Beranda / Urban / Tergoda Pesona Ibu Mertua / Bab 4. Tamu Tak Diundang dan Sentuhan Mama Siska

Share

Bab 4. Tamu Tak Diundang dan Sentuhan Mama Siska

Penulis: Galaxybimasakti
last update Terakhir Diperbarui: 2025-03-17 19:07:50

Alicia langsung menatapku, tapi posisinya masih belum berubah. Setelah beberapa saat, baru dia bangkit dan duduk lagi di kursinya dengan santai.

“Oh, ini Raka, aku mau kasih konsep iklan untuk produk minuman yang kemarin,” katanya dengan santai, lalu menyerahkan satu map dokumen.

“Minggu depan desainnya harus selesai, dan kamu ikut aku untuk meeting dengan pihak mereka, ya. Aku mau kamu jelaskan ke mereka soal desain kita,” lanjutnya lagi.

“Baik, Bu,” jawabku, lalu meraih dokumen itu.

Aku membuka tiap lembar dokumen dan mempelajarinya sekilas.

“Raka, kamu tahu proyek ini cukup besar, kan? Jadi, aku sangat mengandalkanmu sebagai desainer grafis senior di sini,” kata Alicia sambil menatapku dengan dalam.

Saat aku menatapnya balik, aku justru menemukan sesuatu yang janggal. Alicia tampak sedikit sedang menggigit bibir bawahnya, seperti memang sengaja memainkannya. Lalu, entah kenapa tatapan Alicia kepadaku terasa semakin aneh. Matanya seperti menyiratkan sesuatu. Bahkan, aku tidak tahu sejak kapan satu kancing kemejanya yang paling atas sudah terbuka.

Aku menelan ludahku dan mengangguk pelan, berusaha tetap berpikir normal. “Iya, Bu. Saya mengerti.”

Bosku itu terkenal dengan profesionalitasnya, tetapi entah perasaanku saja atau bagaimana, setiap ada waktu untuk mengobrol berdua denganku, Alicia selalu terasa berbeda.

Dia mengangguk pelan. “Kalau gitu, silakan kembali bekerja.”

Alicia tersenyum, tapi senyuman itu benar-benar menyiratkan sesuatu.

Dari rumah sampai kantor, kenapa hari ini terasa sangat aneh?

**

Setelah seharian bekerja dan mendapat kejadian-kejadian aneh dari para wanita yang ada di kantorku, aku pulang dengan perasaan was-was. Aku berharap saat tiba di rumah, Mama Siska sudah tidur karena sekarang kebetulan sudah cukup larut. Aku tidak siap menghadapi tatapan seperti itu lagi. Kejadian hari ini benar-benar sudah membuatku merasa heran.

Tapi ternyata tidak.

Lampu ruang tamu masih menyala. Mama Siska duduk di sofa, gaun tidurnya yang tipis nyaris transparan di bawah cahaya lampu redup ruang tamu. Rambutnya tergerai sedikit berantakan, seperti baru saja bangun tidur—atau mungkin sengaja dibuat seperti itu.

Aku mencoba bersikap biasa. "Ma, belum tidur?"

Dia menoleh dan tersenyum kecil. "Belum. Mama nungguin kamu pulang."

Jantungku berdetak lebih cepat.

"Kenapa nunggu aku, Ma?" tanyaku, berusaha terdengar santai.

Dia mengangkat bahu. "Takutnya kamu gak bawa kunci rumah, nanti gak bisa masuk."

Aku mengangguk sambil melepas jaket. Memang benar bahwa aku tidak membawa kunci rumah. "Oh, kebetulan aku tadi memang lupa bawa kunci rumah, Ma. Tadi buru-buru soalnya kesiangan."

Mama Siska menatapku sejenak, lalu tersenyum tipis. "Untungnya Mama gak langsung tidur, kan?"

Aku hanya mengangguk. “Iya, makasih. Ma. Aku ke kamar dulu ya, mau bersih-bersih.”

Aku mencoba menuju kamar, tapi suara lembutnya menghentikanku.

"Raka, kalau butuh apa-apa jangan sungkan bilang sama Mama ya, Raka. Atau kalau kamu pengen makan sesuatu, bilang aja sama Mama, nanti Mama masakin," katanya sambil tersenyum lembut.

Aku sekali lagi mengangguk. “Iya, Ma.”

Setelah berada di dalam kamar, aku merasa lelah. Aku rebahkan tubuhku di atas kasur. Tatapan Mama Siska semakin hari semakin berani dan menantang.

Tiba-tiba ponselku berbunyi karena ada pesan masuk dan setelah aku lihat ternyata dari Tiara.

[Sayang, kamu sudah pulang?]

[Sudah, aku baru saja pulang. Kamu sendiri sudah selesai kerjaannya?]

[Sudah, aku lagi di jalan ke apartemen. Aku kangen banget sama kamu, pengen cepat pulang.]

[Aku juga, kamu di sana jaga kesehatan ya jangan terlalu capek.]

[Maafin aku ya, padahal kita baru saja menikah tapi aku harus pergi meninggalkanmu. Kamu pasti kesepian, tapi mau gimana lagi ini semua bukan keinginanku.]

Aku ingin balas jika aku disini baik-baik saja, walaupun sebenarnya aku tidak baik-baik saja. Ketika aku sedang asik chatan sama Tiara, tiba-tiba aku mendengar suara jeritan dan itu suara Mama Siska.

Aku langsung berlari keluar. Di ruang tengah, kulihat Mama Siska berdiri ketakutan, tubuhnya gemetar. Seorang pria bertopeng mencengkram kuat tangan Mama Siska, rupanya ada maling masuk rumah.

"Hei!" Aku berteriak, membuat pria itu melepaskan cengkramannya pada tangan Mama Siska.

Pria itu langsung menoleh ke arahku. Dia kembali menarik Mama Siska dan menekan leher Mama Siska dengan lengannya. “Kalau kamu bergerak, aku lukai ibumu!”

Aku menghentikan langkahku. Kalau aku gegabah, bisa-bisa Mama Siska celaka.

Ketika aku lihat pria itu sedang mencari celah untuk kabur, aku langsung melangkah cepat ke arahnya dan memukul wajahnya hingga dekapannya pada Mama Siska terlepas.

Bugh!

Pria itu terkejut dan langsung berlari mencoba kabur, tapi aku terus mengejarnya meskipun dia berhasil keluar dari rumah. Sebelum dia keluar dari pagar rumah, aku lemparkan pot yang kebetulan ada di depanku. Sasaran ku tepat mengenai tubuhnya, hingga dia terjatuh tapi dia berusaha untuk kabur.

“Maling sialan!” umpatku.

Aku berlari dan berhasil menangkap lengannya, menariknya keras hingga ia tersungkur. Ia mencoba melawan, tapi aku menghantam wajahnya dengan pukulan telak.

Bugh! Bugh!

“Jangan kembali ke rumah ini, sialan!”

Keributan itu membuat satpam di area kompleks rumah datang. Ketika satpam itu melihatku baku hantam dengan maling itu, dia langsung mengambil alih dan membawanya ke kantor polisi.

Setelah itu, aku berlari dan kembali masuk ke dalam rumah, ternyata Mama Siska masih berdiri di ruang tengah, wajahnya pucat.

"Ma, nggak apa-apa?" tanyaku, mendekatinya.

Ia mengangguk, masih terengah-engah. "Mama … Mama kaget."

Aku menelan ludah, mencoba menenangkan diri. "Ayo duduk dulu, Ma."

Saat aku menggenggam lengannya untuk membimbingnya duduk di sofa, aku bisa merasakan tubuhnya sedikit gemetar.

"Mama tunggu sebentar."

Aku segera pergi ke dapur, aku menuangkan segelas air untuknya. Lalu, segera kembali ke ruang tengah. Aku berikan segelas air putih untuknya, ia menerimanya dengan tangan gemetar.

"Tadi benar-benar menakutkan," katanya pelan, suaranya sedikit bergetar.

Aku mengangguk. "Untung aku langsung datang. Mama gak terluka, kan?"

Mama Siska menggeleng pelan. Dia menatapku dengan ekspresi yang sulit diartikan. Ada ketakutan di matanya, tapi juga sesuatu yang lain—sesuatu yang lebih dalam.

"Kamu… benar-benar menyelamatkan Mama," katanya lirih.

Aku tersenyum kecil. "Sudah tugasku untuk menjaga keluarga, Ma."

“Apa ada barang yang dia ambil?” tanyaku lagi.

Mama Siska kembali menggeleng pelan. “Gak ada, tadi dia mau ambil hp Mama, tapi keburu kamu datang.”

“Syukurlah kalau gak ada yang diambil juga.” Aku menghela napas lega.

Sepertinya, keputusanku untuk tidak ikut pergi dengan teman kantor yang lain malam ini memang benar. Kalau tidak, pasti mertuaku bisa celaka, atau bahkan rumah ini bisa habis dirampok.

Mama Siska terdiam sejenak, lalu tiba-tiba menggenggam tanganku erat. "Raka…"

Aku terkejut.

"Mama masih takut," bisiknya. "Malam ini… bisa kamu menemani Mama?"

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Tergoda Pesona Ibu Mertua    Bab 5. Kesetiaan yang Diuji

    Jantungku berdegup keras."Temani bagaimana, Ma?" tanyaku, berusaha terdengar netral.Dia menatapku, lalu tersenyum tipis. "Temani Mama tidur di kamar. Hanya sebentar sampai Mama tidur. Mama masih takut."Aku menelan ludah. Sejujurnya, mimpi semalam masih membuatku merasa canggung untuk berhadapan dengan Mama Siska. Namun, sekarang kondisinya berbeda. Aku juga sedikit khawatir kalau Mama Siska sampai tidak bisa tidur karena ketakutan.Namun, rasanya ini tidak benar. Bagaimana bisa aku menemani ibu mertuaku untuk tidur di kamarnya?“Tapi, Ma …”Mama Siska mengeratkan genggamannya, matanya menatapku dengan lembut. "Mama takut, Raka.""Tapi......" Aku ragu."Di rumah ini hanya ada kita berdua, Nayla masih menginap di rumah temannya. Kalau saja dia ada, Mama akan meminta Nayla untuk menemani." Mama Siska menatapku dengan mata sedikit berair. Sepertinya, dia benar-benar sangat ketakutan.Aku menghela napas pasrah. Sepertinya, pikiranku memang terlalu liar sampai-sampai hampir tega mengabai

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-17
  • Tergoda Pesona Ibu Mertua    Bab 6. Menolak dengan Tegas

    Mama Siska menatapku, ekspresinya sulit diartikan. Ada sesuatu dalam sorot matanya yang jelas tidak seharusnya ada.Namun, saat aku hendak menciumnya lagi, tiba-tiba bayangan wajah Tiara muncul di kepalaku. Aku langsung menegakkan punggungku, menarik tanganku perlahan, lalu berbalik memunggungi Mama Siska lagi. "Ma, ini nggak benar."Ia terdiam, lalu menunduk. Aku bisa melihat jemarinya mengepal di atas selimut. Ada rasa kecewa di sana, tapi juga kesadaran.Aku menghela napas, lalu bangkit dari ranjang. Mata Mama Siska masih tertuju padaku, tapi kali ini berbeda—tidak lagi ada keinginan yang terselubung, hanya ada kelelahan dan sedikit rasa malu."Maaf, Raka…" katanya, suaranya nyaris berbisik.Aku menatapnya sejenak, lalu mengangguk. "Istirahatlah, Ma. Kalau ada apa-apa, panggil saja aku."Tanpa menunggu jawaban, aku melangkah keluar kamar dan menutup pintu pelan-pelan.Aku tidak ingin mengkhianati Tiara, aku berusaha tetap setia dan sabar menunggunya.Di kamarku sendiri, aku duduk d

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-19
  • Tergoda Pesona Ibu Mertua    Bab 7. Pengkhianatan di Balik Malam

    Aku pura-pura tidak mendengar ucapannya dan langsung membantunya berdiri."Ayo saya antar.” Akhirnya aku menggandeng tubuhnya yang lemas, kita berjalan menuju pintu keluar.Namun, ada satu masalah.Aku tidak tahu di mana rumah Alicia.“Bu, di mana alamat rumahmu?” Aku berusaha bertanya padanya.Namun, seperti dugaanku, percuma bertanya kepadanya karena kondisinya yang sudah terlalu mabuk untuk memberi tahu alamat rumahnya. Aku akhirnya memutuskan untuk menyewa satu kamar agar Alicia bisa beristirahat.Sesampainya di kamar, aku menuntun Alicia untuk berbaring di ranjang. Ia menatapku dengan mata setengah sadar. "Raka..." panggilnya dengan suara serak, ia menahan lenganku hingga membuatku tetap menunduk di atasnya"Ada apa, Bu?" tanyaku dengan berusaha tetap biasa saja.Alicia tersenyum miring dan dengan gerakan pelan, satu tangannya mulai membuka kancing blazernya satu persatu. "Apa kamu benar-benar tidak tertarik padaku?" tanyanya, suaranya menggoda. Satu tangannya yang lain mulai

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-19
  • Tergoda Pesona Ibu Mertua    Bab 8. Hasrat Tak Terbendung

    “Mpphh,” lenguh Mama Siska ketika aku langsung menciumnya. Mendapat ciuman dadakan dariku, Mama Siska masih tampak sedikit bingung, ia meremas ujung bajuku dengan erat. Tanganku mulai bergerak semakin liar, bukan hanya menyentuh pahanya, tapi juga menuju ujung pahanya hingga hampir mengenai bagian intinya. Jika sebelumnya aku menolak, kini aku akan melakukan sebaliknya. Aku membuka mataku, dan melepas ciumanku. Aku melirik Mama Siska yang menatapku dengan tatapan terkejut. Ia menggigit bibir bawahnya, aku tahu ia ingin melakukannya, tetapi ada sorot kebingungan di matanya. Namun, aku tidak peduli, aku sudah tidak tahan lagi. Seketika, aku kembali mencium bibirnya. Kali ini bukan ciuman biasa, tetapi ciuman yang begitu bernafsu. Selama ini aku memang tertarik pada ibu mertuaku ini, tetapi aku masih menahannya karena memikirkan statusku sebagai suami Tiara. Mama Siska kembali terkejut melihat aksiku yang sangat agresif. “Nghhh.” Lagi-lagi Mama Siska mendesah lepas saat aku

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-20
  • Tergoda Pesona Ibu Mertua    Bab 9. Kembali ke Rutinitas

    Setelah selesai mandi dan bersiap-siap untuk bekerja, aku segera bergegas pergi. Namun, seperti biasa, Mama Siska sudah menungguku di meja makan. Dia menatapku dengan sorot mata lembut, tetapi penuh ketegasan, lalu mendorong piring berisi sarapan ke arahku.Jika mengingat peristiwa semalam, rasanya aku tidak percaya itu semua bisa terjadi. Tapi dari awal, aku memang tertarik padanya. Walaupun sudah kepala empat, tapi dia masih terlihat awet muda. Dia masih tetap cantik, tubuhnya ramping dan seksi.Setelah tahu Tiara ternyata mengkhianatiku, kini aku tidak akan lagi menjadi seorang suami yang setia."Makan dulu, Raka. Setidaknya isi perutmu sebelum berangkat," katanya.Aku hanya menggeleng sambil tersenyum tipis. "Aku buru-buru, Ma. Kopi saja sudah cukup."Mama Siska menghela napas, tapi tidak memaksaku. Aku meneguk kopiku dengan cepat, lalu beranjak pergi. Namun sebelum aku benar-benar keluar rumah, dia sempat berkata, "Jaga dirimu baik-baik."Lalu, Mama Siska mengusap lenganku dengan

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-23
  • Tergoda Pesona Ibu Mertua    Bab 10. Malam yang Lain

    Aku menyerahkan helm kepada Liana sebelum menyalakan motor. Dia menerimanya tanpa banyak bicara, lalu mengenakannya dengan sedikit canggung. Dari dekat, wajahnya memang terlihat lebih pucat dari biasanya. Saat aku menaiki motor dan menstabilkan posisi, Liana ragu-ragu sebelum akhirnya naik ke jok belakang. Aku bisa merasakan tubuhnya menempel di punggungku, meskipun dia tidak memelukku“Kamu yakin gak mau ke dokter dulu?” tanyaku memastikan lagi.Liana menggeleng pelan. “Gak perlu. Aku cuma capek aja, tadi siang aku lupa makan.”Aku menghela napas, lalu mulai melajukan motor keluar dari area parkir kantor.Beberapa menit berlalu dalam keheningan. Aku hanya fokus mengemudi, sementara Liana masih diam di belakangku. Tapi kemudian, aku mendengar suaranya yang kecil, nyaris tersapu angin.“Tumben kamu mau antar aku pulang, Raka? Dulu kamu kan gak pernah mau bawa cewek lain di motormu.”Aku menoleh sebentar sebelum kembali menatap jalan. “Kan kamu lagi sakit, Li.”Liana terkekeh pelan. “W

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-25
  • Tergoda Pesona Ibu Mertua    Bab 11. Malam bergairah bersama Liana

    Liana langsung menarik tubuhku dan mencium di bibirku. Di sela ciuman itu, dia menuntunku untuk berjalan perlahan, hingga akhirnya kami masuk ke kamarnya. Sentuhan bibirnya begitu sangat hangat, lidahnya ia mainkan membuatku semakin bergairah. "Ngghh Raka ssshh..." Dia mendesah saat aku daratkan kecupan di lehernya. Lalu kita kembali saling berciuman, kemudian ia mendorongku ke atas kasur. Ia mengambil tasnya yang tergantung di dekat pintu dan mencari sesuatu. Sampai akhirnya aku terkejut ketika melihat Liana memberikan pengaman kepadaku. "Kok kamu bisa punya ini?" Tanyaku penasaran. Liana tampak sedikit menggigit bibir bawahnya, lalu tersenyum aneh. “Itu …” Aku sedikit mengerutkan dahi sambil terus menatapnya. Sejauh yang aku tahu, meskipun Liana memang termasuk mudah bergaul, tapi dia tidak sampai ke arah seperti itu. Kemudian, bayangan Sarah yang tersenyum aneh ketika aku memutuskan untuk mengantar Liana kembali muncul di kepalaku. Ah, sepertinya aku paham sekarang.

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-26
  • Tergoda Pesona Ibu Mertua    Bab 12. Antar Nayla ke kampus

    Ia berdiri di ruang tamu, tatapannya terlihat sangat khawatir. Sepertinya Mama Siska menungguku sejak tadi, dan entah mengapa aku malah merasa bersalah padanya.Aku terdiam sejenak, mencari jawaban yang paling masuk akal. Tentu saja aku tidak bisa mengatakan kalau aku dari rumah Liana, jadi aku memilih jawaban yang aman.“Tadi masih banyak kerjaan di kantor, Ma.” Aku berusaha terdengar santai, meskipun sebenarnya entah kenapa ada ketegangan dalam hatiku.Mama Siska memperhatikanku dengan saksama, lalu mendekat. Matanya menyipit, seolah sedang menilai sesuatu yang tidak terlihat.Tanpa pikir panjang, aku langsung berjalan melewatinya. “Aku ke kamar dulu ya, Ma.”“Kenapa wangi tubuhmu aneh?” tanyanya tiba-tiba.Aku langsung tersentak dan seketika menghentikan langkahku. Jantungku berdegup lebih cepat. Aku baru sadar, sepertinya aroma parfum yang dipakai Liana tadi masih menempel di bajuku. Aku berusaha tetap tenang, meskipun dalam hati aku sudah panik setengah mati.“Eh… Aku tadi mandi

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-27

Bab terbaru

  • Tergoda Pesona Ibu Mertua    Lembur kerja

    Setelah Reza pergi, kami kembali melanjutkan makan. Tapi, wajah Liana masih terlihat kesal. Aku bisa mengerti perasaannya.Setelah makan siang, kami kembali bekerja. Tak lama kemudian, Bu Alicia memanggilku ke ruangannya. Ia memberi tahu bahwa besok akan ada proyek iklan baru, yang berarti aku harus lembur lagi.Hari ini aku pulang lebih awal dari biasanya. Saat tiba di rumah, Mama Siska masih duduk di ruang tamu. Biasanya aku langsung masuk ke kamar, tapi entah kenapa kali ini aku memilih untuk duduk sebentar di sini. Mama Siska melirikku sambil menyeruput teh hangatnya."Tumben, nggak langsung masuk kamar?" tanyanya dengan nada santai, tapi ada sedikit rasa ingin tahu di matanya.Aku tersenyum kecil. "Lagi pengen santai dulu, Ma. Habis kerjaan tadi lumayan bikin capek."Mama Siska mengangguk. "Iya, kelihatan capek banget. Tapi... ada yang aneh sama kamu malam ini, Raka. Kayak ada sesuatu yang kamu sembunyikan."Jantungku hampir berhenti sejenak. Aku berusaha tetap tenang. "Maksud Ma

  • Tergoda Pesona Ibu Mertua    Bab 13. Bocah imut dan cewek agresif

    Aku melihat sekeliling memastikan pria itu tidak mendekati Nayla lagi. Namun, aku justru melihat Nayla menatapku tanpa berkedip sambil tersenyum. "Nayla... Nayla... " Aku memanggilnya beberapa kali tapi dia tidak menjawab. Sepertinya ia sedang bengong, aku melihat ke kiri kanan dan kebelakang tapi tidak ada siapa-siapa hanya ada aku saja. Rupanya ia melihatku dari tadi. Dasar bocah, aku tertawa sambil menepuk pundaknya. "Nay, Nayla... " Ia pun tersadar, ia terlihat terkejut dan malu. "I-iya Bang." Jawabnya gelagapan. "Ko malah bengong? Kenapa? Terpesona ya lihat Abang?" Tanyaku menggodanya. Mukanya langsung memerah. "Ihh e-enggak." Tapi, muka merahnya tidak bisa berbohong, aku mencubit hidungnya yang mancung. "Yaudah kamu masuk sana! Abang pergi ya, mau langsung ke kantor!" "Iya Bang hati-hati." Nayla pun berlari menuju kelas, kita berjalan berlawanan. Tapi saat aku berbalik untuk pergi, tiba-tiba sekelompok teman perempuan Nayla datang menghampirinya. Mereka tampak heboh

  • Tergoda Pesona Ibu Mertua    Bab 12. Antar Nayla ke kampus

    Ia berdiri di ruang tamu, tatapannya terlihat sangat khawatir. Sepertinya Mama Siska menungguku sejak tadi, dan entah mengapa aku malah merasa bersalah padanya.Aku terdiam sejenak, mencari jawaban yang paling masuk akal. Tentu saja aku tidak bisa mengatakan kalau aku dari rumah Liana, jadi aku memilih jawaban yang aman.“Tadi masih banyak kerjaan di kantor, Ma.” Aku berusaha terdengar santai, meskipun sebenarnya entah kenapa ada ketegangan dalam hatiku.Mama Siska memperhatikanku dengan saksama, lalu mendekat. Matanya menyipit, seolah sedang menilai sesuatu yang tidak terlihat.Tanpa pikir panjang, aku langsung berjalan melewatinya. “Aku ke kamar dulu ya, Ma.”“Kenapa wangi tubuhmu aneh?” tanyanya tiba-tiba.Aku langsung tersentak dan seketika menghentikan langkahku. Jantungku berdegup lebih cepat. Aku baru sadar, sepertinya aroma parfum yang dipakai Liana tadi masih menempel di bajuku. Aku berusaha tetap tenang, meskipun dalam hati aku sudah panik setengah mati.“Eh… Aku tadi mandi

  • Tergoda Pesona Ibu Mertua    Bab 11. Malam bergairah bersama Liana

    Liana langsung menarik tubuhku dan mencium di bibirku. Di sela ciuman itu, dia menuntunku untuk berjalan perlahan, hingga akhirnya kami masuk ke kamarnya. Sentuhan bibirnya begitu sangat hangat, lidahnya ia mainkan membuatku semakin bergairah. "Ngghh Raka ssshh..." Dia mendesah saat aku daratkan kecupan di lehernya. Lalu kita kembali saling berciuman, kemudian ia mendorongku ke atas kasur. Ia mengambil tasnya yang tergantung di dekat pintu dan mencari sesuatu. Sampai akhirnya aku terkejut ketika melihat Liana memberikan pengaman kepadaku. "Kok kamu bisa punya ini?" Tanyaku penasaran. Liana tampak sedikit menggigit bibir bawahnya, lalu tersenyum aneh. “Itu …” Aku sedikit mengerutkan dahi sambil terus menatapnya. Sejauh yang aku tahu, meskipun Liana memang termasuk mudah bergaul, tapi dia tidak sampai ke arah seperti itu. Kemudian, bayangan Sarah yang tersenyum aneh ketika aku memutuskan untuk mengantar Liana kembali muncul di kepalaku. Ah, sepertinya aku paham sekarang.

  • Tergoda Pesona Ibu Mertua    Bab 10. Malam yang Lain

    Aku menyerahkan helm kepada Liana sebelum menyalakan motor. Dia menerimanya tanpa banyak bicara, lalu mengenakannya dengan sedikit canggung. Dari dekat, wajahnya memang terlihat lebih pucat dari biasanya. Saat aku menaiki motor dan menstabilkan posisi, Liana ragu-ragu sebelum akhirnya naik ke jok belakang. Aku bisa merasakan tubuhnya menempel di punggungku, meskipun dia tidak memelukku“Kamu yakin gak mau ke dokter dulu?” tanyaku memastikan lagi.Liana menggeleng pelan. “Gak perlu. Aku cuma capek aja, tadi siang aku lupa makan.”Aku menghela napas, lalu mulai melajukan motor keluar dari area parkir kantor.Beberapa menit berlalu dalam keheningan. Aku hanya fokus mengemudi, sementara Liana masih diam di belakangku. Tapi kemudian, aku mendengar suaranya yang kecil, nyaris tersapu angin.“Tumben kamu mau antar aku pulang, Raka? Dulu kamu kan gak pernah mau bawa cewek lain di motormu.”Aku menoleh sebentar sebelum kembali menatap jalan. “Kan kamu lagi sakit, Li.”Liana terkekeh pelan. “W

  • Tergoda Pesona Ibu Mertua    Bab 9. Kembali ke Rutinitas

    Setelah selesai mandi dan bersiap-siap untuk bekerja, aku segera bergegas pergi. Namun, seperti biasa, Mama Siska sudah menungguku di meja makan. Dia menatapku dengan sorot mata lembut, tetapi penuh ketegasan, lalu mendorong piring berisi sarapan ke arahku.Jika mengingat peristiwa semalam, rasanya aku tidak percaya itu semua bisa terjadi. Tapi dari awal, aku memang tertarik padanya. Walaupun sudah kepala empat, tapi dia masih terlihat awet muda. Dia masih tetap cantik, tubuhnya ramping dan seksi.Setelah tahu Tiara ternyata mengkhianatiku, kini aku tidak akan lagi menjadi seorang suami yang setia."Makan dulu, Raka. Setidaknya isi perutmu sebelum berangkat," katanya.Aku hanya menggeleng sambil tersenyum tipis. "Aku buru-buru, Ma. Kopi saja sudah cukup."Mama Siska menghela napas, tapi tidak memaksaku. Aku meneguk kopiku dengan cepat, lalu beranjak pergi. Namun sebelum aku benar-benar keluar rumah, dia sempat berkata, "Jaga dirimu baik-baik."Lalu, Mama Siska mengusap lenganku dengan

  • Tergoda Pesona Ibu Mertua    Bab 8. Hasrat Tak Terbendung

    “Mpphh,” lenguh Mama Siska ketika aku langsung menciumnya. Mendapat ciuman dadakan dariku, Mama Siska masih tampak sedikit bingung, ia meremas ujung bajuku dengan erat. Tanganku mulai bergerak semakin liar, bukan hanya menyentuh pahanya, tapi juga menuju ujung pahanya hingga hampir mengenai bagian intinya. Jika sebelumnya aku menolak, kini aku akan melakukan sebaliknya. Aku membuka mataku, dan melepas ciumanku. Aku melirik Mama Siska yang menatapku dengan tatapan terkejut. Ia menggigit bibir bawahnya, aku tahu ia ingin melakukannya, tetapi ada sorot kebingungan di matanya. Namun, aku tidak peduli, aku sudah tidak tahan lagi. Seketika, aku kembali mencium bibirnya. Kali ini bukan ciuman biasa, tetapi ciuman yang begitu bernafsu. Selama ini aku memang tertarik pada ibu mertuaku ini, tetapi aku masih menahannya karena memikirkan statusku sebagai suami Tiara. Mama Siska kembali terkejut melihat aksiku yang sangat agresif. “Nghhh.” Lagi-lagi Mama Siska mendesah lepas saat aku

  • Tergoda Pesona Ibu Mertua    Bab 7. Pengkhianatan di Balik Malam

    Aku pura-pura tidak mendengar ucapannya dan langsung membantunya berdiri."Ayo saya antar.” Akhirnya aku menggandeng tubuhnya yang lemas, kita berjalan menuju pintu keluar.Namun, ada satu masalah.Aku tidak tahu di mana rumah Alicia.“Bu, di mana alamat rumahmu?” Aku berusaha bertanya padanya.Namun, seperti dugaanku, percuma bertanya kepadanya karena kondisinya yang sudah terlalu mabuk untuk memberi tahu alamat rumahnya. Aku akhirnya memutuskan untuk menyewa satu kamar agar Alicia bisa beristirahat.Sesampainya di kamar, aku menuntun Alicia untuk berbaring di ranjang. Ia menatapku dengan mata setengah sadar. "Raka..." panggilnya dengan suara serak, ia menahan lenganku hingga membuatku tetap menunduk di atasnya"Ada apa, Bu?" tanyaku dengan berusaha tetap biasa saja.Alicia tersenyum miring dan dengan gerakan pelan, satu tangannya mulai membuka kancing blazernya satu persatu. "Apa kamu benar-benar tidak tertarik padaku?" tanyanya, suaranya menggoda. Satu tangannya yang lain mulai

  • Tergoda Pesona Ibu Mertua    Bab 6. Menolak dengan Tegas

    Mama Siska menatapku, ekspresinya sulit diartikan. Ada sesuatu dalam sorot matanya yang jelas tidak seharusnya ada.Namun, saat aku hendak menciumnya lagi, tiba-tiba bayangan wajah Tiara muncul di kepalaku. Aku langsung menegakkan punggungku, menarik tanganku perlahan, lalu berbalik memunggungi Mama Siska lagi. "Ma, ini nggak benar."Ia terdiam, lalu menunduk. Aku bisa melihat jemarinya mengepal di atas selimut. Ada rasa kecewa di sana, tapi juga kesadaran.Aku menghela napas, lalu bangkit dari ranjang. Mata Mama Siska masih tertuju padaku, tapi kali ini berbeda—tidak lagi ada keinginan yang terselubung, hanya ada kelelahan dan sedikit rasa malu."Maaf, Raka…" katanya, suaranya nyaris berbisik.Aku menatapnya sejenak, lalu mengangguk. "Istirahatlah, Ma. Kalau ada apa-apa, panggil saja aku."Tanpa menunggu jawaban, aku melangkah keluar kamar dan menutup pintu pelan-pelan.Aku tidak ingin mengkhianati Tiara, aku berusaha tetap setia dan sabar menunggunya.Di kamarku sendiri, aku duduk d

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status