Home / Urban / Tergoda Pesona Ibu Mertua / Bab 6. Menolak dengan Tegas

Share

Bab 6. Menolak dengan Tegas

last update Last Updated: 2025-03-19 18:31:44

Mama Siska menatapku, ekspresinya sulit diartikan. Ada sesuatu dalam sorot matanya yang jelas tidak seharusnya ada.

Namun, saat aku hendak menciumnya lagi, tiba-tiba bayangan wajah Tiara muncul di kepalaku. Aku langsung menegakkan punggungku, menarik tanganku perlahan, lalu berbalik memunggungi Mama Siska lagi. "Ma, ini nggak benar."

Ia terdiam, lalu menunduk. Aku bisa melihat jemarinya mengepal di atas selimut. Ada rasa kecewa di sana, tapi juga kesadaran.

Aku menghela napas, lalu bangkit dari ranjang. Mata Mama Siska masih tertuju padaku, tapi kali ini berbeda—tidak lagi ada keinginan yang terselubung, hanya ada kelelahan dan sedikit rasa malu.

"Maaf, Raka…" katanya, suaranya nyaris berbisik.

Aku menatapnya sejenak, lalu mengangguk. "Istirahatlah, Ma. Kalau ada apa-apa, panggil saja aku."

Tanpa menunggu jawaban, aku melangkah keluar kamar dan menutup pintu pelan-pelan.

Aku tidak ingin mengkhianati Tiara, aku berusaha tetap setia dan sabar menunggunya.

Di kamarku sendiri, aku duduk di tepi ranjang, merasakan napas yang masih sedikit berat. Semalaman pikiranku berputar-putar, dan ketika akhirnya aku bisa tidur, ternyata matahari hampir terbit.

Ketika alarm berbunyi, kepalaku terasa berat, tubuhku lemas. Aku bangkit dengan enggan, berusaha mengumpulkan energi untuk berangkat kerja.

Aku tidak melihat Mama Siska di ruang makan, juga di ruang tengah. Mungkin dia sengaja menghindar, atau mungkin memang masih tidur. Aku tidak terlalu memikirkannya.

Di kantor, aku langsung duduk di meja kerja dengan lesu. Mataku terasa panas karena kurang tidur. Aku menyandarkan kepala ke kursi, berharap bisa mengurangi pusing yang kurasakan.

"Lho, Raka, kamu sakit? Kamu kelihatan pucet gitu."

Aku mendongak dan melihat Liana berdiri di samping meja, ekspresi khawatir terpampang jelas di wajahnya.

"Nggak kok, cuma kurang tidur aja," jawabku singkat.

Tapi, Liana tidak percaya begitu saja. Tanpa peringatan, dia mendekat dan menempelkan telapak tangannya di keningku. Aku terkejut, tapi terlalu lemas untuk bereaksi.

"Kamu panas," katanya dengan nada cemas.

Aku berdeham pelan, mencoba mengabaikan sensasi aneh saat kulitnya menyentuh keningku. "Nggak apa-apa kok, Li."

Liana mengernyit.

"Tunggu sebentar," katanya sebelum berbalik dan berjalan ke meja kerjanya.

Tak lama kemudian, dia kembali dengan sekotak makanan dan meletakkannya di meja kerjaku.

 "Kamu pasti belum sarapan, kan? Nih kamu makan aja," katanya santai.

 Aku melirik makanan itu. "Loh, ini makanan kamu?"

 Liana mengangkat bahu. "Aku tadi masak kebanyakan. Buat kamu aja."

 Aku terdiam sejenak, lalu tersenyum tipis. "Makasih, Li."

Namun, sebelum aku sempat membuka kotak makan itu, Reza, teman kerjaku, sudah menyahut dengan nada iri.

"Wih enak banget nih yang dibuatin makanan sama primadona kantor?" katanyanya sambil melirik ke arahku.

Aku menggeleng pelan, lalu menggaruk kepala belakangku yang sebenarnya tidak terasa gatal. “Liana masak kebanyakan.”

Reza mengerutkan dahinya dan memasukkan tangannya ke saku celana. “Masa sih? Setau gue, Liana malah jarang masak deh.”

Aku menatap Reza sejenak, lalu beralih ke Liana. Sejujurnya, aku tidak begitu tahu soal Liana, tapi kalau pun dia memang kebetulan memasak dan porsinya terlalu banyak, memangnya kenapa?

“Masih gak paham?” kata Reza lagi. Kali ini ia terlihat menahan senyumnya.

Liana mendengus, lalu pergi kembali ke mejanya. "Ah, udahlah."

Reza menatap Liana yang berlalu sambil terkekeh, lalu pandangannya beralih kepadaku. “Disuruh ke ruangan bos tuh.”

Aku mengangguk pelan. Namun, ketika aku bangkit dan bersiap untuk pergi ke ruang Bu Alicia, Reza justru masih menatapku dengan senyum anehnya. “Kenapa lagi?”

"Kayaknya, lu cowok paling spesial di kantor ini deh. Liana si primadona kantor aja bisa kepincut sama lu, bahkan bos kita yang killer juga kayaknya tertarik sama lu. Sebenarnya lu punya jimat apa sih? Gue juga mau di deketin banyak cewek kali," ucap Raka sambil menyilangkan kedua tangannya.

"Mana gue tahu. Mungkin gue emang cowok paling ganteng di kantor ini, makanya cewek-cewek pada suka sama gue," jawabku sambil tertawa kecil.

"Gantengan juga gue dari pada lu," Reza gak mau kalah.

Aku hanya tertawa, tidak menghiraukan candaannya.

Sesampainya di ruangan Alicia, aku mengetuk pintu dan masuk.

"Silakan duduk, Raka," katanya dengan senyum khasnya.

Aku duduk di kursi di hadapannya. "Ada yang perlu saya bantu, Bu?"

Alicia menautkan jari-jarinya di atas meja. "Tentang proyek iklan kita dengan produk minuman itu, aku ingin kamu ikut meeting dengan mereka hari ini. Kita akan bertemu mereka di luar kantor."

Aku mengangguk. "Baik, Bu. Jam berapa?"

"Jam tujuh malam. Kita akan pergi bersama."

Aku bisa merasakan energi tubuhku mulai habis, tapi tidak ada pilihan lain. Aku harus tetap profesional. Proyek ini adalah salah satu proyek besar di kantorku. Jika aku bisa menanganinya dengan baik, aku bisa mendapat bonus dan mungkin juga jaminan untuk naik jabatan. Bagaimanapun juga, saat ini aku memang sedang mengumpulkan uang untuk membeli rumah pribadi dengan Tiara agar tidak lagi tinggal di apartemen.

"Baik, Bu," jawabku mantab.

Alicia tersenyum puas. "Bagus. Persiapkan dokumen yang diperlukan, lalu temui saya di lobi nanti. Aku percaya kamu bisa menangani proyek ini dengan baik."

Aku mengangguk dan keluar dari ruangan.

Hari ini akan panjang, pikirku dalam hati.

Namun, aku sudah terbiasa dengan hari-hari panjang seperti ini. Setidaknya malam ini bisa menghindari Mama Siska lagi. Aku berharap nanti malam Mama Siska sudah tidur, aku canggung jika harus bertemu dengannya.

***

Meeting malam itu berjalan cukup panjang. Aku dan Bu Alicia bertemu dengan klien di sebuah restoran hotel bintang lima. Klien kami adalah pengusaha besar yang cukup berpengaruh, jadi Alicia benar-benar ingin memastikan semuanya berjalan lancar.

Saat jam menunjukkan pukul 11 malam, pertemuan akhirnya selesai. Klien berpamitan, tetapi Alicia yang sejak tadi menyesap wine terus-menerus kini terlihat mulai kehilangan kendali. 

"Raka, kita sukses besar malam ini!" serunya dengan tatapan yang mulai kabur, suaranya terdengar serak.

Aku mengangguk pelan, tetapi juga mulai merasa panik karena Alicia yang tampak semakin kehilangan kesadaran. "Ya, Bu, syukurlah. Tapi, sebaiknya kita segera pulang."

Alicia tertawa kecil, lalu meraih gelasnya lagi. "Ah, aku ingin minum sedikit lagi..."

Namun, sebelum sempat meneguk minumannya, tubuhnya oleng. Aku dengan refleks menangkapnya sebelum ia jatuh dari kursi.

"Bu Alicia, ayo saya antar pulang."

Alicia tersenyum miring. "Kamu ternyata memang sangat tampan Raka. Coba kalau aku lebih muda... mungkin aku sudah mengejarmu sejak lama..."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Tergoda Pesona Ibu Mertua    Bab 7. Pengkhianatan di Balik Malam

    Aku pura-pura tidak mendengar ucapannya dan langsung membantunya berdiri."Ayo saya antar.” Akhirnya aku menggandeng tubuhnya yang lemas, kita berjalan menuju pintu keluar.Namun, ada satu masalah.Aku tidak tahu di mana rumah Alicia.“Bu, di mana alamat rumahmu?” Aku berusaha bertanya padanya.Namun, seperti dugaanku, percuma bertanya kepadanya karena kondisinya yang sudah terlalu mabuk untuk memberi tahu alamat rumahnya. Aku akhirnya memutuskan untuk menyewa satu kamar agar Alicia bisa beristirahat.Sesampainya di kamar, aku menuntun Alicia untuk berbaring di ranjang. Ia menatapku dengan mata setengah sadar. "Raka..." panggilnya dengan suara serak, ia menahan lenganku hingga membuatku tetap menunduk di atasnya"Ada apa, Bu?" tanyaku dengan berusaha tetap biasa saja.Alicia tersenyum miring dan dengan gerakan pelan, satu tangannya mulai membuka kancing blazernya satu persatu. "Apa kamu benar-benar tidak tertarik padaku?" tanyanya, suaranya menggoda. Satu tangannya yang lain mulai

    Last Updated : 2025-03-19
  • Tergoda Pesona Ibu Mertua    Bab 8. Hasrat Tak Terbendung

    “Mpphh,” lenguh Mama Siska ketika aku langsung menciumnya. Mendapat ciuman dadakan dariku, Mama Siska masih tampak sedikit bingung, ia meremas ujung bajuku dengan erat. Tanganku mulai bergerak semakin liar, bukan hanya menyentuh pahanya, tapi juga menuju ujung pahanya hingga hampir mengenai bagian intinya. Jika sebelumnya aku menolak, kini aku akan melakukan sebaliknya. Aku membuka mataku, dan melepas ciumanku. Aku melirik Mama Siska yang menatapku dengan tatapan terkejut. Ia menggigit bibir bawahnya, aku tahu ia ingin melakukannya, tetapi ada sorot kebingungan di matanya. Namun, aku tidak peduli, aku sudah tidak tahan lagi. Seketika, aku kembali mencium bibirnya. Kali ini bukan ciuman biasa, tetapi ciuman yang begitu bernafsu. Selama ini aku memang tertarik pada ibu mertuaku ini, tetapi aku masih menahannya karena memikirkan statusku sebagai suami Tiara. Mama Siska kembali terkejut melihat aksiku yang sangat agresif. “Nghhh.” Lagi-lagi Mama Siska mendesah lepas saat aku

    Last Updated : 2025-03-20
  • Tergoda Pesona Ibu Mertua    Bab 9. Kembali ke Rutinitas

    Setelah selesai mandi dan bersiap-siap untuk bekerja, aku segera bergegas pergi. Namun, seperti biasa, Mama Siska sudah menungguku di meja makan. Dia menatapku dengan sorot mata lembut, tetapi penuh ketegasan, lalu mendorong piring berisi sarapan ke arahku.Jika mengingat peristiwa semalam, rasanya aku tidak percaya itu semua bisa terjadi. Tapi dari awal, aku memang tertarik padanya. Walaupun sudah kepala empat, tapi dia masih terlihat awet muda. Dia masih tetap cantik, tubuhnya ramping dan seksi.Setelah tahu Tiara ternyata mengkhianatiku, kini aku tidak akan lagi menjadi seorang suami yang setia."Makan dulu, Raka. Setidaknya isi perutmu sebelum berangkat," katanya.Aku hanya menggeleng sambil tersenyum tipis. "Aku buru-buru, Ma. Kopi saja sudah cukup."Mama Siska menghela napas, tapi tidak memaksaku. Aku meneguk kopiku dengan cepat, lalu beranjak pergi. Namun sebelum aku benar-benar keluar rumah, dia sempat berkata, "Jaga dirimu baik-baik."Lalu, Mama Siska mengusap lenganku dengan

    Last Updated : 2025-03-23
  • Tergoda Pesona Ibu Mertua    Bab 10. Malam yang Lain

    Aku menyerahkan helm kepada Liana sebelum menyalakan motor. Dia menerimanya tanpa banyak bicara, lalu mengenakannya dengan sedikit canggung. Dari dekat, wajahnya memang terlihat lebih pucat dari biasanya. Saat aku menaiki motor dan menstabilkan posisi, Liana ragu-ragu sebelum akhirnya naik ke jok belakang. Aku bisa merasakan tubuhnya menempel di punggungku, meskipun dia tidak memelukku“Kamu yakin gak mau ke dokter dulu?” tanyaku memastikan lagi.Liana menggeleng pelan. “Gak perlu. Aku cuma capek aja, tadi siang aku lupa makan.”Aku menghela napas, lalu mulai melajukan motor keluar dari area parkir kantor.Beberapa menit berlalu dalam keheningan. Aku hanya fokus mengemudi, sementara Liana masih diam di belakangku. Tapi kemudian, aku mendengar suaranya yang kecil, nyaris tersapu angin.“Tumben kamu mau antar aku pulang, Raka? Dulu kamu kan gak pernah mau bawa cewek lain di motormu.”Aku menoleh sebentar sebelum kembali menatap jalan. “Kan kamu lagi sakit, Li.”Liana terkekeh pelan. “W

    Last Updated : 2025-03-25
  • Tergoda Pesona Ibu Mertua    Bab 11. Malam bergairah bersama Liana

    Liana langsung menarik tubuhku dan mencium bibirku. Di sela ciuman itu, dia menuntunku untuk berjalan perlahan, hingga akhirnya kami masuk ke kamarnya. Sentuhan bibirnya begitu hangat, lidahnya ia mainkan membuatku semakin bergairah."Ngghh Raka ssshh..." Dia mendesah saat aku memberikan kecupan di lehernya.Kami kembali saling berciuman, kemudian ia mendorongku ke atas kasur. Ia mengambil tasnya yang tergantung di dekat pintu dan mencari sesuatu. Aku terkejut ketika melihat Liana memberiku pengaman."Kok kamu bisa punya ini?" tanyaku penasaran.Liana sedikit menggigit bibir bawahnya, lalu tersenyum aneh. “Itu …”Aku mengerutkan dahi, terus menatapnya. Sejauh yang aku tahu, meskipun Liana mudah bergaul, dia tidak pernah sampai ke arah seperti ini.Kemudian, bayangan Sarah yang tersenyum aneh ketika aku memutuskan untuk mengantar Liana kembali muncul di kepalaku.Ah, sepertinya aku paham sekarang.Aku menatap Liana lalu tersenyum sambil mengangkat satu alis. Liana yang langsung menangk

    Last Updated : 2025-03-26
  • Tergoda Pesona Ibu Mertua    Bab 12. Antar Nayla ke kampus

    Mama Siska berdiri di ruang tamu, tatapannya terlihat sangat khawatir. Sepertinya ia menungguku sejak tadi, dan entah mengapa aku malah merasa bersalah padanya.Aku terdiam sejenak, mencari jawaban yang paling masuk akal. Tentu saja aku tidak bisa mengatakan kalau aku dari rumah Liana, jadi aku memilih jawaban yang aman.“Tadi masih banyak kerjaan di kantor, Ma.” Aku berusaha terdengar santai, meskipun sebenarnya entah kenapa ada ketegangan dalam hatiku.Mama Siska memperhatikanku dengan saksama, lalu mendekat. Matanya menyipit, seolah sedang menilai sesuatu yang tidak terlihat.Tanpa pikir panjang, aku langsung berjalan melewatinya. “Aku ke kamar dulu ya, Ma.”“Kenapa wangi tubuhmu aneh?” tanyanya tiba-tiba.Aku langsung tersentak dan seketika menghentikan langkahku. Jantungku berdegup lebih cepat. Aku baru sadar, sepertinya aroma parfum yang dipakai Liana tadi masih menempel di bajuku. Aku berusaha tetap tenang, meskipun dalam hati aku sudah panik setengah mati.“Eh… Aku tadi mandi

    Last Updated : 2025-03-27
  • Tergoda Pesona Ibu Mertua    Bab 13. Bocah imut dan cewek agresif

    Aku melihat sekeliling memastikan pria itu tidak mendekati Nayla lagi. Namun, aku justru melihat Nayla menatapku tanpa berkedip sambil tersenyum. "Nayla... Nayla... "Aku memanggilnya beberapa kali tapi dia tidak menjawab. Sepertinya ia sedang bengong, aku melihat ke kiri kanan dan kebelakang tapi tidak ada siapa-siapa hanya ada aku saja. Rupanya ia melihatku dari tadi. Dasar bocah, aku tertawa sambil menepuk pundaknya."Nay, Nayla... "Ia pun tersadar, ia terlihat terkejut dan malu."I-iya Bang." Jawabnya gelagapan."Ko malah bengong? Kenapa? Terpesona ya lihat Abang?" Tanyaku menggodanya.Mukanya langsung memerah. "Ihh e-enggak." Tapi, muka merahnya tidak bisa berbohong, aku mencubit hidungnya yang mancung."Ya udah kamu masuk sana! Abang pergi ya, mau langsung ke kantor!""Iya Bang hati-hati."Nayla pun berlari menuju kelas, kita berjalan berlawanan. Tapi saat aku berbalik untuk pergi, tiba-tiba sekelompok teman perempuan Nayla datang menghampirinya. Mereka tampak heboh, matanya

    Last Updated : 2025-03-28
  • Tergoda Pesona Ibu Mertua    Bab 14. Lembur kerja

    Hari ini aku pulang lebih awal dari biasanya.Saat tiba di rumah, Mama Siska dan Nayla masih duduk di ruang makan, menikmati makan malam bersama. “Ayo, makan dulu, Raka,” ajak Mama Siska dengan senyuman di wajahnya.Aku menggeleng pelan. “Nggak usah, Ma. Aku masih kenyang, tadi sebelum pulang aku makan dulu sama temen kantor.”Mama Siska terdiam sejenak, matanya terus menatapku dengan dalam.“Oh gitu, ya? Tapi, kamu jangan keseringan makan di luar ya, Raka. Kan, di rumah ini ada Mama yang bisa masak buat kamu, dan uang kamu juga bisa kamu tabung, katanya kamu mau beli rumah sama Tiara, kan?” kata Mama Siska akhirnya.Aku mengerutkan dahi, ternyata Mama Siska tahu kalau aku sedang menabung untuk membeli rumah dengan Tiara. Meskipun sekarang, rasanya aku sudah tidak minat untuk membeli rumah itu.Aku mengangguk pelan. “Iya, Ma. Kalau gitu, aku ke kamar dulu, ya.”Aku langsung melangkah ke arah kamarku tanpa menunggu jawaban dari Mama Siska.Malam itu, aku merasa sangat lelah. Tiara sem

    Last Updated : 2025-03-29

Latest chapter

  • Tergoda Pesona Ibu Mertua    Bab 39. Sandiwara Malam dan Kekhawatiran Pagi

    Acara peresmian bisnis Bu Alicia berjalan lancar, penuh kemewahan dan keceriaan. Bu Alicia menyuruhku terus mendampinginya, seperti pengawal setia. Salah satu klien, pria tua berkacamata tebal, tiba-tiba bertanya, “Bu Alicia, ini siapa? Apa ini pacarnya?” Matanya tertuju kepadaku, penuh rasa ingin tahu.Alicia menatapku, senyumnya menggoda. “Oh, ini temanku,” katanya, nadanya lembut, tetapi matanya menyiratkan sesuatu yang membuat jantungku berdebar.Tapi saat mengatakan 'teman' itu dia menatapku dengan tatapan menggoda. Tentu saja mereka pasti tidak percaya, “Oh teman, ya? Tapi sangat cocok Bu, Bapak ini pasti seorang pebisnis juga seperti Ibu,” godanya, dan tamu lain di dekat kami ikut tersenyum.Aku hanya tersenyum kaku, tidak tahu harus berkata apa. Mereka seolah berpikir aku kekasih Bu Alicia, ada yang berbisik, mengira aku pengusaha dari Paris, karena Bu Alicia punya bisnis di sana. Bu Alicia hanya tertawa, tidak membenarkan atau menolak, membiarkan mereka berimajinasi.Acara di

  • Tergoda Pesona Ibu Mertua    Bab 38. Sandiwara Tiara di pesta

    Entah kenapa, setiap Liana dekat denganku, aku melihat ada tatapan aneh dari Reza ketika aku dan Liana berduaan. Sebelum aku sempat berpikir lebih jauh, Bu Alicia baru datang dan memanggilku.“Raka, ke ruanganku,” katanya, nadanya datar tetapi tegas.Aku segera bangkit, mengikutinya dari belakang, merasa jantungku mulai berdebar.Di ruangannya, dia duduk di kursi besar, menyuruhku untuk duduk. Tiba-tiba dia menyerahkan tas jinjing hitam yang tampak mewah.“Ini apa, Bu?” tanyaku, bingung.Dia hanya tersenyum tipis, “Buka saja!”Aku membukanya secara perlahan, dan isinya membuatku terbelalak—tuxedo hitam mengkilap, sepatu kulit, dan jam tangan dengan logo yang langsung membuatku tahu ini barang mahal. Bukan merek sembarangan, mungkin menabung setahun pun aku tidak akan mampu membelinya.“Ini… punya siapa, Bu?” tanyaku, masih tidak percaya.Dia menatapku, “Punya kamu, Raka. Masa kamu memakai baju biasa ke acara nanti? Pakai ini,” katanya, nadanya santai tetapi ada tekanan.“Bu, ini terla

  • Tergoda Pesona Ibu Mertua    Bab 37. Tawa pagi dan kue di kantor

    Pagi tiba, aku membuka mata, dan Tiara masih tidur pulas di sampingku—sangat tidak biasa, biasanya dia sudah bangun lebih dulu. Aku bangkit pelan, duduk di tempat tidur, meregangkan otot yang kaku. Akhir-akhir ini pekerjaan menumpuk, olahraga hampir tidak pernah. Mumpung masih ada waktu, aku memutuskan berolahraga ringan di kamar—push-up, sit-up, sampai tubuhku mulai berkeringat. Badan terasa segar, napas lebih ringan. Tiba-tiba Tiara muncul dari belakang, memeluk pinggangku erat, membuatku terkejut. “Mas, olahraga pagi, ya?” katanya, suaranya manja, kepalanya bersandar di punggungku. Aku mencoba melepaskan pelukannya, “Ti, aku bau keringat,” kataku, berusaha santai. Tetapi dia malah tertawa kecil, “Tidak apa-apa, Mas. Aroma keringatmu justru harum. Kamu lupa, ya, dulu aku suka begini?” nadanya genit, tangannya semakin erat. Aku merasa geli—bukan geli senang, tetapi jijik. Dulu kami memang sering olahraga bersama, jogging pagi, gym, dan dia suka mencium aroma tubuhku setelah lati

  • Tergoda Pesona Ibu Mertua    Bab 36. Godaan di Malam yang bergairah

    “Pengaman yang waktu itu, masih ada loh,” kata Liana dengan suara yang sangat menggoda. Dia melepas pelukannya dan menatapku dari bawah dengan tatapan yang sangat sensual.Sebenarnya aku tahu, saat Liana memintaku untuk mampir, itu bukan hanya sekadar mampir."Liana, kamu ...."Namun, Liana langsung membungkamku dengan ciumannya, meskipun dia harus berjinjit.Aku sedikit terkejut saat Liana melakukan itu. Namun, entah kenapa rasanya aku sama sekali tidak keberatan.Perlahan aku membalas ciuman Liana. Aku sedikit menunduk dan memegang pinggang ramping Liana. Aku bisa merasakan senyum kemenangan dari Liana di sela ciuman kami.Kemudian, Liana melepas ciuman itu, kembali menatapku dengan mata sayunya. “Main di sofa kayaknya gak kalah panas dengan main di kasur.”Sejenak aku benar-benar terpaku dengan ucapan Liana. Aku sama sekali masih tidak menyangka bahwa Liana yang tampak seperti perempuan biasa justru memiliki sisi lain yang begitu ‘liar’.“Pintu depan sudah kamu kunci?” tanyaku deng

  • Tergoda Pesona Ibu Mertua    Bab 35. Getaran di pagi dan malam hari

    “Ma, Mama sudah sembuh, ya? Mama terlihat segar dan ceria lagi!” kata Tiara yang menyadari perbedaan Mama Siska.Pagi itu, saat kami semua sedang sarapan, Mama Siska memang tampak sangat berbeda dari hari kemarin. Wajahnya terlihat lebih segar, bahkan seperti bunga yang baru mekar.Mama Siska tertawa kecil, pipinya merona tipis.Nayla yang sejak tadi fokus makan, tiba-tiba ikut berkomentar.“Iya, semalam Mama terlihat lemas begitu,” katanya, menoleh ke Mama Siska dengan mata penasaran.Mama Siska menoleh kepadaku sekilas—sangat cepat, hampir tidak terlihat.“Oh, iya, semalam Mama agak kecapekan. Tapi sudah sembuh, berkat kapsul dari Raka,” katanya, senyumnya nakal, seperti sengaja menggoda. Aku kaget, tersedak, hampir menyemprotkan teh ke meja. Tiara buru-buru memberikan aku segelas air.“Mas, kenapa? Kamu gak apa-apa?” tanyanya, khawatir.“Gak apa-apa, cuma tersedak,” jawabku buru-buru, mencoba menutupi kepanikan. Nayla kembali menimpali dengan polos, “Oh, obat kapsul itu, ya? Iya

  • Tergoda Pesona Ibu Mertua    Bab 34. Permainan panas di dapur

    “Mas, sekarang kamu rajin sekali?” kata Tiara, setengah bercanda saat melihat aku membereskan piring kotor setelah kami makan malam.Aku hanya tersenyum tipis, tidak menjawab. Namun, tiba-tiba dia ikut membantu, padahal sebelumnya tidak pernah.Nayla juga ikut, membereskan meja, dan kami bekerja bersama seperti tim dadakan.“Kak, Abang, aku ke kamar dulu ya, mau tidur,” kata Nayla setelah selesai membersihkan meja.“Iya, Nay, selamat istirahat,” jawabku sambil tersenyum ke arahnya. Sementara Tiara hanya mengangguk dan tersenyum.Kemudian, aku melanjutkan kegiatanku. Saat aku sedang membilas gelas, Tiara tiba-tiba, memeluk pinggangku dari belakang. Aku kaget, hampir menjatuhkan gelas.“Mas, kamu kangen momen kayak gini gak? Dulu kamu selalu lakuin ini ke aku,” katanya, suaranya genit, mencoba bercanda.Namun, aku mencoba melepaskan pelukannya.“Ti, aku lagi cuci piring ini,” kataku, nadaku datar. Namun, dia malah memeluk lebih erat, tertawa kecil, seolah tidak peduli.Saat aku mencoba

  • Tergoda Pesona Ibu Mertua    Bab 33. Cemburu?

    Sore itu, setelah selesai bekerja, aku langsung pergi ke parkiran untuk meninggalkan kantor. Sebelum selesai bekerja, Mama Siska sempat mengirim pesan kepadaku, meminta tolong membeli sate untuk makan malam di rumah. Katanya, dia ingin makan sate.Namun, saat aku ingin melajukan motorku, tiba-tiba Liana datang.“Raka, boleh gak aku nebeng kamu? Hari ini aku capek banget, kalau harus nunggu ojek datang aku gak sanggup deh, biasanya suka lama soalnya,” kata Liana langsung.Aku bisa melihat wajah lelahnya. Jujur aku ingin mengantarnya, tapi aku juga harus pulang lebih cepat karena pasti Mama Siska menungguku membawakan pesanannya.“Aduh, Li, maaf banget, bukannya aku gak mau, tapi aku udah ada janji lain,” tolakku dengan halus, berusaha tidak membuatnya merasa tersinggung.“Yah, sebentar saja apa gak bisa, Raka?” tanya Liana. Wajahnya benar-benar terlihat lelah.“Gak bisa, Li. Aku harus buru-buru juga soalnya.”Namun, tak lama kemudian, Reza tiba-tiba datang.“Kamu mau pulang, Li? Aku an

  • Tergoda Pesona Ibu Mertua    Bab 32. Hubungan dengan Liana dan Reza yang aneh

    Tak lama setelah aku duduk di meja, Liana masuk kantor dengan langkah cepat, hampir berlari kecil. Bukan Liana namanya kalau tidak heboh, dia menyapa semua orang dengan suara riang, membuat suasana kantor yang tadinya sepi menjadi ramai.Namun, saat aku tidak lagi memperhatikannya dan fokus pada layar monitorku, tiba-tiba Liana datang sambil membawa segelas coklat panas.“Raka, ini pasti dari kamu, kan? Makasih ya, Raka,” katanya dengan senyum riang di wajahnya sambil menunjukkan segelas coklat panas itu.Aku mengernyitkan dahi, tidak paham dengan apa yang dikatakan Liana. “Li, itu bukan dari aku.”Namun, Liana seolah tidak peduli dan menganggap ucapanku hanya bercanda. “Ah, gak usah malu gitu, Raka. Aku tahu kamu memang bukan tipe yang perhatian secara blak-blakan.”“Tapi, Li, itu memang bukan dari aku,” kataku lagi, berusaha meyakinkan Liana.“Kenapa, Raka?” sahut Sarah yang tiba-tiba muncul setelah melihatku berbicara dengan Liana.“Sarah, kamu tadi datang sebelum aku datang, kan?

  • Tergoda Pesona Ibu Mertua    Bab 31. Sandiwara di Meja makan

    Malam sudah larut, tetapi Tiara masih belum pulang. Bukannya aku peduli ataupun khawatir, tapi aku tidak habis pikir dengan sikapnya.Demi untuk kesenangan pribadi, dia sampai berbohong entah itu padaku, Mama Siska dan Nayla. Dia benar-benar keterlaluan, sudah saatnya kebohongannya aku bongkar.Sampai kemudian rasa kantuk datang, akupun tertidur pulas.Tengah malam, aku mendengar pintu kamar dibuka pelan, aku yakin pasti Tiara. Aku berpura-pura tidur, tidak mau membuka mata. Dia duduk di ranjang, di belakang punggungku. Aku mendengar getar ponselnya, pasti sedang chatingan dengan Alex. Aku menahan napas, menahan amarah, dan tetap diam sampai aku benar-benar tertidur lagi.Hingga pagi hari tiba, sandiwara kembali dimulai. Aku membuka mata, Tiara sudah di sampingku, merangkulku erat, lalu mencium keningku.“Mas, maaf, ya, semalam ada meeting sampai larut. Makanya tidak bisa makan malam bersama,” katanya, suaranya sangat manis, seperti istri penyayang.Aku hanya tersenyum kaku, menganggu

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status