan kebenaran dari Gerald, membuat otaknya menyadari bahwa sebagai bayi, ia tidak bisa berbuat apa-apa untuk menjaga keselamatan ibunya, sehingga memang itu bukan kesalahannya. Namun, rasa bersalah yang tertanam di hati Ken hanya sedikit berkurang. Ia merasa jika tidak ada dirinya, ibunya tidak perlu berkorban, dan ayahnya tidak kehilangan kekasih tercintanya. Perasaan ini terasa mencekik Ken. Tangan yang semula meremas erat ujung selimut kini berganti meremas baju di dadanya. Dada Ken terasa ses
Charlos keluar dari pusaran teleportasi milik Smith, masih sulit dipercaya bahwa kekuatan ini berasal dari ayahnya. Meski rumah Ken dan Charlos hanya lima belas menit jika berjalan kaki, ayahnya lebih suka menggunakan teleportasi untuk sampai ke rumah. Bagi Charlos sendiri, kenyataan bahwa dirinya adalah immortal bukan manusia masih terasa seperti. Ketika pertama kali mengetahui hal itu dari ayahnya, ia terpana. Charlos ingat dengan jelas reaksi pertamanya saat itu. "Ayah, apa kau sedang bercanda denganku?" Charlos memandang Smith dengan mata curiga, trauma karena selalu dijahili oleh ayahnya di masa lalu. Balasan dari Smith yaitu sentilan keras di dahi Charlos. "Siapa yang bercanda, hah?" Charlos terkejut dengan tindakan balasan ayahnya dan segera menutupi keningnya yang mulai berdenyut sakit. "Ibu, Ayah memukul diriku," adu Charlos memandang Caroline, meminta keadilan. Caroline selalu menjadi pelindung Charlos dari kecil, ketika ia tidak bisa melawan balik pada ayahnya. Mengad
Mirk mendecak dalam hatinya, mulai merasa jengkel. Ketika melihat Gerald maupun Smith tidak mau bekerja sama, tidak peduli pada apa yang dikatakannya. Mungkin ia hanya bisa menggunakan satu cara yang tersisa. Senyum Mirk sedikit memudar. "Aku bilang, aku hanya ingin berbicara dengannya. Kenapa kalian membuatnya menjadi sulit?" Kemudian menjentikkan jarinya. Ken langsung membungkuk dan jatuh berlutut. Ia mengerang kesakitan, begitu sakit hingga mengeluarkan air mata. Memegangi dadanya yang terasa sangat nyeri, seolah jantungnya ditarik secara paksa. Senyum di bibir Mirk kembali melebar, diam-diam senang melihat reaksi kesakitan Ken. Ini membuktikan bahwa kontrak dengan masternya masing terhubung, sehingga dapat menggunakannya untuk menghukum Ken. Sekaligus menakuti Gerald dan Smith. Mirk sebenarnya enggan menyakiti Ken. Terutama setelah akhirnya dapat menemukan keberadaan masternya, setelah sekian lama mencari. Namun, momen yang paling dinantikannya menjadi rumit, karena kebe
Ken mengetuk beberapa kali pada tembok yang dihancurkan Gerald dan diperbaiki oleh iblis itu. Mengusapnya dengan takjub, bahwa tembok itu kembali seperti semula. Kepergian iblis itu di sore hari masih menyisakan ketegangan dan keheningan, setelah membuat kesepakatan tentang Ken yang akan berlatih di dunia manusia bersama Gerald. Charlos dengan sukarela ingin mengikuti Ken pergi ke dunia immortal, dengan alasan bahwa dia bisa menyembuhkan jika Ken terluka. Ken sendiri memperhatikan reaksi paman Smith yang tidak mencegah Charlos, meskipun sempat terdiam. Pada akhirnya, paman marah pada iblis itu dan bersikeras untuk membuat mereka berlatih di dunia manusia, untuk mempersiapkan diri sebelum memasuki dunia immortal. Iblis itu menyetujui ketika paman Smith berkata, "Bukankah kau tidak perlu repot, ketika kami yang mengurusnya? Jadi kenapa tidak? Kau hanya tinggal menerima hasilnya, bukan?" Ken menghela nafas lega ketika melihat iblis itu pergi. Sejujurnya Ken lebih baik berlatih bersa
"Kita sampai, ini tempatnya." Mirk melangkah ke samping dengan perhatian, memberikan Ken dan Charlos pemandangan yang jelas. Ken dan Charlos mengerutkan kening, merasakan firasat buruk saat melihat seringai Mirk yang lebar. Sekitar mereka hanyalah pepohonan dan rerumputan, dengan beberapa lubang kecil seukuran dua kepalan tangan orang dewasa di dekat akar pohon. "Apa maksudmu, di mana tempatnya?" tanya Charlos bingung, bibirnya mengerucut sebal menatap Mirk dengan jengkel. "Paman, berhenti main-main," ucap Ken dengan datar, terlalu malas untuk mengikuti lelucon dari Mirk. Ia hanya ingin segera menyelesaikan tugas secepat mungkin. Respon dingin dari Ken dan Charlos, membuat Mirk mengangkat tangan tanda menyerah. Namun senyum main-mainnya masih terpasang di wajahnya, sama sekali tidak memudar. "Kalian tidak seru, lubang kecil itu tempatnya." Segera Ken dan Charlos menatap lubang di dekat akar pohon dengan tidak percaya, mereka saling menatap dengan kebingungan di mata masing-masin
Ken duduk di samping ranjang melamun, suara pintu terbuka membawa kembali kesadarannya. Ia menoleh untuk melihat Charlos masuk sambil membawa nampan sarapan. "Kau tidur nyenyak, Ken?" Charlos menyimpan sarapan di meja, menyerahkan segelas susu hangat pada Ken sebelum duduk. Ken menunduk, perlahan jemarinya mengusap gelas kayu yang membawa panas ke telapak tangannya, mencari kenyamana untuk dirinya yang terjebak dalam ketidaknyamanan. Kemudian menjawab perlahan dengan penuh kelelahan, suaranya serak dan lesu akibat kurang tidur. "Aku tidak tidur nyenyak, bahkan aku tidak tahu kapan mulai tertidur. Apa kau juga begitu, Charlos?" Ken mendongak untuk mengamati wajah Charlos. Ada sedikit kelesuan di mata Charlos, tidak secerah biasanya. Lingkaran hitam di bawah matanya tampak mencolok di kulit cerahnya. Ken tidak bisa menahan diri untuk menghela nafas berat. Sebelum berangkat menuju dunia immortal, ayah mereka sudah mengimbau dari jauh hari untuk hal seperti ini. Bukan hanya m
Darua dapat melihat dengan jelas orang-orangnya dibantai dengan sangat cepat. Ia tidak pernah menyangka, bahwa ketiga orang asing itu mempunyai kekuatan yang luar biasa. Ia mendecakkan lidahnya, mengutuk dalam hati pada sekelompok orang yang tidak berguna. Bahkan tidak bisa melawan ketiganya, hanya dapat dilenyapkan denga mudah. Karena mereka tidak berniat untuk memberikan kalung tersebut, maka tidak peduli bagaimanapun caranya kalung itu harus menjadi miliknya. "Bersiaplah kalian berdua." Darua memerintah pada kedua orang di sampingnya. Ia sendiri langsung menyiapkan racun korosifnya. Racunnya melesat seperti ular hidup, berkelok-kelok dengan kecepatan mengerikan ke arah ketiganya. Menciptakan jejak samar abu-abu di udara serta desis yang mematikan. Charlos seketika membuat perisai dengan gerakan yang cepat, menahan serangan ular beracun yang menabrak perisai dengan keras seperti ombak ganas. Namun racun tidak dapat menembusnya, perisai Charlos tetap bertahan. Memberikan
Darua dengan malas bersandar pada kursi sambil menjulurkan kakinya pada meja, sama sekali tidak tertarik pada deretan benda aneh yang sedang dilelang. Kemudian matanya menangkap sosok laki-laki yang memakai jubah dan topeng, dia menoleh untuk berbicara dengan pemuda di sampingnya. Secara langsung Darua terpikat oleh matanya yang berwarna merah muda, begitu pula mata orang disampingnya yang berwarna ungu. Keduanya tampak mencolok diantara deretan orang-orang yang juga sama memakai jubah. Mau tidak mau membuatnya ingin terus menatapnya. Darua mendecakkan lidahnya merasa menyesal, andai saja pemuda itu seorang wanita, bisa dibayangkan bagaimana cantiknya hanya dari matanya. Juru lelang kemudian memperkenalkan sebuah kalung dengan permata berwarna abu-abu, salah satu orang di belakang Darua maju dan berbisik di telinganya. "Tuan, saya bisa merasakan energi sihir yang unik dari kalung itu. Benda itu cocok untuk hadiah pada Tuan Sharen." "Benarkah?" Darua mengangkat satu alisnya
Ken dan Charlos bangun dengan segar keesokan harinya, mereka berdua meminta izin untuk keluar daripada sarapan di penginapan. Selama beberapa bulan terakhir, keduanya bosan dan muak melihat monster serta terus mencium bau darah di hutan yang sunyi. Mereka merindukan suasana pasar yang sibuk dan penuh kehidupan dengan berbagai macam aroma makanan, mungkin dulu Ken dan Charlos tidak begitu menyukai keramaian dan merasa terlalu berisik. Sekarang setelah menghadapi pertarungan sengit antara hidup dan mati mereka dipertaruhkan. Serta kemungkinan mereka tewas di tempat yang sunyi, yang jauh dari jangkauan orang lain. Pengalaman itu membuat Ken dan Charlos merasa kedinginan, sehingga mereka lebih menghargai setiap momen santai saat ini. Keduanya segera memesan tusuk sate daging yang pedas, untuk menghapus semua stres yang menumpuk. Aroma gurih dan pedas membuat air liur mengalir, perpaduan antara kelembutan daging dan bumbu dalam mulut benar-benar memuaskan. Ken dan Charlos mengera
Mirk memberi kebebasan terhadap Ken dan Charlos untuk keluar dari penginapan dan menjelajahi dunia immortal di kota ini, lalu kembali saat hari sudah gelap. Pertama-tama, Ken dan Charlos keluar untuk melihat transaksi yang dilakukan sekaligus mencoba makanan unik di sini. Berbagai aroma rempah makanan tercium semerbak yang membuat orang ngiler, mereka juga menemukan buah-buahan yang berbentuk dan berwarna aneh. "Paman, buah apa ini?" Charlos menunjuk pada buah yang berwarna biru keunguan seukuran apel kecil. Paman pemilik kios dengan perawakann besar tersenyum ramah, dan menjelaskan dengan suara keras. "Sepertinya kalian baru di sini. Ini disebut apel Ubir, kalian cobalah." Paman itu memberikan satu untuk Ken dan Charlos. Ken merasakan buah apel di tangannya dingin seperti memegang es batu, merayapi telapak tangannya. Ada sedikit rasa penasaran dan keingintahuan di wajahnya, sebelum tanpa ragu langsung mencobanya. Teksturnya sangat renyah saat digigit, lalu Ken merasakan
Saat membuka mata Ken dan Charlos disambut oleh pohon-pohon tinggi di sekelilingnya. Bau hutan yang khas menyapa hidung mereka membuat orang merasa tenang, sesekali terdengar kicau burung dan dengungan serangga layaknya hutan normal di dunia manusia. Mirk keluar dari kepulan asap ungu, mengamati Ken dan Charlos dari atas ke bawah, lalu tersenyum tipis. "Ikuti aku anak-anak, hutan ini dekat dengan pemukiman." Tatapan tajam yang dilemparkan Mirk membuat keduanya merasa tegang. Ken merasakan jantungnya berdebar kencang dengan kewaspadaan, sementara Charlos diam-diam menelan ludahnya untuk menutupi kegugupanya. Ken dan Charlos saling melirik satu sama lain, sebelum mengikuti di belakang Mirk dalam keheningan. Derap langkah mereka terdengar keras saat menginjak dedaunan kering, sampai Charlos memecah kesunyian dengan bertanya, "Siapa namamu?" Langkah Mirk terhenti, ia menoleh ke arah Ken dan Charlos dengan senyum yang semakin lebar. "Apakah Ayah kalian tidak pernah memperingatkan
Charlos dan Ken dengan tenang mengamati ayah mereka memperbaiki lapangan latihan dengan sihir restorasi. Mereka menatap dengan cermat bagaimana luwesnya ayah mereka dalam menggunkan sihir, hati mereka diselimuti rasa kagum melihat hal itu dari ayah mereka. Sebab mereka tahu betapa sulitnya sihir restorasi tersebut. Tiba-tiba asap ungu muncul di hadapan mereka, menampakkan sosok Mirk dengan senyum main-main di bibirnya. Secara otomatis Ken dan Charlos langsung bangkit, bergerak mundur dengan waspada sambil menatap Mirk. Pada saat ini tubuh keduanya menegang dan jantung mereka berdegup kencang hingga terdengar jelas di telinga. Charlos dengan sigap membentuk perisai di sekitar mereka, sedangkan Ken sudah bersiap dengan sulur mawar serta api hitamnya yang berkobar. Ia mengepalkan tangannya erat, menyembunyikan gemetar yang dirasakan. Mirk hanya menanggapi kewaspadaan tinggi Ken dan Charlos dengan tawa kecil, terdengar sangat memuaskan di lapangan yang sunyi. "Yah. Kalian selalu be
2 tahun setelah latihan. Hari ini, Gerald dan Smith akan bertarung untuk memastikan Ken dan Charlos benar-benar siap untuk pergi ke dunia immortal, sebelum akhirnya yakin untuk melepaskan anak mereka. Karena waktu pelatihan yang telah disepakati dengan iblis telah habis, besok mereka akan dijemput oleh Mirk. Gerald menatap Ken, mengambil postur siap menyerang. "Mari mulai." Ia maju dengan cepat ke arah Ken dan menyerang dengan aura birunya yang dahsyat. Ken segera membungkus dirinya dengan sulur mawar, serta mengarahkan sulur. Memanjangkan duri-duri tajam, untuk menciptakan rintangan dengan mencoba memperlambat kecepatan ayahnya. Dengan pengalaman bertarung Gerald yang kaya, ia dengan mudah menghindari sulur yang mengelilinginya seperti cambuk yang mengancam. Tangan kirinya segera mengeluarkan sihir pembekuan ke arah sulur Ken. Ken mengerutkan kening saat melihat sulurnya membeku dan menyatu dengan lantai. Ia segera mengeluarkan kelopak mawar dan meledakkannya secara bertubi-t