"Jadi, apa yang kamu mau?" Mauryn mencoba untuk terdengar tegar meskipun dia gugup. Felix menatapnya lekat dengan senyum tipis menghiasi wajahnya. "Aku? Aku hanya ingin memastikan bahwa aku tidak akan menjadi pecundang lagi, dan kamu tidak mempermalukanku lagi seperti saat itu." ——— Mauryn Alexandra Devina tak sengaja memergoki pacarnya yang berselingkuh dengan seorang wanita di belakangnya. Hatinya hancur mengetahui orang yang paling dia percaya justru mengkhianatinya. Untuk melupakan kesedihannya, Mauryn memutuskan untuk menyambangi sebuah kelab malam. Malam yang dimulai dengan alkohol dan hentakan musik itu justru malah membuat Mauryn berakhir di kamar hotel bersama seorang pria yang tak asing baginya. Karena panik dan malu, Mauryn memutuskan untuk kabur dari hotel. Namun, Mauryn harus menghadapi kenyataan mengejutkan ketika dia kembali bertemu dengan pria dari malam itu yang ternyata adalah CEO baru perusahaan tempatnya bekerja, Felix Nathaniel Mahardika. Bagaimana Mauryn bisa menghadapinya? Felix adalah senior kampus yang dulu pernah dia tolak di depan umum dengan alasan konyol!
Lihat lebih banyakPagi itu dimulai seperti biasa—atau setidaknya begitu yang dipikirkan Mauryn. Ia sedang menyesap kopi di meja kerjanya, menikmati aroma hangat yang sedikit memberi ketenangan sebelum hari kerja dimulai. Namun, ketenangan itu hanya berlangsung beberapa detik. Layar laptopnya tiba-tiba membeku. Garis-garis aneh muncul, diikuti suara notifikasi bertubi-tubi dari rekan-rekan satu lantainya.Ia menoleh ke arah Bima dan Nadine, yang tampak sama bingungnya."Kenapa sistem MindFlow malah nge-freeze?" gumam Nadine, mencoba me-refresh layar.Tak sampai satu menit, kekacauan meledak.Monitor di ruang meeting menampilkan peringatan merah mencolok: "Unauthorized Access Detected. Security Breach Ongoing."Seluruh ruangan langsung gempar. Beberapa karyawan berdiri dari kursi mereka, sementara yang lain panik menekan tombol keyboard dan mengutak-atik layar sentuh perangkat mereka. Alarm pelanggaran keamanan berbunyi dari divisi IT."Serangan siber!" seru seseorang dari ujung ruangan.Nadi Mauryn berd
Evan yang pergi ke toilet tak sengaja menemukan jepit rambut milik Mauryn yang terjatuh. Dia mengenali jepit rambut itu, lalu membuka bilik di depannya yang ternyata tak terkunci. Saat pintu bilik terbuka, dia melihat Mauryn dan Felix, berdiri berhadapan di dalam sana.Dua orang itu menatap terkejut ke arahnya, seakan tak kalah terkejutnya dengan dirinya.Evan berdecih ringan. "Kalian ngapain?"Mauryn ternganga, kehilangan kata-kata. Sementara itu, Felix ingin menjadi garda terdepan melindunginya."Kamu sendiri?" tanya Felix dengan wajah datar.Kening Evan berkerut. "Apa?""Kenapa kamu membuka pintunya?"Mauryn mengambil tas miliknya, lalu memakainya. Dia memandang sinis pada Evan. "Minggir sana. Aku harus ganti baju.""Apa? Ganti baju? Di sini? Sama dia?"Mauryn melirik pada Felix, lalu menatap Evan sambil melotot. "Dasar gila. Kamu mikir apa, sih?" Dia beralih pada Felix. "Pak Feli, Bapak juga keluar deh. Kalian ini kenapa?"Karena dua pria itu masih bergeming di tempatnya, justru M
Sorak-sorai masih menggema di area festival ketika rangkaian acara perlahan mencapai puncaknya. Panggung besar dihiasi dengan layar LED raksasa yang menampilkan berbagai visual dinamis. Lampu sorot menari di udara, menerangi kerumunan karyawan yang berkumpul menikmati suasana. Mauryn menarik napas lega, mengendurkan bahu setelah penampilannya di atas panggung."Sekarang kita memasuki sesi penghargaan yang paling ditunggu-tunggu!" Suara pembawa acara menggema, menarik perhatian seluruh hadirin. "Mari kita mulai dengan penghargaan bagi mereka yang telah memberikan kontribusi luar biasa selama setahun terakhir!"Para karyawan mulai berbisik, mencoba menebak siapa yang akan membawa pulang penghargaan bergengsi."Dan pemenang Best Employee of The Year adalah ... Sophia Zhang!"Mauryn tersenyum kecil saat melihat mentornya berjalan anggun ke atas panggung. Sophia menerima piala dengan ekspresi tenang namun penuh kebanggaan."Terima kasih kepada
Mauryn meneguk minumannya dengan gelisah, berharap Anton berhenti membujuknya untuk mengikuti kontes bernyanyi. Sejak tadi, sang CPO tidak menyerah, terus menyodorkan alasan demi alasan agar Mauryn bersedia naik ke panggung mewakili divisi mereka."Mauryn, ini bukan sekadar kompetisi," Anton berkata lagi dengan nada penuh harap. "Ini tentang kebanggaan tim! Dan kita butuh seseorang dengan suara yang benar-benar bisa diandalkan!""Bapak terlalu melebih-lebihkan," Mauryn menghela napas. "Suara siapa pun pasti cukup bagus buat acara santai kayak gini.""Nggak, nggak!" Nadine menyela dengan semangat. "Suara kita semua nggak ada yang sebagus punya Mbak! Saya kalo nyanyi lebih mirip ayam tercekik!"Bima tertawa. "Kalau saya lebih mirip radio rusak! Kalo kita benar-benar pengen menang, satu-satunya harapan kita ya Mbak Mauryn."Mauryn menggeleng cepat. "Saya tetap nggak mau. Cari orang lain saja.""Ayolah, Beb," Saskia kini ikut bersuara, menyilangkan tangan di dada. "Kamu ini Senior Product
Mauryn dan rekan kerja wanita yang lain berdiri di dekat wajan saat para pria sibuk mengaduk masakan yang mereka buat.Saat para pria sibuk mengaduk wajan besar, Anton, laki-laki yang mengenakan kemeja kotak-kotak mendekati Mauryn dan berdiri di sebelahnya. Dia adalah CPO (Chief Product Officer) yang memimpin divisi produk."Hei, Mbak Mauryn," sapanya."Iya?""Kalo mau membantu di sini, kenapa nggak ikut lomba nyanyi aja buat nanti malam?""Lomba nyanyi?"Anton mengangguk. "Kamu kan jago nyanyi."Mauryn menepuk tangannya. "Benar juga. Saya salah satu kontestan buat lomba itu, kan?""Ya begitulah. Saya kira divisi kita yang kecil ini akhirnya punya perwakilan di lomba nyanyi waktu saya jadi CPO, tapi kamu selalu menolak."Saat para pria selesai mengaduk masakan, tak sengaja masakan di dalam wajan itu terciprat ke baju para wanita yang berdiri di sekitarnya. Para wanita itu pun mengamuk karena pakaian mereka kotor, lalu segera pergi untuk menggantinya.Sementara itu, Mauryn masih berdir
Langit pagi cerah dengan angin sepoi-sepoi yang menambah semarak Lumora Tech Anniversary Festival. Area outdoor yang luas sudah dihias dengan ornamen bertema Retro Party—lampu-lampu neon, poster warna-warni, dan panggung besar di tengah lapangan. Musik klasik era '80-an diputar, menciptakan suasana nostalgia yang unik.Mauryn melangkah ke area registrasi dengan semangat. Festival seperti ini adalah acara yang sulit ditolak—bukan hanya karena suasananya yang meriah, tetapi juga kesempatan langka unthk melupakan beban pekerjaan.Di meja registrasi, Nadine dan Bima sudah lebih dulu mengambil goodie bag mereka."Saya penasaran siapa yang kepikiran buat tema ini," gumam Bima sambil memeriksa isi tas kecil yang diberikan panitia. "Kita kayak disuruh cosplay jadi orang tua kita.""Jangan komplain," sela Nadine. "Seenggaknya kita nggak harus pakai wig afro."Mauryn tersenyum tipis dan menerima goodie bag serta kartu nama kecil yang disebut sebagai alat interaktif untuk permainan networking. D
Mauryn terbangun dari tidurnya dengan kepala berat. Dia mengerang beberapa kali sambil bangkit dari tempat tidurnya. Ini pertama kalinya dia bangun tanpa memikirkan Evan setelah sekian lama.Namun, bukan itu masalahnya. Kejadian tadi malam tiba-tiba menghampiri benaknya. Kejadian yang jauh lebih memalukan dibanding dia menghabiskan malam yang bergairah dengan Felix.Saat mengingat apa yang dia lakukan tadi malam, napas Mauryn tercekat. Matanya membelalak dan mulutnya menganga lebar."Aku pasti gila," gumamnya. "Aku pasti gila!"Dia menenggelamkan wajahnya di balik selimut, tidak sanggup untuk menghadapi wajah Felix di kantor hari ini. Kenapa semua hal memalukan harus terjadi di hadapan bosnya itu?Setelah cukup lama menghabiskan waktu untuk merutuki kebodohannya, Mauryn turun dari tempat tidur menuju ruang makan. Sarapan sudah tertata rapi di atas meja dan dia segera bergabung dengan Leona yang juga sudah rapi dengan seragam olahraganya. Ya, wanita itu memiliki bisnis gymnasium, juga
Angin malam berhembus pelan, menyapu rambut Mauryn yang sedikit acak-acakan setelah keluar dari bar. Langkahnya sempoyongan, tiga botol bir yang dia habiskan mulai menunjukkan efeknya. Matanya berkilat-kilat, pipinya bersemu merah, dan bibirnya melengkung dalam senyum yang terlalu santai.Di belakangnya, Felix berjalan dengan tenang, matanya terus mengawasi setiap langkah wanita itu. Sesekali, laki-laki itu tersenyum melihat Mauryn yang kesulitan menyeimbangkan tubuhnya."Dia bilang bir itu minuman ringan? Aku tertipu lagi," gumam Felix, setengah pasrah.Mauryn yang awalnya berjalan dengan langkah konsisten, tiba-tiba berlari saat melihat sebuah bus yang sedang berhenti di sebuah halte yang tak jauh dari mereka. Tanpa berpikir panjang, Mauryn mengejar bus itu dan bersiap untuk naik."Bapak ngapain? Ayo cepat naik! Bapak nggak mau pulang?" serunya sanbil melambai heboh ke arah Felix.Felix membeku sejenak, lalu menatap bus yang mulai menut
"Ketulusan yang indah hanya bertahan sekejap. Setelah itu, ia bisa menjadi belenggu atau justru hilang begitu saja."***Seminggu berlalu dengan kecepatan yang gila. Tim teknis bekerja keras memperbaiki celah keamanan, sementara tim produk dan pemasaran memastikan CloudWave tetap terlibat dalam prosesnya. Ada gesekan di sana-sini, tetapi sesuatu mulai berubah—kepercayaan mulai tumbuh.Salah satu perubahan yang paling terasa adalah interaksi antara Felix dan Mauryn. Mereka tidak hanya berbicara dalam konteks pekerjaan lagi. Ada momen-momen singkat di mana mereka berbagi pandangan yang lebih dalam, saling memahami tanpa kata-kata.Malam itu, Mauryn kembali bekerja lembur di kantornya. Lampu-lampu di luar sudah mulai redup, menandakan sebagian besar orang sudah pulang. Ia menghela napas, meneguk kopi yang sudah dingin, lalu meraih dokumennya lagi.Felix mengetuk pintu kaca dan masuk tanpa menunggu jawaban. "Masih di sini?"Mauryn mendengus. "Saya bisa menanyakan hal yang sama ke Bapak."
"Kepercayaan itu rapuh, seperti kaca. Sekali retak, meski diperbaiki, bekasnya akan selalu ada." ***Mauryn Alexandra Devina berjalan di koridor apartemen menuju unit milik Evan, kekasihnya, dengan langkah yang riang, sembari membayangkan betapa romantisnya malam yang akan dia lalui bersama Evan. Semua beban di dalam kepalanya seakan lenyap saat mengingat bahwa dia punya seseorang untuk pulang, kekasih yang sudah dia pacari selama 11 tahun sejak mereka masih kuliah.Senyum sumringah mengembang di bibirnya saat dia tiba di depan pintu apartemen. Dia memasukkan sandi pada kunci pintu otomatis, lalu masuk ke dalam apartemen itu dengan berjalan mundur."Sayang, coba tebak apa yang aku siapin buat kita malam ini. Surprise!" Senyum di wajah Mauryn langsung luntur ketika dia membalikkan badan dan melihat apa yang sedang dilakukan oleh Evan di sofa.Laki-laki itu sedang bercumbu penuh gairah dengan seorang wanita yang wajahnya terlindung dari pandangan Mauryn.Mauryn berdiri mematung di temp...
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen