Share

BAB 2 INSIDEN SAAT KECIL

Suasana mobil menjadi hening, Charlos dan Ken tenggelam dalam kekhawatiran dipikiran mereka masing-masing.

Charlos mengingat kejadian saat mereka kecil, sekitar umur sepuluh tahun. Ketika Charlos akan pergi bermain bersama teman-temannya, tapi Ken waktu itu memegang tangan Charlos berkata, "jangan ke sana atau kalian akan mati."

Mendengar hal itu, anak-anak lain mundur ketakutan menjauhi Ken, beberapa mengerutkan kening menatapnya.

"Dia anak aneh."

"Tinggalkan dia, jangan ajak lagi dia bermain."

"Ayo pergi, jangan pedulikan kata-katanya, ayo Charlos."

Charlos ingat dengan jelas waktu itu, Ken memegang erat tangan Charlos. Ken menatap dan menggelangkan kepala, lalu menatap dengan menusuk pada anak-anak lain.

Ken sudah muak dengan ejekan mereka yang menyebutnya aneh, tapi ia tidak mempermasalahkan hal itu. Baginya mereka hanya sekumpulan anak berisik yang menjengkelkan, yang akan segera pergi.

Charlos memilih untuk menuruti Ken dan berdiri melindungi Ken dari anak-anak lainnya.

"Jangan menyebut Ken aneh, dia tidak aneh. Aku tidak akan pergi, aku akan bersama Ken saja."

Anak-anak lain mencibir dan meninggalkan Charlos dan Ken, Ken sendiri hanya melirik mereka lagi dengan dingin tanpa emosi. Ia tidak peduli dengan mereka, karena yang terpenting sekarang adalah memastikan Charlos aman.

Tidak lama setelah anak-anak keluar dari gerbang sekolah, sebuah mobil dengan kecepatan tinggi menabrak gerbang tersebut.

Jeritan pilu memenuhi udara. Wajah Charlos membeku, ketika melihat dengan matanya sendiri teman-temannya bersimbah darah. Nafasnya tercekat dan seluruh tubuhnya kaku.

Charlos terdiam sebelum merasakan tepukan lembut di kepalanya, dan mendengar kata-kata Ken. "Syukurlah, itu bukan kau yang mati."

Melihat wajah Ken yang tenang, hati Charlos gemetar ketakutan hingga wajahnya langsung memucat. Sebelum rasa mual yang hebat membuatnya muntah dan mulai menangis tersedu-sedu.

Wajah Ken yang semula tenang berubah panik. Wajahnya memucat saat melihat Charlos muntah dan menangis, tidak tahu harus berbuat apa untuk menenangkan Charlos.

Namun tangan yang memegang Charlos mejadi semakin erat, untuk menyatakan dukungannya. "Jangan menangis, aku bersamamu."

Sejak saat itu, perasaan takut membuat Charlos bingung bagaimana menghadapi Ken. Ia sempat tak mau bertemu Ken sampai ibunya, Caroline, berkata, "Charlos, jangan takut pada Ken. Sama sepertimu Ken juga ketakutan, hanya saja kau tahu Ken selalu bersikap tenang."

Caroline membelai lembut rambut Charlos. "Ken merasa sangat sedih saat tahu kau tak mau bertemu dengannya. Ketahuilah, Ken tidak akan melukaimu, ia akan selalu melindungimu karena kau adalah saudaranya, keluarganya. Jadi renungkan dan tenangkan dirimu. Setelah itu, coba temui lagi Ken, oke?"

Charlos terdiam sebelum akhirnya ia mengangguk. Tak lama setelah Caroline pergi Ken mengetuk pintu kamar Charlos.

Charlos berdiri ragu-ragu untuk mendekati pintu, kemudian mendengar suara Ken dari luar.

"Maaf ... Charlos, maafkan aku membuatmu takut, tak apa jika kau tak mau bertemu denganku lagi, jangan dengarkan ucapan bibi. Sekali lagi maafkan aku."

Setelah Ken pergi, Charlos terdiam dan menatap pintu lama, memikirkan kembali kata-kata ibunya.

Di sisi lain ketakutan masih membayangi dirinya, namun di sisi lain Ken tetap keluarganya dan tidak akan menyakitinya. Butuh beberapa saat sebelum Charlos menarik napas dalam-dalam, dan menyusul Ken.

"Ken tunggu," teriak Charlos membuat Ken berhenti dan menatapnya.

"Aku memang takut padamu, tapi bukan berarti aku tidak mau berteman denganmu. Aku ... aku hanya kaget, dengar itu, aku hanya kaget. " Charlos lega setelah mengatakan hal itu, tapi terkejut ketika ia menatap Ken. Di sana Ken berdiri dengan mata dan hidungnya merah.

Air mata mengalir di pipi Ken, ia langsung memeluk erat Charlos sambil berkata dengan terisak. "Terima kasih Charlos, aku ... aku ... aku takut kau tak mau berteman denganku lagi. aku ... aku pasti akan menjagamu."

Ken ketakutan saat Charlos tidak mau bertemu denganya lagi, satu-satunya yang membuatnya bertahan selain ayahnya adalah Charlos sendiri.

Ken mencoba menunggu beberapa hari setelah kejadian itu, tapi menjadi semakin cemas karena Charlos tidak kunjung mendatanginya. Ia tidak rela untuk kehilangan Charlos.

Jika tahu akan seperti ini, mungkin Ken akan mencoba mencegah anak-anak yang lain, sehingga Charlos tidak ketakutan dan menjauhinya. Walaupun Ken sama sekali tidak peduli pada mereka.

Untuk pertama kalinya, Charlos melihat Ken menunjukkan emosinya dengan menangis begitu kencang, sementara Charlos yang dipeluk masih terkejut melihat Ken menangis.

"Ken kau kenapa? maafkan aku, tolong jangan menangis." Tangis Ken justru semakin kencang, bahunya gemetar tak terkendali. Membuat Charlos yang semula hanya terkejut, kini ketakutan dengan jantungnya berdetak kencang dan ikut menangis.

Sampai Caroline datang dan menenangkan mereka berdua, hingga mereka tertidur karena kelelahan.

Sejak kejadian itu Charlos benar-benar tidak takut lagi pada Ken, dan juga melindungi Ken dengan selalu bersama Ken atau memperkenalkan Ken dengan teman-temannya.

Tanpa sadar sudut mulut Charlos melengkung, mengingat kekonyolan dirinya sendiri. Sekarang tampaknya, ia harus mengakhiri hubungan lebih awal dari biasanya.

Charlos terkenal dengan tiga bulan hubungan sebelum berganti pasangan, sehingga para wanita akan memanfaatkan itu untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan.

Charlos juga akan memberi apa pun asalkan tidak keterlaluan, karena ia juga bingung menghabiskan uang jajan yang terus menumpuk. Jadi Charlos hanya menganggapnya sedekah bagi para pengemis.

"Jangan terlalu khawatir, Ken."

Tangan Ken mengencang di sekitar setir, menarik nafas dalam-dalam, berkata dengan tekad. "Aku akan mencoba."

***

Setelah sampai di rumah, Ken langsung lari menuju rumah kaca. Aroma mawar yang harum menyambutnya.

Ken membaringkan diri di sofa yang dilengkapi bantal dan selimut, suhu yang diatur membuatnya menjadi lebih nyaman. Dikelilingi oleh rimbunya mawar, membuat hatinya yang gelisah sedikit mereda.

Rumah kaca ini dibangun khusus oleh ayahnya untuk sang ibu, dengan hanya mawar merah favoritnya yang tumbuh di sini. Bahkan katanya, ibu sendiri yang merawat bunga-bunga ini.

Saat Ken masih kecil ayahnya pernah berkata, "Ken jika kau merasa takut, sedih, atau gelisah, datanglah ke sini jika ayah tak ada bersamamu. Percayalah, di sini akan membuatmu tenang." Gerald menjelaskannya dengan lembut.

Melihat Ken mengangguk patuh, ia mengecup dahinya puas. Memang benar bahwa hanya di tempat inilah, Ken merasa begitu damai dan tidak ketakutan.

Beberapa minggu terakhir ini, Ken melihat lagi hantu-hantu itu. Sejak insiden masa kecil yang melibatkan teman-temannya, Ken tidak lagi melihat hantu atau cahaya hitam di tubuh seseorang.

Tidak jelas kapan Ken melihat hal-hal menakutkan itu, tapi saat Ken kecil, ia sering melihat hantu yang berlumuran darah, hilang anggota tubuhnya, atau rusak di sekujur badan.

Hal itu benar-benar membuat Ken ketakutan dan ingin meminta tolong pada ayahnya, tapi ia menahannya.

Setelah membuat ibunya meninggal karena melahirkannya. Ken berpikir untuk tidak menjadi anak nakal dan merepotkan bagi ayahnya, serta menanggungnya sendirian.

"Kata ibuku, kau membuat ibumu sendiri mati karena melahirkanmu. Kau anak nakal."

"Benar, kau anak nakal. jauhi dia teman-teman."

"Ayahmu juga pasti sangat membencimu, karena menjadi anak nakal."

Ken mengepalkan tangannya erat-erat, begitu mengingat kembali kata-kata dari teman sekolah di taman kanak-kanak. Ken terkadang mengintip saat ayahnya duduk diam memandangi lukisan ibunya selama berjam-jam.

Tatapan mata ayahnya kosong seolah kehilangan jiwa dengan kerinduan yang mendalam. Hal itu membuat Ken merasa semakin bersalah karena merusak kebahagiaan ayahnya, membuat ibunya berkorban untuk dirinya.

Untuk mengatasi rasa takutnya, Ken selalu lari ke rumah kaca sesuai saran ayahnya, dan menemukan bahwa saat masuk ke sana, hantu itu akan lenyap. Jadi, Ken meminta Gerald untuk menyiapkan sofa yang juga bisa dijadikan tempat tidur.

Ken tidak tahu bagaimana cara untuk menghilangkan cahaya gelap aneh di tubuh Charlos. Ken memaksa untuk menutup mata agar tertidur, supaya lebih tenang dan hanya berharap cahaya hitam di tubuh Charlos menghilang dengan sendirinya.

Sulur dan cabang berduri mawar bergetar perlahan hingga terlihat dengan mata telanjang, bergerak sendiri tanpa ditiup angin.

"Raja akan datang."

"Sebentar lagi ... Kita akan memiliki raja."

"Segera ... Ah ... dia akan bangkit."

Para mawar begitu bersemangat seperti anak kecil yang mendapat permen, batang mawar bergerak melingkari satu sama lain.

Dunia luar tidak dapat mendengar kata-kata mereka, hanya suara gemerisik antara daun yang terdengar. Bahkan Ken sedikit mengeryit merasa terganggu baru.

Saat itulah para mawar sedikit tenang, bergerak perlahan ke arah Ken. Bagi mereka, ini adalah kabar yang paling dinanti setelah sekian lama tahta itu kosong. Mereka mulai membagikan berita pada roh mawar lainnya.

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status