"Anak-anak, pilih senjata kalian." Gerald akhirnya berbicara setelah hanya menyimak dari samping, menunjuk deretan senjata kuno. Memberikan kebebasan pada Ken atau Charlos memilih senjata kesukaan mereka, agar latihan menjadi lebih mudah. Ken melihat deretan dari pedang panjang hingga belati yang bervariasi, ia pribadi lebih suka sesuatu yang praktis dan tersembunyi dari pandangan orang lain. Pilihannya jatuh pada belati pendek, cocok untuk melengkapi kekuatan tipe serangan jarak jauhnya yaitu sulur. Begitu pamannya, Gerald, sudah berbicara, Charlos segera menghilangkan sikap riangnya dan menjadi serius. Pada pandangan pertama, ia langsung jatuh hati pada sebuah pedang panjang dan segera mengambilnya. Ia sedikit terkejut karena bobot pedang yang tampak ringan ternyata berat. "Aku yang ini." "Hati-hati terluka, Charlos." Smith sedikit mengeryitkan kening, takut Charlos terluka karena dengan ceroboh langsung mengambil pedang. Yang hanya dibalas dengan senyum lebar Charlos. Gerald
"Charlos, meski kita seorang penyembuh, tidak mungkin kita akan diam saja jika ada yang menyerang, bukan?" Kali ini, Smith akan mengajarkan cara untuk mengubah energi penyembuhan menjadi serangan, untuk melindungi diri atau menyerang musuh. Charlos telah mempelajari dasar dari penyembuhan saat Ken masih tidak sadarkan diri. Smith memanfaatkan kesempatan itu agar anaknya, bisa menerapkan metode penyembuhan dengan Ken sebagai pasien pertama Charlos. Charlos belajar dengan cepat di bawah tekanan dari rasa cemasnya terhadap kesembuhan Ken, membuat kemajuan pesat dalam waktu singkat dengan harapan Ken akan segera sadar. Smith menyaksikan dengan geli sekaligus khawatir. Takut anaknya terlalu memaksakan diri, dan melupakan bahwa dirinya juga masih membutuhkan pemulihan. Beruntung Charlos tahu cara menenangkan diri untuk tidak terlalu cemas, sehingga tidak membuat Smith khawatir lagi. Ia menunjukkan pisau bedah pada Charlos, permukaannya mengkilat ketika terkena cahaya. Senjata yang dig
2 tahun setelah latihan. Hari ini, Gerald dan Smith akan bertarung untuk memastikan Ken dan Charlos benar-benar siap untuk pergi ke dunia immortal, sebelum akhirnya yakin untuk melepaskan anak mereka. Karena waktu pelatihan yang telah disepakati dengan iblis telah habis, besok mereka akan dijemput oleh Mirk. Gerald menatap Ken, mengambil postur siap menyerang. "Mari mulai." Ia maju dengan cepat ke arah Ken dan menyerang dengan aura birunya yang dahsyat. Ken segera membungkus dirinya dengan sulur mawar, serta mengarahkan sulur. Memanjangkan duri-duri tajam, untuk menciptakan rintangan dengan mencoba memperlambat kecepatan ayahnya. Dengan pengalaman bertarung Gerald yang kaya, ia dengan mudah menghindari sulur yang mengelilinginya seperti cambuk yang mengancam. Tangan kirinya segera mengeluarkan sihir pembekuan ke arah sulur Ken. Ken mengerutkan kening saat melihat sulurnya membeku dan menyatu dengan lantai. Ia segera mengeluarkan kelopak mawar dan meledakkannya secara bertubi-t
Charlos dan Ken dengan tenang mengamati ayah mereka memperbaiki lapangan latihan dengan sihir restorasi. Mereka menatap dengan cermat bagaimana luwesnya ayah mereka dalam menggunkan sihir, hati mereka diselimuti rasa kagum melihat hal itu dari ayah mereka. Sebab mereka tahu betapa sulitnya sihir restorasi tersebut. Tiba-tiba asap ungu muncul di hadapan mereka, menampakkan sosok Mirk dengan senyum main-main di bibirnya. Secara otomatis Ken dan Charlos langsung bangkit, bergerak mundur dengan waspada sambil menatap Mirk. Pada saat ini tubuh keduanya menegang dan jantung mereka berdegup kencang hingga terdengar jelas di telinga. Charlos dengan sigap membentuk perisai di sekitar mereka, sedangkan Ken sudah bersiap dengan sulur mawar serta api hitamnya yang berkobar. Ia mengepalkan tangannya erat, menyembunyikan gemetar yang dirasakan. Mirk hanya menanggapi kewaspadaan tinggi Ken dan Charlos dengan tawa kecil, terdengar sangat memuaskan di lapangan yang sunyi. "Yah. Kalian selalu be
Saat membuka mata Ken dan Charlos disambut oleh pohon-pohon tinggi di sekelilingnya. Bau hutan yang khas menyapa hidung mereka membuat orang merasa tenang, sesekali terdengar kicau burung dan dengungan serangga layaknya hutan normal di dunia manusia. Mirk keluar dari kepulan asap ungu, mengamati Ken dan Charlos dari atas ke bawah, lalu tersenyum tipis. "Ikuti aku anak-anak, hutan ini dekat dengan pemukiman." Tatapan tajam yang dilemparkan Mirk membuat keduanya merasa tegang. Ken merasakan jantungnya berdebar kencang dengan kewaspadaan, sementara Charlos diam-diam menelan ludahnya untuk menutupi kegugupanya. Ken dan Charlos saling melirik satu sama lain, sebelum mengikuti di belakang Mirk dalam keheningan. Derap langkah mereka terdengar keras saat menginjak dedaunan kering, sampai Charlos memecah kesunyian dengan bertanya, "Siapa namamu?" Langkah Mirk terhenti, ia menoleh ke arah Ken dan Charlos dengan senyum yang semakin lebar. "Apakah Ayah kalian tidak pernah memperingatkan
Mirk memberi kebebasan terhadap Ken dan Charlos untuk keluar dari penginapan dan menjelajahi dunia immortal di kota ini, lalu kembali saat hari sudah gelap. Pertama-tama, Ken dan Charlos keluar untuk melihat transaksi yang dilakukan sekaligus mencoba makanan unik di sini. Berbagai aroma rempah makanan tercium semerbak yang membuat orang ngiler, mereka juga menemukan buah-buahan yang berbentuk dan berwarna aneh. "Paman, buah apa ini?" Charlos menunjuk pada buah yang berwarna biru keunguan seukuran apel kecil. Paman pemilik kios dengan perawakann besar tersenyum ramah, dan menjelaskan dengan suara keras. "Sepertinya kalian baru di sini. Ini disebut apel Ubir, kalian cobalah." Paman itu memberikan satu untuk Ken dan Charlos. Ken merasakan buah apel di tangannya dingin seperti memegang es batu, merayapi telapak tangannya. Ada sedikit rasa penasaran dan keingintahuan di wajahnya, sebelum tanpa ragu langsung mencobanya. Teksturnya sangat renyah saat digigit, lalu Ken merasakan
Ken dan Charlos bangun dengan segar keesokan harinya, mereka berdua meminta izin untuk keluar daripada sarapan di penginapan. Selama beberapa bulan terakhir, keduanya bosan dan muak melihat monster serta terus mencium bau darah di hutan yang sunyi. Mereka merindukan suasana pasar yang sibuk dan penuh kehidupan dengan berbagai macam aroma makanan, mungkin dulu Ken dan Charlos tidak begitu menyukai keramaian dan merasa terlalu berisik. Sekarang setelah menghadapi pertarungan sengit antara hidup dan mati mereka dipertaruhkan. Serta kemungkinan mereka tewas di tempat yang sunyi, yang jauh dari jangkauan orang lain. Pengalaman itu membuat Ken dan Charlos merasa kedinginan, sehingga mereka lebih menghargai setiap momen santai saat ini. Keduanya segera memesan tusuk sate daging yang pedas, untuk menghapus semua stres yang menumpuk. Aroma gurih dan pedas membuat air liur mengalir, perpaduan antara kelembutan daging dan bumbu dalam mulut benar-benar memuaskan. Ken dan Charlos mengera
Darua dengan malas bersandar pada kursi sambil menjulurkan kakinya pada meja, sama sekali tidak tertarik pada deretan benda aneh yang sedang dilelang. Kemudian matanya menangkap sosok laki-laki yang memakai jubah dan topeng, dia menoleh untuk berbicara dengan pemuda di sampingnya. Secara langsung Darua terpikat oleh matanya yang berwarna merah muda, begitu pula mata orang disampingnya yang berwarna ungu. Keduanya tampak mencolok diantara deretan orang-orang yang juga sama memakai jubah. Mau tidak mau membuatnya ingin terus menatapnya. Darua mendecakkan lidahnya merasa menyesal, andai saja pemuda itu seorang wanita, bisa dibayangkan bagaimana cantiknya hanya dari matanya. Juru lelang kemudian memperkenalkan sebuah kalung dengan permata berwarna abu-abu, salah satu orang di belakang Darua maju dan berbisik di telinganya. "Tuan, saya bisa merasakan energi sihir yang unik dari kalung itu. Benda itu cocok untuk hadiah pada Tuan Sharen." "Benarkah?" Darua mengangkat satu alisnya
Keres jatuh ke dalam perenungan, ingatannya melayang kembali pada satu sosok roh kematian. Namanya adalah Melantha, salah satu roh kematian yang mempunyai kekuatan besar, roh yang selalu menunggu kembali tuan sebelumnya. Setiap waktu, Melantha selalu menatap ke arah altar takdir. Tempat di mana para roh dipanggil untuk menemui tuan mereka, tepat di tengah dunia roh. Di antara para roh yang selalu bersedih karena ditolak tuannya, Melantha menjadi sosok tenang yang berbeda. Perbedaan mencolok itu menimbulkan riak penasaran pada Keres, sehingga ia mendekatinya dan mulai bertanya, "Kenapa kau selalu menatap altar takdir?" Melantha meliriknya sekilas, sebelum kembali menatap tempat altar dan menjawabnya dengan tenang, "Aku menunggu tuanku." "Tuanmu?" Keres bingung, kembalinya Melantha ke dunia roh bearti tuannya telah mati. Sehingga jawaban Melantha tampak mustahil, seperti harapan yang sia-sia. "Bukankah tuanmu telah mati?" Kali ini Melantha berbalik menatap Keres, menjawab dengan su
Di dalam diri Ken, Keres melihat interaksi pelayan dan ibu hamil itu. Ia juga merasakan perasaan enggan dan ketidakberdayaan Ken terhadap hal itu. Apalagi saat sulur mawar tak terlihat mengambil jiwa mati bayi itu, wajah Ken menegang. Setelah sekian lama, Keres akhirnya berbicara, "Apakah kau membenci kekuatan yang kau dapatkan?" Ken tidak menyangka Keres akan bertanya. Biasanya, roh itu memilih diam hampir sepanjang waktu. Dan hanya akan berbicara ketika diperlukan, sehingga hubungan antara mereka masih sangat asing. Ken langsung terduduk dan menghela napas, sebelum menjawab dengan senyum pasrah. "Apa yang bisa kulakukan selain menerimanya? Melawan juga tidak ada gunanya." Keres mengerutkan kening melihat senyum pasrah di wajah Ken, ia sendiri tahu bahwa tidak ada perlawanan di hati Ken ketika menerima kekuatan itu. Ken seolah menerima apa pun yang diberikan padanya, hal itu menimbulkan gangguan tidak nyaman padanya. "Kau tidak marah?" Keres meraung. "Kau bisa saja berteria
Di dalam tubuh Ken. Aletta berdiri, tangannya terentang menerima pecahan jiwanya. Bola cahaya melebur menjadi kepulan asap putih, sebelum perlahan meresap masuk ke seluruh tubuhnya. Membuat keberadaan Aletta sedikit lebih jelas, tidak sepudar saat pertama kali ditemui oleh Ken. Keres mengamati setiap tindakan Aletta dengan dingin, selalu ada kewaspadaan dalam dirinya terhadap keberadaan yang tidak diketahui ini. Orang inilah yang membuat tuannya harus menghadapi bahaya yang tidak diketahui, mempertaruhkan nyawanya lagi dan lagi. Keningnya berkerut tidak senang, ketika melihat Ken yang terbaring kesakitan di luar sana. "Kau sebaiknya tidak membuat masalah," peringat Keres dengan suara yang dingin, tidak repot menyembunyikan ketidaksukaannya. Aletta melirik Keres tanpa ekspresi apa pun di wajahnya, sama sekali tidak peduli dengan sikap tidak ramahnya. "Kau tak perlu khawatir. Jika kau memang peduli pada tuanmu, lakukan saja ritual kontrak yang benar terhadapnya," balasnya sebelum
"Ken, berikan salah satu sulurmu, aku akan menaikinya." Ken melirik dengan kening berkerut, sedikit tidak setuju dengan gagasan yang diusulkannya. Meski khawatir dengan keselamatan Charlos, namun situasi memaksanya untuk segera bertindak. Ia bersedia mempercayai kemampuan Charlos, dan memberikan sulur besarnya sambil memperingatkan dengan serius. "Hati-hati." Charlos mengangguk dengan menyakinkan dan segera melompat ke atas sulur, permukaan sepatunya bergesekan dengan permukaan kasar sulur. Membuat langkahnya sempat goyah karena licinnya permukaan sulur. Menuntut ia untuk menginjakkan kakinya dengan hati-hati di antara duri besar yang tajam, tapi duri-duri itu menghilang di setiap langkahnya. Charlos menyeringai nakal, gembira melihat jalan mulus yang disediakan untuk memudahkannya bergerak. Berada di atas sulur memudahkannya melihat dengan jelas seluruh medan pertempuran. Kawanan serigala berlari mendekat dengan cepat, menyatu dengan kabut abu-abu di sekeliling hutan. Mata cyan
Dacia berdiri di tengah kawanan serigala spiritnya, mata cyannya bersinar semain tajam dengan kilau haus darah. "Kalian penyusup harus mati!" raung anak gadis itu, tubuhnya diselimuti aura gelap yang menyebarkan ancaman mematikan saat melambaikan tangannya. Serigala pemimpin melangkah maju, mengaum lantang setelah menerima isyarat serangan. Belasan serigala raksasa langsung menyerbu Ken dan Charlos, memperlihatkan deretan taring tajam mereka. Dari tubuh Ken sulur mawar hitam meledak keluar, duri tajamnya berdiri mengancam tak kalah mematikan. Dengan sekali lambaian tangannya, sulur-sulur itu mencambuk serigala dengan kuat, menghasilkan suara desing angin yang terbelah. Sulur bergerak gesit, melilit tubuh serigala dengan erat. Duri-durinya menancap ke dalam kulit dan menyedot energi serigala seperti lintah. Serigala meronta liar sekuat tenaga dan menggeram ganas, namun tubuhnya yang menggeliat dengan cepat tak berdaya di bawah cengkraman sulur yang tak kenal ampun. Hingga a
Ada dua kehebohan besar yang terjadi keesokan harinya. Yang pertama adalah kembalinya orang-orang yang hilang, disambut dengan suka cita oleh para keluarga terhadap hal tersebut. Banyak dari mereka memanggil tabib untuk segera memeriksa kondisi anggota keluarga yang kembali. Setelah dipastikan bahwa mereka sehat dan aman, semua orang tertawa bahagia dan menangis sekaligus. Peristiwa itu saja sudah menggemparkan seisi kota, tetapi kematian Jikia membuat seluruh kota semakin berisik dengan hiruk pikuk yang tak terduga. Tidak ada yang pernah menyangka kabar tak terduga tersebut, semua orang tercengang dengan kematian mendadaknya. Ketiadaan penjelasan yang jelas tentang kematiannya, seperti menabur api ke dalam minyak. Semakin memanaskan suasana dengan berbagai spekulasi liar dan dugaan konspirasi, menyebar secepat api yang membakar padang rumput. Namun pemakaman masih diadakan dengan khidmat, tanpa terpengaruh oleh semangat diskusi di luar. Semua orang tetap memberikan penghormatan
Ken termenung sejenak, melihat punggung Reinard yang menghilang dalam gelapnya lorong. Menyaksikannya membuat dadanya dipenuhi rasa sesak. Kejadian ini menyadarkan Ken, tentang betapa beruntungnya ia memiliki Gerald sebagai ayahnya. Charlos sebagai sepupunya, selalu siap tanpa ragu berdiri mendukungnya, serta paman dan bibinya juga terus menyayangi tanpa henti. Mereka selalu berusaha sekuat tenaga untuk memberikan kasih sayang pada Ken, agar ia tidak pernah merasa kesepian tanpa adanya sosok ibu. Ken masih bisa merasakan apa yang disebut kasih sayang keluarga, sesuatu yang berbanding terbalik dengan kehidupan Reinard. Dalam potongan memori yang disampaikan sulur padanya, dia tumbuh tanpa cinta dan hanya menerima pelecehan sejak kecil. Ken dapat melihat Reinard kecil yang pendiam, dan harus bersikap hati-hati bahkan terhadap pelayan yang bertugas melayaninya. Statusnya di rumah terbalik menjadi Reinard yang seolah budak rendahan, sementara pembantunya menjadi seorang majikan. Ke
Ken tiba setelah kedua orang itu telah lenyap, menatap terpaku pada Charlos yang berlumuran darah dengan tercengang. Berdiri di tengah kegelapan dan genangan darah, Charlos memancarkan kekejaman dan hasrat membunuh yang kental. Cahaya obor yang goyah menyinari wajahnya yang diwarnai merah, menciptakan bayangan yang seolah gemetar menyaksikan aksi brutal Charlos. Potongan-potongan daging berserakan di sekitar jalan maupun dinding, bau amis tercium pekat di udara dan memenuhi hidungnya hingga terasa pusing. Genangan darah mengalir perlahan ke arah kakinya, seperti menyapa untuk memberitahu Ken perbuatan gila saudaranya. Ken merasakan kemarahan dalam diri Charlos saat menatapnya tanpa ekspresi, tangannya mengepal saat ia perlahan mulai berbicara, "Charlos ... sebenarnya aku baik-baik saja, jangan khawatir dengan perkataan mereka." "Aku yang tidak baik-baik saja!" raung Charlos yang mengagetkan Ken, membuatnya terdiam, hanya bisa tutup mulut dan mendengarkan. "Mereka memandangmu sepe
Charlos mengerutkan kening, rahangnya mengatup erat. Menggertakkan gigi penuh kebencian menyaksikan cara mereka memandang Ken seolah dia adalah monster. Pemandangan itu menyulut kemarahannya, jelas-jelas Ken pernah menyelamatkan mereka. Tanpa Ken, mereka mungkin telah menjadi santapan hantu untuk mengisi kekuatan Pixy, tapi rasa terima kasih tampaknya tidak pernah terlintas di benak mereka. "Apa maksud dari pandangan kalian, berengsek?" Mata Charlos memancarkan rasa dingin, suaranya penuh dengan niat membunuh. Ia mengangkat pedangnya dengan aura hijau yang menyelimuti, memancarkan keganasan yang jauh lebih kuat daripada saat melawan Reinard. Tangannya mengepal erat saat memegang pedang, hingga sedikit gemetar karena emosinya yang membuncah. Dua orang itu menatap Charlos dengan heran, dalam pemahaman mereka kenapa bisa ada orang yang bisa berdampingan dengan monster kutukan itu. Salah satunya tidak bisa menahan untuk bertanya, "Kenapa kau bersamanya?" Ia menunjuk pada Ken dengan j