Home / Urban / Tergoda Pesona Ibu Mertua / Bab 2. Ujian Semakin Berat

Share

Bab 2. Ujian Semakin Berat

last update Last Updated: 2025-03-17 17:18:35

Setelah selesai mandi, aku langsung duduk dan mengacak rambutku yang masih setengah basah. Napasku masih sedikit berat, pikiranku juga masih terjebak di dalam sisa mimpi semalam.

Mimpi yang tidak seharusnya terjadi.

Desahan Mama Siska yang menggoda, tatapannya, suaranya yang nyaris seperti bisikan, benar-benar membuatku gila. Dia mengajakku untuk bercinta, tapi ternyata semua itu hanya mimpi!

Aku menelan ludah. Dadaku terasa sesak oleh perasaan yang sulit dijelaskan.

Sial. Aku harus berhenti memikirkan ini.

Tok tok!

"Abaaaang!!"

Suaranya yang lembut dan khas itu membuatku tersentak. Aku menoleh ke arah pintu kamar yang masih tertutup.

"Bukain dong, Nayla mau masuk!"

Nayla. gadis itu ternyata masih di rumah.

Aku menghela napas, mencoba mengumpulkan tenaga sebelum berjalan ke pintu dan membukanya. Begitu pintu terbuka, gadis cantik itu langsung melongok ke dalam kamar dengan ekspresi penasaran.

Nayla adalah adik dari istriku, dia baru saja masuk kuliah tahun ini, tubuhnya ramping dan cukup seksi untuk ukuran anak seusianya. Wajahnya mirip dengan Tiara, tapi Nayla lebih tinggi sedikit dan kulitnya lebih putih. Daster merahnya dengan motif karakter kartun, membuatnya terlihat lebih imut.

Namun, yang membuatku sedikit waspada adalah tatapan curiganya padaku. Matanya yang bulat dan jernih menatapku dari ujung kepala sampai kaki.

"Abang kenapa mukanya merah?" tanyanya heran.

Aku mengerjap, lalu buru-buru mengusap wajahku. "Hah? Nggak, biasa aja."

"Ih jangan-jangan, Abang habis mikir jorok ya mentang-mentang gak ada Kak Tiara."

Aku tersentak, bagaimana bisa bocah ini berkata seperti itu. Tapi, aku mencoba untuk tetap tenang dengan tertawa kecil dan mengacak rambutnya. "Sok tau kamu, wajah Abang merah karena tadi habis mandi."

Mata Nayla menyipit, dia menatapku dalam-dalam. "Masa sih? Tapi, kok ngos-ngosan juga? Jangan-jangan, Abang mandi sambil begituan ya?"

Aku nyengir dan mencubit pipinya gemas. "Kamu masih bocah, belum cukup umur. Jangan kepo deh,"

"Waaah! Abang jahat! aku kan sudah 19 tahun, bukan bocah lagi" protesnya sambil memukul pelan lenganku, tapi wajahnya malah terlihat memerah.

Aku terkekeh, lalu berlalu masuk ke dalam kamar sambil terus mengusap rambutku dengan handuk kecil agar cepat kering. Ternyata, gadis itu ikut masuk dan duduk di tepi ranjangku, bibirnya masih terlihat manyun.

"Tetep bocah itu. Kamu sendiri ngapain pagi-pagi ke kamar Abang?" tanyaku sambil meliriknya.

Nayla langsung mengangkat dagunya dengan bangga. "Aku mau kasih tahu kalau nanti sore aku keluar nginep di rumah temanku!"

Aku menaikkan alis. "Oh ya? Udah izin sama Mama?"

Nayla mengangguk cepat. "Udah! Mama kasih izin, kok. Makanya aku bilang ke Abang biar nggak nyariin dan Abang gak pulang kemalaman soalnya kasihan Mama nanti sendirian."

Aku tersenyum kecil dan mengangguk. "Iya. Jangan buat onar di rumah orang ya."

Aku meletakkan handuk kecil itu punggung kursi, lalu menyisir rambutku agar lebih rapi. Sekilas aku melirik Nayla dari pantulan cermin, rupanya gadis itu sedang memperhatikanku.

Nayla menatapku dengan lekat, matanya berbinar-binar, bahkan pipinya tampak sedikit memerah. Namun, setelah itu ia menunduk, menggigit bibirnya seperti ragu-ragu ingin mengatakan sesuatu.

Aku berbalik dan menatapnya heran. "Kenapa, Nay?"

Nayla menggeleng cepat. "Nggak papa!"

Namun, pipinya tampak semakin merah.

Aku mengernyit, lalu tersenyum iseng. "Dari tadi kamu liatin Abang diem-diem. Suka ya sama Abang?"

"Ih mana ada begitu!" Nayla justru tampak sedikit panik, dan membuatku semakin semangat untuk menggodanya.

“Wah, parah nih kamu, bisa-bisanya suka sama suami kakakmu,” kataku dengan nada mengejek.

Aku terus menatap wajah Nayla yang semakin memerah. Nayla langsung bangkit, melompat-lompat panik sambil menutupi wajahnya dengan tangan. Aku benar-benar tertawa lepas melihat reaksinya.

"Gemes banget bocil," godaku lagi.

"ABANGGGG!!"

Ketika Nayla bersiap untuk berdiri dan lari keluar dari kamarku, dia justru tersandung oleh langkah kakinya sendiri karena terlalu panik.

Nayla jatuh dengan posisi tengkurap. Daster dengan panjang di bawah lutut itu otomatis sedikit tersingkap hingga membuat bagian belakang paha Nayla sedikit terlihat. Saat aku mendekat untuk membantunya berdiri, aku justru semakin tidak sengaja melihat bagian atas tubuhnya yang sedikit terlihat karena posisinya yang seperti itu.

“Eh … hati-hati, Nay,” kataku sambil mencoba bersikap biasa saja meskipun sebenarnya sedikit menegang.

Setelah aku membantu Nayla berdiri, gadis itu langsung berlari keluar kamarku.

Aku menghela napas. Dari awal aku menikah dengan Tiara, aku memang merasa Nayla seperti suka padaku, tapi mungkin hanya perasaanku saja. Terlebih, aku selalu memandangnya seperti adikku sendiri, tidak pernah ada pikiran lain.

Aku kembali bersiap untuk pergi kerja. Gara-gara mimpi sialan itu, aku jadi harus cepat-cepat karena bangun kesiangan.

Setelah selesai bersiap dan merapikan kembali tempat tidurku, aku bergegas keluar kamar. Namun, begitu aku melewati ruang makan, aku justru melihat Mama Siska yang sedang menyantap sarapannya dengan santai.

Melihat mertuaku yang sedang duduk di kursi makan dengan daster rumahannya membuat pikiranku kembali terlempar pada mimpi semalam.

Sial!

“Raka, sudah mau berangkat? Gak sarapan dulu?” tanya Mama Siska begitu melihatku.

Aku menelan ludahku dengan susah payah. Adegan ketika Mama Siska menyuapkan sesendok nasi ke mulutnya dengan perlahan membuatku kembali berpikir liar. Aku mengerjap perlahan, berusaha mengusir pikiran itu.

“Eh, ga–gak usah, Ma. Aku kesiangan soalnya,” jawabku sedikit canggung.

Aku langsung melangkah meninggalkan area ruang makan. Namun, Mama Siska justru memanggilku. “Raka.”

Aku menghentikan langkahku dan kembali menoleh ke arah Mama Siska. “I-iya, Ma, kenapa?”

“Nanti kamu langsung pulang aja ya, jangan mampir ke mana-mana. Nayla nanti menginap di rumah temannya,” kata Mama Siska sambil menatapku.

Aku mengangguk pelan. Entah kenapa tatapan itu semakin membuatku teringat pada mimpi semalam.

“Iya, Ma. Tadi Nayla sudah kasih tahu juga. Kalau gitu, aku berangkat dulu ya, Ma.”

Tanpa menunggu jawaban Mama Siska, aku langsung melangkah pergi. Tidak sanggup lagi aku berlama-lama berhadapan dengannya. Perasaan canggung karena mimpi semalam membuatku tidak nyaman.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Tergoda Pesona Ibu Mertua    Bab 3. Api yang Mulai Menyala

    Untungnya, aku sampai di kantor tepat waktu. Namun, pikiranku masih penuh dengan mimpi aneh semalam.Aku duduk di meja kerja, menyalakan komputer, lalu menatap layar tanpa benar-benar bekerja.Suara Mama Siska di mimpiku benar-benar terus terdengar di telingaku. Tatapan wajahnya dan juga semua yang dia lakukan di mimpi itu terasa sangat nyata.Aku benar-benar bingung, kenapa aku bisa mendapat mimpi seperti itu padahal aku tidak pernah berpikir macam-macam pada mertuaku. Apa ini efek dari hasratku yang tidak bisa tersalurkan karena istriku jauh?Aku menghela napas dalam-dalam, lalu mencoba untuk kembali pada pekerjaanku.Sebagai seorang desainer grafis, jelas pekerjaanku banyak berurusan dengan aplikasi edit gambar. Kebetulan, kantorku ini salah satu studio desain yang cukup terkenal, banyak mengambil job membuat banyak desain untuk keperluan iklan produk-produk terkenal.Aku membuka salah satu desain yang sedang aku kerjakan. Karena masih bingung dengan elemen yang sesuai, tanpa sadar

    Last Updated : 2025-03-17
  • Tergoda Pesona Ibu Mertua    Bab 4. Tamu Tak Diundang dan Sentuhan Mama Siska

    Alicia langsung menatapku, tapi posisinya masih belum berubah. Setelah beberapa saat, baru dia bangkit dan duduk lagi di kursinya dengan santai.“Oh, ini Raka, aku mau kasih konsep iklan untuk produk minuman yang kemarin,” katanya dengan santai, lalu menyerahkan satu map dokumen.“Minggu depan desainnya harus selesai, dan kamu ikut aku untuk meeting dengan pihak mereka, ya. Aku kamu kamu jelaskan ke mereka soal desain kita,” lanjutnya lagi.“Baik, Bu,” jawabku, lalu meraih dokumen itu.Aku membuka tiap lembar dokumen dan mempelajarinya sekilas.“Raka, kamu tahu proyek ini cukup besar, kan? Jadi, aku sangat mengandalkanmu sebagai desainer grafis senior di sini,” kata Alicia sambil menatapku dengan dalam.Saat aku menatapnya balik, aku justru menemukan sesuatu yang janggal. Alicia tampak sedang sedikit menggigit bibir bawahnya, seperti sedang sengaja memainkannya. Lalu, entah kenapa tatapan Alicia kepadaku terasa semakin aneh. Matanya seperti menyiratkan sesuatu. Bahkan, aku tidak tahu

    Last Updated : 2025-03-17
  • Tergoda Pesona Ibu Mertua    Bab 5. Kesetiaan yang Diuji

    Jantungku berdegup keras."Temani bagaimana, Ma?" tanyaku, berusaha terdengar netral.Dia menatapku, lalu tersenyum tipis. "Temani Mama tidur di kamar. Hanya sebentar sampai Mama tidur. Mama masih takut."Aku menelan ludah. Sejujurnya, mimpi semalam masih membuatku merasa canggung untuk berhadapan dengan Mama Siska. Namun, sekarang kondisinya berbeda. Aku juga sedikit khawatir kalau Mama Siska sampai tidak bisa tidur karena ketakutan.Namun, rasanya ini tidak benar. Bagaimana bisa aku menemani ibu mertuaku untuk tidur di kamarnya?“Tapi, Ma …”Mama Siska mengeratkan genggamannya, matanya menatapku dengan lembut. "Mama takut, Raka.""Tapi......" Aku ragu."Di rumah ini hanya ada kita berdua, Nayla masih menginap di rumah temannya. Kalau saja dia ada, Mama akan meminta Nayla untuk menemani." Mama Siska menatapku dengan mata sedikit berair. Sepertinya, dia benar-benar sangat ketakutan.Aku menghela napas pasrah. Sepertinya, pikiranku memang terlalu liar sampai-sampai hampir tega mengabai

    Last Updated : 2025-03-17
  • Tergoda Pesona Ibu Mertua    Bab 6. Menolak dengan Tegas

    Mama Siska menatapku, ekspresinya sulit diartikan. Ada sesuatu dalam sorot matanya yang jelas tidak seharusnya ada.Namun, saat aku hendak menciumnya lagi, tiba-tiba bayangan wajah Tiara muncul di kepalaku. Aku langsung menegakkan punggungku, menarik tanganku perlahan, lalu berbalik memunggungi Mama Siska lagi. "Ma, ini nggak benar."Ia terdiam, lalu menunduk. Aku bisa melihat jemarinya mengepal di atas selimut. Ada rasa kecewa di sana, tapi juga kesadaran.Aku menghela napas, lalu bangkit dari ranjang. Mata Mama Siska masih tertuju padaku, tapi kali ini berbeda—tidak lagi ada keinginan yang terselubung, hanya ada kelelahan dan sedikit rasa malu."Maaf, Raka…" katanya, suaranya nyaris berbisik.Aku menatapnya sejenak, lalu mengangguk. "Istirahatlah, Ma. Kalau ada apa-apa, panggil saja aku."Tanpa menunggu jawaban, aku melangkah keluar kamar dan menutup pintu pelan-pelan.Aku tidak ingin mengkhianati Tiara, aku berusaha tetap setia dan sabar menunggunya.Di kamarku sendiri, aku duduk d

    Last Updated : 2025-03-19
  • Tergoda Pesona Ibu Mertua    Bab 7. Pengkhianatan di Balik Malam

    Aku pura-pura tidak mendengar ucapannya dan langsung membantunya berdiri."Ayo saya antar.” Akhirnya aku menggandeng tubuhnya yang lemas, kita berjalan menuju pintu keluar.Namun, ada satu masalah.Aku tidak tahu di mana rumah Alicia.“Bu, di mana alamat rumahmu?” Aku berusaha bertanya padanya.Namun, seperti dugaanku, percuma bertanya kepadanya karena kondisinya yang sudah terlalu mabuk untuk memberi tahu alamat rumahnya. Aku akhirnya memutuskan untuk menyewa satu kamar agar Alicia bisa beristirahat.Sesampainya di kamar, aku menuntun Alicia untuk berbaring di ranjang. Ia menatapku dengan mata setengah sadar. "Raka..." panggilnya dengan suara serak, ia menahan lenganku hingga membuatku tetap menunduk di atasnya"Ada apa, Bu?" tanyaku dengan berusaha tetap biasa saja.Alicia tersenyum miring dan dengan gerakan pelan, satu tangannya mulai membuka kancing blazernya satu persatu. "Apa kamu benar-benar tidak tertarik padaku?" tanyanya, suaranya menggoda. Satu tangannya yang lain mulai

    Last Updated : 2025-03-19
  • Tergoda Pesona Ibu Mertua    Bab 8. Hasrat Tak Terbendung

    “Mpphh,” lenguh Mama Siska ketika aku langsung menciumnya. Mendapat ciuman dadakan dariku, Mama Siska masih tampak sedikit bingung, ia meremas ujung bajuku dengan erat. Tanganku mulai bergerak semakin liar, bukan hanya menyentuh pahanya, tapi juga menuju ujung pahanya hingga hampir mengenai bagian intinya. Jika sebelumnya aku menolak, kini aku akan melakukan sebaliknya. Aku membuka mataku, dan melepas ciumanku. Aku melirik Mama Siska yang menatapku dengan tatapan terkejut. Ia menggigit bibir bawahnya, aku tahu ia ingin melakukannya, tetapi ada sorot kebingungan di matanya. Namun, aku tidak peduli, aku sudah tidak tahan lagi. Seketika, aku kembali mencium bibirnya. Kali ini bukan ciuman biasa, tetapi ciuman yang begitu bernafsu. Selama ini aku memang tertarik pada ibu mertuaku ini, tetapi aku masih menahannya karena memikirkan statusku sebagai suami Tiara. Mama Siska kembali terkejut melihat aksiku yang sangat agresif. “Nghhh.” Lagi-lagi Mama Siska mendesah lepas saat aku

    Last Updated : 2025-03-20
  • Tergoda Pesona Ibu Mertua    Bab 9. Kembali ke Rutinitas

    Setelah selesai mandi dan bersiap-siap untuk bekerja, aku segera bergegas pergi. Namun, seperti biasa, Mama Siska sudah menungguku di meja makan. Dia menatapku dengan sorot mata lembut, tetapi penuh ketegasan, lalu mendorong piring berisi sarapan ke arahku.Jika mengingat peristiwa semalam, rasanya aku tidak percaya itu semua bisa terjadi. Tapi dari awal, aku memang tertarik padanya. Walaupun sudah kepala empat, tapi dia masih terlihat awet muda. Dia masih tetap cantik, tubuhnya ramping dan seksi.Setelah tahu Tiara ternyata mengkhianatiku, kini aku tidak akan lagi menjadi seorang suami yang setia."Makan dulu, Raka. Setidaknya isi perutmu sebelum berangkat," katanya.Aku hanya menggeleng sambil tersenyum tipis. "Aku buru-buru, Ma. Kopi saja sudah cukup."Mama Siska menghela napas, tapi tidak memaksaku. Aku meneguk kopiku dengan cepat, lalu beranjak pergi. Namun sebelum aku benar-benar keluar rumah, dia sempat berkata, "Jaga dirimu baik-baik."Lalu, Mama Siska mengusap lenganku dengan

    Last Updated : 2025-03-23
  • Tergoda Pesona Ibu Mertua    Bab 10. Malam yang Lain

    Aku menyerahkan helm kepada Liana sebelum menyalakan motor. Dia menerimanya tanpa banyak bicara, lalu mengenakannya dengan sedikit canggung. Dari dekat, wajahnya memang terlihat lebih pucat dari biasanya. Saat aku menaiki motor dan menstabilkan posisi, Liana ragu-ragu sebelum akhirnya naik ke jok belakang. Aku bisa merasakan tubuhnya menempel di punggungku, meskipun dia tidak memelukku“Kamu yakin gak mau ke dokter dulu?” tanyaku memastikan lagi.Liana menggeleng pelan. “Gak perlu. Aku cuma capek aja, tadi siang aku lupa makan.”Aku menghela napas, lalu mulai melajukan motor keluar dari area parkir kantor.Beberapa menit berlalu dalam keheningan. Aku hanya fokus mengemudi, sementara Liana masih diam di belakangku. Tapi kemudian, aku mendengar suaranya yang kecil, nyaris tersapu angin.“Tumben kamu mau antar aku pulang, Raka? Dulu kamu kan gak pernah mau bawa cewek lain di motormu.”Aku menoleh sebentar sebelum kembali menatap jalan. “Kan kamu lagi sakit, Li.”Liana terkekeh pelan. “W

    Last Updated : 2025-03-25

Latest chapter

  • Tergoda Pesona Ibu Mertua    Bab 39. Sandiwara Malam dan Kekhawatiran Pagi

    Acara peresmian bisnis Bu Alicia berjalan lancar, penuh kemewahan dan keceriaan. Bu Alicia menyuruhku terus mendampinginya, seperti pengawal setia. Salah satu klien, pria tua berkacamata tebal, tiba-tiba bertanya, “Bu Alicia, ini siapa? Apa ini pacarnya?” Matanya tertuju kepadaku, penuh rasa ingin tahu.Alicia menatapku, senyumnya menggoda. “Oh, ini temanku,” katanya, nadanya lembut, tetapi matanya menyiratkan sesuatu yang membuat jantungku berdebar.Tapi saat mengatakan 'teman' itu dia menatapku dengan tatapan menggoda. Tentu saja mereka pasti tidak percaya, “Oh teman, ya? Tapi sangat cocok Bu, Bapak ini pasti seorang pebisnis juga seperti Ibu,” godanya, dan tamu lain di dekat kami ikut tersenyum.Aku hanya tersenyum kaku, tidak tahu harus berkata apa. Mereka seolah berpikir aku kekasih Bu Alicia, ada yang berbisik, mengira aku pengusaha dari Paris, karena Bu Alicia punya bisnis di sana. Bu Alicia hanya tertawa, tidak membenarkan atau menolak, membiarkan mereka berimajinasi.Acara di

  • Tergoda Pesona Ibu Mertua    Bab 38. Sandiwara Tiara di pesta

    Entah kenapa, setiap Liana dekat denganku, aku melihat ada tatapan aneh dari Reza ketika aku dan Liana berduaan. Sebelum aku sempat berpikir lebih jauh, Bu Alicia baru datang dan memanggilku.“Raka, ke ruanganku,” katanya, nadanya datar tetapi tegas.Aku segera bangkit, mengikutinya dari belakang, merasa jantungku mulai berdebar.Di ruangannya, dia duduk di kursi besar, menyuruhku untuk duduk. Tiba-tiba dia menyerahkan tas jinjing hitam yang tampak mewah.“Ini apa, Bu?” tanyaku, bingung.Dia hanya tersenyum tipis, “Buka saja!”Aku membukanya secara perlahan, dan isinya membuatku terbelalak—tuxedo hitam mengkilap, sepatu kulit, dan jam tangan dengan logo yang langsung membuatku tahu ini barang mahal. Bukan merek sembarangan, mungkin menabung setahun pun aku tidak akan mampu membelinya.“Ini… punya siapa, Bu?” tanyaku, masih tidak percaya.Dia menatapku, “Punya kamu, Raka. Masa kamu memakai baju biasa ke acara nanti? Pakai ini,” katanya, nadanya santai tetapi ada tekanan.“Bu, ini terla

  • Tergoda Pesona Ibu Mertua    Bab 37. Tawa pagi dan kue di kantor

    Pagi tiba, aku membuka mata, dan Tiara masih tidur pulas di sampingku—sangat tidak biasa, biasanya dia sudah bangun lebih dulu. Aku bangkit pelan, duduk di tempat tidur, meregangkan otot yang kaku. Akhir-akhir ini pekerjaan menumpuk, olahraga hampir tidak pernah. Mumpung masih ada waktu, aku memutuskan berolahraga ringan di kamar—push-up, sit-up, sampai tubuhku mulai berkeringat. Badan terasa segar, napas lebih ringan. Tiba-tiba Tiara muncul dari belakang, memeluk pinggangku erat, membuatku terkejut. “Mas, olahraga pagi, ya?” katanya, suaranya manja, kepalanya bersandar di punggungku. Aku mencoba melepaskan pelukannya, “Ti, aku bau keringat,” kataku, berusaha santai. Tetapi dia malah tertawa kecil, “Tidak apa-apa, Mas. Aroma keringatmu justru harum. Kamu lupa, ya, dulu aku suka begini?” nadanya genit, tangannya semakin erat. Aku merasa geli—bukan geli senang, tetapi jijik. Dulu kami memang sering olahraga bersama, jogging pagi, gym, dan dia suka mencium aroma tubuhku setelah lati

  • Tergoda Pesona Ibu Mertua    Bab 36. Godaan di Malam yang bergairah

    “Pengaman yang waktu itu, masih ada loh,” kata Liana dengan suara yang sangat menggoda. Dia melepas pelukannya dan menatapku dari bawah dengan tatapan yang sangat sensual.Sebenarnya aku tahu, saat Liana memintaku untuk mampir, itu bukan hanya sekadar mampir."Liana, kamu ...."Namun, Liana langsung membungkamku dengan ciumannya, meskipun dia harus berjinjit.Aku sedikit terkejut saat Liana melakukan itu. Namun, entah kenapa rasanya aku sama sekali tidak keberatan.Perlahan aku membalas ciuman Liana. Aku sedikit menunduk dan memegang pinggang ramping Liana. Aku bisa merasakan senyum kemenangan dari Liana di sela ciuman kami.Kemudian, Liana melepas ciuman itu, kembali menatapku dengan mata sayunya. “Main di sofa kayaknya gak kalah panas dengan main di kasur.”Sejenak aku benar-benar terpaku dengan ucapan Liana. Aku sama sekali masih tidak menyangka bahwa Liana yang tampak seperti perempuan biasa justru memiliki sisi lain yang begitu ‘liar’.“Pintu depan sudah kamu kunci?” tanyaku deng

  • Tergoda Pesona Ibu Mertua    Bab 35. Getaran di pagi dan malam hari

    “Ma, Mama sudah sembuh, ya? Mama terlihat segar dan ceria lagi!” kata Tiara yang menyadari perbedaan Mama Siska.Pagi itu, saat kami semua sedang sarapan, Mama Siska memang tampak sangat berbeda dari hari kemarin. Wajahnya terlihat lebih segar, bahkan seperti bunga yang baru mekar.Mama Siska tertawa kecil, pipinya merona tipis.Nayla yang sejak tadi fokus makan, tiba-tiba ikut berkomentar.“Iya, semalam Mama terlihat lemas begitu,” katanya, menoleh ke Mama Siska dengan mata penasaran.Mama Siska menoleh kepadaku sekilas—sangat cepat, hampir tidak terlihat.“Oh, iya, semalam Mama agak kecapekan. Tapi sudah sembuh, berkat kapsul dari Raka,” katanya, senyumnya nakal, seperti sengaja menggoda. Aku kaget, tersedak, hampir menyemprotkan teh ke meja. Tiara buru-buru memberikan aku segelas air.“Mas, kenapa? Kamu gak apa-apa?” tanyanya, khawatir.“Gak apa-apa, cuma tersedak,” jawabku buru-buru, mencoba menutupi kepanikan. Nayla kembali menimpali dengan polos, “Oh, obat kapsul itu, ya? Iya

  • Tergoda Pesona Ibu Mertua    Bab 34. Permainan panas di dapur

    “Mas, sekarang kamu rajin sekali?” kata Tiara, setengah bercanda saat melihat aku membereskan piring kotor setelah kami makan malam.Aku hanya tersenyum tipis, tidak menjawab. Namun, tiba-tiba dia ikut membantu, padahal sebelumnya tidak pernah.Nayla juga ikut, membereskan meja, dan kami bekerja bersama seperti tim dadakan.“Kak, Abang, aku ke kamar dulu ya, mau tidur,” kata Nayla setelah selesai membersihkan meja.“Iya, Nay, selamat istirahat,” jawabku sambil tersenyum ke arahnya. Sementara Tiara hanya mengangguk dan tersenyum.Kemudian, aku melanjutkan kegiatanku. Saat aku sedang membilas gelas, Tiara tiba-tiba, memeluk pinggangku dari belakang. Aku kaget, hampir menjatuhkan gelas.“Mas, kamu kangen momen kayak gini gak? Dulu kamu selalu lakuin ini ke aku,” katanya, suaranya genit, mencoba bercanda.Namun, aku mencoba melepaskan pelukannya.“Ti, aku lagi cuci piring ini,” kataku, nadaku datar. Namun, dia malah memeluk lebih erat, tertawa kecil, seolah tidak peduli.Saat aku mencoba

  • Tergoda Pesona Ibu Mertua    Bab 33. Cemburu?

    Sore itu, setelah selesai bekerja, aku langsung pergi ke parkiran untuk meninggalkan kantor. Sebelum selesai bekerja, Mama Siska sempat mengirim pesan kepadaku, meminta tolong membeli sate untuk makan malam di rumah. Katanya, dia ingin makan sate.Namun, saat aku ingin melajukan motorku, tiba-tiba Liana datang.“Raka, boleh gak aku nebeng kamu? Hari ini aku capek banget, kalau harus nunggu ojek datang aku gak sanggup deh, biasanya suka lama soalnya,” kata Liana langsung.Aku bisa melihat wajah lelahnya. Jujur aku ingin mengantarnya, tapi aku juga harus pulang lebih cepat karena pasti Mama Siska menungguku membawakan pesanannya.“Aduh, Li, maaf banget, bukannya aku gak mau, tapi aku udah ada janji lain,” tolakku dengan halus, berusaha tidak membuatnya merasa tersinggung.“Yah, sebentar saja apa gak bisa, Raka?” tanya Liana. Wajahnya benar-benar terlihat lelah.“Gak bisa, Li. Aku harus buru-buru juga soalnya.”Namun, tak lama kemudian, Reza tiba-tiba datang.“Kamu mau pulang, Li? Aku an

  • Tergoda Pesona Ibu Mertua    Bab 32. Hubungan dengan Liana dan Reza yang aneh

    Tak lama setelah aku duduk di meja, Liana masuk kantor dengan langkah cepat, hampir berlari kecil. Bukan Liana namanya kalau tidak heboh, dia menyapa semua orang dengan suara riang, membuat suasana kantor yang tadinya sepi menjadi ramai.Namun, saat aku tidak lagi memperhatikannya dan fokus pada layar monitorku, tiba-tiba Liana datang sambil membawa segelas coklat panas.“Raka, ini pasti dari kamu, kan? Makasih ya, Raka,” katanya dengan senyum riang di wajahnya sambil menunjukkan segelas coklat panas itu.Aku mengernyitkan dahi, tidak paham dengan apa yang dikatakan Liana. “Li, itu bukan dari aku.”Namun, Liana seolah tidak peduli dan menganggap ucapanku hanya bercanda. “Ah, gak usah malu gitu, Raka. Aku tahu kamu memang bukan tipe yang perhatian secara blak-blakan.”“Tapi, Li, itu memang bukan dari aku,” kataku lagi, berusaha meyakinkan Liana.“Kenapa, Raka?” sahut Sarah yang tiba-tiba muncul setelah melihatku berbicara dengan Liana.“Sarah, kamu tadi datang sebelum aku datang, kan?

  • Tergoda Pesona Ibu Mertua    Bab 31. Sandiwara di Meja makan

    Malam sudah larut, tetapi Tiara masih belum pulang. Bukannya aku peduli ataupun khawatir, tapi aku tidak habis pikir dengan sikapnya.Demi untuk kesenangan pribadi, dia sampai berbohong entah itu padaku, Mama Siska dan Nayla. Dia benar-benar keterlaluan, sudah saatnya kebohongannya aku bongkar.Sampai kemudian rasa kantuk datang, akupun tertidur pulas.Tengah malam, aku mendengar pintu kamar dibuka pelan, aku yakin pasti Tiara. Aku berpura-pura tidur, tidak mau membuka mata. Dia duduk di ranjang, di belakang punggungku. Aku mendengar getar ponselnya, pasti sedang chatingan dengan Alex. Aku menahan napas, menahan amarah, dan tetap diam sampai aku benar-benar tertidur lagi.Hingga pagi hari tiba, sandiwara kembali dimulai. Aku membuka mata, Tiara sudah di sampingku, merangkulku erat, lalu mencium keningku.“Mas, maaf, ya, semalam ada meeting sampai larut. Makanya tidak bisa makan malam bersama,” katanya, suaranya sangat manis, seperti istri penyayang.Aku hanya tersenyum kaku, menganggu

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status