Aruna membutuhkan uang untuk pengobatan ayahnya, dan dia menawarkan diri untuk menjadi Ibu pengganti untuk anak presdir tampan yang bernama Bastian. Bukannya mencari keuntungan, tapi Aruna hanya bersikap realistis. Dia butuh uang, dan Bastian membutuhkan Ibu untuk anaknya. Bukannya impas? Atau ... ada kejutan lain di depan sana nantinya?
Lihat lebih banyakBab 17 Sisi LainSalah satu rumah kecil di perkampungan itu tampak sepi. Hanya ada Aruna yang sibuk memasak di dapur, sebab satu jam lalu, Heru mengajak Fathan dan Bastian pergi memancing di sungai."Aku pikir, laki-laki kayak Mas Bastian gak pernah mau diajak pergi ke sungai," ucap Aruna sambil berkacak pinggang. Teringat lagi bagaimana dinginnya wajah Bastian kemarin malam, yang sudah siap mengomelinya karena datang ke kampung tanpa izin.Aruna memindahkan semua masakannya ke dalam rantang. Sebelum menyusun rantang-rantang itu, ia melihat lebih dulu hasil masakannya. Ayam goreng, telur balado, tempe, dan tentunya tahu goreng. Hanya menu sederhana itu yang ia buat. Satu pertanyaannya, apakah Bastian dan Fathan akan suka?"Gimana kalau mereka gak suka?" tanya Aruna was-was. Ia ingin pergi ke pasar Subuh tadi, tetapi jarak antara rumah dan pasar yang jauh, serta minimnya kendaraan umum yang beroperasi di pagi hari, membuat Aruna terpaksa memasak menu seadanya."Kita liat aja nanti." Ar
Bab 16"Mama!" Fathan berlari menghampiri Aruna, melewati semua perempuan paruh baya bermulut julid. Anak lelaki itu memeluk sang ibu sangat erat.Sementara Aruna terkesiap. Sungguh, ia tak menyangka kalau Bastian dan Fathan akan menyusulnya ke kampung! Perasaan Aruna sudah tak karuan, takut sekali jika Bastian akan bicara macam-macam di depan semua orang."Ini cucu Kakek?!" Heru yang baru saja keluar dari rumah pun memekik bahagia. Kedua kakinya yang sedikit ringkih makin giat melangkah. Ia memeluk Fathan dan mengusap puncak kepalanya.Sementara Bastian malah tersenyum. Ia bukan senang karena melihat Aruna, tetapi senang lantaran putranya tak lagi menangis histeris seperti saat berada di rumah mereka. Bastian berjalan lurus, menyalami sang ayah mertua dengan sangat khidmat.Semua orang yang melihat itu pun kontan merasa tertampar. Padahal mereka sudah mengatakan yang tidak-tidak tentang Bastian, tetapi lelaki yang menjadi buah bibir itu malah datang dan bersikap sangat baik pada Heru
Bab 15Aruna tertegun mendapatkan pernyataan semacam itu. Jantungnya seakan berhenti berdetak, apalagi ketika Yanti menatapnya seraya memicingkan mata."Soalnya aneh lho, Run. Suami kamu itu kaya raya, dia punya perusahaan besar di Jakarta. Tapi kenapa dia malah biarin istrinya pulang kampung naik bus travel? Kalau memang suami kamu itu sibuk, harusnya dia tetep ngasih kamu mobil sama sopir, supaya kamu aman selama perjalanan." Yanti benar-benar menumpahkan semua keanehannya.Awalnya ia ingin menahan itu semua. Namun, Yanti yang terbiasa bicara ceplas-ceplos dengan Aruna pun tak bisa tinggal diam. Hatinya resah karena Aruna malah dibiarkan pergi sendiri. Lantas apa gunanya Bastian kalau begitu?"Mas Bastian udah maksa aku, Bi. Tapi aku nolak semua fasilitas yang udah disiapin sama Mas Bas." Lagi-lagi Aruna harus berbohong. "Selama di Jakarta, aku ini gak bisa bebas pergi kemanapun sendirian, selalu ada aja orang yang disuruh sama Mas Bas buat ngikutin aku. Kalau aturan itu dibawa ke k
Bab 14Lelaki yang tengah menginap di hotel, usai menghadiri pertemuan antar pebisnis di seluruh ibu kota itu menggeram penuh amarah, setelah mendapatkan kabar dari kepala asisten rumah tangganya."Bu Aruna tidak ada di rumah, Pak. Dari tadi Den Fathan tidak mau berhenti menangis."Segera saja Bastian mengemas semua barangnya, dan ia pun memutuskan pulang detik itu juga. Sepanjang perjalanan, Bastian kerap melayangkan sumpah serapah. Sopir pribadi yang mengantarnya pun menjadi sangat gelisah. Lelaki paruh baya itu takut kalau ia kena getahnya.Akan tetapi, syukurlah kali ini tidak begitu. Bastian tergesa menghampiri Fathan, setelah mobil mewah yang ditumpanginya berhenti di sebuah halaman rumah yang luas dan asri.Semua pekerja terlihat was-was. Tak ada yang merasa tenang, saat Bastian pulang dengan wajah memerah seperti saat ini."Fathan?" panggil Bastian masuk ke dalam kamar sang putra."Papa!" Tangis Fathan makin pecah. Ia beranjak dan memeluk Bastian sembari tergugu. "Mama di mana
Bab 13"Yeee ... Mama mau nganter aku!" Fathan bersorak heboh saat Aruna turun dari lantai dua dan menghampirinya.Mereka pun berangkat bersama tanpa sopir pribadi, karena Bastian yang akan menyetir. Selama perjalanan itu, Fathan begitu ceria. Aruna juga tak kalah bersemangat menimpali setiap pertanyaan dari anak sambungnya.Hingga sampai di sekolah, Bastian dan Aruna keluar dari mobil, mengantar Fathan sampai ke lobby sekolah. Mereka melambaikan tangan. Satu-satunya kekompakan yang jelas terlihat, berasal dari bibir keduanya yang sama-sama tersenyum, saat melihat Fathan disambut hangat oleh para guru yang sengaja menunggu para murid tepat di depan pintu lobby."Setelah ini jangan pergi ke mana pun!"Aruna menoleh pada sang suami. Ia pikir Bastian sudah bertaubat, tapi lelaki itu tetap memberikan peringatan saat mereka sudah berada di dalam mobil, dan akan menempuh perjalanan menuju rumah."Itu artinya, aku gak bisa lagi nganter jemput Fathan, dan kamu gak bisa maksa aku!" balas Aruna
Bab 12Permintaan Fathan tak akan pernah bisa ditolak, Bastian tahu itu. Ia terkesiap saat sang putra naik ke lantai atas. Bastian segera menyusul. Berbagai cara ia lakukan agar Fathan tak mengajak Aruna, tetapi putra semata wayangnya tak pernah mau mendengarkan.Fathan itu keras kepala, sama seperti Bastian."Fathan!" panggil Bastian terpaksa sedikit meninggikan suaranya.Kedua kaki mungil itu tetap melangkah menuju kamar utama. Fathan membuka pintu, tetapi kamar tersebut kosong. Tak ada Aruna di dalamnya."Mama mana, Pa?" tanya Fathan berbalik. Ia sudah memeriksa ke kamar mandi, wardrobe, sampai ke balkon kamar. Namun, lagi-lagi Aruna tak bisa ditemukan. "Tadi Mama naik ke atas, 'kan?""Mama ada di kamar yang lain," ucap Bastian terpaksa memberitahu. Di depan Fathan, ia tak bisa terlalu banyak berbohong. Bastian juga tahu, kalau putranya ini sangat cerdas. Jika Fathan mencium sesuatu yang mencurigakan, maka bocah lelaki itu tak akan berhenti mencecarnya dengan banyak pertanyaan."Lh
Bab 11Aruna berbalik. Pertama, ia mengerutkan kening karena sang suami sudah ada di rumah tepat pukul tiga sore. Kedua, napasnya sedikit tertahan saat sadar, mungkin saja Bastian akan marah mendapati lelaki asing berada di rumahnya. Apalagi lelaki itu melipat tangan di dada, sembari menghunuskan tatapan tajam penuh peringatan."Mas Bastian pasti belum tau siapa Chef Akbar ini," gumamnya dalam hati, bergegas meninggalkan area dapur demi menyusul sang suami yang masih berdiri dengan raut datar."Ini Chef Akbar, Mas. Beliau yang akan mengajari aku memasak," terang Aruna berusaha tak menanggapi tatap tajam dari Bastian."Kalian akan belajar di sini tiap hari?"Aruna mengangguk"Kamu ikut saya, kita bicara di atas!"Perasaan Aruna sudah sangat tak keruan saat mendapatkan titah seperti itu. Namun, tentu saja kedua kakinya tetap melangkah, mengekor langkah panjang Bastian yang sampai di kamar mereka lebih cepat. Dari belakang, Aruna sudah menebak bagaimana napas dari suaminya yang terkadang
Bab 10Kekecewaan tampak jelas di raut Aruna. Perempuan itu menatap Marini, memohon agar diizinkan pergi ke luar. Namun, sayangnya Marini tetap menggelengkan kepala."Maaf, Bu," ucap Marini sekali lagi."Apa alasannya, Bi?" tanya Aruna penasaran. Disisi lain, ia juga merasa Bastian telah berlebihan. "Kayaknya Mas Bastian mau ngurung saya di rumah ini pake cara yang halus, ya?"Marini tidak berani menjawab. Sebagai kepala asisten rumah tangga yang sudah bekerja belasan tahun di rumah Bastian, tentunya ia harus selalu menuruti segala titah dari sang tuan."Saya mohon kerjasamanya, Bu," pinta Marini dengan sangat.Secepat mungkin Aruna memutar otak. Ia akan mencari jalan agar dirinya bisa keluar dari rumah, dan Marini tetap bisa patuh pada Bastian."Begini aja, Bi, gimana kalau Bibi Mar bohong sama Mas Bastian? Dia juga gak akan tau, kok, kalau kita kerja sama," bujuk Aruna.Hal pertama yang dilakukan oleh Marini adalah terkesiap. Kontan kepalanya menggeleng, sebagai bentuk penolakan ata
Bab 9Aruna menjadi orang pertama yang sangat terkejut akan pengakuan Bastian. Kepalanya langsung menoleh. Aruna ingat sekali, sejak ia meminta maaf pada Bastian di malam itu, mereka hanya bicara sekedarnya saja. Keduanya akan tampak akur di depan Fathan, kemudian bersikap seolah tak saling kenal, jika bocah lelaki itu tak ada di rumah."Tapi, Mas, apa yang diomongin sama Arinda itu bener, kok! Aruna memang pantas mendapatkan perlakuan seperti itu!" Riani angkat bicara."Tuh, kan! Yang berpikir kayak gitu bukan cuma aku aja, Mas!"Bibir Bastian menipis. Selama beberapa saat ia tak mengatakan apa-apa, dan hanya fokus menatap semua orang yang ada di gazebo. Hal tersebut sukses membuat nyali para adik sepupunya perlahan menciut. Bagaimanapun juga, Bastian masih menegang tahta tertinggi sebagai cucu pertama, juga sebagai pemimpin perusahaan keluarga.Siapa pun yang berani menentangnya, sudah pasti akan didepak dan tak akan pernah mendapatkan posisi bagus nan terhormat di perusahaan milik
Bab 1"Saya terima nikah dan kawinnya, Aruna Rumaisha binti Heru Muchtar dengan mas kawin tersebut, dibayar tunai!" Suara Bastian Widjaya menggema melalui pengeras suara.Penghulu menatap para saksi. "Sah?""Sah!" Serempak semua orang mengucap kata serupa, diakhiri kalimat hamdalah sebagai pertanda syukur atas halalnya hubungan Aruna dan Bastian.Aruna mencium tangan lelaki gagah yang telah menjadi suaminya. Jepretan kamera dinyalakan. Senyum salah tingkahnya tercipta, saat Bastian memegang kedua pundaknya, kemudian melabuhkan satu ciuman di kening."Emang bener, ya, suaminya si Aruna itu orang kaya?" Perempuan seumuran Aruna yang duduk tak jauh dari meja pelaminan, mencolek lengan temannya yang tengah terharu. "Apa jangan-jangan Aruna bohong, ya?""Ah, gak mungkin! Emangnya kamu gak bisa liat, gimana dekorasi pernikahannya Aruna? Kalau suaminya itu gak kaya raya, mustahil dia bisa sewa MUA terkenal di kota kita!""Dia pasti main pelet!" tuduh Evi yang langsung mendapatkan pelototan d...
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen