Demi membalaskan dendam atas kematian kakak kembarnya, Aluna kembali ke Indonesia dan bersekolah di tempat kakaknya. Hanya saja, saat ia mulai mengetahui dalang dari meninggalnya sang saudari kembar, Aluna justru terjebak pernikahan rahasia dengan Zavier-- yang konon adalah calon pewaris kekayaan keluarganya. Dan, juga terduga terlibat dalam kematian sang kakak. Mampukah Aluna membalaskan dendam saat orang yang seharusnya menjadi musuh, justru menjadi suaminya?
view moreAku tidak peduli dengan apa pun lagi sekarang. Tidak dengan nyeri di perutku bekas hantaman kemarin. Pun tidak dengan teriakan supir yang meminta agar aku bisa tenang dulu, yang kupikirkan hanya satu hal—Aluna.Setelah mendapat kabar buruk itu, aku langsung memutuskan ke bandara untuk mencari informasi terbaru, berharap kabar itu tidak benar dan Aluna masih baik-baik saja.Setibanya di bandara, aku l berlari melewati orang-orang yang berkerumun. Suara isak tangis memenuhi area, wajah-wajah putus asa bertebaran di mana-mana. Aku bukan satu-satunya yang kehilangan seseorang hari ini. Aku berlari menghampiri petugas dengan napas tersengal. “Korban kecelakaan pesawat … tujuan Indonesia–Australia .…” Aku nyaris tidak bisa menyelesaikan kalimatku. “Aluna … istriku salah satu penumpang pesawat itu! Apa … apa ada kabar tentang korban yang selamat?”Petugas itu menatapku dengan raut muram. “Saat ini, tim penyelamat masih dalam proses pencarian,
POV ZAVIERPulang dari rumah sakit, aku hanya duduk termenung di tepi ranjang, istirahat agar cepat pulih. Sesekali, menatap foto di ponselku dengan senyum miris. Foto Aluna. Gadis itu tersenyum lebar ke arah kamera.Tiba-tiba, perasaan bersalah mencekam di dadaku. Sembari mengusap wajahnya di dalam layar itu, aku berkata, “Maaf, harusnya gue jujur aja dari awal soal Alina. Tidak perlu menyembunyikan kalau gue mengenalnya. Harusnya, gue enggak perlu takut lo membenci gue dan keluarga gue jika tau apa yang sebenarnya terjadi?”Aku menghela napas berat. Tahu diri kalau salah. Sengaja berbohong bukan karena ingin menyembunyikan darinya, tapi karena aku takut. Takut dia semakin membenciku. Takut dia menjauhiku. Dan, takut kehilangan Aluna, karena sejak awal aku sudah menyukainya. Mungkin, ini yang dinamakan jatuh cinta pada pandangan pertama.Aku menggeser layar, berganti melihat foto Kak Zavran. Wajahnya memang sangat mirip denganku, wajar
Kini, aku berjalan perlahan, menuntun Zavier yang baru keluar dari ruang rawatnya. Dia memegang perut. Raut wajahnya sedikit tertekuk, mungkin menahan sakit yang masih terasa bekas pukulan di tubuhnya. Aku menggenggam tangan kirinya, mencoba membantu agar langkahnya tak terlalu berat. Meskipun dokter sudah mengizinkan pulang, tetapi aku tahu bahwa tubuhnya masih belum sepenuhnya pulih.Tiba di lobby rumah sakit, terlihat sudah ada mobil yang sedang menunggu. Ada orang tua Zavier juga Oma di sana. Mereka tersenyum, tampak lega begitu melihat kami.“Aku hanya bisa mengantarmu sampai sini,” ujarku pelan, berusaha berbicara menggunakan bahasa yang sedikit lebih sopan, karena di depan orang tua. Takut mereka mengomel panjang lebar.Zavier tampak terkejut, langsung menoleh padaku dengan tatapan menuntut penjelasan. “Kenapa?” Dia bertanya dengan suara yang terdengar sedikit tertahan.Aku menghela napas, mencoba tetap tenang, meskipun hati ini s
“Mengapa kamu kekeh membela pembawa sial ini, Zavier?!” Kak Zeny masih tak terima Zavier membelaku. Tatapannya tajam, seakan ingin menelanku hidup-hidup.Aku tertunduk dengan mata yang mulai memanas. Lagi-lagi batin ini merasa sangat terluka mendengar perkataan Kak Zeny. Namun, aku tak bisa melawan, walau sebenarnya mampu. Tak ingin makin memperkeruh suasana.Seraya menggigit bibir, aku menahan air mata yang hendak menerobos keluar. Namun, semakin kutahan, semakin deras butiran-butiran itu jatuh tanpa bisa kucegah.“Heh! Tidak usah menangis! Palingan itu air mata palsu untuk cari perhatian atau pembelaan Zavier!” Kak Zeny mendengus sinis. “Dasar munafik!”Sebuah tamparan keras seperti menghantamku. Namun, bukan di pipi, melainkan di hatiku.Aku tertegun. Tak bisa berkata-kata. Hanya bisa menelan mentah-mentah perkataan Kak Zeny yang terus memojokkanku.“Pergi dari sini cewek sialan! Kamu tid—”“Kak, cukup!” seru Zavier.
Aku masih berdiri, mengerjap beberapa kali, memastikan kalau tidak salah dengar. Namun, tatapan Zavier padaku tidak berubah, tetap serius. Sesaat, tetap bergeming ketika Zavier menepuk kasur di sampingnya, seolah ingin memastikan aku mengerti maksudnya.“Kalau lo tidur di sofa yang ada besok tubuh lo sakit semua. Jadi, tidur di sini. Gue enggak bakal macem-macem,” katanya dengan nada santai. Namun, aku tetap melihat kilatan nakal di sana. “Yang benar aja? Nanti lo sempit kalau gue tidur di situ.”“Enggak. Ini luas, kok. Bisa nampung kita berdua.”Aku memutar bola mata. Berusaha mencari alasan agar tidak sampai tidur bersamanya. Ngadi-ngadi saja Zavier itu. “Gue tidur di sofa aja, deh, Zav. Biar lo lebih leluasa.”Dia mendengus, tampak kesal. Sebelum benar-benar berbalik, tangannya terulur menarikku mendekat. Kali ini, genggamannya lebih erat dari tadi. Jarak kami tinggal beberapa senti sekarang, bahkan aku bisa menciu
POV AlunaAku membuka pintu ruang rawat VIP di mana Zavier berada dengan sangat hati-hati setelah meminta izin pada dua pria yang berjaga di depan ruangan.Aku mendapat kabar dari Adnan kalau Zavier terus mencariku. Pesannya masuk begitu ponselku aktif, membuatku kepikiran. Tak bisa tenang jika belum melihat keadaannya secara langsung. Sebab itu, aku nekat datang ke rumah sakit untuk menemuinya. Meminta maaf padanya lagi dan lagi, walaupun mungkin ia sulit untuk membuka pintu maaf untukku. Aku sadar, kesalahanku cukup fatal. Wajar jika aku tak bisa mendapatkan maafnya. Namun, setidaknya aku bisa menemuinya sebelum benar-benar kembali ke Melbourne.Pandanganku menyapu sekeliling. Ruangan cukup sepi. Orang tua Zavier tak ada. Kak Zeny pun tak ada sesuai dengan perkataan Adnan saat mengirimkan pesan padaku tadi.Zavier hanya sendirian. Hanya dijaga dua orang penjaga. Itu pun di luar ruangannya.Napasku sedikit tercekat sa
POV ZavierAku menatap Bunda Amira dengan dahi berkerut. “Apa maksud Bunda?” tanyaku, berusaha memahami perkataan beliau.Bunda Amira menatapku dengan sorot mata lembut. Dia menepuk bahuku pelan. “Maksud Bunda, jika Nak Zavier ingin berpisah dari Aluna, itu hak Nak Zavier. Kami tidak akan ikut campur ataupun mencoba melarang Nak Zavier meninggalkan Aluna karena kami paham perbuatan Aluna kemarin sulit untuk dimaafkan,” tuturnya, “kami juga berencana akan mengirim Aluna kembali ke Melbourne.”Aku tersentak mendengarnya.Berpisah dari Aluna?Kutatap mertuaku bergantian, berharap mereka mengatakan bahwa ini hanya gurauan. Namun, tidak ada ada tanda-tanda sedang bercanda. Justru, keduanya menunjukkan raut serius.Aku menggeleng, mencoba menahan gemuruh emosi di dalam dadaku, meskipun tak bisa menahan mata yang kian memanas.“Tidak! Aku tidak ingin berpisah dari Aluna, Pa, Bun,” kataku mantap, “aku mencintainya dan ingin hidu
POV ZAVIERKelopak mataku terasa berat saat mencoba membukanya. Pandanganku masih buram, tetapi perlahan, aku bisa menangkap sosok-sosok yang berdiri di sekeliling tempat tidurku.Papa, Ibu, dan Kak Zeny.Di sudut lain, Adnan dan Raka juga tampak ada di sana, menatapku dengan raut khawatir.Aku menghela napas pelan, mencoba memahami keadaanku. Rasa nyeri menusuk di beberapa bagian tubuh, jelas itu akibat hantaman pria-pria berbadan besar tadi. Akan tetapi, bukan itu hal yang paling menggangguku sekarang. Aku merasa ada sesuatu yang kurang.Aku mengedarkan pandangan, menyapu seluruh ruangan. Mencari-cari seseorang. Namun, tak kutemukan sosoknya. Ke mana dia? Bukankah tadi, dia membawaku ke rumah sakit. Aku sempat sadar dan mendengar suara tangisnya saat kami di mobil, tetapi setelah itu, aku tidak tahu apa yang terjadi selanjutnya.“Aluna mana?” tanyaku dengan suara serak. Papa dan Ibu saling berpandangan, seakan saling bertanya satu sama lain. Kulihat, Ibu menoleh, seperti mencari-
Tiba di rumah, Bunda dan Papa sudah menyambut di ruang tamu. Mereka tak mengatakan apa pun, tetapi tatapan keduanya sangat tajam.Mungkin Kak Aidan sudah mengatakan semuanya pada mereka. Dan, sekarang aku sudah pasrah jika setelah ini akan dimarahi habis-habisan.“Kenapa kamu melakukan itu?” Bunda memberondong dengan pertanyaan begitu aku tiba di hadapan mereka.“Aku hanya ingin mereka yang udah nyiksa Kak Alina merasakan hal yang sama,” kataku tanpa sedikit pun berniat menutup-nutupi kebenaran.“Kamu meminta pindah sekolah ke sini untuk itu?” Bunda bertanya tegas, tetapi tetap saja tak dapat menyembunyikan nada kekecewaan pada suaranya. Aku jadi merasa bersalah karena membuatnya kecewa.“Kami sudah mengikhlaskan kepergian kakakmu, tapi kamu malah berbuat seperti ini. Mau jadi jagoan? Apa kamu puas dengan apa yang sudah kamu lakukan sekarang? Kamu mencelakai orang yang tidak bersalah, Aluna. Kamu melukai Zavier, suamimu sendiri.”Aku hanya diam, habis sudah kata-kataku untuk sekadar
Aku menghentikan laju motor matic-ku dengan sekali rem halus, menatap lapangan parkir yang ternyata sudah penuh sesak. Mencari-cari tempat kosong hingga aku melihat satu ruang yang cukup luas. Tanpa pikir panjang, aku mengarah ke sana dan memarkirkan motor di tempat yang menurutku cukup nyaman untuk parkir. Helm kulepas lalu menyimpannya di spion sambil memperhatikan suasana sekitar. Tidak lama, deru mesin mobil berhenti tak jauh dari tempatku berdiri. Aku mendengar suara pintu mobil dibuka sedikit kasar, disusul langkah kaki yang makin mendekat. Begitu menoleh, seorang cowok tinggi sedang berjalan ke arahku dengan wajah merah padam. “Heh!” bentaknya, “ini tempat parkir gue!” “Kenapa lo parkir di situ, hah?” tanyanya penuh emosi. Aku berbalik, menatapnya dengan tenang, sama sekali tidak merasa terintimidasi oleh gertakannya dan gerak tubuh yang seolah-olah mengisyaratkan kalau ia paling berkuasa di sini. Aku belum mengatakan apa pun ketika dia yang justru tampak sedikit tersen...
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Mga Comments