"Alina kami datang lagi, apa kau merindukan kami? Kami di sini merindukanmu. Oh, kami juga membawa bunga mawar kesukaanmu."
Seperti biasa Gerald mulai menceritakan bagaimana rutinitas sehari-harinya. Seringkali, Ken menatap ayahnya yang berbicara dengan lembut, tanpa menyembunyikan kasih sayang yang mendalam di matanya yang hitam pekat, seolah ibu ada di hadapannya menanggapi dan tertawa. Ken selalu berdiri di belakang, sedikit menjauh untuk memberi ruang untuk Gerald, tapi hari ini terasa berbeda. Seperti ada sepasang mata yang menatap lekat ke arahnya. Ken menoleh untuk memeriksa sekitar, tapi menemukan bahwa tidak ada siapa-siapa selain mereka berdua. Meski begitu, Ken secara sensitif menangkap ketegangan aneh di situasi yang tenang ini. Membuat lengannya merinding, menelan ludah dengan gugup dan hatinya mulai merasa cemas. Sambil berbicara, Gerald segera merasakan tatapan asing mengarah pada anaknya. Jantungnya berdebar kencang, detaknya terdengar keras di telinganya karena ketakutan. Cemas akan keselamatan Ken, Ia melirik Ken dari bahunya yang terlihat kebingungan melihat ke sekitar. Dengan cepat jarinya membuat lingkaran kecil, aura berwarna biru gelap menyebar ke sekeliling pemakaman. Menghalau aura hitam yang mencoba menyentuh tubuh Ken, punggungnya berkeringat dingin. 'Jangan ganggu anakku.' Peringat Gerald dengan menggemakan suara telapati ke sekitar, menatap sekitar dengan tajam. Memperingatkan pada apapun yang berani mengincar anaknya. Hampir saja aura itu menyentuh Ken, bahkan Gerald lengah. Aura itu tipis, hampir tidak terdeteksi. Namun sekilas Gerald tahu bahwa itu bukanlah hal yang baik. Ia tidak merasakan adanya tanda-tanda keberadaan seseorang, yang membuat Gerald waspada dengan mengerutkan kening samar. Ia hanya bisa melindungi Ken dengan aura miliknya, bahkan Ken mulai menyadari keanehan situasi. Buktinya adalah Ken mulai melihat sekitar, anak itu sangat sensitif sejak masih kecil. "Ken, jangan pedulikan apa pun. Ingat ayah ada di sini, semua akan baik-baik saja." Ken menatap punggung lebar ayahnya yang sedang berjongkok di samping kuburan, tersenyum tipis. "Iya aku tahu, Ayah. Jangan khawatir, sekarang aku bukan anak kecil lagi." "Bagus kalau kau mengerti, ayo pulang." Gerald menepuk pundak Ken, menatap anak laki-laki yang kini sudah dewasa dengan tinggi yang sama dengan dirinya. Rasanya seperti kemarin, anak berusia sepuluh tahun dengan tinggi yang mencapai pinggangnya, datang menghampiri sambil berkata, "Ayah, apa memang benar aku aneh? Jelas aku melihatnya, tapi kenapa orang-orang bersikeras mengatakan mereka tidak melihat apa-apa, bahkan Carlos pun sama." "Ken, dengarkan Ayah sayang, jika bertemu dengan mereka jangan takut. Jangan biarkan ketakutan menguasai dirimu, kau harus melawan jika mereka berani menyakitimu." Gerald memandang mata polos Ken yang kebingungan, tapi tetap dengan patuh mengangguk atas nasihatnya. Hatinya merasa lembut juga sedih, ia membelai lembut pipi halus anaknya. Merasa kasihan karena anak sekecil itu harus melihat hal-hal mengerikan itu. "Jika kau sangat takut dan tidak bisa menghadapinya, datanglah pada ayah. Janji?" Gerald menjelaskan dengan lembut pada Ken kecil, anak itu mengangguk lagi dan mengaitkan jati kelingkingnya dengan sang ayah, "Janji." Di sana Gerald menyadari bahwa kemampuan dari kekuatan Ken telah bangkit lebih dini, yaitu Ken kecil bisa melihat jiwa yang telah tiada. Gerald segera menyegel kemampuan tersebut agar tidak mempengaruhi pertumbuhan dan sosialisasi Ken di dunia manusia. *** Mobil hitam itu secara bertahap mulai memasuki gerbang tinggi dengan ukiran mawar, di kejauhan tampak seorang anak laki-laki melambai dengan penuh semangat. Rambut pirangnya berkilau di bawah sinar matahari dengan kulit putih yang bersih, tapi tidak pucat hanya ada sedikit warna kecoklatan. Berdiri di sana sangat mempesona, apalagi dengan wajah dan mata hijau lembut yang menawan dan genit, akan membuat gadis tersipu malu-malu oleh satu lirikan. "Untuk apa kau kemari?" Ken sedikit mengerutkan kening begitu melihat Charlos. Bajingan ini selalu berhasil membuat Ken pusing dengan tingkah genitnya. Tumbuh bersama dari kecil, hari-hari Ken yang sunyi menjadi berisik dan lebih berwarna karena kehadiran Charlos. Ken bersyukur atas hal itu, namun juga menderita dengan keaktifan Charlos. Terkadang Ken berharap Charlos untuk lebih tenang setidaknya sekali, agar tidak menguras energinya. "Yo! Kenapa kau dingin sekali pada sepupumu hmm? kau sedang datang bulan?" Charlos menggoda menaik turunkan alisnya, ada senyum jahil di bibirnya. Merangkul bahu Ken dengan antusias. "Sinting." Charlos tertawa terbahak-bahak melihat perasaan mual di mata Ken. Selalu menyenangkan menggoda sepupunya ini, dia mengutuk dengan wajah lurus dan serius yang sangat kontradiktif. Tak lupa Charlos juga menyapa pamannya yang masih di dalam mobil. Gerald hanya mengangguk dari dalam mobil. "Istirahatlah, ayah akan kembali ke perusahaan." Ken mengangguk, melihat mobil melaju keluar kembali dari mansion. Mereka disambut dengan kepala pelayan Tanon saat memasuki rumah. "Anda ingin saya buatkan segelas jus, Tuan muda?" tanyanya sambil tersenyum pada keduanya. "Buatkan aku segelas lemon tea dan Charlos jus jeruk, benar bukan?" Charlos mengangguk dengan senyuman saat Ken menatap meminta jawaban. "Baik, Tuan muda." Tanon sekali lagi membungkuk sedikit sebelum menju dapur. Ken naik ke lantai dua untuk berganti pakaian dan bermain game bersama Charlos ke ruangan khusus untuk bermain game. "Ada apa, sepertinya kau sangat bahagia?" tanya Ken saat tangannya tetap fokus bermain, tanpa menoleh pada Charlos. Terdengar sedikit tawa rendah dari Charlos. "Seperti biasa, aku mendapat pacar baru." Ken memutar matanya mendengar hal itu. Saat memikirkan rutinitas yang selalu Charlos lakukan, ketika ia mendapat pacar baru adalah dengan memperkenalkannya pada Ken. Alasannya adalah karena setiap gadis selalu ingin menjalin relasi dengan keluarga Derrent, memandang Ken dan Charlos sebagai tangga menuju kekuasaan dan status untuk memuaskan kesombongan mereka. Hal itu benar-benar membuat Ken muak. Seolah-olah nilai seseorang ditentukan oleh status keluarganya, bukan oleh kemampuan mereka sendiri. Alih-alih mengandalkan diri sendiri, gadis-gadis itu lebih memilih jalan pintas yang praktis. Melalui anak-anak terutama para gadis yang ingin menginjak dua perahu dengan Ken dan Charlos sekaligus, yang menjijikan. Mereka selalu mendambakan koneksi dan keuntungan besar yang bisa didapat dari keluarga bergengsi seperti Derrent. Para orang tua dengan pikiran licik, selalu melihat Ken dan Charlos sebagai peluang bagi mereka. Ken sendiri selalu langsung menolak orang dengan wajah dingin, tetapi Charlos selalu menikmati melihat seorang bertingkah seperti badut demi koneksi. Selalu menjahili Ken dengan melibatkannya dengan permainan sandiwara mereka. Sama halnya kali ini, Charlos akan mengajak bertemu dengan pacar barunya, untuk melihat bagaimana gadis itu akan merayu Ken. "Kapan dan di mana?" tanya Ken langsung pada intinya, tidak ingin berbasa-basi tentang hal melelahkan ini dan ingin segera menyelesaikannya. Charlos menyeringai, matanya berkilat dengan semangat seolah menantikan sesuatu yang menarik. "Sore hari ini, dan aku sudah memesan tempatnya. Jadi bersiap-siaplah setelah bermain game," katanya dengan nada menggoda, masih dengan tawa kecilnya. Charlos sangat menantikan pertunjukkan, ingin melihat apa yang akan dilakukan pacar barunya nanti, hingga seringainya semakin melebar. Baginya ini adalah hiburan yang tidak pernah membosankan. Karena terkadang sifat manusia yang tidak tahu malu selalu bisa menyegarkan pemahamannya, membuat permainan menjadi semakin seru. *** Bangunan bergaya vintage dengan fasad berwarna krem dan pintu kayu besar yang diukir dengan detail indah. Jendela-jendelanya tinggi dan melengkung, memberikan pemandangan yang mengundang bagi para pejalan kaki yang lewat. Saat memasuki restoran, tamu akan disambut oleh suasana hangat dan elegan. Dekorasi interiornya didominasi oleh warna-warna lembut seperti krem, merah marun, dan emas. Dindingnya dihiasi dengan lukisan klasik dan cermin-cermin besar yang memperluas ruang. Lantai kayu gelap yang dipoles mengkilap menambah kesan mewah. Meja-meja kecil dengan taplak meja putih dan vas bunga mawar merah ditempatkan dengan jarak yang cukup untuk memberikan privasi bagi para tamu. Ada musik lembut yang dimainkan di latar belakang menambah suasana romantis. Piano klasik dan lagu-lagu jazz ringan mengalun perlahan, menciptakan suasana yang menenangkan dan intim. Kadang-kadang, ada penampilan langsung dari musisi lokal yang memainkan lagu-lagu cinta. Ken melihat seorang wanita memakai gaun hitam selutut, menampilkan lekuk tubuhnya dengan jelas, baik bagian depan maupun belakang yang seksi dan panas. Cocok dengan rambut panjangnya yang berwarna red cherry dengan ujung dikeriting. "Ken, kenalkan ini pacarku Sheila." Ken mengulurkan tangan sebagai bentuk kesopanan, walau enggan di dalam hatinya. Bisa dilihat Charlos menatap main-main pada sikap sopan Ken yang terpaksa. "Halo, ternyata kau sama istimewanya dengan Charlos sebagi sepupunya." Sheila berkata dengan suara halus dan menggoda, ada tatapan berbinar di matanya saat melihat Ken. Dia memberikan sedikit tekanan lagi pada tangan yang saling menjabat. Saat Ken bersalaman dengan Sheila, Ken melihat cahaya hitam menyelimuti tubuh Sheila. Yang membuatnya terpaku, ada juga cahaya hitam tipis di tubuh Charlos. Membuat jantungnya berdegup kencang, merasakan kecemasan. Di bawah meja, tangan Ken mengepal erat merasa tidak nyaman. Apalagi saat sesekali Sheila menatapnya, insting Ken memberikan sinyal bahaya dan merasa harus menjauh. Selalu merasa ada sesuatu yang mengancam di dalam tatapan Sheila yang tersenyum. Ken juga mencoba melihat sekitar, menemukan bahwa ada juga beberapa orang yang diselimuti oleh cahaya hitam. Keringat dingin mengalir di punggungnya, tubuhnya tanpa sadar menjadi kaku. Ia menarik nafas dalam-dalam untuk menenangkan diri, tidak terlalu terlibat dalam percakapan seru Charlos dan Sheila. Untungnya pertemuan ini segera berakhir dan Ken menyetir mobil untuk pulang. Di sepanjang jalan Charlos bersenandung pelan, menggambarkan susana hatinya yang sedang bagus. "Darimana kau bertemu dengan Sheila?" Charlos menatap ke arah Ken dan menjawab sambil tersenyum, "Aku bertemu dengannya saat di Club malam, mungkin seminggu yang lalu, kenapa?" "Charlos, ini hanya firasatku. Ada yang salah dengan Sheila itu, jadi berhati-hatilah dengannya. Lebih bagus lagi, jika kalau kau mengakhiri hubungan dengan cepat." Ken mencoba menjelaskan pada Charlos bahwa ada yang tidak beres dengan Sheila, tapi Ken cemas Charlos akan takut jika Ken membicarakan apa yang dilihatnya dan memilih untuk hanya memperingatkannya. Senyum Charlos langsung pudar, jantungnya berdetak lebih cepat merasakan firasat buruk. Ken jarang memperingatkannya tentang hal seperti itu. Charlos sudah membuka mulut, tapi menelan kembali pertanyaan yang akan diajukan. "Oke, aku akan segera melakukannya." "Bagus." ***Suasana mobil menjadi hening, Charlos dan Ken tenggelam dalam kekhawatiran dipikiran mereka masing-masing. Charlos mengingat kejadian saat mereka kecil, sekitar umur sepuluh tahun. Ketika Charlos akan pergi bermain bersama teman-temannya, tapi Ken waktu itu memegang tangan Charlos berkata, "jangan ke sana atau kalian akan mati." Mendengar hal itu, anak-anak lain mundur ketakutan menjauhi Ken, beberapa mengerutkan kening menatapnya. "Dia anak aneh." "Tinggalkan dia, jangan ajak lagi dia bermain." "Ayo pergi, jangan pedulikan kata-katanya, ayo Charlos." Charlos ingat dengan jelas waktu itu, Ken memegang erat tangan Charlos. Ken menatap dan menggelangkan kepala, lalu menatap dengan menusuk pada anak-anak lain. Ken sudah muak dengan ejekan mereka yang menyebutnya aneh, tapi ia tidak mempermasalahkan hal itu. Baginya mereka hanya sekumpulan anak berisik yang menjengkelkan, yang akan segera pergi. Charlos memilih untuk menuruti Ken dan berdiri melindungi Ken dari anak-anak lainnya.
Gerald mendapati dirinya di lingkungan yang tidak dikenal, sekelilingnya tampak remang-remang, suram, dan sunyi. Jenis kesunyian yang membuat merinding, seakan ada monster yang bersembunyi dalam gelap siap menerkam di saat lengah. Gerald juga merasakan kakinya basah. Melihat ke bawah, ada air hitam legam mengotori kakinya. Dengan tenang Gerald memindai sekeliling, hanya ada kegelapan yang terlihat. Saat Gerald mencoba melangkah untuk mencari jalan keluar, ada angin kencang yang mencoba menelannya dalam kegelapan. Gerald berusaha melawan, tapi mendapati kekuatannya tidak bisa digunakan. Gerald menahan angin dengan sekuat tenaga, sampai suara yang paling dirindukannya terdengar, membuat lengah. "Gerald." Ia tercengang melihat istrinya berada dihadapannya sekarang. Meraih tangannya dengan erat, mencegahnya agar tidak terbawa oleh angin. Alina berkata dengan suara keras penuh urgensi, "Gerald, aku tak punya banyak waktu. Jadi dengarkan, Ken dalam bahaya lindungilah dia." Alina me
Ken merasakan sengatan matahari begitu keluar dari gedung pengajaran, sore hari ini terasa begitu panas. Ken mampir ke toko minuman favoritnya dekat fakultas, membeli sebotol Lemon tea. Memikirkan minuman dingin itu saja sudah membuat Ken merasa segar. Ponsel Ken bergetar, ada pesan masuk dari Charlos. [Aku jalan-jalan dengan Sheila] Membaca pesan itu membuat Ken memutar matanya, menjawab dengan tidak peduli, yang lansung dibalas dengan stiker emoji seseorang yang mengirim Flying kiss, yang membuat Ken merasa mual. Kebiasaan untuk saling memberitahu posisi atau aktivitas apa yang dilakukan, entah itu Ken atau Charlos. Sudah biasa dilakukan semenjak mereka diberikan ponsel pertama mereka, yaitu saat di sekolah menengah pertama dan bertahan hingga sekarang. Bahkan meski rumah mereka bersebelahan, Charlos akan mengirim pesan atau menelepon Ken, ketika waktunya tidur atau hal sepele lainnya. "Apa ada yang salah di wajahku?" Ken akhirnya merasa tidak tahan, dan bertanya pada seorang
Sheila menyaksikan Ken dan Charlos terus terus berlari meski beberapa kali terjatuh, mereka dengan gigih berdiri. Ia tertawa lucu menyaksikan perjuangan mereka. Ketika melihat ke langit, Sheila mengangkat alisnya heran. Ada sebuah perisai besar yang mengelilingi gedung apartemen dan sekitarnya. Sheila sengaja melemparkan Charlos dan Ken, untuk mengetes apakah pemilik perisai datang untuk menghalangi atau melindungi kedua anak ini. Ia merasakan perisai aktif saat di dalam apartemen, bahkan saat kedua anak itu jatuh. Perisai yang melindungi mereka bukanlah energi yang sama dari perisai tersebut. Sheila waspada karena siapa pun yang mampu membuat perisai sebesar itu, bukanlah orang yang bisa Sheila hadapi sembarangan. Hasilnya, pemilik perisai tidak keluar untuk ikut campur dan membiarkannya. Terserah apa niatnya selama tidak mengganggunya, Sheila tidak peduli dan melanjutkan tujuannya. Tentakel Sheila melilit pinggang mereka berdua, dan membantingkan masing-masing ke arah yang be
Sheila menatap ke arah Ken yang pingsan dan mengerutkan kening, saat merasakan fluktuasi sihir dari tubuh Ken. Lalu tersentak, kaget saat tiba-tiba bersitatap dengan mata berwarna kemerahan, yang memancarkan rasa dingin dan haus darah milik Ken. Ken yang tiba-tiba membuka matanya, langsung mengirimkan sapuan rasa takut di hati Sheila, membuatnya mundur selangkah tanpa sadar. Momentum di sekitar Ken berubah, membuatnya membunyikan peringatan bahaya. Sulur mawar hitam berduri tiba-tiba muncul di sekitar tubuh Ken, merayap dan meliuk seperti ular. Sheila merasa seolah ditatap oleh banyak mata dari makhluk reptil berdarah dingin, seolah sedang mengamati mangsanya sebelum melahap habis mereka. Membuatnya gelombang dingin di tulang punggungnya. Bahaya, sulur itu berbahaya. Sheila semakin mengerutkan kening. Sulur itu bergerak merambat ke arah Ken, mencabut setiap tentakel yang menancap di tubuh. Ekspresi Ken berubah berkerut, menahan nafas dan mengatupkan bibirnya, saat mencabut tentak
Caroline sedang asik membaca buku ketika tiba-tiba tubuhnya tersentak. Ia diam mematung dengan pupilnya bersinar biru, lalu dengan cepat menutup matanya saat kilasan penglihatan dari kekuatannya yang muncul. Caroline melihat Charlos menindih Ken, sebelum dengan tergesa-gesa bangkit sambil membantu Ken. "Ken, lari!" Mata Caroline dengan tajam memperhatikan luka cakaran berdarah di bahu kiri putranya. Tempat itu adalah apartemen milik Charlos. Punggung Caroline langsung merasakan gelombang hawa dingin, setelah penglihatannya berakhir. Tubuhnya menggigil saat merasakan bahaya dan ketakutan yang dirasakan dalam penglihatannya. Caroline membuka mata, menarik nafas dalam-dalam, dan berusaha menenangkan diri saat mengepalkan tangannya yang mulai gemetar. Ia melemparkan buku dengan tergesa-gesa, mencari-cari ponsel dan mulai menghubungi nomor Charlos dengan cemas. Panggilan terhubung, tapi setelah sekian lama tidak ada yang menjawab. Hanya suara operator dingin yang menjawab, suara dingin
Ken terbangun dengan kepala terasa pening dan meringis, merasa sudah lama sekali kehilangan kesadaran. Hal terakhir yang diingat Ken adalah pingsan saat sedang menyiksa Sheila. Tubuh Ken tanpa sadar menegang waspada, dengan panik melihat sekeliling, mencari tahu di mana ia sekarang dan bagaimana keadaan Charlos. Ruangan ini gelap, tapi tidak sepenuhnya gelap. Ken masih bisa melihat dengan jelas lingkungan sekitarnya. Ken mencoba bangkit dan baru menyadari, bahwa ia sedang duduk di sebuah kursi. Kursi itu seperti yang biasa dipakai oleh seorang raja. Ada beberapa anak tangga yang berjumlah sekitar dua puluh, menuju ke bawah. Undakan tangga terakhir terhubung dengan sebuah kolam berbetuk persegi yang lumayan luas berisi air hitam, di mana sulur mawar muncul dari dalam kolam. Setiap sulur bergerak melingkari pagar-pagar di sisi kolam dengan tiang berukiran rumit, yang tidak bisa dilihat jelas oleh Ken dari tempatnya. "Kau sudah bangun?" Itu adalah suara wanita yang membantu
Semuanya bermula dari saat Alina sedang melahirkan Ken malam itu, Gerald merasakan kegugupan yang lebih besar daripada saat ia sedang melamar Alina. Menunggang kuda dengan lebih cepat dan tergesa-gesa untuk segera kembali ke mansion. Suara tapak kuda tampak terdengar lembut dan teredam saat menginjak tanah. Gerald pulang cukup terlambat setelah selesai menghadapi kemunculan tiba-tiba monster iblis di wilayahnya. Berita itu datang mendadak, sehingga ia terpaksa harus meninggalkan Alina. Gerald dengan cepat menyelasaikan pembasmian monster-monster terkutuk itu. Ketika kembali ke mansion Gerald disambut dengan sebuah penyerangan, yang membuat jantungnya berdebar kencang mengkhawatirkan keselamatan Alina. "Di mana istriku?" Kepala pelayan meski sudah tua, masih sanggup untuk bergerak melawan sekelompok penyusup asing, sambil menahan serangan berkata, "Dalta melindungi kamar Nyonya, Tuan." Aura biru gelap milik Gerald keluar mengelimuti pedang, setiap ayunan pedang menciptakan badai y
Duri-duri kecil menusuk lebih dalam pada kulit lehernya, meninggalkan garis-garis ungu yang perlahan berubah menjadi tetesan darahnya. Secara naluriah, Bellis meronta saat lehernya dicengkeram lebih erat lagi. Napasnya tersengal saat mencoba mengirim lebih banyak oksigen pada paru-parunya. Ken tidak tergesa-gesa, ia menatap Bellis dengan dingin tanpa emosi. Seolah-olah Bellis tidak lebih dari serangga yang bisa ia remukkan dengan santai. Tidak ada rasa kasihan, ia hanya merasa jengkel karena mengganggu istirahatnya. Jemarinya bergerak sedikit, dan detik berikutnya sulur menarik tangan dan kaki Bellis. "Ahhh!" Jeritan melengking memenuhi ruangan, ketika tulang di pergelangan tangan Bellis patah dengan mudah, semudah seperti mematahkan cabang tipis di pohon. Air mata dengan cepat memenuhi mata Bellis, jari-jarinya menegang lalu terkulai lemas tak bisa lagi digerakkan. Rasa sakitnya begitu mendalam hingga otaknya tidak bisa memproses. Keringat dingin mengalir dengan cepat menetes ke
Bagi Bellis, Ken adalah sumber kekuatan yang besar. Saat menyaksikan Ken dan Charlos bertarung melawan ular monster, gelombang kekuatan dahsyat menyebar ke seluruh hutan. Kekuatan itu menarik perhatiannya, yang dengan antusias mengamati. Setelah melihat keduanya, mata Bellis berbinar, puas menemukan mangsa berkualitas tinggi.Dapat dibayangkan seberapa besar kekuatan dan umur yang bisa didapat Bellis dengan memakan Ken. Maka ia mengeluarkan aroma yang kuat dari tubuhnya, sama seperti afrodisiak yang bisa merangsang tubuh. Bellis tidak percaya bahwa Ken masih bisa bertahan dan tidak terpengaruh sama sekali.Namun di detik berikutnya, leher Bellis dicekik oleh sulur dan ditarik dengan kuat ke belakang. Membuat kepalanya menghantam lantai dengan bunyi gedebuk tumpul, rasa pusing seketika menyerangnya.Rasa sakit menjalar dari kulitnya yang terkoyak. Bellis ingin menjerit namun suaranya tertahan, tenggorokannya ditusuk oleh lebih dari satu duri.Sulur mencengkeram lehernya seperti ular me
Namun Tanin berpuas diri terlalu dini. Ia masih saja lengah, dan tidak belajar dari pengalamannya tadi. Di detik berikutnya Charlos menyerangnya, belati tajam menggores secara horisontal pada kedua matanya. Belati itu menyentuh kulitnya dengan tajam, rasa sakit datang begitu cepat pada Tanin. Sesaat, waktu terasa membeku. Sebelum ledakan sakit menyebar ke seluruh wajahnya. Ada rasa panas yang menyusup di sepanjang guratan luka, rasa sakitnya begitu dalam hingga Tanin merasa wajahnya terbelah dua. "Ahhh!" Tanin berteriak kencang seolah merobek tenggorakannya. Tangannya segera menutupi wajahnya, ia bisa merasakan darahnya keluar seperti air yang tak terbendung. "Kau manusia bajingan!" Kedua matanya terluka parah, membuatnya tidak bisa melihat. Gelombang rasa takut dan keputusasaan menimpanya, saat dunia yang biasa ia lihat kini menjadi gelap. Namun meski begitu, Tanin masih tidak ingin menyerah. Naluri bertahan hidupnya masih menyala, ia mengumpulkan energi gelap dan melayangkannya l
Di tengah malam yang sunyi, asap tipis menyelinap dari celah jendela, dan masuk dengan tenang ke dalam kamar. Kemudian merayap seperti tentakel yang hidup, menyusup ke arah hidung Charlos, membaur ke dalam napasnya tanpa disadari. Setelah itu menyebar ke seluruh ruangan secara diam-diam, membentuk perisai transparan yang mengurung Charlos. Sementara itu di kamar Mirk yang tidak jauh dari Charlos, ia mulai membuka mata dari tidurnya yang berpura-pura. Tawa rendah lolos dari bibirnya yang tersungging nakal. Penyusup itu bergerak dengan sangat cepat, langsung menyambar umpan yang telah ia siapkan malam ini. "Oho~ kalian benar-benar tikus yang kelaparan." Mirk kemudian bangun dan bersandar di ranjang. Duduk dengan malas sambil mengeluarkan secangkir darah, teman yang cocok untuk menonton hiburan yang menarik. "Tolong beri aku kesenangan yang memuaskan, anak-anak," gumamnya sambil menjilat bibirnya dengan tidak sabar. Kekuatan dari penyusup itu mulai bekerja pada Charlos. Ia mulai
Ken menatap dengan seksama saat monster ular itu tumbang, memastikan dia benar-benar mati sebelum perlahan menarik kekuatannya. Sulur raksasa yang membelit ular itu bergerak untuk membuka cengkeramannya. Tanpa diperintah oleh Ken, salah satu sulur maju menuju kepala ular. Ujung sulur meruncing panjang, lalu membelah kening ular dan mencongkel permatanya. Setelah mendapatkan permata itu, sulur meninggalkan ular tanpa nostalgia. Memperlakukan bangkai ular itu sebagai sampah menjijikkan, dan membakarnya sebagai langkah terakhir. Ken tidak dapat melihat semua tindakan sulurnya, karena dalam sekejap tubuhnya langsung jatuh menghantam tanah. Saking cepatnya hingga Charlos di belakang tidak sempat bereaksi. "Ken!" Wajahnya lebih pucat daripada kertas, kontras dengan darah merah yang terus dimuntahkannya. Keringat dingin mengucur deras dari sekujur tubuh Ken, membuat bajunya basah kuyup dan melekat. Tangannya mencengkeram erat dadanya, rasa sakit dari jantung membuat Ken mengerutkan ken
Charlos menyisihkan pedangnya dan mulai mengumpulkan energi hijau besar ditelapak tangannya. Matanya memandang monster ular itu dengan tajam, memanfaat momen di mana ular itu sedang bertarung sengit dengan sulur Ken. Aura penyembuhannya melayang dan mulai membentuk perisai besar di udara. Perisai itu melebar dengan cepat, hampir menutupi daerah bukit yang luas. Energinya terlihat berkilauan, membentuk sebuah dinding yang kokoh. "Ini hadiah untukmu, ular berengsek!" teriak Charlos dengan bersemangat, mendorong perisai raksasa itu dengan kuat menuju monster ular. Monster ular tentu saja mendeteksi sebuah ancaman, mata abu-abunya melihat cahaya hijau yang besar. Ekornya diangkat untuk menyerang ke arah Charlos, namun dihalangi dengan kuat oleh sulur Ken. Setiap kali ia maju untuk mendekat, ledakan akan muncul di bawah tubuhnya. Membuatnya mundur dengan kesakitan, sama sekali tidak bisa mendekat. Namun ular itu terlambat, perisai besar itu datang ke arahnya secepat kilat. Menghantam
Kekuatan petir dari monster ular itu sangat mengerikan. Lingkungan sekitar menjadi saksi bisunya, ketika debu yang baru saja mereda kini dipenuhi asap hitam dari sulur raksasa yang hangus disambar. Serpihan kayu menyebar bercampur dengan pecahan-pecahan batu yang hancur. Beberapa batu yang besar terbelah dan menghitam akibat terkena arus listrik yang dahsyat. Tanah di bawah monster ular semakin merekah, menciptakan celah besar yang masih memancarkan sisa kilatan listrik. Udara di hutan penuh dengan bau menyengat, bercampur dengan aroma vegetasi yang terbakar. Kepala ular terangkat tinggi, mendesis puas melihat keadaan sulur mawar yang menjauh darinya dan menggeliat dengan lemah. Mata abu-abunya berbinar dengan kilau kemenangan, sekaligus ejekan terhadap musuh-musuhnya yang terluka. Meski manusia-manusia yang mengedalikan sulur dan mencoba menyerangnya bersembunyi di balik sulur menjijikkan ini, monster ular akan segera memusnahkannya. Namun ia kembali memuntahkan lidah bercaban
Ken mengerahkan sulur besarnya untuk menghadapi ular itu. Sulurnya melesat dengan cepat ke arah ular, bergoyang menerobos kabut debu yang tebal dengan duri tajam disekujur tubuhnya. Bergegas melilit tubuh ular dengan duri tajam sekeras besi, menusuk kuat sisik keras ular tersebut. Menghasilkan suara berderit seperti logam yang dipaksa patah. Monster ular itu mengeluarkan desisan keras saat kesakitan. Darah berwarna hitam merembes keluar dari sela-sela sisiknya, bercampur aroma busuk yang menusuk hidung, membuat orang mual dengan menciumnya. Ular itu menggeliat liar, mata abunya menyala dengan penuh kebencian. Ia membuka lebar mulutnya, siap menggigit sulur yang melingkari lehernya. Mencoba membuat dirinya bebas. Dan pada saat yang sama menggunakan ekornya untuk memukul-mukul tubuh sulur, menghukum sulur yang berani menyentuhnya. Gerakan dua ular raksasa itu mengonyak kembali tanah di sekitar mereka. Setiap hentakan dari ekor monster ular menyebabkan kembali gempa bumi. Retakan di
Benang perak berakhir di sebuah bukit, lebih tepatnya pada sebuah batu aneh yang setengah tenggelam ke tanah. Ken dan Charlos saling memandang, lalu mendekati batu tersebut. "Ini ... apakah benar menunjuk pada batu aneh ini?" Charlos berjongkok, mengamati dengan seksama. Terdengar bunyi 'tuk' keras ketika ujung pedang Charlos mengetuk badan batu. Bentuk dari batu tersebut adalah lonjong hitam panjang, dengan sebuah kuncup bunga di atasnya berwarna hitam serupa. Ken juga mengangkat sebelah alisnya aneh, tapi benang perak jelas menunjuk pada batu aneh ini. Ken berpikir, mustahil fragmen jiwa bisa diperoleh semudah ini. Lingkungan di sekitarnya tampak damai, tetapi tidak ada rumput yang tumbuh di sekitar area batu aneh itu. Ia berkedip, menatap tanah di bawah kakinya, dikombinasikan dengan suasana biasa ini. Hati Ken mengepal dengan waspada, yakin bahwa ada bahaya yang sedang mengintai mereka. Sulur mawarnya dikeluarkan, Ken berniat untuk mencabut bunga di atas batu. Ia ingin meliha