Suasana mobil menjadi hening, Charlos dan Ken tenggelam dalam kekhawatiran dipikiran mereka masing-masing.
Charlos mengingat kejadian saat mereka kecil, sekitar umur sepuluh tahun. Ketika Charlos akan pergi bermain bersama teman-temannya, tapi Ken waktu itu memegang tangan Charlos berkata, "jangan ke sana atau kalian akan mati." Mendengar hal itu, anak-anak lain mundur ketakutan menjauhi Ken, beberapa mengerutkan kening menatapnya. "Dia anak aneh." "Tinggalkan dia, jangan ajak lagi dia bermain." "Ayo pergi, jangan pedulikan kata-katanya, ayo Charlos." Charlos ingat dengan jelas waktu itu, Ken memegang erat tangan Charlos. Ken menatap dan menggelangkan kepala, lalu menatap dengan menusuk pada anak-anak lain. Ken sudah muak dengan ejekan mereka yang menyebutnya aneh, tapi ia tidak mempermasalahkan hal itu. Baginya mereka hanya sekumpulan anak berisik yang menjengkelkan, yang akan segera pergi. Charlos memilih untuk menuruti Ken dan berdiri melindungi Ken dari anak-anak lainnya. "Jangan menyebut Ken aneh, dia tidak aneh. Aku tidak akan pergi, aku akan bersama Ken saja." Anak-anak lain mencibir dan meninggalkan Charlos dan Ken, Ken sendiri hanya melirik mereka lagi dengan dingin tanpa emosi. Ia tidak peduli dengan mereka, karena yang terpenting sekarang adalah memastikan Charlos aman. Tidak lama setelah anak-anak keluar dari gerbang sekolah, sebuah mobil dengan kecepatan tinggi menabrak gerbang tersebut. Jeritan pilu memenuhi udara. Wajah Charlos membeku, ketika melihat dengan matanya sendiri teman-temannya bersimbah darah. Nafasnya tercekat dan seluruh tubuhnya kaku. Charlos terdiam sebelum merasakan tepukan lembut di kepalanya, dan mendengar kata-kata Ken. "Syukurlah, itu bukan kau yang mati." Melihat wajah Ken yang tenang, hati Charlos gemetar ketakutan hingga wajahnya langsung memucat. Sebelum rasa mual yang hebat membuatnya muntah dan mulai menangis tersedu-sedu. Wajah Ken yang semula tenang berubah panik. Wajahnya memucat saat melihat Charlos muntah dan menangis, tidak tahu harus berbuat apa untuk menenangkan Charlos. Namun tangan yang memegang Charlos mejadi semakin erat, untuk menyatakan dukungannya. "Jangan menangis, aku bersamamu." Sejak saat itu, perasaan takut membuat Charlos bingung bagaimana menghadapi Ken. Ia sempat tak mau bertemu Ken sampai ibunya, Caroline, berkata, "Charlos, jangan takut pada Ken. Sama sepertimu Ken juga ketakutan, hanya saja kau tahu Ken selalu bersikap tenang." Caroline membelai lembut rambut Charlos. "Ken merasa sangat sedih saat tahu kau tak mau bertemu dengannya. Ketahuilah, Ken tidak akan melukaimu, ia akan selalu melindungimu karena kau adalah saudaranya, keluarganya. Jadi renungkan dan tenangkan dirimu. Setelah itu, coba temui lagi Ken, oke?" Charlos terdiam sebelum akhirnya ia mengangguk. Tak lama setelah Caroline pergi Ken mengetuk pintu kamar Charlos. Charlos berdiri ragu-ragu untuk mendekati pintu, kemudian mendengar suara Ken dari luar. "Maaf ... Charlos, maafkan aku membuatmu takut, tak apa jika kau tak mau bertemu denganku lagi, jangan dengarkan ucapan bibi. Sekali lagi maafkan aku." Setelah Ken pergi, Charlos terdiam dan menatap pintu lama, memikirkan kembali kata-kata ibunya. Di sisi lain ketakutan masih membayangi dirinya, namun di sisi lain Ken tetap keluarganya dan tidak akan menyakitinya. Butuh beberapa saat sebelum Charlos menarik napas dalam-dalam, dan menyusul Ken. "Ken tunggu," teriak Charlos membuat Ken berhenti dan menatapnya. "Aku memang takut padamu, tapi bukan berarti aku tidak mau berteman denganmu. Aku ... aku hanya kaget, dengar itu, aku hanya kaget. " Charlos lega setelah mengatakan hal itu, tapi terkejut ketika ia menatap Ken. Di sana Ken berdiri dengan mata dan hidungnya merah. Air mata mengalir di pipi Ken, ia langsung memeluk erat Charlos sambil berkata dengan terisak. "Terima kasih Charlos, aku ... aku ... aku takut kau tak mau berteman denganku lagi. aku ... aku pasti akan menjagamu." Ken ketakutan saat Charlos tidak mau bertemu denganya lagi, satu-satunya yang membuatnya bertahan selain ayahnya adalah Charlos sendiri. Ken mencoba menunggu beberapa hari setelah kejadian itu, tapi menjadi semakin cemas karena Charlos tidak kunjung mendatanginya. Ia tidak rela untuk kehilangan Charlos. Jika tahu akan seperti ini, mungkin Ken akan mencoba mencegah anak-anak yang lain, sehingga Charlos tidak ketakutan dan menjauhinya. Walaupun Ken sama sekali tidak peduli pada mereka. Untuk pertama kalinya, Charlos melihat Ken menunjukkan emosinya dengan menangis begitu kencang, sementara Charlos yang dipeluk masih terkejut melihat Ken menangis. "Ken kau kenapa? maafkan aku, tolong jangan menangis." Tangis Ken justru semakin kencang, bahunya gemetar tak terkendali. Membuat Charlos yang semula hanya terkejut, kini ketakutan dengan jantungnya berdetak kencang dan ikut menangis. Sampai Caroline datang dan menenangkan mereka berdua, hingga mereka tertidur karena kelelahan. Sejak kejadian itu Charlos benar-benar tidak takut lagi pada Ken, dan juga melindungi Ken dengan selalu bersama Ken atau memperkenalkan Ken dengan teman-temannya. Tanpa sadar sudut mulut Charlos melengkung, mengingat kekonyolan dirinya sendiri. Sekarang tampaknya, ia harus mengakhiri hubungan lebih awal dari biasanya. Charlos terkenal dengan tiga bulan hubungan sebelum berganti pasangan, sehingga para wanita akan memanfaatkan itu untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan. Charlos juga akan memberi apa pun asalkan tidak keterlaluan, karena ia juga bingung menghabiskan uang jajan yang terus menumpuk. Jadi Charlos hanya menganggapnya sedekah bagi para pengemis. "Jangan terlalu khawatir, Ken." Tangan Ken mengencang di sekitar setir, menarik nafas dalam-dalam, berkata dengan tekad. "Aku akan mencoba." *** Setelah sampai di rumah, Ken langsung lari menuju rumah kaca. Aroma mawar yang harum menyambutnya. Ken membaringkan diri di sofa yang dilengkapi bantal dan selimut, suhu yang diatur membuatnya menjadi lebih nyaman. Dikelilingi oleh rimbunya mawar, membuat hatinya yang gelisah sedikit mereda. Rumah kaca ini dibangun khusus oleh ayahnya untuk sang ibu, dengan hanya mawar merah favoritnya yang tumbuh di sini. Bahkan katanya, ibu sendiri yang merawat bunga-bunga ini. Saat Ken masih kecil ayahnya pernah berkata, "Ken jika kau merasa takut, sedih, atau gelisah, datanglah ke sini jika ayah tak ada bersamamu. Percayalah, di sini akan membuatmu tenang." Gerald menjelaskannya dengan lembut. Melihat Ken mengangguk patuh, ia mengecup dahinya puas. Memang benar bahwa hanya di tempat inilah, Ken merasa begitu damai dan tidak ketakutan. Beberapa minggu terakhir ini, Ken melihat lagi hantu-hantu itu. Sejak insiden masa kecil yang melibatkan teman-temannya, Ken tidak lagi melihat hantu atau cahaya hitam di tubuh seseorang. Tidak jelas kapan Ken melihat hal-hal menakutkan itu, tapi saat Ken kecil, ia sering melihat hantu yang berlumuran darah, hilang anggota tubuhnya, atau rusak di sekujur badan. Hal itu benar-benar membuat Ken ketakutan dan ingin meminta tolong pada ayahnya, tapi ia menahannya. Setelah membuat ibunya meninggal karena melahirkannya. Ken berpikir untuk tidak menjadi anak nakal dan merepotkan bagi ayahnya, serta menanggungnya sendirian. "Kata ibuku, kau membuat ibumu sendiri mati karena melahirkanmu. Kau anak nakal." "Benar, kau anak nakal. jauhi dia teman-teman." "Ayahmu juga pasti sangat membencimu, karena menjadi anak nakal." Ken mengepalkan tangannya erat-erat, begitu mengingat kembali kata-kata dari teman sekolah di taman kanak-kanak. Ken terkadang mengintip saat ayahnya duduk diam memandangi lukisan ibunya selama berjam-jam. Tatapan mata ayahnya kosong seolah kehilangan jiwa dengan kerinduan yang mendalam. Hal itu membuat Ken merasa semakin bersalah karena merusak kebahagiaan ayahnya, membuat ibunya berkorban untuk dirinya. Untuk mengatasi rasa takutnya, Ken selalu lari ke rumah kaca sesuai saran ayahnya, dan menemukan bahwa saat masuk ke sana, hantu itu akan lenyap. Jadi, Ken meminta Gerald untuk menyiapkan sofa yang juga bisa dijadikan tempat tidur. Ken tidak tahu bagaimana cara untuk menghilangkan cahaya gelap aneh di tubuh Charlos. Ken memaksa untuk menutup mata agar tertidur, supaya lebih tenang dan hanya berharap cahaya hitam di tubuh Charlos menghilang dengan sendirinya. Sulur dan cabang berduri mawar bergetar perlahan hingga terlihat dengan mata telanjang, bergerak sendiri tanpa ditiup angin. "Raja akan datang." "Sebentar lagi ... Kita akan memiliki raja." "Segera ... Ah ... dia akan bangkit." Para mawar begitu bersemangat seperti anak kecil yang mendapat permen, batang mawar bergerak melingkari satu sama lain. Dunia luar tidak dapat mendengar kata-kata mereka, hanya suara gemerisik antara daun yang terdengar. Bahkan Ken sedikit mengeryit merasa terganggu baru. Saat itulah para mawar sedikit tenang, bergerak perlahan ke arah Ken. Bagi mereka, ini adalah kabar yang paling dinanti setelah sekian lama tahta itu kosong. Mereka mulai membagikan berita pada roh mawar lainnya. ***Gerald mendapati dirinya di lingkungan yang tidak dikenal, sekelilingnya tampak remang-remang, suram, dan sunyi. Jenis kesunyian yang membuat merinding, seakan ada monster yang bersembunyi dalam gelap siap menerkam di saat lengah. Gerald juga merasakan kakinya basah. Melihat ke bawah, ada air hitam legam mengotori kakinya. Dengan tenang Gerald memindai sekeliling, hanya ada kegelapan yang terlihat. Saat Gerald mencoba melangkah untuk mencari jalan keluar, ada angin kencang yang mencoba menelannya dalam kegelapan. Gerald berusaha melawan, tapi mendapati kekuatannya tidak bisa digunakan. Gerald menahan angin dengan sekuat tenaga, sampai suara yang paling dirindukannya terdengar, membuat lengah. "Gerald." Ia tercengang melihat istrinya berada dihadapannya sekarang. Meraih tangannya dengan erat, mencegahnya agar tidak terbawa oleh angin. Alina berkata dengan suara keras penuh urgensi, "Gerald, aku tak punya banyak waktu. Jadi dengarkan, Ken dalam bahaya lindungilah dia." Alina me
Ken merasakan sengatan matahari begitu keluar dari gedung pengajaran, sore hari ini terasa begitu panas. Ken mampir ke toko minuman favoritnya dekat fakultas, membeli sebotol Lemon tea. Memikirkan minuman dingin itu saja sudah membuat Ken merasa segar. Ponsel Ken bergetar, ada pesan masuk dari Charlos. [Aku jalan-jalan dengan Sheila] Membaca pesan itu membuat Ken memutar matanya, menjawab dengan tidak peduli, yang lansung dibalas dengan stiker emoji seseorang yang mengirim Flying kiss, yang membuat Ken merasa mual. Kebiasaan untuk saling memberitahu posisi atau aktivitas apa yang dilakukan, entah itu Ken atau Charlos. Sudah biasa dilakukan semenjak mereka diberikan ponsel pertama mereka, yaitu saat di sekolah menengah pertama dan bertahan hingga sekarang. Bahkan meski rumah mereka bersebelahan, Charlos akan mengirim pesan atau menelepon Ken, ketika waktunya tidur atau hal sepele lainnya. "Apa ada yang salah di wajahku?" Ken akhirnya merasa tidak tahan, dan bertanya pada seorang
Sheila menyaksikan Ken dan Charlos terus terus berlari meski beberapa kali terjatuh, mereka dengan gigih berdiri. Ia tertawa lucu menyaksikan perjuangan mereka. Ketika melihat ke langit, Sheila mengangkat alisnya heran. Ada sebuah perisai besar yang mengelilingi gedung apartemen dan sekitarnya. Sheila sengaja melemparkan Charlos dan Ken, untuk mengetes apakah pemilik perisai datang untuk menghalangi atau melindungi kedua anak ini. Ia merasakan perisai aktif saat di dalam apartemen, bahkan saat kedua anak itu jatuh. Perisai yang melindungi mereka bukanlah energi yang sama dari perisai tersebut. Sheila waspada karena siapa pun yang mampu membuat perisai sebesar itu, bukanlah orang yang bisa Sheila hadapi sembarangan. Hasilnya, pemilik perisai tidak keluar untuk ikut campur dan membiarkannya. Terserah apa niatnya selama tidak mengganggunya, Sheila tidak peduli dan melanjutkan tujuannya. Tentakel Sheila melilit pinggang mereka berdua, dan membantingkan masing-masing ke arah yang be
Sheila menatap ke arah Ken yang pingsan dan mengerutkan kening, saat merasakan fluktuasi sihir dari tubuh Ken. Lalu tersentak, kaget saat tiba-tiba bersitatap dengan mata berwarna kemerahan, yang memancarkan rasa dingin dan haus darah milik Ken. Ken yang tiba-tiba membuka matanya, langsung mengirimkan sapuan rasa takut di hati Sheila, membuatnya mundur selangkah tanpa sadar. Momentum di sekitar Ken berubah, membuatnya membunyikan peringatan bahaya. Sulur mawar hitam berduri tiba-tiba muncul di sekitar tubuh Ken, merayap dan meliuk seperti ular. Sheila merasa seolah ditatap oleh banyak mata dari makhluk reptil berdarah dingin, seolah sedang mengamati mangsanya sebelum melahap habis mereka. Membuatnya gelombang dingin di tulang punggungnya. Bahaya, sulur itu berbahaya. Sheila semakin mengerutkan kening. Sulur itu bergerak merambat ke arah Ken, mencabut setiap tentakel yang menancap di tubuh. Ekspresi Ken berubah berkerut, menahan nafas dan mengatupkan bibirnya, saat mencabut tentak
Caroline sedang asik membaca buku ketika tiba-tiba tubuhnya tersentak. Ia diam mematung dengan pupilnya bersinar biru, lalu dengan cepat menutup matanya saat kilasan penglihatan dari kekuatannya yang muncul. Caroline melihat Charlos menindih Ken, sebelum dengan tergesa-gesa bangkit sambil membantu Ken. "Ken, lari!" Mata Caroline dengan tajam memperhatikan luka cakaran berdarah di bahu kiri putranya. Tempat itu adalah apartemen milik Charlos. Punggung Caroline langsung merasakan gelombang hawa dingin, setelah penglihatannya berakhir. Tubuhnya menggigil saat merasakan bahaya dan ketakutan yang dirasakan dalam penglihatannya. Caroline membuka mata, menarik nafas dalam-dalam, dan berusaha menenangkan diri saat mengepalkan tangannya yang mulai gemetar. Ia melemparkan buku dengan tergesa-gesa, mencari-cari ponsel dan mulai menghubungi nomor Charlos dengan cemas. Panggilan terhubung, tapi setelah sekian lama tidak ada yang menjawab. Hanya suara operator dingin yang menjawab, suara dingin
Ken terbangun dengan kepala terasa pening dan meringis, merasa sudah lama sekali kehilangan kesadaran. Hal terakhir yang diingat Ken adalah pingsan saat sedang menyiksa Sheila. Tubuh Ken tanpa sadar menegang waspada, dengan panik melihat sekeliling, mencari tahu di mana ia sekarang dan bagaimana keadaan Charlos. Ruangan ini gelap, tapi tidak sepenuhnya gelap. Ken masih bisa melihat dengan jelas lingkungan sekitarnya. Ken mencoba bangkit dan baru menyadari, bahwa ia sedang duduk di sebuah kursi. Kursi itu seperti yang biasa dipakai oleh seorang raja. Ada beberapa anak tangga yang berjumlah sekitar dua puluh, menuju ke bawah. Undakan tangga terakhir terhubung dengan sebuah kolam berbetuk persegi yang lumayan luas berisi air hitam, di mana sulur mawar muncul dari dalam kolam. Setiap sulur bergerak melingkari pagar-pagar di sisi kolam dengan tiang berukiran rumit, yang tidak bisa dilihat jelas oleh Ken dari tempatnya. "Kau sudah bangun?" Itu adalah suara wanita yang membantu
Semuanya bermula dari saat Alina sedang melahirkan Ken malam itu, Gerald merasakan kegugupan yang lebih besar daripada saat ia sedang melamar Alina. Menunggang kuda dengan lebih cepat dan tergesa-gesa untuk segera kembali ke mansion. Suara tapak kuda tampak terdengar lembut dan teredam saat menginjak tanah. Gerald pulang cukup terlambat setelah selesai menghadapi kemunculan tiba-tiba monster iblis di wilayahnya. Berita itu datang mendadak, sehingga ia terpaksa harus meninggalkan Alina. Gerald dengan cepat menyelasaikan pembasmian monster-monster terkutuk itu. Ketika kembali ke mansion Gerald disambut dengan sebuah penyerangan, yang membuat jantungnya berdebar kencang mengkhawatirkan keselamatan Alina. "Di mana istriku?" Kepala pelayan meski sudah tua, masih sanggup untuk bergerak melawan sekelompok penyusup asing, sambil menahan serangan berkata, "Dalta melindungi kamar Nyonya, Tuan." Aura biru gelap milik Gerald keluar mengelimuti pedang, setiap ayunan pedang menciptakan badai y
Pupil mata Ken melebar, menatap ayahnya dengan tidak percaya. Tubuhnya yang awalnya bersandar, berangsur-angsur tegang sepanjang Gerald sedang bercerita. Ken tidak tahu bagaimana harus bereaksi seperti apa terhadap kebenaran yang dipaparkan. Ia memilih menunduk, menatap kosong pada selimut putih di tempat tidur. Perasaan yang dirasakan Ken terasa campur aduk, antara lega dan tidak berdaya. Sejak kecil, rasa bersalah atas kematian ibunya, selalu ia asumsikan sebagai kesalahannya. Kini dengan kebenaran dari Gerald, membuat otaknya menyadari bahwa sebagai bayi, ia tidak bisa berbuat apa-apa untuk menjaga keselamatan ibunya, sehingga memang itu bukan kesalahannya. Namun, rasa bersalah yang tertanam di hati Ken hanya sedikit berkurang. Ia merasa jika tidak ada dirinya, ibunya tidak perlu berkorban, dan ayahnya tidak kehilangan kekasih tercintanya. Perasaan ini terasa mencekik Ken. Tangan yang semula meremas erat ujung selimut kini berganti meremas baju di dadanya. Dada Ken terasa ses
Pada saat ini Keres tiba-tiba berbicara di benaknya, "Ken, sekarang kau dapat melenyapkan jiwa mati yang merasuki atau mengganggu orang lain." Perkataan Keres membuat Ken tertegun. Artinya ia kini memiliki kendali untuk dengan bebas menangani jiwa yang menganggu itu. Meski begitu, Ken mengerutkan kening, merasa terganggu. "Apakah aku harus selalu mencampuri urusan orang lain?" "Tidak wajib, itu sesuai kehendakmu. Menyingkirkannya akan memberimu makanan untuk memperkuat sulurmu. Jika tidak, jiwa itu hanya akan berkeliaran dan mengganggu orang lain." Kerutan di wajah Ken berangsur-angsur menghilang setelah mendengar penjelasan Keres, ia hanya merasa terganggu ketika harus mencampuri urusan orang lain. Meski mendapat keuntungan, seringkali jiwa-jiwa itu memiliki tuntutan sulit sebelum bersedia melepaskan dendam mereka. Apalagi Ken sekarang berada di dunia immortal, jiwa-jiwa itu mungkin memiliki tuntutan yang semakin sulit. Bahkan mungkin membahayakan dirinya sendiri, mengingat ban
Setelah Mirk muncul, mereka semua mulai berangkat meninggalkan penginapan. Mereka kembali bertemu dengan resepsionis bermata seperti jeruk tangerine, untuk membayar biaya terakhir penginapan. Charlos tentu senang bertemu gadis imut itu lagi, memberikan senyuman genitnya. Gadis itu yang tidak mengharapkan senyuman dari Charlos, tercengang sebelum tersipu. Seluruh wajahnya memerah dan mulai berbicara dengan tergagap. Ken menghela nafas lelah dengan sikap nakal Charlos dan menyikut lengannya, memberi isyarat untuk berhenti menggoda anak gadis orang. Merasa sangat malu dengan kelakuan dari sepupunya, ingin sekali Ken segera menyeret keluar Charlos. Ken hanya bisa mengangguk untuk meminta maaf, dan segera membawa Charlos keluar setelah Mirk menyelesaikan pembayaran. "Charlos tahan dirimu, jangan bertindak terlalu mencolok," bisik Ken memberitahu. Charlos menghela nafas dramatis, seolah bisikan Ken menyakitinya. Namun sudut bibirnya melengkung ceria, ia membalas, "Baik, aku menahan diri
Melihat kuda monster yang memakan buah dengan nikmat, Charlos melihat buah biru yang sangat dingin di tangannya, merasa tergoda untuk mencicipi. "Apakah itu sangat enak?" tanya Charlos dengan konyol pada kuda. Kuda sepertinya mengerti dan menatap Charlos sekilas, tapi tetap melanjutkan makan seolah tidak mendengar apa-apa. Charlos mencibir melihat kuda yang mengabaikannya, menoleh menatap pada Ken yang mendekat. "Apakah buah ini bisa dimakan?" Ken mendengus sambil memutar matanya, masih kesal pada Charlos karena menghancurkan keindahan hutan. "Aku tidak tahu, jangan coba-coba memakannya." Matanya melotot memberi peringatan, tahu betul sikap Charlos yang akan tetap mencoba karena penasaran. Ia membelai surai kuda miliknya dengan lembut dan memberinya makan juga. "Itu bisa dimakan." Mirk muncul kembali diantara Ken dan Charlos dari asap ungu, memberitahu dengan senyuman khasnya. "Itu tidak beracun hanya sangat dingin, kuharap kau bisa tahan. Jadi kau bisa tenang mencicipinya." Men
"Kita sampai, ini tempatnya." Mirk melangkah ke samping dengan perhatian, memberikan Ken dan Charlos pemandangan yang jelas. Ken dan Charlos mengerutkan kening, merasakan firasat buruk saat melihat seringai Mirk yang lebar. Sekitar mereka hanyalah pepohonan dan rerumputan, dengan beberapa lubang kecil seukuran dua kepalan tangan orang dewasa di dekat akar pohon. "Apa maksudmu, di mana tempatnya?" tanya Charlos bingung, bibirnya mengerucut sebal menatap Mirk dengan jengkel. "Paman, berhenti main-main," ucap Ken dengan datar, terlalu malas untuk mengikuti lelucon dari Mirk. Ia hanya ingin segera menyelesaikan tugas secepat mungkin. Respon dingin dari Ken dan Charlos, membuat Mirk mengangkat tangan tanda menyerah. Namun senyum main-mainnya masih terpasang di wajahnya, sama sekali tidak memudar. "Kalian tidak seru, lubang kecil itu tempatnya." Segera Ken dan Charlos menatap lubang di dekat akar pohon dengan tidak percaya, mereka saling menatap dengan kebingungan di mata masing-masin
Ken duduk di samping ranjang melamun, suara pintu terbuka membawa kembali kesadarannya. Ia menoleh untuk melihat Charlos masuk sambil membawa nampan sarapan. "Kau tidur nyenyak, Ken?" Charlos menyimpan sarapan di meja, menyerahkan segelas susu hangat pada Ken sebelum duduk. Ken menunduk, perlahan jemarinya mengusap gelas kayu yang membawa panas ke telapak tangannya, mencari kenyamana untuk dirinya yang terjebak dalam ketidaknyamanan. Kemudian menjawab perlahan dengan penuh kelelahan, suaranya serak dan lesu akibat kurang tidur. "Aku tidak tidur nyenyak, bahkan aku tidak tahu kapan mulai tertidur. Apa kau juga begitu, Charlos?" Ken mendongak untuk mengamati wajah Charlos. Ada sedikit kelesuan di mata Charlos, tidak secerah biasanya. Lingkaran hitam di bawah matanya tampak mencolok di kulit cerahnya. Ken tidak bisa menahan diri untuk menghela nafas berat. Sebelum berangkat menuju dunia immortal, ayah mereka sudah mengimbau dari jauh hari untuk hal seperti ini. Bukan hanya m
Darua dapat melihat dengan jelas orang-orangnya dibantai dengan sangat cepat. Ia tidak pernah menyangka, bahwa ketiga orang asing itu mempunyai kekuatan yang luar biasa. Ia mendecakkan lidahnya, mengutuk dalam hati pada sekelompok orang yang tidak berguna. Bahkan tidak bisa melawan ketiganya, hanya dapat dilenyapkan denga mudah. Karena mereka tidak berniat untuk memberikan kalung tersebut, maka tidak peduli bagaimanapun caranya kalung itu harus menjadi miliknya. "Bersiaplah kalian berdua." Darua memerintah pada kedua orang di sampingnya. Ia sendiri langsung menyiapkan racun korosifnya. Racunnya melesat seperti ular hidup, berkelok-kelok dengan kecepatan mengerikan ke arah ketiganya. Menciptakan jejak samar abu-abu di udara serta desis yang mematikan. Charlos seketika membuat perisai dengan gerakan yang cepat, menahan serangan ular beracun yang menabrak perisai dengan keras seperti ombak ganas. Namun racun tidak dapat menembusnya, perisai Charlos tetap bertahan. Memberikan
Darua dengan malas bersandar pada kursi sambil menjulurkan kakinya pada meja, sama sekali tidak tertarik pada deretan benda aneh yang sedang dilelang. Kemudian matanya menangkap sosok laki-laki yang memakai jubah dan topeng, dia menoleh untuk berbicara dengan pemuda di sampingnya. Secara langsung Darua terpikat oleh matanya yang berwarna merah muda, begitu pula mata orang disampingnya yang berwarna ungu. Keduanya tampak mencolok diantara deretan orang-orang yang juga sama memakai jubah. Mau tidak mau membuatnya ingin terus menatapnya. Darua mendecakkan lidahnya merasa menyesal, andai saja pemuda itu seorang wanita, bisa dibayangkan bagaimana cantiknya hanya dari matanya. Juru lelang kemudian memperkenalkan sebuah kalung dengan permata berwarna abu-abu, salah satu orang di belakang Darua maju dan berbisik di telinganya. "Tuan, saya bisa merasakan energi sihir yang unik dari kalung itu. Benda itu cocok untuk hadiah pada Tuan Sharen." "Benarkah?" Darua mengangkat satu alisnya
Ken dan Charlos bangun dengan segar keesokan harinya, mereka berdua meminta izin untuk keluar daripada sarapan di penginapan. Selama beberapa bulan terakhir, keduanya bosan dan muak melihat monster serta terus mencium bau darah di hutan yang sunyi. Mereka merindukan suasana pasar yang sibuk dan penuh kehidupan dengan berbagai macam aroma makanan, mungkin dulu Ken dan Charlos tidak begitu menyukai keramaian dan merasa terlalu berisik. Sekarang setelah menghadapi pertarungan sengit antara hidup dan mati mereka dipertaruhkan. Serta kemungkinan mereka tewas di tempat yang sunyi, yang jauh dari jangkauan orang lain. Pengalaman itu membuat Ken dan Charlos merasa kedinginan, sehingga mereka lebih menghargai setiap momen santai saat ini. Keduanya segera memesan tusuk sate daging yang pedas, untuk menghapus semua stres yang menumpuk. Aroma gurih dan pedas membuat air liur mengalir, perpaduan antara kelembutan daging dan bumbu dalam mulut benar-benar memuaskan. Ken dan Charlos mengera
Mirk memberi kebebasan terhadap Ken dan Charlos untuk keluar dari penginapan dan menjelajahi dunia immortal di kota ini, lalu kembali saat hari sudah gelap. Pertama-tama, Ken dan Charlos keluar untuk melihat transaksi yang dilakukan sekaligus mencoba makanan unik di sini. Berbagai aroma rempah makanan tercium semerbak yang membuat orang ngiler, mereka juga menemukan buah-buahan yang berbentuk dan berwarna aneh. "Paman, buah apa ini?" Charlos menunjuk pada buah yang berwarna biru keunguan seukuran apel kecil. Paman pemilik kios dengan perawakann besar tersenyum ramah, dan menjelaskan dengan suara keras. "Sepertinya kalian baru di sini. Ini disebut apel Ubir, kalian cobalah." Paman itu memberikan satu untuk Ken dan Charlos. Ken merasakan buah apel di tangannya dingin seperti memegang es batu, merayapi telapak tangannya. Ada sedikit rasa penasaran dan keingintahuan di wajahnya, sebelum tanpa ragu langsung mencobanya. Teksturnya sangat renyah saat digigit, lalu Ken merasakan