Raka (27) baru menikahi Tiara, wanita yang ia cintai. Saat Tiara dinas ke luar kota, Raka tinggal di rumah mertuanya untuk sementara. Di sana, ia mulai merasakan ketertarikan tak terduga pada Mama Siska, ibu tiri Tiara yang mempesona di usianya yang ke-42. Awalnya, hanya perhatian wajar seorang mertua, tetapi perlahan, tatapan, senyuman, dan sentuhan kecil mulai menggoyahkan batas. Apakah ini sekadar permainan seorang wanita kesepian, atau ada sesuatu yang lebih berbahaya di baliknya?
Lihat lebih banyakAku duduk di mejaku, mengetik laporan, tetapi pikiranku tidak fokus. Beberapa kali aku menatap ke arah Reza tapi dia tetap menunduk, matanya tetap fokus ke layar laptopnya, seperti orang kehilangan semangat. Biasanya dia suka tersenyum kepadaku, mengeluh pusing soal pekerjaan sambil bercanda, tetapi hari ini? Dingin, seperti orang lain. Aku tidak nyaman, Reza sahabatku, dan aku tidak ingin ada masalah di antara kami. Aku harus bertanya, agar tidak ada salah paham. Saat jam istirahat tiba, aku berencana mengajak Reza mengobrol berdua. Aku berdiri, hendak mendekatinya, tetapi Liana mengajakku untuk makan siang bersama.“Raka, makan siang bareng, yuk!” katanya, tersenyum lebar.Aku menoleh ke Reza—dia sudah bangkit, berjalan cepat ke pintu.“Li, aku ada urusan dengan Reza dulu,” kataku buru-buru, menyusulnya. “Za! Reza!” panggilku saat dia sudah di lorong. Dia tidak menoleh, seolah tidak mendengar, padahal aku yakin dia tahu aku memanggilnya. Aku mengejar ke parkiran, tetapi dia sudah
Tak lama setelah aku duduk di meja, Liana masuk kantor dengan langkah cepat, hampir berlari kecil. Bukan Liana namanya kalau tidak heboh, dia menyapa semua orang dengan suara riang, membuat suasana kantor yang tadinya sepi menjadi ramai. Namun, matanya langsung mencariku, dan seperti biasa, dia segera menghampiri mejaku sambil membawa kantong plastik.“Raka, ini untukmu!” katanya, menyerahkan kantong berisi kue tapi ada apel dan jeruk juga kali ini.“Kemarin saudaraku memberinya banyak, jadi aku bawa untukmu.” Aku menoleh ke kantong itu, tersenyum. “Wah, terima kasih, Li. Tapi banyak sekali, kalau sebanyak ini nggak mungkin aku makan habis. Bagi ke yang lain saja, ya,” kataku.Aku merasa tidak enak kalau hanya aku yang mendapatkannya lagipula, aku tidak ingin membuat orang lain berfikir tidak baik. Liana mengangguk, lalu mulai membagikan buah ke Sarah, beberapa rekan lain, sampai ke meja Reza. Namun, Reza, seperti biasa, menolak mentah-mentah. “Tidak usah, Li. Aku tidak suka,” katan
Malam sudah larut, tetapi Tiara masih belum pulang. Bukannya aku peduli ataupun khawatir, tapi aku tidak habis pikir dengan sikapnya.Demi untuk kesenangan pribadi, dia sampai berbohong entah itu padaku, Mama Siska dan Nayla. Dia benar-benar keterlaluan, sudah saatnya kebohongannya aku bongkar.Sampai kemudian rasa kantuk datang, akupun tertidur pulas.Tengah malam, aku mendengar pintu kamar dibuka pelan, aku yakin pasti Tiara. Aku berpura-pura tidur, tidak mau membuka mata. Dia duduk di ranjang, di belakang punggungku. Aku mendengar getar ponselnya, pasti sedang chatingan dengan Alex. Aku menahan napas, menahan amarah, dan tetap diam sampai aku benar-benar tertidur lagi.Hingga pagi hari tiba, sandiwara kembali dimulai. Aku membuka mata, Tiara sudah di sampingku, merangkulku erat, lalu mencium keningku.“Mas, maaf, ya, semalam ada meeting sampai larut. Makanya tidak bisa makan malam bersama,” katanya, suaranya sangat manis, seperti istri penyayang.Aku hanya tersenyum kaku, menganggu
Setelah sampai rumah dan aku membantu membawa barang belanjaan ke dapur, Mama Siska mengatakan akan ganti baju dulu, lalu berjalan ke kamarnya. Aku juga pergi ke kamarku, menyimpan jaket.Saat melewati kamar Nayla, aku mendengar tawa mereka. Nayla dan teman-temannya masih berada di sana dan terdengar bising.Selesai menyimpan jaket, aku kembali ke dapur. Mama Siska sudah ada di sana. Dia mengenakan daster favoritnya yang sederhana, tapi entah mengapa membuatnya tampak anggun, bahkan begitu memikat.Aku buru-buru menoleh ke arah lain, takut dia menangkapku sedang memandangnya.“Ma, aku bantu memasak, ya,” kataku cepat, berdiri.Dia menoleh, alisnya terangkat. “Raka, dari tadi kamu membantu Mama terus. Memangnya kamu tidak capek?” tanyanya.Aku tersenyum, “Nggak ko, Ma. Sekalian aku ingin belajar memasak. Lagipula, aku merasa bosan berdiam diri di kamar mengerjakan pekerjaan kantor. Tapi memang sekarang sedang tidak ada kerjaan, makanya aku ingin bantu Mama."Sebenarnya, aku ingin bilan
Obrolan ramai bersama Nayla dan teman-temannya masih berlanjut, tetapi Mama Siska tiba-tiba berdiri.“Mama ke pasar dulu, ya. Mau belanja untuk makan malam,” katanya sambil melangkah ke ke kamar untuk bersiap.Aku langsung menawarkan, “Ma, aku antar, ya.” Dia menggelengkan kepala, “Tidak usah, Raka. Kamu pasti capek, lebih baik istirahat saja.”Tapi aku tetap memaksa.“Mama, aku bosan di rumah. Aku sama sekali tidak merasa capek, mumpung lagi libur juga. Lagipula aku bisa mengantar Mama pakai motor, lebih hemat daripada naik ojek atau naik angkutan umum. Lebih aman juga kan,” kataku, lalu berdiri.Teman-teman Nayla serentak berkata, “Iya, Tante, biar Abang Raka antar aja!”Nayla ikut berkomentar, “Benar, Ma. Pulangnya juga jadi lebih cepat kan kalau Bang Raka antar.”Mama Siska menoleh padaku, lalu tersenyum kecil.“Ya sudah, kalau begitu ayo,” katanya akhirnya.Aku buru-buru ke kamar, mengambil jaket, lalu bergegas menyiapkan motor di depan rumah. Saat aku memanaskan mesin dulu, ent
Aku hanya mengangguk, berpura-pura percaya, padahal aku tahu itu pasti bohong. Pasti dia bertemu Alex lagi.Dia pergi sekitar pukul sembilan pagi, dan aku malah merasa lega tidak perlu mencari alasan untuk keluar dari rumah.Kini di rumah tinggal bertiga—aku, Mama Siska, dan Nayla. Setelah kami selesai sarapan, Nayla tiba-tiba berbicara.“Ma, teman-teman kampusku boleh datang ke sini, nggak? Kami mau kerja kelompok,” pintanya, matanya cerah penuh harap.Mama Siska tersenyum, “Boleh, Nay. Ajak saja.” Nayla sangat senang, langsung tersenyum lebar.Aku menoleh kepadanya, iseng. “Anak muda gak main ke luar saja? Kenapa malah main di rumah?” tanyaku, sengaja menggoda. Dia cemberut, “Ya, agar sekalian kerja kelompok, Bang! Lebih enak di rumah,” jawabnya cepat.Aku tertawa kecil, melanjutkan menggodanya. “Oh ya, Nay, si cowok yang suka mengganggu kamu itu bagaimana kabarnya? Masih mengejar-ngejar kamu?”Matanya langsung membulat, pipinya memerah.“Bang! Jangan bahas dia, aku malas!” katany
Hari ini pekerjaanku di kantor lancar. Saat jam pulang tiba, aku melihat Liana berjalan bersama Sarah ke luar menuju tempat parkiran.Aku sempat menoleh ke Reza—ia berdiri di sudut, matanya seolah mengawasi Liana. Aneh, pikirku. Mereka kan tidak akur.Apa dia menunggu Liana? Tetapi rasanya tidak mungkin.Aku pamit lebih dulu kepada Liana dan Sarah, lalu mendekati Reza.“Za, pulang bareng, yuk,” ajakku.Ia hanya tersenyum, “Kamu duluan saja, Raka. Aku masih ada urusan.”Aku bingung apa yang ingin dia lakukan, tetapi tidak bertanya lebih jauh karena aku pikir itu memang urusan pekerjaan.Aku langsung naik motor dan pulang.Jalanan masih ramai, karena hari ini aku pulang tidak terlalu malam.Saat sampai rumah, aku membuka pintu dan mendengar suara percakapan. Aku masuk, ternyata Tiara sudah pulang. Ia dan Mama Siska sedang duduk di ruang tamu, mengobrol santai. Mereka menoleh kepadaku, tersenyum, dan Mama Siska berdiri.“Raka, Tiara, Mama ke belakang dulu, ya,” katanya, lalu pergi, menin
"Ah benar juga. Kamu tenang aja, Raka. Aku akan selalu bantu kamu, apapun masalahnya, bahkan untuk buat Tiara menyesal," katanya tiba-tiba.Kalimat Liana benar-benar di luar dugaanku.“Li, kamu …”“Aku justru senang kalau kamu bisa kasih tahu aku soal masalah kamu, bahkan bisa bantu kamu. Aku anggap, apa yang kita lakuin ini adalah bantuan untuk kamu. Lagipula, aku juga suka kalau bisa terus sama kamu.” Liana tersenyum lebar.Liana benar-benar membuatku tidak habis pikir. Aku tidak akan membuang kesempatan emas ini.“Terima kasih, Li.”Sesampainya di depan rumah Liana, ia turun, melepas helm, lalu menatapku."Masuk dulu, Raka. Sebentar aja," ajaknya penuh harap.Aku menggeleng pelan. "Lain kali ya, Li. Aku lagi capek banget hari ini.""Ya udah, hati-hati di jalan ya!" katanya sambil tersenyum.Sebenarnya aku malas pulang, apalagi harus bertemu Tiara. Tapi, tidak enak juga kalau aku sampai pulang telat.Sampai di rumah sudah larut malam. Lampu ruang tamu mati, Mama Siska dan Nayla sepe
Keesokan paginya, kami sarapan bersama. Nayla tampak memperhatikan Mama Siska dengan pandangan heran.“Mama habis keramas, ya? Wangi samponya enak banget,” katanya polos.Kulihat Mama Siska tampak sedikit panik.“Iya, Nay. Semalam gerah sekali jadi rambut Mama lepek,” jawabnya cepat.Nayla mengernyit. “Memang, AC kamar Mama rusak?”Aku dan Mama Siska saling diam. Entah kenapa jantungku ikut berdegup kencang.Saat ini, rambutku juga masih basah karena baru keramas. Aku khawatir, Nayla juga akan menanyakan hal yang sama.Untungnya Tiara menimpali, “Iya, Nay. Kakak juga tadi malam merasa gerah padahal AC udah nyala. Mungkin kamu saja yang sedang tidak enak badan.”Aku merasa lega. Setidaknya, pernyataan Tiara bisa meredakan suasana.“Mungkin memang begitu, Nay,” kataku, berpura-pura khawatir.Aku mengangkat tanganku ke keningnya, dan Nayla langsung memerah. Ia tergagap, sedikit mundur, dan kami pun tertawa bersama.Suasana menjadi cair, dan aku bersyukur Tiara dan Nayla tidak mencurigai
Hujan deras mengguyur malam itu, menciptakan simfoni yang seharusnya menenangkan. Tapi tidak untukku. Aku terjaga di atas ranjang, menatap langit-langit kamar dengan pikiran yang berantakan, seperti hujan yang mengguyur tanpa henti. Seharusnya di sebelahku ada istriku yang menemaniku, di saat cuaca dingin begini aku hanya bisa memeluk guling.Aku sudah membayangkan bisa bercinta semalaman dengan istriku, padahal baru beberapa hari saja kita resmi menjadi suami-istri. Memang di saat malam pertama pernikahan kita, aku sudah bercinta dengannya semalaman suntuk tanpa henti. Sekarang benda pusaka ku ingin memuntahkan lahar panas nya, tapi sekarang aku sendirian tidak mungkin jika aku sampai jajan di luar. Aku punya nafsu yang tinggi, apalagi cuaca dingin begini, semakin besar keinginanku untuk bercinta.Ponsel di tanganku masih menyala, menampilkan pesan suara dari Tiara."Sayang, jangan lupa makan ya. Mama pasti bakal perhatian sama kamu, jadi gak usah khawatir."Suara Tiara terdengar lem...
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen