Sheila menatap ke arah Ken yang pingsan dan mengerutkan kening, saat merasakan fluktuasi sihir dari tubuh Ken. Lalu tersentak, kaget saat tiba-tiba bersitatap dengan mata berwarna kemerahan, yang memancarkan rasa dingin dan haus darah milik Ken.
Ken yang tiba-tiba membuka matanya, langsung mengirimkan sapuan rasa takut di hati Sheila, membuatnya mundur selangkah tanpa sadar. Momentum di sekitar Ken berubah, membuatnya membunyikan peringatan bahaya. Sulur mawar hitam berduri tiba-tiba muncul di sekitar tubuh Ken, merayap dan meliuk seperti ular. Sheila merasa seolah ditatap oleh banyak mata dari makhluk reptil berdarah dingin, seolah sedang mengamati mangsanya sebelum melahap habis mereka. Membuatnya gelombang dingin di tulang punggungnya. Bahaya, sulur itu berbahaya. Sheila semakin mengerutkan kening. Sulur itu bergerak merambat ke arah Ken, mencabut setiap tentakel yang menancap di tubuh. Ekspresi Ken berubah berkerut, menahan nafas dan mengatupkan bibirnya, saat mencabut tentakel dari perutnya. "Bakar." ucap Ken mengikuti instruksi dari kepalanya, memberi perintah pada sulur. Bunga mawar hitam di sulur meleleh sebelum berubah menjadi api yang melahap tentakel milik Sheila. Api itu merambat dengan cepat menghanguskan tentakel, Sheila terkejut melihat kemunculan api hitam. Jika Sheila tadi masih berniat melawan ketika melihat sulur hitam, meski tahu itu berbahaya. Maka sekarang ketika melihat api hitam, wajah Sheila berubah drastis menjadi kengerian. "Tidak mungkin," gumam Sheila tidak percaya. Tubuhnya membeku, setiap jengkal di tubuhnya dicengkaram dengan rasa takut yang belum pernah dirasakannya. "Siapa kau sebenarnya?" Sheila meraung ketakutan, ia mundur bebepara langkah lagi. Pemilik api hitam adalah mimpi buruk, sekaligus kutukan bagi seluruh makhluk immortal termasuk Sheila. Dikatakan begitu karena api hitam akan melahap sekaligus layaknya racun korosif, bukan hanya tubuh fisik, tapi juga jiwa dalam diri akan hancur. Jika terluka oleh api hitam maka luka itu tidak akan bisa sembuh, sedikit demi sedikit menyebar dan memakan kekuatan hidup membuat korban menderita siksaan luar biasa. Mendengarnya saja Sheila tahu neraka macam apa itu, dan tidak ingin merasakannya. Luka itu hanya bisa dipotong untuk mencegah siksaan, dan tidak bisa dipulihkan bahkan ketika mempunyai kekuatan regenerasi. Ken mengangkat satu alisnya heran. "Aku tidak mengerti maksudmu?" Dengan lambaian tangannya, sulur mawar bergerak dengan cepat menyerang ke arah Sheila. Sheila membungkus Charlos ke dalam tentakelnya berniat untuk kabur, dan menghalau sulur mawar dengan tentakelnya. Hatinya dipenuhi penyesalan sekarang, harusnya ia tidak mengenal atau bertemu Ken. Naluri bertahan hidupnya berteriak dengan panik saat ini, namun meski begitu ia tidak rela untuk melepaskan Charlos. Setidaknya Charlos tidak membangkitkan kekuatan, sehingga Sheila bisa memakan satu untuk menambah kekuatannya. Sulur mawar dan tentakel saling melilit, sulur mawar Ken bersinar dengan cahaya merah menarik tentakel dengan kuat. Membuat Sheila ditarik sebelum kemudian dibantingkan dengan keras ke tanah. Terdengar bunyi gedebuk berat, Sheila meringis sebelum buru-buru berguling dan bangkit mengeluarkan tentakel menyerang ke arah Ken. Tentakel yang terkena api hitam tidak bisa beregenerasi, sehingga kekuatan penyerang berkurang. Sheila mengerutkan kening tidak senang sebelum matanya tiba-tiba melebar. Dengan panik Sheila menarik tentakelnya agar lepas dari belitan sulur berduri Ken. "Kau menyerap kekuatanku!" Sheila meraung marah, tapi matanya gemetar semakin ketakutan. Ia benar-benar tidak merasakan hal itu pada awalnya, hanya sadar begitu regenasinya melambat dan rasa sakit seperti ditusuki jarum memenuhi tubuhnya ketika kekuatannya diserap. Ken kembali mengangkat alisnya bingung sebab tidak merasakan apa-apa. "Apakah itu benar?" gumamnya tidak percaya. "Salah satu kemampuan yang dimiliki sulurmu." Jawaban datang dari dalam kepalanya. Pandangan mata Ken berkunang-kunang merasa pusing, sebelum ia menggelengkan kepala untuk menjernihkan penglihatannya. "Habisi dia," Ken memberi perintah. Duri dari sulur mawar memanjang dan semakin runcing, mereka bergerak dengan sangat cepat menuju Sheila. Bunga mawar hitam kembali meleleh dan membakar sepanjang tentakel Sheila dengan api hitam. Sheila kaget dengan kecepatan tiba-tiba tersebut dan lengah, duri mawar menancap di leher saat melilit. Di depan matanya mawar hitam yang bersinar merah meleleh. "Tidak!" Sheila menjerit ngeri, suara seraknya melengking dan menusuk membuat telinga tidak nyaman. Aroma kematian tampak menyelimutinya, membuatnya putus asa. Api hitam membakar wajah Sheila, jeritan kembali bergema, seluruh tubuhnya dibungkus dengan sulur. Setiap duri menancap dengan dalam pada daging Sheila, mencoba merobek dalam-dalam setiap serat otot dengan menyakitkan, bergerak bolak balik di sekeliling tubuh. Sebagian sulur tersebut membawa Charlos pada Ken, seolah tahu Charlos penting baginya. Sulur itu menyingkirkan durinya dan melapisinya dengan bunga mawar hitam. Saat ini Ken memuntahkan darah merah segar, perutnya menegang dengan sakit hingga Ken berlutut sedikit membungkuk. Sulur mawar menopang kedua bahunya, berusaha membuat Ken agar tidak jatuh tersungkur ke depan. Darah menetes dari dagu bersudut Ken, mulutnya dipenuhi rasa berkarat. Nafas Ken terengah-engah, setiap tarikan nafas menimbulkan rasa sakit di dada. Ia memeriksa situasi Charlos, yang telah lepas dari belitan tentakel Sheila. Wajah Charlos pucat dengan bibir membiru, ada luka sayatan panjang di sekitar lengan, serta cakaran panjang dan dalam di bahu. Luka selanjutnya hampir sama tempatnya seperti Ken. Tangan Ken mengepal erat hingga urat-uratnya menonjol. "Siksa bajingan itu bagaimanapun caranya." Mata Ken memanas melihat kondisi Charlos, namun kemarahan menggelegak di dadanya. Bibirnya mengatup rapat sementara urat lehernya menegang. Jelas tubuhnya telah kelelahan, tapi amarah dalam dirinya membuat Ken tegak kembali. Setiap luka di tubuh Charlos menusuk hati Ken, ia lalu menatap tajam Sheila dengan niat membunuh. Sheila mencoba melepaskan diri dari gengaman sulur, rasa sakit di sekujur tubuh dari api hitam benar-benar menyakitkan. "Sakit! Sakit! lepaskan aku, aku menyesal, ampuni aku!" Sheila berteriak, merasakan panas dari api kembali membakar seluruh tubuhnya. Setiap lapisan dagingnya di bakar dengan rasa panas yang luar biasa, seperti bara neraka yang mencoba menelannya. Jeritan dan ratapan Sheila semakin kencang menggambarkan rasa sakit yang mendalam dan rasa penyesalannya, teriakan itu mengguncang langit yang gelap. Ken memandang Sheila yang meronta-ronta dalam api hitam, tidak ada rasa kasihan dalam hatinya. Ia hanya merasa puas dan pantas ketika Sheila sangat kesakitan, itu adalah harga yang pantas didapatnya karena melukai Charlos. Ken hanya berharap untuk lebih menyiksanya, dan memberikan sakit yang lebih luar biasa untuk melampiaskan kebenciannya. Namun nafasnya semakin berat, ia tersenggal-senggal. Tubuhnya tidak bisa tegak kembali, kekuatan di tubuhnya menghilang. Sebelum terjatuh tanpa bisa bertahan lagi. ***"Alina kami datang lagi, apa kau merindukan kami? Kami di sini merindukanmu. Oh, kami juga membawa bunga mawar kesukaanmu." Seperti biasa Gerald mulai menceritakan bagaimana rutinitas sehari-harinya. Seringkali, Ken menatap ayahnya yang berbicara dengan lembut, tanpa menyembunyikan kasih sayang yang mendalam di matanya yang hitam pekat, seolah ibu ada di hadapannya menanggapi dan tertawa. Ken selalu berdiri di belakang, sedikit menjauh untuk memberi ruang untuk Gerald, tapi hari ini terasa berbeda. Seperti ada sepasang mata yang menatap lekat ke arahnya. Ken menoleh untuk memeriksa sekitar, tapi menemukan bahwa tidak ada siapa-siapa selain mereka berdua. Meski begitu, Ken secara sensitif menangkap ketegangan aneh di situasi yang tenang ini. Membuat lengannya merinding, menelan ludah dengan gugup dan hatinya mulai merasa cemas. Sambil berbicara, Gerald segera merasakan tatapan asing mengarah pada anaknya. Jantungnya berdebar kencang, detaknya terdengar keras di teling
Suasana mobil menjadi hening, Charlos dan Ken tenggelam dalam kekhawatiran dipikiran mereka masing-masing. Charlos mengingat kejadian saat mereka kecil, sekitar umur sepuluh tahun. Ketika Charlos akan pergi bermain bersama teman-temannya, tapi Ken waktu itu memegang tangan Charlos berkata, "jangan ke sana atau kalian akan mati." Mendengar hal itu, anak-anak lain mundur ketakutan menjauhi Ken, beberapa mengerutkan kening menatapnya. "Dia anak aneh." "Tinggalkan dia, jangan ajak lagi dia bermain." "Ayo pergi, jangan pedulikan kata-katanya, ayo Charlos." Charlos ingat dengan jelas waktu itu, Ken memegang erat tangan Charlos. Ken menatap dan menggelangkan kepala, lalu menatap dengan menusuk pada anak-anak lain. Ken sudah muak dengan ejekan mereka yang menyebutnya aneh, tapi ia tidak mempermasalahkan hal itu. Baginya mereka hanya sekumpulan anak berisik yang menjengkelkan, yang akan segera pergi. Charlos memilih untuk menuruti Ken dan berdiri melindungi Ken dari anak-anak lainnya.
Gerald mendapati dirinya di lingkungan yang tidak dikenal, sekelilingnya tampak remang-remang, suram, dan sunyi. Jenis kesunyian yang membuat merinding, seakan ada monster yang bersembunyi dalam gelap siap menerkam di saat lengah. Gerald juga merasakan kakinya basah. Melihat ke bawah, ada air hitam legam mengotori kakinya. Dengan tenang Gerald memindai sekeliling, hanya ada kegelapan yang terlihat. Saat Gerald mencoba melangkah untuk mencari jalan keluar, ada angin kencang yang mencoba menelannya dalam kegelapan. Gerald berusaha melawan, tapi mendapati kekuatannya tidak bisa digunakan. Gerald menahan angin dengan sekuat tenaga, sampai suara yang paling dirindukannya terdengar, membuat lengah. "Gerald." Ia tercengang melihat istrinya berada dihadapannya sekarang. Meraih tangannya dengan erat, mencegahnya agar tidak terbawa oleh angin. Alina berkata dengan suara keras penuh urgensi, "Gerald, aku tak punya banyak waktu. Jadi dengarkan, Ken dalam bahaya lindungilah dia." Alina me
Ken merasakan sengatan matahari begitu keluar dari gedung pengajaran, sore hari ini terasa begitu panas. Ken mampir ke toko minuman favoritnya dekat fakultas, membeli sebotol Lemon tea. Memikirkan minuman dingin itu saja sudah membuat Ken merasa segar. Ponsel Ken bergetar, ada pesan masuk dari Charlos. [Aku jalan-jalan dengan Sheila] Membaca pesan itu membuat Ken memutar matanya, menjawab dengan tidak peduli, yang lansung dibalas dengan stiker emoji seseorang yang mengirim Flying kiss, yang membuat Ken merasa mual. Kebiasaan untuk saling memberitahu posisi atau aktivitas apa yang dilakukan, entah itu Ken atau Charlos. Sudah biasa dilakukan semenjak mereka diberikan ponsel pertama mereka, yaitu saat di sekolah menengah pertama dan bertahan hingga sekarang. Bahkan meski rumah mereka bersebelahan, Charlos akan mengirim pesan atau menelepon Ken, ketika waktunya tidur atau hal sepele lainnya. "Apa ada yang salah di wajahku?" Ken akhirnya merasa tidak tahan, dan bertanya pada seorang
Sheila menyaksikan Ken dan Charlos terus terus berlari meski beberapa kali terjatuh, mereka dengan gigih berdiri. Ia tertawa lucu menyaksikan perjuangan mereka. Ketika melihat ke langit, Sheila mengangkat alisnya heran. Ada sebuah perisai besar yang mengelilingi gedung apartemen dan sekitarnya. Sheila sengaja melemparkan Charlos dan Ken, untuk mengetes apakah pemilik perisai datang untuk menghalangi atau melindungi kedua anak ini. Ia merasakan perisai aktif saat di dalam apartemen, bahkan saat kedua anak itu jatuh. Perisai yang melindungi mereka bukanlah energi yang sama dari perisai tersebut. Sheila waspada karena siapa pun yang mampu membuat perisai sebesar itu, bukanlah orang yang bisa Sheila hadapi sembarangan. Hasilnya, pemilik perisai tidak keluar untuk ikut campur dan membiarkannya. Terserah apa niatnya selama tidak mengganggunya, Sheila tidak peduli dan melanjutkan tujuannya. Tentakel Sheila melilit pinggang mereka berdua, dan membantingkan masing-masing ke arah yang be