Share

Pura-pura hamil

Penulis: KARTIKA DEKA
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-14 19:04:27

“Pakde, Bude, Taruna ingin melamar Hilya malam Minggu nanti. Taruna harap, Pakde sama Bude mau menemani,” kata Taruna pagi ini pada Suwondo dan Sekar. Dia sengaja datang pagi bersama Bu Salma agar bisa bertemu semua anggota keluarga. Hanya Rere yang tak ada, seperti biasa, dia lebih suka tinggal di kamar yang ada di restoran.

Sandi yang juga ada di tempat itu, terkejut mendengar Taruna ingin melamar Hilya. Padahal, Hilya adalah gadis incarannya. Wajahnya berubah panik, apalagi saat Sekar melihatnya.

“Kenapa mendadak?” tanya Suwondoa.

“Taruna tak mau berlama-lama. Lagipula niat baik harus segera dilaksanakan,” jawab Taruna.

“Tapi semua butuh persiapan,” kata Sekar. Raut wajahnya tampak judes, seperti biasa.

“Kamu tenang aja, semua sudah ada yang urus. Taruna bicara sama kalian, karena menganggap kalian keluarganya,” kata Bu Salma. Sekar tak menanggapi.

“Bisa kan, Pakde?” tanya Taruna.

“Bisa,” kata Suwondo akhirnya setelah mempertimbangkan.

Sandi sangat tak suka, tetapi dia tak
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • BUKAN BENALU (Pewaris sesungguhnya)    Rere diperiksa

    ‘Mati aku, kalau sampai diperiksa’ katanya dalam hati. “Gimana? Mau kan?” tanya Bu Salma. Bu Salma memberi kode pada asisten rumah tangga untuk mendorong kursi rodanya agar mendekat pada Rere dan Taruna. Setelah dekat, Bu Salma memberi kode untuk berhenti. “Nenek nggak percaya sama Rere?” tanya Rere, mulai dengan akting menangisnya. “Bukan Nenek nggak percaya, Nenek hanya mau semua jelas,” kata Bu Salma dengan tegas. “Sama aja, Nenek nggak percaya sama Rere. Nenek tega. Padahal, selama ini Rere nggak pernah jahat sama Nenek. Pasti Nenek mau membalas kami kan,” kata Rere mulai menangis. “Kamu kok malah ngelantur ngomongnya. Nenek hanya mau semua jelas. Nenek yakin, kalau benar kamu hamil, Taruna pasti akan tanggung jawab,” kata Bu Salma. Rere menghela napas panjang, mencoba menenangkan diri di tengah desakan emosinya. Matanya memandang Bu Salma yang tetap tenang, meski ucapan tegasnya seolah menelan jangi kebohongan Rere.“Nenek nggak ngerti,” kata Rere dengan suara bergetar. “R

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-16
  • BUKAN BENALU (Pewaris sesungguhnya)    Selamat dari jebakan

    "Kehamilan kamu sehat," kata dokter andrian. Seketika mata Taruna membeliak mendengarnya. Begitu juga dengan Bunga.'Apa? Aku beneran hamil?' batinnya. Rere mencoba mengatur napasnya yang sempat tertahan mendengar ucapan dokter. Wajahnya menunjukkan keterkejutan yang hampir tak bisa disembunyikan. Namun, ia segera menguasai diri, memasang ekspresi datar untuk menyempurnakan kebohongannya. Dalam hati, ia masih berusaha mencerna kenyataan bahwa dirinya benar-benar hamil.Taruna, yang sedari tadi berdiri dengan tenang, kini melangkah mendekat. Wajahnya menjadi terlihat gusar. “Apa maksud dokter?” tanyanya dengan wajah bingung. Dokter Andrian menatap Taruna dengan tenang, lalu mengangguk pelan. “Mbak Rere memang hamil. Dari hasil pemeriksaan USG, usia kehamilannya sekitar enam minggu,” jelasnya. “Kehamilannya dalam kondisi sehat, meskipun perlu dipastikan untuk kontrol rutin ke depannya.”Taruna menelan ludah. Ia memalingkan wajah sejenak, seolah mencari udara segar di tengah ruangan

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-17
  • BUKAN BENALU (Pewaris sesungguhnya)    Anak orang lain

    “Gimana, kamu berhasil bikin Hilya batal nerima lamarannya Bunga?” tanya Sandi penuh harap pada adiknya.“Gagal,” gumam Rere dengan wajah kesal.“Gagal? Kok bisa?” Sandi tampak kecewa.“Aku udah nyoba jebak Taruna, bilang kalau aku hamil,” jawab Rere dengan nada lemah.“Apa? Kamu gi la?” Sandi terperangah mendengar rencana itu.“Hanya itu cara supaya Hilya nggak jadi lamar dia,” jelas Rere, berusaha membenarkan tindakannya.“Tapi, kalau berhasil, kamu malah bakal dinikahin sama Taruna.”“Itu kan yang aku mau,” sahut Rere tegas. “Tapi rencanaku berantakan.”“Berantakan gimana?”“Nenek ternyata lebih cerdas dari yang aku kira. Dia tahu aku bohong, Taruna nggak ada hubungannya sama ini,” kata Rere, menunduk lesu.Sandi terdiam sesaat sebelum bertanya dengan suara rendah, “Tunggu ... maksudmu, kamu beneran hamil?”Rere mengangguk pelan, lalu menyandarkan tubuhnya di sofa, menghela napas panjang.“Sama siapa?” selidik Sandi. “Ridho lah, siapa lagi?”“Kamu kok bisa sesantai ini? Kamu harus

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-17
  • BUKAN BENALU (Pewaris sesungguhnya)    Datang ke rumah Nenek, sebagai tukang becak

    Taruna turun perlahan dari becaknya, menghapus keringat di kening dengan lengan bajunya yang lusuh. Topi usang yang biasanya melindungi kepala dari teriknya matahari kini ia lepaskan, seolah memberi penghormatan pada sesuatu yang besar, bukan karena rasa segan, tetapi karena beban berat yang ia bawa di hatinya. Pemuda berkulit cokelat dan berambut sedikit gondrong itu menatap lurus ke arah bangunan megah di hadapannya. Rumah neneknya. Rumah yang pernah menjadi saksi luka lama yang tak pernah sembuh.Bangunan besar itu masih terlihat sama, bahkan setelah bertahun-tahun berlalu. Pilar-pilar tinggi yang menjulang, dinding bercat putih gading yang memancarkan kesan angkuh, serta taman depan yang tertata rapi, seolah sengaja menegaskan batasan antara kelas sosial mereka. Satu sisi rumah ini penuh kemewahan, namun di sisi lain, bagi Taruna, rumah ini tak lebih dari sekadar simbol dari rasa sakit dan penolakan.Sebelum meninggal, ibunya sempat memberi pesan yang ia pegang erat-erat hingga sa

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-16
  • BUKAN BENALU (Pewaris sesungguhnya)    Bukan tentang warisan

    Mendengar ada keributan di rumahnya, Suwondo bergegas datang dari arah belakang rumah dengan langkah lebar dan cepat. Rambutnya yang mulai memutih bergerak mengikuti irama langkahnya yang penuh wibawa. Tatapannya tajam menyapu sekitar, hingga matanya tertuju pada sosok pemuda asing yang berdiri dengan tatapan menantang pada istrinya. “Siapa dia, Ma?” tanyanya dengan suara rendah, namun penuh tekanan, pada Sekar, istrinya. “Katanya, dia anak Gendis, Pa,” jawab Sekar dengan nada ketus, dan pandangan yang diarahkan pada Taruna.Mendengar nama itu, alis Suwondo langsung berkerut. Wajahnya berubah serius. Gendis adalah nama satu-satunya adiknya. Matanya meneliti pemuda yang berdiri di depannya dari ujung kepala hingga kaki. Pemuda itu tidak berusaha menunduk atau menghindari tatapannya. Sebaliknya, dia balas menatap Suwondo. “Mau apa kau kemari?” bentak Suwondo, suaranya bergema di dalam rumah yang hening. Ada kilatan amarah yang menyala di balik sorot matanya.Taruna, pemuda itu, meneg

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-17
  • BUKAN BENALU (Pewaris sesungguhnya)    Tak akan pergi

    “Sekarang kamu pergi! Tak ada yang mau kamu di sini!” teriak Suwondo, suaranya menggelegar, memantul di setiap sudut ruangan. Tangan kanannya menunjuk pintu depan, sementara tubuhnya condong ke depan, seolah siap menerkam seperti harimau yang murka di sarangnya. Wajahnya memerah, urat-urat di lehernya menegang. Di balik matanya yang tajam, tergambar kemarahan bercampur kebencian yang mendalam.Taruna tak beranjak. Tubuhnya yang tegap berdiri kokoh di tengah ruangan. Tak sedikit pun dia bergerak meski kemarahan Suwondo menghantamnya seperti badai. Pandangannya tak berubah, tetap lurus menatap pria di depannya, pakdenya sendiri. Rasa takut dan gentar seakan tidak punya tempat dalam dirinya. Baginya, kehadirannya di sini lebih dari sekadar keberanian Ini adalah tanggung jawab yang ia emban demi satu alasan. Janji terakhir yang ia ucapkan di hadapan ibunya yang kini telah tiada. Janji yang tak akan ia khianati, bahkan jika itu berarti menghadapi caci maki atau penghinaan dari keluarganya

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-17
  • BUKAN BENALU (Pewaris sesungguhnya)    pembelaan Nenek

    “Maaf, Nek. Kita bicara di tempat lain, ya? Kalau bisa, ke kamar Nenek saja,” kata Taruna dengan nada pelan, berusaha menjaga suasana hati neneknya. Pemuda itu bergerak hendak mendorong kursi roda Bu Salma. Suwondo, yang mendengar kata-kata itu, seketika marah. Ia melangkah maju, menarik kerah baju Taruna yang sudah longgar, dan menatap pemuda itu dengan marah. “Lan cang kamu!” teriaknya, suaranya menggema di dalam rumah. Taruna merasakan aliran darahnya mendidih. Dengan kasar, ia menepis tangan Suwondo. “Pakde tak ada hak mengusir saya!” katanya dengan tatapan tajam yang menantang, mencerminkan keberaniannya yang tak tergoyahkan. “Berani kamu!” Suwondo membentak, wajahnya merona karena amarah. “Ibu saya juga berhak atas rumah ini,” ujarnya dengan suara yang lebih lembut namun penuh keyakinan. “Apalagi Nenek masih hidup. Kalau Nenek yang ingin saya pergi, baru saya akan pergi!” balas Taruna dengan tenang. Suwondo terdiam sejenak, terkejut oleh ketegasan pemuda berambut go

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-17
  • BUKAN BENALU (Pewaris sesungguhnya)    Pindah kamar

    Bu Salma hanya bisa menatap punggung cucunya dengan penuh kebingungan dan kekhawatiran. Matanya menyipit, mencoba memahami apa yang sedang terjadi di pikiran Taruna. Meski usianya sudah renta, Bu Salma tak buta terhadap apa yang dirasakan oleh cucunya itu. Taruna berjalan dengan langkah cepat, wajahnya terlihat tegang, dan rahangnya mengeras seperti menahan sesuatu yang berat. Ada kemarahan yang jelas di balik setiap gerakannya."Taruna …." Bu Salma ingin memanggil, tetapi suaranya tertahan. Ia terlalu lemah untuk menghentikannya.Taruna terus melangkah keluar kamar, tatapannya lurus ke depan, dengan tangan yang mengepal kuat. Ia tak bisa lagi menahan perasaan sesak di dadanya. Neneknya yang dulu begitu dihormati dan dilindungi, kini terlupakan di rumahnya sendiri, membuat darahnya mendidih. Bagaimana mungkin mereka memperlakukan Bu Salma seperti ini? Neneknya tidak layak diabaikan dan ditempatkan di kamar yang begitu tak layak.“Dimana kamar tamu?” tanya Taruna dengan suara tegas, ma

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-17

Bab terbaru

  • BUKAN BENALU (Pewaris sesungguhnya)    Anak orang lain

    “Gimana, kamu berhasil bikin Hilya batal nerima lamarannya Bunga?” tanya Sandi penuh harap pada adiknya.“Gagal,” gumam Rere dengan wajah kesal.“Gagal? Kok bisa?” Sandi tampak kecewa.“Aku udah nyoba jebak Taruna, bilang kalau aku hamil,” jawab Rere dengan nada lemah.“Apa? Kamu gi la?” Sandi terperangah mendengar rencana itu.“Hanya itu cara supaya Hilya nggak jadi lamar dia,” jelas Rere, berusaha membenarkan tindakannya.“Tapi, kalau berhasil, kamu malah bakal dinikahin sama Taruna.”“Itu kan yang aku mau,” sahut Rere tegas. “Tapi rencanaku berantakan.”“Berantakan gimana?”“Nenek ternyata lebih cerdas dari yang aku kira. Dia tahu aku bohong, Taruna nggak ada hubungannya sama ini,” kata Rere, menunduk lesu.Sandi terdiam sesaat sebelum bertanya dengan suara rendah, “Tunggu ... maksudmu, kamu beneran hamil?”Rere mengangguk pelan, lalu menyandarkan tubuhnya di sofa, menghela napas panjang.“Sama siapa?” selidik Sandi. “Ridho lah, siapa lagi?”“Kamu kok bisa sesantai ini? Kamu harus

  • BUKAN BENALU (Pewaris sesungguhnya)    Selamat dari jebakan

    "Kehamilan kamu sehat," kata dokter andrian. Seketika mata Taruna membeliak mendengarnya. Begitu juga dengan Bunga.'Apa? Aku beneran hamil?' batinnya. Rere mencoba mengatur napasnya yang sempat tertahan mendengar ucapan dokter. Wajahnya menunjukkan keterkejutan yang hampir tak bisa disembunyikan. Namun, ia segera menguasai diri, memasang ekspresi datar untuk menyempurnakan kebohongannya. Dalam hati, ia masih berusaha mencerna kenyataan bahwa dirinya benar-benar hamil.Taruna, yang sedari tadi berdiri dengan tenang, kini melangkah mendekat. Wajahnya menjadi terlihat gusar. “Apa maksud dokter?” tanyanya dengan wajah bingung. Dokter Andrian menatap Taruna dengan tenang, lalu mengangguk pelan. “Mbak Rere memang hamil. Dari hasil pemeriksaan USG, usia kehamilannya sekitar enam minggu,” jelasnya. “Kehamilannya dalam kondisi sehat, meskipun perlu dipastikan untuk kontrol rutin ke depannya.”Taruna menelan ludah. Ia memalingkan wajah sejenak, seolah mencari udara segar di tengah ruangan

  • BUKAN BENALU (Pewaris sesungguhnya)    Rere diperiksa

    ‘Mati aku, kalau sampai diperiksa’ katanya dalam hati. “Gimana? Mau kan?” tanya Bu Salma. Bu Salma memberi kode pada asisten rumah tangga untuk mendorong kursi rodanya agar mendekat pada Rere dan Taruna. Setelah dekat, Bu Salma memberi kode untuk berhenti. “Nenek nggak percaya sama Rere?” tanya Rere, mulai dengan akting menangisnya. “Bukan Nenek nggak percaya, Nenek hanya mau semua jelas,” kata Bu Salma dengan tegas. “Sama aja, Nenek nggak percaya sama Rere. Nenek tega. Padahal, selama ini Rere nggak pernah jahat sama Nenek. Pasti Nenek mau membalas kami kan,” kata Rere mulai menangis. “Kamu kok malah ngelantur ngomongnya. Nenek hanya mau semua jelas. Nenek yakin, kalau benar kamu hamil, Taruna pasti akan tanggung jawab,” kata Bu Salma. Rere menghela napas panjang, mencoba menenangkan diri di tengah desakan emosinya. Matanya memandang Bu Salma yang tetap tenang, meski ucapan tegasnya seolah menelan jangi kebohongan Rere.“Nenek nggak ngerti,” kata Rere dengan suara bergetar. “R

  • BUKAN BENALU (Pewaris sesungguhnya)    Pura-pura hamil

    “Pakde, Bude, Taruna ingin melamar Hilya malam Minggu nanti. Taruna harap, Pakde sama Bude mau menemani,” kata Taruna pagi ini pada Suwondo dan Sekar. Dia sengaja datang pagi bersama Bu Salma agar bisa bertemu semua anggota keluarga. Hanya Rere yang tak ada, seperti biasa, dia lebih suka tinggal di kamar yang ada di restoran. Sandi yang juga ada di tempat itu, terkejut mendengar Taruna ingin melamar Hilya. Padahal, Hilya adalah gadis incarannya. Wajahnya berubah panik, apalagi saat Sekar melihatnya. “Kenapa mendadak?” tanya Suwondoa. “Taruna tak mau berlama-lama. Lagipula niat baik harus segera dilaksanakan,” jawab Taruna. “Tapi semua butuh persiapan,” kata Sekar. Raut wajahnya tampak judes, seperti biasa. “Kamu tenang aja, semua sudah ada yang urus. Taruna bicara sama kalian, karena menganggap kalian keluarganya,” kata Bu Salma. Sekar tak menanggapi. “Bisa kan, Pakde?” tanya Taruna. “Bisa,” kata Suwondo akhirnya setelah mempertimbangkan. Sandi sangat tak suka, tetapi dia tak

  • BUKAN BENALU (Pewaris sesungguhnya)    Melamar

    Beberapa hari berlalu, keadaan masih sangat canggung. Terutama Sekar yang masih belum bisa menerima kenyataan. Dia lebih banyak berdiam diri di kamarnya. Sandi dan Rere juga tetap mengelola restoran seperti biasa, meskipun sekarang mereka harus memberikan laporan rutin pada Taruna. Taruna juga memutuskan membawa Bu Salma untuk tinggal bersamanya, dan membiarkan keluarga Suwondo menempati rumah kakeknya. Setelah selesai memimpin rapat direksi di perusahaan, Taruna bergegas ke sekolah Kayra. Dia sudah janji pada gadis kecil itu untuk menjemputnya, sekaligus ingin menemui Hilya. Taruna naik mobil sport yang sudah diparkir di halaman perusahaan, melaju menuju sekolah Kayra.Sesampainya di sekolah, Taruna melihat Kayra sedang berdiri di depan gerbang, menunggu dengan wajah ceria. Tanpa ragu, ia melangkah keluar dan menyapa Kayra, yang langsung berlari menghampirinya.“Om Ganteng,” seru gadis kecil itu. Taruna segera menggendong keponakannya itu. “Om, kok Om Ganteng pake jas?” tanya K

  • BUKAN BENALU (Pewaris sesungguhnya)    19

    “Bapakmu tau, keserakahanmu. Berulang kali kamu mau mencelakai Gendis, itu sebabnya, Bapak menjauhkan Gendis dari keluarga ini, agar dia aman. Kamu sangka, Bapak nggak memantau Gendis dari jauh. Suami Gendis itu pekerja keras. Semua terbukti, saat Bapak meminta temannya membantu Ayah Taruna. Ayahnya berhasil bangkit dan menjadi seorang pengusaha sukses, yang sekarang perusahaannya diwariskan pada Taruna.”Ruangan itu menjadi hening setelah Bu Salma mengatakan yang sebenarnya. Kenyataan bahwa selama ini Suwondo bukan anak kandung Bu Salma dari pernikahan resmi ditambah kenyataan kalau ternyata sejak lama orang tuanya tau apa yang dia lakukan, membuatnya merasa kehilangan pijakan. Dia memegangi dadanya yang masih terasa sesak.Taruna, yang sejak tadi tenang, berdiri di samping neneknya, Bu Salma. Ia menatap Suwondo dengan pandangan tajam, tapi tidak ada tanda-tanda kebencian. Sebaliknya, ada rasa kasihan di matanya. Bagaimana juga, sejak Suwondo bayi, dia lah yang mengurus. Suwondo bes

  • BUKAN BENALU (Pewaris sesungguhnya)    18

    Semua wajah orang yang berkumpul di ruang tamu tampak tegang, terutama Suwondo, Sekar dan anak-anaknya. Tampak seorang laki-laki yang merupakan pengacara ada di antara mereka. “Ibu sengaja mengumpulkan semuanya di sini, untuk membicarakan pembagian harta warisan,” kata Bu Salma. “Apa lagi yang mau dibagi, Bu? Anak Bapak sama Ibu kan cuma Mas Suwondo. Sejak Gendhis pergi, Bapak sudah tidak lagi menganggapnya anak.” Sekar tampak gusar dan menutupi kegusaran hatinya dengan protes. “Tidak menganggapnya anak, bukan berarti Gendis bukan anak kami. Bapak hanya sedang emosi. Buktinya, Bapak tak pernah bilang kan, kalau nama Gendis dihapus dari ahli waris?” Perkataan Bu Salma membuat wajah Sekar melengos. “Bapak sudah bilang akan memberikan restoran buat Wondo, Bu,” kata Suwondo mencoba agak melunak karena aada pengacara yang menilai perilaku mereka. “Kamu dengar aja dulu, apa yang akan disampaikan sama Pak Jaya. Jangan ngomong terus. Ibu ini sudah tua, Ibu nggak mau, kalau nanti Ibu meni

  • BUKAN BENALU (Pewaris sesungguhnya)    17

    “Hilya, tukang becak mana yang dimaksud Sandi tadi?” tanya Ayah Hilya setelah tamunya yang beradab pulang. Hilya menelan ludah. Takut ayahnya akan marah. “Apa Taruna?” tanya Ibu Hilya yang pernah melihat Taruna membawa becak motor. “Ayah nggak melarang kamu berteman dekat sama siapa aja. Tapi kalau bisa jangan ada yang berhubungan dengan keluarga mereka. Apalagi sama Taruna, kamu bisa makan hati kalau berurusan sama keluarga mereka. Ayah bukan memandang Taruna sebelah mata, tapi kamu anak kami satu-satunya, kami nggak mau nanti melihat hidupmu menderita.” Hilya hanya bisa termangu mendengar nasehat ayahnya. Sebagai tetangga sebelah rumah, tentunya keluarga Hilya juga tau mengenai sepak terjang keluarga Suwondo. ~~~~~“Pa, semua aset Nenek kalo bisa segera diganti ke nama kita. Papa udah janji kan, kalau dua restoran buat Sandi,” kata Sandi pada Suwondo ketika mereka di ruang khusus di restoran. “Tapi nenekmu belum mau tanda tangan,” ucap Suwondo. “Kenapa sih Nenek suka sekali m

  • BUKAN BENALU (Pewaris sesungguhnya)    16

    "Itu anaknya sudah pulang," kata Ibu Hilya dengan nada lembut ketika suara motor Hilya terdengar memasuki halaman.Sandi, yang sejak tadi duduk menunggu dengan canggung, tak bisa menahan senyum malu-malu. Hatinya berdebar-debar berharap Hilya akan menerima pinangannya. "Assalamualaikum.” Terdengar suara Hilya mengucap salam. Saat melangkah masuk, Hilya sedikit terkejut melihat Sandi, bersama kedua orang tuanya, duduk di ruang tamu rumahnya.Ini jelas tak biasa. Meski rumah mereka berdekatan, namun kunjungan seperti ini jarang terjadi. Ada aura yang berbeda hari ini, dan itu membuat jantung Hilya berdebar apalagi dia melihat senyum Sandi semakin tak bisa disembunyikan.Tanpa perlu disuruh, Hilya langsung menghampiri dan menyalami Suwondo dan Sekar dengan sopan.“Hilya masuk dulu ya, Om, Tante,” ucap Hilya dengan senyum ramah, mengira kunjungan tetangga mereka hanya untuk urusan dengan orang tuanya.Namun sebelum ia sempat berbalik, suara ayahnya menghentikannya. “Duduk dulu, Hilya,” k

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status