Pupil mata Ken melebar, menatap ayahnya dengan tidak percaya. Tubuhnya yang awalnya bersandar, berangsur-angsur tegang sepanjang Gerald sedang bercerita. Ken tidak tahu bagaimana harus bereaksi seperti apa terhadap kebenaran yang dipaparkan. Ia memilih menunduk, menatap kosong pada selimut putih di tempat tidur. Perasaan yang dirasakan Ken terasa campur aduk, antara lega dan tidak berdaya. Sejak kecil, rasa bersalah atas kematian ibunya, selalu ia asumsikan sebagai kesalahannya. Kini dengan kebenaran dari Gerald, membuat otaknya menyadari bahwa sebagai bayi, ia tidak bisa berbuat apa-apa untuk menjaga keselamatan ibunya, sehingga memang itu bukan kesalahannya. Namun, rasa bersalah yang tertanam di hati Ken hanya sedikit berkurang. Ia merasa jika tidak ada dirinya, ibunya tidak perlu berkorban, dan ayahnya tidak kehilangan kekasih tercintanya. Perasaan ini terasa mencekik Ken. Tangan yang semula meremas erat ujung selimut kini berganti meremas baju di dadanya. Dada Ken terasa ses
Charlos keluar dari pusaran teleportasi milik Smith, masih sulit dipercaya bahwa kekuatan ini berasal dari ayahnya. Meski rumah Ken dan Charlos hanya lima belas menit jika berjalan kaki, ayahnya lebih suka menggunakan teleportasi untuk sampai ke rumah. Bagi Charlos sendiri, kenyataan bahwa dirinya adalah immortal bukan manusia masih terasa seperti. Ketika pertama kali mengetahui hal itu dari ayahnya, ia terpana. Charlos ingat dengan jelas reaksi pertamanya saat itu. "Ayah, apa kau sedang bercanda denganku?" Charlos memandang Smith dengan mata curiga, trauma karena selalu dijahili oleh ayahnya di masa lalu. Balasan dari Smith yaitu sentilan keras di dahi Charlos. "Siapa yang bercanda, hah?" Charlos terkejut dengan tindakan balasan ayahnya dan segera menutupi keningnya yang mulai berdenyut sakit. "Ibu, Ayah memukul diriku," adu Charlos memandang Caroline, meminta keadilan. Caroline selalu menjadi pelindung Charlos dari kecil, ketika ia tidak bisa melawan balik pada ayahnya. Mengad
Mirk mendecak dalam hatinya, mulai merasa jengkel. Ketika melihat Gerald maupun Smith tidak mau bekerja sama, tidak peduli pada apa yang dikatakannya. Mungkin ia hanya bisa menggunakan satu cara yang tersisa. Senyum Mirk sedikit memudar. "Aku bilang, aku hanya ingin berbicara dengannya. Kenapa kalian membuatnya menjadi sulit?" Kemudian menjentikkan jarinya. Ken langsung membungkuk dan jatuh berlutut. Ia mengerang kesakitan, begitu sakit hingga mengeluarkan air mata. Memegangi dadanya yang terasa sangat nyeri, seolah jantungnya ditarik secara paksa. Senyum di bibir Mirk kembali melebar, diam-diam senang melihat reaksi kesakitan Ken. Ini membuktikan bahwa kontrak dengan masternya masing terhubung, sehingga dapat menggunakannya untuk menghukum Ken. Sekaligus menakuti Gerald dan Smith. Mirk sebenarnya enggan menyakiti Ken. Terutama setelah akhirnya dapat menemukan keberadaan masternya, setelah sekian lama mencari. Namun, momen yang paling dinantikannya menjadi rumit, karena kebe
Ken mengetuk beberapa kali pada tembok yang dihancurkan Gerald dan diperbaiki oleh iblis itu. Mengusapnya dengan takjub, bahwa tembok itu kembali seperti semula. Kepergian iblis itu di sore hari masih menyisakan ketegangan dan keheningan, setelah membuat kesepakatan tentang Ken yang akan berlatih di dunia manusia bersama Gerald. Charlos dengan sukarela ingin mengikuti Ken pergi ke dunia immortal, dengan alasan bahwa dia bisa menyembuhkan jika Ken terluka. Ken sendiri memperhatikan reaksi paman Smith yang tidak mencegah Charlos, meskipun sempat terdiam. Pada akhirnya, paman marah pada iblis itu dan bersikeras untuk membuat mereka berlatih di dunia manusia, untuk mempersiapkan diri sebelum memasuki dunia immortal. Iblis itu menyetujui ketika paman Smith berkata, "Bukankah kau tidak perlu repot, ketika kami yang mengurusnya? Jadi kenapa tidak? Kau hanya tinggal menerima hasilnya, bukan?" Ken menghela nafas lega ketika melihat iblis itu pergi. Sejujurnya Ken lebih baik berlatih bersa
"Anak-anak, pilih senjata kalian." Gerald akhirnya berbicara setelah hanya menyimak dari samping, menunjuk deretan senjata kuno. Memberikan kebebasan pada Ken atau Charlos memilih senjata kesukaan mereka, agar latihan menjadi lebih mudah. Ken melihat deretan dari pedang panjang hingga belati yang bervariasi, ia pribadi lebih suka sesuatu yang praktis dan tersembunyi dari pandangan orang lain. Pilihannya jatuh pada belati pendek, cocok untuk melengkapi kekuatan tipe serangan jarak jauhnya yaitu sulur. Begitu pamannya, Gerald, sudah berbicara, Charlos segera menghilangkan sikap riangnya dan menjadi serius. Pada pandangan pertama, ia langsung jatuh hati pada sebuah pedang panjang dan segera mengambilnya. Ia sedikit terkejut karena bobot pedang yang tampak ringan ternyata berat. "Aku yang ini." "Hati-hati terluka, Charlos." Smith sedikit mengeryitkan kening, takut Charlos terluka karena dengan ceroboh langsung mengambil pedang. Yang hanya dibalas dengan senyum lebar Charlos. Gerald
"Charlos, meski kita seorang penyembuh, tidak mungkin kita akan diam saja jika ada yang menyerang, bukan?" Kali ini, Smith akan mengajarkan cara untuk mengubah energi penyembuhan menjadi serangan, untuk melindungi diri atau menyerang musuh. Charlos telah mempelajari dasar dari penyembuhan saat Ken masih tidak sadarkan diri. Smith memanfaatkan kesempatan itu agar anaknya, bisa menerapkan metode penyembuhan dengan Ken sebagai pasien pertama Charlos. Charlos belajar dengan cepat di bawah tekanan dari rasa cemasnya terhadap kesembuhan Ken, membuat kemajuan pesat dalam waktu singkat dengan harapan Ken akan segera sadar. Smith menyaksikan dengan geli sekaligus khawatir. Takut anaknya terlalu memaksakan diri, dan melupakan bahwa dirinya juga masih membutuhkan pemulihan. Beruntung Charlos tahu cara menenangkan diri untuk tidak terlalu cemas, sehingga tidak membuat Smith khawatir lagi. Ia menunjukkan pisau bedah pada Charlos, permukaannya mengkilat ketika terkena cahaya. Senjata yang dig
2 tahun setelah latihan. Hari ini, Gerald dan Smith akan bertarung untuk memastikan Ken dan Charlos benar-benar siap untuk pergi ke dunia immortal, sebelum akhirnya yakin untuk melepaskan anak mereka. Karena waktu pelatihan yang telah disepakati dengan iblis telah habis, besok mereka akan dijemput oleh Mirk. Gerald menatap Ken, mengambil postur siap menyerang. "Mari mulai." Ia maju dengan cepat ke arah Ken dan menyerang dengan aura birunya yang dahsyat. Ken segera membungkus dirinya dengan sulur mawar, serta mengarahkan sulur. Memanjangkan duri-duri tajam, untuk menciptakan rintangan dengan mencoba memperlambat kecepatan ayahnya. Dengan pengalaman bertarung Gerald yang kaya, ia dengan mudah menghindari sulur yang mengelilinginya seperti cambuk yang mengancam. Tangan kirinya segera mengeluarkan sihir pembekuan ke arah sulur Ken. Ken mengerutkan kening saat melihat sulurnya membeku dan menyatu dengan lantai. Ia segera mengeluarkan kelopak mawar dan meledakkannya secara bertubi-t
Charlos dan Ken dengan tenang mengamati ayah mereka memperbaiki lapangan latihan dengan sihir restorasi. Mereka menatap dengan cermat bagaimana luwesnya ayah mereka dalam menggunkan sihir, hati mereka diselimuti rasa kagum melihat hal itu dari ayah mereka. Sebab mereka tahu betapa sulitnya sihir restorasi tersebut. Tiba-tiba asap ungu muncul di hadapan mereka, menampakkan sosok Mirk dengan senyum main-main di bibirnya. Secara otomatis Ken dan Charlos langsung bangkit, bergerak mundur dengan waspada sambil menatap Mirk. Pada saat ini tubuh keduanya menegang dan jantung mereka berdegup kencang hingga terdengar jelas di telinga. Charlos dengan sigap membentuk perisai di sekitar mereka, sedangkan Ken sudah bersiap dengan sulur mawar serta api hitamnya yang berkobar. Ia mengepalkan tangannya erat, menyembunyikan gemetar yang dirasakan. Mirk hanya menanggapi kewaspadaan tinggi Ken dan Charlos dengan tawa kecil, terdengar sangat memuaskan di lapangan yang sunyi. "Yah. Kalian selalu be
Duri-duri kecil menusuk lebih dalam pada kulit lehernya, meninggalkan garis-garis ungu yang perlahan berubah menjadi tetesan darahnya. Secara naluriah, Bellis meronta saat lehernya dicengkeram lebih erat lagi. Napasnya tersengal saat mencoba mengirim lebih banyak oksigen pada paru-parunya. Ken tidak tergesa-gesa, ia menatap Bellis dengan dingin tanpa emosi. Seolah-olah Bellis tidak lebih dari serangga yang bisa ia remukkan dengan santai. Tidak ada rasa kasihan, ia hanya merasa jengkel karena mengganggu istirahatnya. Jemarinya bergerak sedikit, dan detik berikutnya sulur menarik tangan dan kaki Bellis. "Ahhh!" Jeritan melengking memenuhi ruangan, ketika tulang di pergelangan tangan Bellis patah dengan mudah, semudah seperti mematahkan cabang tipis di pohon. Air mata dengan cepat memenuhi mata Bellis, jari-jarinya menegang lalu terkulai lemas tak bisa lagi digerakkan. Rasa sakitnya begitu mendalam hingga otaknya tidak bisa memproses. Keringat dingin mengalir dengan cepat menetes ke
Bagi Bellis, Ken adalah sumber kekuatan yang besar. Saat menyaksikan Ken dan Charlos bertarung melawan ular monster, gelombang kekuatan dahsyat menyebar ke seluruh hutan. Kekuatan itu menarik perhatiannya, yang dengan antusias mengamati. Setelah melihat keduanya, mata Bellis berbinar, puas menemukan mangsa berkualitas tinggi.Dapat dibayangkan seberapa besar kekuatan dan umur yang bisa didapat Bellis dengan memakan Ken. Maka ia mengeluarkan aroma yang kuat dari tubuhnya, sama seperti afrodisiak yang bisa merangsang tubuh. Bellis tidak percaya bahwa Ken masih bisa bertahan dan tidak terpengaruh sama sekali.Namun di detik berikutnya, leher Bellis dicekik oleh sulur dan ditarik dengan kuat ke belakang. Membuat kepalanya menghantam lantai dengan bunyi gedebuk tumpul, rasa pusing seketika menyerangnya.Rasa sakit menjalar dari kulitnya yang terkoyak. Bellis ingin menjerit namun suaranya tertahan, tenggorokannya ditusuk oleh lebih dari satu duri.Sulur mencengkeram lehernya seperti ular me
Namun Tanin berpuas diri terlalu dini. Ia masih saja lengah, dan tidak belajar dari pengalamannya tadi. Di detik berikutnya Charlos menyerangnya, belati tajam menggores secara horisontal pada kedua matanya. Belati itu menyentuh kulitnya dengan tajam, rasa sakit datang begitu cepat pada Tanin. Sesaat, waktu terasa membeku. Sebelum ledakan sakit menyebar ke seluruh wajahnya. Ada rasa panas yang menyusup di sepanjang guratan luka, rasa sakitnya begitu dalam hingga Tanin merasa wajahnya terbelah dua. "Ahhh!" Tanin berteriak kencang seolah merobek tenggorakannya. Tangannya segera menutupi wajahnya, ia bisa merasakan darahnya keluar seperti air yang tak terbendung. "Kau manusia bajingan!" Kedua matanya terluka parah, membuatnya tidak bisa melihat. Gelombang rasa takut dan keputusasaan menimpanya, saat dunia yang biasa ia lihat kini menjadi gelap. Namun meski begitu, Tanin masih tidak ingin menyerah. Naluri bertahan hidupnya masih menyala, ia mengumpulkan energi gelap dan melayangkannya l
Di tengah malam yang sunyi, asap tipis menyelinap dari celah jendela, dan masuk dengan tenang ke dalam kamar. Kemudian merayap seperti tentakel yang hidup, menyusup ke arah hidung Charlos, membaur ke dalam napasnya tanpa disadari. Setelah itu menyebar ke seluruh ruangan secara diam-diam, membentuk perisai transparan yang mengurung Charlos. Sementara itu di kamar Mirk yang tidak jauh dari Charlos, ia mulai membuka mata dari tidurnya yang berpura-pura. Tawa rendah lolos dari bibirnya yang tersungging nakal. Penyusup itu bergerak dengan sangat cepat, langsung menyambar umpan yang telah ia siapkan malam ini. "Oho~ kalian benar-benar tikus yang kelaparan." Mirk kemudian bangun dan bersandar di ranjang. Duduk dengan malas sambil mengeluarkan secangkir darah, teman yang cocok untuk menonton hiburan yang menarik. "Tolong beri aku kesenangan yang memuaskan, anak-anak," gumamnya sambil menjilat bibirnya dengan tidak sabar. Kekuatan dari penyusup itu mulai bekerja pada Charlos. Ia mulai
Ken menatap dengan seksama saat monster ular itu tumbang, memastikan dia benar-benar mati sebelum perlahan menarik kekuatannya. Sulur raksasa yang membelit ular itu bergerak untuk membuka cengkeramannya. Tanpa diperintah oleh Ken, salah satu sulur maju menuju kepala ular. Ujung sulur meruncing panjang, lalu membelah kening ular dan mencongkel permatanya. Setelah mendapatkan permata itu, sulur meninggalkan ular tanpa nostalgia. Memperlakukan bangkai ular itu sebagai sampah menjijikkan, dan membakarnya sebagai langkah terakhir. Ken tidak dapat melihat semua tindakan sulurnya, karena dalam sekejap tubuhnya langsung jatuh menghantam tanah. Saking cepatnya hingga Charlos di belakang tidak sempat bereaksi. "Ken!" Wajahnya lebih pucat daripada kertas, kontras dengan darah merah yang terus dimuntahkannya. Keringat dingin mengucur deras dari sekujur tubuh Ken, membuat bajunya basah kuyup dan melekat. Tangannya mencengkeram erat dadanya, rasa sakit dari jantung membuat Ken mengerutkan ken
Charlos menyisihkan pedangnya dan mulai mengumpulkan energi hijau besar ditelapak tangannya. Matanya memandang monster ular itu dengan tajam, memanfaat momen di mana ular itu sedang bertarung sengit dengan sulur Ken. Aura penyembuhannya melayang dan mulai membentuk perisai besar di udara. Perisai itu melebar dengan cepat, hampir menutupi daerah bukit yang luas. Energinya terlihat berkilauan, membentuk sebuah dinding yang kokoh. "Ini hadiah untukmu, ular berengsek!" teriak Charlos dengan bersemangat, mendorong perisai raksasa itu dengan kuat menuju monster ular. Monster ular tentu saja mendeteksi sebuah ancaman, mata abu-abunya melihat cahaya hijau yang besar. Ekornya diangkat untuk menyerang ke arah Charlos, namun dihalangi dengan kuat oleh sulur Ken. Setiap kali ia maju untuk mendekat, ledakan akan muncul di bawah tubuhnya. Membuatnya mundur dengan kesakitan, sama sekali tidak bisa mendekat. Namun ular itu terlambat, perisai besar itu datang ke arahnya secepat kilat. Menghantam
Kekuatan petir dari monster ular itu sangat mengerikan. Lingkungan sekitar menjadi saksi bisunya, ketika debu yang baru saja mereda kini dipenuhi asap hitam dari sulur raksasa yang hangus disambar. Serpihan kayu menyebar bercampur dengan pecahan-pecahan batu yang hancur. Beberapa batu yang besar terbelah dan menghitam akibat terkena arus listrik yang dahsyat. Tanah di bawah monster ular semakin merekah, menciptakan celah besar yang masih memancarkan sisa kilatan listrik. Udara di hutan penuh dengan bau menyengat, bercampur dengan aroma vegetasi yang terbakar. Kepala ular terangkat tinggi, mendesis puas melihat keadaan sulur mawar yang menjauh darinya dan menggeliat dengan lemah. Mata abu-abunya berbinar dengan kilau kemenangan, sekaligus ejekan terhadap musuh-musuhnya yang terluka. Meski manusia-manusia yang mengedalikan sulur dan mencoba menyerangnya bersembunyi di balik sulur menjijikkan ini, monster ular akan segera memusnahkannya. Namun ia kembali memuntahkan lidah bercaban
Ken mengerahkan sulur besarnya untuk menghadapi ular itu. Sulurnya melesat dengan cepat ke arah ular, bergoyang menerobos kabut debu yang tebal dengan duri tajam disekujur tubuhnya. Bergegas melilit tubuh ular dengan duri tajam sekeras besi, menusuk kuat sisik keras ular tersebut. Menghasilkan suara berderit seperti logam yang dipaksa patah. Monster ular itu mengeluarkan desisan keras saat kesakitan. Darah berwarna hitam merembes keluar dari sela-sela sisiknya, bercampur aroma busuk yang menusuk hidung, membuat orang mual dengan menciumnya. Ular itu menggeliat liar, mata abunya menyala dengan penuh kebencian. Ia membuka lebar mulutnya, siap menggigit sulur yang melingkari lehernya. Mencoba membuat dirinya bebas. Dan pada saat yang sama menggunakan ekornya untuk memukul-mukul tubuh sulur, menghukum sulur yang berani menyentuhnya. Gerakan dua ular raksasa itu mengonyak kembali tanah di sekitar mereka. Setiap hentakan dari ekor monster ular menyebabkan kembali gempa bumi. Retakan di
Benang perak berakhir di sebuah bukit, lebih tepatnya pada sebuah batu aneh yang setengah tenggelam ke tanah. Ken dan Charlos saling memandang, lalu mendekati batu tersebut. "Ini ... apakah benar menunjuk pada batu aneh ini?" Charlos berjongkok, mengamati dengan seksama. Terdengar bunyi 'tuk' keras ketika ujung pedang Charlos mengetuk badan batu. Bentuk dari batu tersebut adalah lonjong hitam panjang, dengan sebuah kuncup bunga di atasnya berwarna hitam serupa. Ken juga mengangkat sebelah alisnya aneh, tapi benang perak jelas menunjuk pada batu aneh ini. Ken berpikir, mustahil fragmen jiwa bisa diperoleh semudah ini. Lingkungan di sekitarnya tampak damai, tetapi tidak ada rumput yang tumbuh di sekitar area batu aneh itu. Ia berkedip, menatap tanah di bawah kakinya, dikombinasikan dengan suasana biasa ini. Hati Ken mengepal dengan waspada, yakin bahwa ada bahaya yang sedang mengintai mereka. Sulur mawarnya dikeluarkan, Ken berniat untuk mencabut bunga di atas batu. Ia ingin meliha