Beranda / Romansa / Well, Hello Again, Mr. CEO! / Mabuk, Menyesal, dan Malu Setengah Mati

Share

Mabuk, Menyesal, dan Malu Setengah Mati

Penulis: pinkblush
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-30 23:11:13

"Di tengah kekacauan, sering kali takdir bekerja dengan caranya sendiri untuk menyambung kembali cerita yang pernah terputus."

***

Langit malam itu terasa lebih gelap dari biasanya. Mauryn berjalan tanpa arah di trotoar yang sepi, udara dingin menusuk kulitnya meskipun dia telah mengenakan blazer dengan bahan tebal. Langkahnya tidak stabil. Bukan karena mabuk, tetapi karena beban pikiran yang mengaburkan pikirannya. Bayangan Evan dan wanita itu di sofa terus menghantui pikirannya, berputar seperti film yang diputar ulang tanpa henti.

"Sial! Kenapa semuanya harus terjadi malam ini, sih?" Mauryn menggerutu, mencoba mengabaikan rasa sakit di dadanya. Sabtu malam yang terasa begitu mengerikan.

Dia berhenti di depan sebuah kelab malam dengan papan neon berwarna biru dan merah yang berkedip-kedip. Nama tempat itu, Eclipse, bersinar terang seperti memanggilnya untuk masuk. Mauryn tidak pernah menjadi orang yang suka menghabiskan malam di tempat seperti ini, tetapi malam ini berbeda. Dia butuh pelarian. Dia butuh sesuatu yang bisa membungkam suara hatinya.

Tanpa berpikir panjang, Mauryn melangkah masuk. Suara dentuman musik EDM langsung menyambutnya, bersama aroma alkohol yang menyengat. Lampu-lampu strobo berwarna-warni berkedip-kedip, menciptakan suasana yang membuat semuanya terasa seperti mimpi.

"Persetan dengan Evan," gumam Mauryn dengan suara yang nyaris tenggelam oleh kerasnya suara musik.

Dia melangkah ke bar, memesan minuman pertama, kemudian yang kedua, dan seterusnya. Rasa pahit alkohol perlahan membuat pikirannya mengabur, menggantikan rasa sakit yang ada menjadi sebuah kehangatan yang sebenarnya ... semu.

Di tengah keramaian, Mauryn ikut menari bersama orang-orang asing. Tubuhnya bergerak mengikuti irama musik, mencoba melepaskan semua beban yang menekan dadanya. Dia tertawa, bercanda dengan beberapa orang, seolah-olah dia benar-benar menikmati malam itu.

Setelah dua gelas cocktail dan entah berapa tequila yang diam ambil tanpa berpikir, Mauryn mulai merasa berada di atas awan. Dia naik ke atas panggung, mendekat pada seorang DJ yang memainkan musik, lalu menghambur-hamburkan uangnya di sana.

Dengan kaki yang tak bisa berpijak sepenuhnya, dia menyambut uluran microphone yang diberikan oleh sang DJ kepadanya. Suara musik pun mengecil dengan perlahan sesuai instruksi dari Mauryn.

Mauryn menatap orang-orang yang terdiam dan memperhatikannya, menunggu sambutan yang ingin dia sampaikan sebagai seseorang yang sudah menyumbangkan cukup banyak uang malam ini.

Di tengah penantian itu, Mauryn malah cengengesan. "Laki-laki. Semua laki-laki itu bajingan!"

Lantangnya suara itu berhasil membuat syok orang-orang yang hadir, terutama para laki-laki yang spesiesnya disinggung oleh Mauryn. Lalu, tiba-tiba saja dia menunjuk salah seorang pria random di tengah kerumunan.

"Hei, kamu! Kamu nggak selingkuh, kan? Kamu tau rasanya dikhianatin? Sakit tau nggak!" serunya.

Pria itu kebingungan, mengangkat tangan seperti orang yang ditangkap polisi, sebelum segera menjauh dari sana.

"Tuh, tuh! Kalian liat, kan? Pada awalnya, mereka mengikuti kami para perempuan kayak anak anjing kecil, tapi waktu gadis lain baik ke mereka, mereka mencium gadis itu. BAJINGAN. Oh maaf. Apa omongan aku keterlaluan? Tapi ... mereka sebut kami apa kalo mereka merasa nggak diakui? Mereka menyebut kami jalang! Bahkan pelatih anjing pun nggak bisa memperbaiki bajingan itu. MEREKA BAHKAN LEBIH ANJING DARI ANJING ITU SENDIRI!" ucap Mauryn dengan semangat yang membara, sebelum dia kembali tertawa sambil berdecih.

Setelah membuat onar dengan mengatakan omong kosong semacam itu, Mauryn langsung dibawa turun dari panggung. Wanita itu tertawa pahit dan berjalan limbunh ke pojok ruangan sambil mencoba untuk menenangkan diri.

Di sana, Mauryn duduk terdiam, dengan kepala bersandar di dinding. Air mata yang selama ini dia tahan akhirnya tumpah. Dia menangis sesegukan seperti anak kecil yang kehilangan balon, memeluk lututnya, tak peduli dengan tatapan aneh dari orang-orang di sekitarnya. Rambutnya yang biasanya tapi kini berantakan, makeupnya luntur, dan eyeliner-nya sukses membuatnya terlihat seperti katakter horor di film murahan.

Saat itulah, seorang pria asing mendekat. Dia membawa segelas air putih dan menatap Mauryn dengan ekspresi campuran antara prihatin dan geli sambil menyodorkan air itu pada Mauryn.

"Kamu nggak apa-apa?" tanyanya dengan suara lembut.

Mauryn mengangkat wajahnya yang basah oleh air mata. Pandangannya kabur karena alkohol, tetapi dia bisa melihat pria itu cukup tampan, dengan rahang tegas dan senyum yang hangat. Pria itu mengenakan jaket kulit hitam, terlihat santai tetapi penuh perhatian.

"Kenapa ... kenapa harus kayak gini? Aku cuma pengen dimengerti ... dicintai ... Evan, si brengsek itu selingkuh dari aku! Sama siapa? Sama si anak nepo yang bahkan nggak tau cara bikin laporan yang benar! Emangnya aku ini apa kurangnya sampai dia tega melakukan itu?" cerocos Mauryn.

Pria itu tersenyum kecil mendengar celotehan Mauryn.

"Aku tau aku harusnya nggak curhat sama orang asing. Tapi ... seenggaknya orang asing nggak akan menghakimi," ucap Mauryn lagi.

"Oh, aku menghakimi. Tapi cuma dalam hati," ucap laki-laki itu santai.

Mauryn berhenti sejenak, menatapnya, lalu tertawa keras. Entah karena lucu atau karena mabuknya semakin parah. Sedetik kemudian, dia kembali menatap pria itu untuk beberapa saat. Mungkin karena alkohol, atau mungkin karena dia benar-benar butuh seseorang untuk mendengar, dia mulai berbicara. Dengan suara yang penuh emosi, dia menceritakan semuanya tentang Evan, tentang pengkhianatan, dan tentang betapa hancurnya dia.

Pria itu mendengarkan dengan sabar, sesekali mengangguk atau mengucapkan kata-kata penghiburan. Ketika Mauryn selesai, dia merasa batinnya sedikit lebih ringan, meskipun matanya masih sembap.

Beberapa jam kemudian, yang terjadi adalah potongan-potongan ingatan yang samar. Tawa, percakapan tak jelas, dan tangan laki-laki itu yang membantunya keluar dari kelab.

***

Ketika Mauryn membuka mata keesokan paginya, cahaya matahari yang menembus tirai tipis menyilaukan matanya. Mauryn meringis, mencoba menyesuaikan diri dengan cahaya itu. Kepalanya terasa berat, seperti ada marching band yang mengadakan konser di dalamnya. Dia melirik sekeliling, mencoba memahami di mana dia berada.

Saat itulah dia menyadari sesuatu yang janggal. Ini bukan kamarnya. Seprai putih bersih dan dekorasi netral ini jelas milik hotel.

"Ya Tuhan, apa yang aku lakukan?" bisiknya dengan panik.

Dia memeriksa dirinya sendiri. Tubuhnya polos tanpa sehelai benang pun. Pakaian yang dia kenakan semalam sudah tergeletak di lantai. Mauryn semakin panik. Tapi sebelum dia sempat mencerna situasinya, matanya tertuju pada seseorang yang tidur di sebelahnya.

Seorang pria.

Mauryn menahan napas, jantungnya seperti ingin meloncat keluar dari dadanya. Wajah pria itu tertutup sebagian oleh selimut, tapi ada sesuatu yang familiar...

Dia perlahan menarik selimut yang menutupi wajah pria itu. Begitu melihatnya dengan jelas, Mauryn merasa seperti disambar petir.

"Kak Felix?!" serunya setengah berbisik, takut pria itu bangun.

Felix, senior kampus yang dulu pernah dia tolak dengan alasan konyol. Ingatan itu kembali menghantamnya.

Waktu itu, di sekitar pintu gerbang kampus, Felix tiba-tiba saja mendatangi Mauryn, dan mengajaknya berpacaran depan puluhan mahasiswa. Lalu apa jawaban Mauryn? "Maaf, aku nggak bisa pacaran sama cowok yang pake kemeja kotak-kotak hijau stabilo dengan celana cokelat. Selain itu, Kakak juga bau keringat. Aku orangnya jijikan. Nggak suka sama orang bau."

Dia hampir tak bisa bernapas ketika mengingat bagaimana dia pernah mempermalukan pria ini di depan umum.

Dan sekarang? Sekarang dia terbangun di sebelah pria itu di kamar hotel tanpa pakaian!

Mauryn memegang kepalanya yang berdenyut. Bagaimana ini bisa terjadi? Kenapa dia bisa berakhir di sini, bersama Felix? Ingatannya malam itu begitu kabur. Dia hanya ingat percakapan di kelab, lalu semuanya gelap.

"Ishhh bego, bego, bego!" Dia memukul-mukul kepalanya sendiri.

Dia melirik Felix lagi. Pria itu masih tertidur pulas, napasnya teratur. Mauryn mencengkeram rambutnya sendiri, mencoba memikirkan cara keluar dari situasi ini. Jika Felix bangun dan mereka harus menghadapi kenyataan ini, dia tidak tahu apa yang harus dia katakan.

"Oke, oke, tenang, Mauryn," bisiknya pada dirinya sendiri. "Kamu cuma perlu ... kabur sebelum dia bangun."

Dengan gerakan cepat, dia bergerak turun dari tempat tidur, memungut pakaiannya yang berserakan di lantai, dan memakainya dengan gerakan terburu-buru. Tapi di tengah proses itu, dia tersandung kakinya sendiri dan hampir terjatuh.

Felix bergumam pelan sambil mengubah posisinya di tempat tidur. Mauryn membeku, mrnahan napas, berharap Felix tidak benar-benar bangun.

Saat dia berhasil memakai pakaiannya dan mengintip ke arah Felix, pria itu masih terlelap. Dengan hati-hati, dia meraih tasnya dan merangkak menuju pintu seperti agen rahasia di film action.

Sebelum pergi, Mauryn melihat Felix sekali lagi. Sebuah perasaan bersalah merayap di hatinya. Dia tidak tahu apa yang terjadi malam itu, tetapi yang jelas, dia tidak ingin menghadapi konsekuensinya sekarang.

Begitu dia keluar dari kamar, dia menutup pintu pelan dan berdiri di lorong, berusaha mengatur napasnya.

"Aku benar-benar nggak percaya ini bisa terjadi," gumamnya dengan wajah merah padam.

Dia langsung memanggil taksi dan pergi, meninggalkan hotel itu dan semua rasa malunya.

Di perjalanan pulang, Mauryn mencoba mengingat detail semalam, tapi semuanya samar. Dia hanya ingat bahwa Felix mendengarkan semua ceritanya tentang Evan, bahkan menertawakannya saat dia mengutuk pacarnya itu. Pikirannya kacau, bercampur aduk antara rasa sakit akibat pengkhianatan Evan dan kebingungan akibat malam yang dia habiskan bersama Felix. Dia ingin menangis lagi, tetapi air matanya seolah telah habis.

Mauryn menarik napas panjang, mencoba menenangkan diri. Dia tahu dia tidak bisa menghindari kenyataan ini selamanya. Tapi untuk saat ini, dia hanya ingin beristirahat. Hari yang baru saja berlalu sudah cukup berat, dan dia butuh waktu untuk menyusun kekuatannya kembali. Di tengah rasa pusing dan perut yang mual, satu hal jelas. Ini adalah salah satu pagi terburuk dalam hidupnya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Well, Hello Again, Mr. CEO!   24 Jam Paling Kacau dalam Hidupku

    "Kadang, kita harus lewat jalan yang paling tidak terduga untuk menemukan kenyataan yang paling menyakitkan." – Mauryn Alexandra Devina *** Sebelumnya, Mauryn pulang ke rumah dalam keadaan kacau dan disambut oleh kepanikan dua sahabatnya, Leona dan Tessa. Setelah menceritakan apa yang terjadi, sesuai harapan, Leona yang memiliki tempramen tinggi langsung bersiap untuk membocorkan kepala Evan.Namun, semua berubah saat dia menceritakan bahwa dia menjalani one night stand dengan seseorang yang sangat tidak terduga.Felix, yang dulu merupakan senior kampus mereka bertiga.Dua sahabat Mauryn langsung mengejeknya, mengatakan betapa mereka mengingat bagaimana dulu Mauryn menolak pria itu saat tiba-tiba saja dia mengajak Mauryn berpacaran.Meskipun begitu, bercerita pada Leona dan Tessa bisa menekan rasa khawatir dan sedih yang masih melanda hati Mauryn saat ini. Yang jelas, itu adalah 24 jam paling kacau yang pernah terjadi dalam hidupnya.Setelah sedikit tenang, dia memutuskan untuk perg

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-30
  • Well, Hello Again, Mr. CEO!   CEO Baru, Masalah Baru

    "Sebelas tahun cinta bisa runtuh dalam hitungan detik. Dan yang lebih ironis, orang yang dulu tak sengaja kupermalukan justru menjadi saksi kejatuhanku." -Mauryn Alexandra Devina***Di pagi hari yang cukup cerah ini, Mauryn berjalan dengan langkah gontai dari parkiran menuju kantor yang jaraknya lumayan jauh dengan kepala berat. Bukan hanya karena heels-nya yang kebesaran setengah ukuran—meskipun itu juga berkontribusi pada penderitaannya pagi ini—tetapi karena isi kepalanya yang masih berkabut oleh kejadian semalam.Dia menemukan kekasih yang sudah dia pacari selama sebelas tahun telah berselingkuh darinya. Lalu, ada satu insiden yang terjadi bersama seseorang dengan nama tak terduga.Felix Nathaniel Mahardika.Felix yang dulu pernah dia tolak dengan alasan paling konyol seumur hidupnya. Felix yang semalam entah bagaimana bisa terlibat dalam malam tergelapnya. Dia menghabiskan seluruh harinya dengan memikirkan masalah itu.Mauryn masih belum mengerti bagaimana semua ini bisa terjadi

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-26
  • Well, Hello Again, Mr. CEO!   Kebenaran yang Tidak Ingin Didengar

    Mauryn tidak langsung pulang setelah jam kerja berakhir. Hari ini terlalu melelahkan, terlalu banyak drama, dan dia butuh pelarian.Bagaimana tidak? Sepanjang hari, Mauryn seperti bermain petak umpet dengan Felix. Setiap kali dia mendengar langkah kaki di lorong, dia langsung menghindar. Setiap kali ada yang mengetuk pintu ruangannya, dia memastikan dulu dari jendela kaca sebelum membuka. Bahkan, surel yang dikirim Felix padanya pun sama sekali tak digubris. Hingga akhirnya, dia berhasil melewati satu hari itu tanpa bertemu Felix hingga dia pulang.Mauryn sudah membuat janji untuk menongkrong di kafe bersama Leona dan Tessa, tetapi Leona tidak bisa datang.Begitu tiba di kafe, Mauryn langsung melihat Tessa sudah duduk di meja pojok dengan dua gelas kopi di depannya."Gue tau lo pasti butuh ini," kata Tessa sambil mendorong salah satu gelas ke arah Mauryn."Makasih, ya. Lo emang penyelamat gue deh."Mauryn menyesap kopinya sebelum akhirnya menghela napas panjang. "Hari ini ... benar-be

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-28
  • Well, Hello Again, Mr. CEO!   Jeda Sebelum Luka yang Lebih Dalam

    "Maaf tanpa penyesalan hanyalah jeda sebelum luka yang lebih dalam." *** "Maksud lo apa? Nggak ada cinta lagi? Lo nggak berdebar-debar lagi waktu bersama dia? Itu wajar. Gimana mungkin lo selalu berdebar-debar tanpa penyakit? Gue juga udah lama nggak berdebar-debar karena Tessa," ucap Arhan dengan suara yang terdengar setengah bercanda, tetapi juga setengah serius. Evan menghela napas panjang, tatapannya kosong menatap gelas di depannya. "Gue berdebar-debar saat berpikir bakal nikahin dia. Waktu gue bangun di pagi hari, Mauryn akan ada di rumah, sambil memegang segelas jus yang entah terbuat dari apa. Waktu gue pulang kerja, Mauryn bakal ada di rumah, sambil mengeluh tentang harinya lalu nyuruh gue mandi." "Yaiyalah. Itu alasan kebanyakan orang menikah. Selalu bersama saat weekend, hari raya, dan liburan. Selalu bareng 24 jam, 365 hari. Makan, tidur, dan melakukan semuanya sama-sama." Arhan meneguk minumannya. Kepala Evan menggeleng pelan, seakan ada beban besar yang menindih

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-05
  • Well, Hello Again, Mr. CEO!   Tanda-tanda Perpisahan

    "Kadang yang lebih menyakitkan dari perselingkuhan adalah kehilangan penghargaan akan semua yang telah diperjuangkan."***Peristiwa yang terjadi tadi malam membuat tubuh Mauryn drop hingga terpaksa dia tidak bisa masuk kerja hari ini.Setelah mendengar Evan mengatakan hal-hal menyakitkan tentangnya tadi malam, dia merasa seperti kehilangan energi. Demamnya mencapai 40 derajat yang membuatnya hampir opname di rumah sakit, tetapi dia menolaknya dan memilih untuk diinfus di rumah saja. Jantungnya sakit, perutnya mual, bahkan untuk menelan makanan pun terasa sulit.Leona, yang sangat prihatin dengan kondisi sahabatnya, dengan sigap mengambil alih segala yang dibutuhkan oleh Mauryn."Minum ini dulu, Ryn," kata Leona, menyodorkan segelas air putih.Mauryn menatap gelas itu dengan mata sayu. "Gue nggak haus.""Lo mau mati? Jangan bodoh."Leona memang bukan tipe yang lembut dalam berbicara, tapi dia tahu kapan harus menjadi sahabat yang baik. Dia membantu Mauryn duduk dengan hati-hati, lalu

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-07
  • Well, Hello Again, Mr. CEO!   Akhir Menuju Awal yang Baru

    "Kamu tau bukan kayak gitu. Terlepas dari dia, kita udah--""Kita kenapa? Apa? Kita udah punya masalah? Itu alasan kamu melakukan ini? Itu cuma hal yang mau kamu percayai. Meskipun seseorang udah mau mati, kalo kamu membunuh dia, tetap aja itu namanya pembunuhan. Meskipun kita punya masalah, kamu mengakhiri itu dengan buruk. Jadi, hentikan omong kosong itu!"Nada suara Mauryn meninggi, membuat kepalanya berdenyut nyeri. Dia merintih, memegang sisi kepalanya yang terasa seperti dihantam sesuatu yang tak terlihat.Sementara itu, Evan tetap diam dengan wajah penuh kejengkelan yang dia tahan."Oke. Aku nggak bisa bilang kalo aku nggak tau sama sekali. Sikap kamu jadi dingin, aku jadi lebih gelisah. Aku juga sadar akan hal itu. Biarpun begitu, aku berusaha lebih keras. Karena itu semuanya menjadi lebih baik. Tapi kamu merusak semuanya." Mauryn menatapnya dengan mata penuh luka tak terlihat.Evan menghela napas, dia semakin lelah menghadapi Mauryn. "Berusaha itu bukan cinta.""Cinta? Apa hu

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-08
  • Well, Hello Again, Mr. CEO!   Pagi yang Sial

    Pagi ini, sinar matahari menembus jendela taksi yang dinaiki Mauryn, memantulkan cahaya lembut di wajahnya yang madih menyiratkan sisa-sisa kelelahan. Kepalanya bersandar pada kaca, matanya kosong menatap jalanan Jakarta yang ramai, tetapi pikirannya terjebak dalam kekacauan yang sama sekali berbeda. Sesekali, dia menghela napas panjang, seolah mencoba mengusir pikiran-pikiran yanh terus menghantuinya sejak tadi malam.Terlebih lagi, dia tidak tahu bagaimana bisa bersikap jika tak sengaja berpapasan dengan Evan di kantor. Itu akan menjadi suasana yang sangat canggung bagi mereka setelah hubungan yang berakhir dengan cara yang rendahan dan penuh drama.Pikiran itu membuat dadanya terasa sesak. Bayangan Evan dengan senyum andalannya, yang dulu selalu berhasil membuatnya luluh, kini hanya meninggalkan perasaan pahit."Harusnya aku nggak usah khawatir. Emangnya kenapa kalo ketemu? Aku cuma harus berusaha move on sekarang dan buktiin kalo aku bisa bahagia meskipun tanpa dia," gumam Mauryn

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-09
  • Well, Hello Again, Mr. CEO!   Tekanan Klien

    Suara dering telepon dan notifikasi pesan bersahut-sahutan memenuhi ruangan open space, terkhusus Tim Product Development yang berada di bawah Divisi Product Lumora Tech. Monitor-monitor menyala dengan tab-tab penuh grafik dan dokumen, sementara para karyawan tampak sibuk menelepon, mengetik, atau berdiskusi dengan ekspresi tegang. Mauryn, selaku Senior Product Manager 1 baru saja meletakkan tasnya di meja ketika Nadine, Head of Product Development, bergegas menghampiri. "Mbak Mauryn! Klien besar kita, CloudWave, minta fitur baru di platform mereka diluncurkan dalam waktu tiga minggu! Mereka bilang kalo kita nggak bisa penuhi, mereka akan pertimbangkan pindah ke vendor lain!" Nadine hampir kehabisan napas saat mengatakannya. Mauryn membeku sejenak. Tiga minggu? Mustahil. Fitur yang diminta CloudWave, yaitu integrasi otomatis data pengguna lintas platform dengan tingkat keamanan tinggi, masih dalam tahap awal pengembangan. "Tiga minggu?! Mereka pikir kita punya tongkat sihir apa?!" M

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-10

Bab terbaru

  • Well, Hello Again, Mr. CEO!   Kehamilan yang Dirahasiakan

    Pintu apartemen terbuka pelan. Suara kunci diputar nyaris tak terdengar di tengah suara hujan yang masih menetes ringan di luar sana. Sepatu hak tinggi Mauryn menyentuh lantai kayu dengan langkah lesu. Tubuhnya lunglai. Kepala berdenyut. Perutnya terasa seperti dipelintir sejak siang. Dia hanya ingin meresap dalam diam, mengganti baju, lalu tenggelam dalam kasur.Namun yang menyambutnya justru bukan keheningan yang dia harapkan.Leona duduk di ujung sofa dengan tangan menyilang di dada, wajahnya kaku seperti batu karang. Tatapannya menusuk tajam, seperti bisa menembus seluruh kulit luar Mauryn dan melihat apa yang tersembunyi di dalam.Tessa berdiri di dekat jendela, tak kalah tenang tapi jelas-jelas menyimpan badai di balik tatapan matanya yang lembut."Baru pulang?" ucap Leona tanpa basa-basi, suaranya dingin, tajam, mengiris seperti belati.Mauryn berdiri mematung di ambang pintu, merasakan tengkuknya mulai dingin oleh hawa yang tiba-t

  • Well, Hello Again, Mr. CEO!   Musuh dalam Selimut

    Mauryn dan orang-orang yang berada di tim gabungan, menyisir ulang akses dan log login. Satu nama muncul berulang—dengan pola waktu mencurigakan, lokasi yang sama, dan durasi login yang panjang dengan nama Luna Sasmita. Mauryn menahan napas. Luna. Pegawai baru yang hampir tak pernah bersuara di rapat. Yang masih terlihat canggung dan sering duduk paling pojok. Pegawai yang baru bekerja di Lumora Tech sejak masalah ini terjadi. Dan yang dulu ... bekerja sebagai SPG makanan beku di kantin basement kantor. "Dia masuk lewat jalur rekrutmen vendor," ucap Felix sambil menelusuri data HR. "Direkrut cepat karena katanya punya background teknik dari universitas luar negeri, tapi nggak pernah bisa diverifikasi penuh. Sulit bagi saya untuk menelusuri setiap karyawan baru, karena saya nggak langsung mewawancarai mereka." Mauryn merasa dadanya sesak. "Perangkat pribadinya?" tanya Sophia. "Udah di-clone tim forensic. Kami temukan pattern log mirip di ponselnya. Dan ... ada jejak komunikasi

  • Well, Hello Again, Mr. CEO!   Pendarahan

    Mauryn membuka laptopnya dengan tangan sedikit bergetar. Dia nyaris tidak tidur semalam. Di otaknya, log aktivitas aneh dan alamat IP dari co-working space itu terus berputar seperti kaset rusak. Dia tahu kalau ini benar-benar ulah orang luar, maka ini bukan sekadar insiden. Ini sudah level sabotase.Felix belum terlihat sejak pagi. Tapi tak lama setelah jam kantor dimulai, sebuah notifikasi masuk ke ponselnya, pesan dari Sophia Zhang."Meet me at Lab 7, 10 AM. Bring everything."***Satu jam kemudian, Mauryn berjalan cepat menuju lantai bawah tanah tempat ruang Lab 7 berada. Ruangan ini jarang dipakai, kecuali untuk riset mendalam yang melibatkan sistem keamanan canggih atau pengujian teknologi baru. Dinding-dindingnya dilapisi bahan kedap suara, dan hanya bisa diakses dengan sidik jari.Saat dia masuk, Sophia sudah duduk di depan tiga layar besar. Di belakangnya, layar hologram memproyeksikan arsitektur sistem logging Lumora Tech, berpijar dalam bayangan biru."Duduk," kata Sophia t

  • Well, Hello Again, Mr. CEO!   Tidak Ada yang Bisa Dirayakan

    Mauryn keluar dari ruang periksa dengan langkah pelan, seperti mayat hidup. Dunia luar masih sama. Matahari menyelinap malu di balik awan, pepohonan bergetar pelan ditiup angin. Tapi semuanya terasa ... palsu. Di duduk di halte kecil di depan klinik, menyandarkan punggung ke dinding dan memejamkan mata. Tangan gemetar menyentuh perutnya. Belum ada tonjolan, belum ada bentuk. Tapi di sana—katanya—ada kehidupan. Ada makhluk kecil yang tumbuh, tanpa izin, tanpa permisi, di tengah hidup yang sedang porak-poranda. Mauryn ingin tertawa. Pahit. Lucu sekali nasib ini menertawakannya. Tuhan barangkali sedang iseng hari ini. Di mengingat Evan. Perselingkuhannya yang entah benar atau tidak. Kebohongannya. Betapa dia sempat berpikir, mungkin suatu hari mereka akan punya anak. Tapi bukan begini caranya. Dan Felix... Mauryn menggigit bibir bawahnya. Malam itu kabur. Dia mabuk. Terlalu mabuk. Dan ketika pagi datang, semuanya sudah terlambat. Dia tidak bisa membayangkan bagaimana memberitahunya

  • Well, Hello Again, Mr. CEO!   Hamil?

    Mauryn pulang dengan kepala penuh kekhawatiran. Ini jelas masalah yang besar. Bahkan, PTSD Evan yang terjasi padanya lima tahun lalu kembali kambuh. Fakta bahwa seseorang dari dalam telah membuka pintu bagi peretas membuatnya gelisah. Ini bukan hanya tentang kelalaian, tapi pengkhianatan yang disengaja. Dan jika benar pelakunya adalah orang dalam, maka kemungkinan dia masih bebas berkeliaran di kantor, memantau setiap langkah mereka. Mauryn tahu dia tak bisa diam. Dia juga tahu, ini bukan waktunya untuk membuat keputusan gegabah. Di meja makan, Mauryn asyik melamun sembari mengaduk-aduk makanannya di atas piring. "Lo kenapa ngelamun gitu? Mikirin apa?" tanya Leona, saat melihat ada yang tak beres dengan sahabatnya. Pertanyaan itu membuyarkan lamunan Mauryn. Dia menghela napas berat. "Di kantor lagi ada masalah besar. Data pelanggan diretas dan situasi bener-bener kacau. PTSD Evan sampai kambuh gara-gara masalah ini. Udah lima tahun sejak terakhir kali dia kayak gini." "Maksud lo?

  • Well, Hello Again, Mr. CEO!   PTSD

    Di sisi lain, di ruangan berbeda, salah satu teknisi keamanan siber tiba-tiba berdiri dengan wajah pucat."Pak Evan, kami menemukan sesuatu," katanya dengan suara bergetar.Evan berjalan mendekat dengan cepat. "Apa?"Teknisi itu menelan ludah sebelum menunjuk layar komputernya. "Serangan ini ... tidak berasal dari luar."Hening seketika.Evan mendekat. "Maksud kamu?"Teknisi itu menoleh ke arah semua orang di ruangan. "Serangan ini datang dari dalam. Dari seseorang di kantor kita sendiri."Sunyi. Begitu sunyi hingga dentingan halus dari lampu neon yang bergetar di langit-langit terasa seperti dentuman. Tidak ada suara selain napas tertahan dan denyut ketegangan yang memenuhi ruangan.Evan berdiri di depan layar komputer, tubuhnya membeku seperti patung marmer. Kata-kata teknisi tadi terus terulang di kepalanya seperti gema yang menghantam dinding tanpa henti.Serangan ini datang dari dalam.Mat

  • Well, Hello Again, Mr. CEO!   Zona Krisis

    Jam masih menunjukkan pukul delapan ketika Mauryn melangkah masuk ke ruang rapat kecil lantai 22, tempat yang biasanya dipakai untuk review sprint mingguan Tim IT & Security. Tapi pagi ini, ruangan itu dipenuhi oleh wajah-wajah tegang, sebagian besar mengenakan hoodie bertuliskan "CyberSec" dan ekspresi mata yang belum tidur semalaman. Di ujung meja, Evan berdiri dengan laptop terbuka, mengangguk pelan begitu melihat Mauryn masuk. "Thanks udah datang tepat waktu," katanya, suara datarnya hanya sedikit lebih hangat dibanding AC yang menggigilkan ruangan. "Kita mulai." Mauryn duduk di sisi kanan meja, membuka laptopnya sendiri, mencoba tidak terganggu oleh tatapan sinis beberapa teknisi yang bahkan tidak berusaha menyembunyikan ketidakpercayaannya padanya. "Seperti yang kalian tau," Evan memulai, "Tiga puluh tujuh jam terakhir adalah mimpi buruk. Sistem kita kebobolan. Akses data sensitif terekam dalam skala yang belum pernah terjadi. Pihak legal sedang menyiapkan pernyataan untuk in

  • Well, Hello Again, Mr. CEO!   Duri dalam Daging

    Siang harinya, setelah beberapa kali pertemuan singkat dengan tim pengembang dan bagian legal, Mauryn kembali ke ruangannya sendiri. Di hadapannya, laptop menyala dengan daftar nama pengguna yang tercatat dalam log akses sistem pada jam kejadian. Matanya bergerak cepat menelusuri baris-baris nama, kebanyakan akrab: anggota tim engineering, QA, bahkan beberapa dari tim marketing yang pernah diberi akses untuk demo produk. Tapi satu nama membuatnya berhenti. Satu baris, dengan timestamp mencurigakan: 03.42 AM. Itu adalah waktu ketika tidak ada aktivitas terjadwal apa pun. Dan nama itu adalah ... seseorang dari timnya sendiri. "Nadine ...," bisiknya pelan, hampir tidak percaya. Dia menatap layar lebih lama, berharap log itu salah. Atau ada glitch. Tapi tidak. Aksesnya valid. Permintaan datanya terekam dengan jelas. Bahkan IP yang digunakan adalah IP internal dari jaringan kantor. Mauryn meneguk napas dalam-dalam. Dia mengenal Nadine. Sejak bergabung dengan Lumora Tech enam bulan l

  • Well, Hello Again, Mr. CEO!   Serangan Cyber

    Cahaya matahari belum sepenuhnya menembus jendela kaca gedung Lumora Tech ketika Mauryn melangkah masuk ke lobi utama. Biasanya, pagi-pagi begini hanya ada suara langkah sepatu formal dan sesekali tawa lelah dari para pegawai yang baru datang. Tapi pagi ini... ada yang berbeda. Suasana yang biasanya tenang kini terasa sesak. Sekumpulan orang berbaju formal, sebagian membawa kamera, berdiri di depan meja resepsionis. Suara mereka berbisik cepat, tangan menunjuk ke arah lift, dan wajah-wajah mereka menyiratkan sesuatu yang lebih dari sekadar kelelahan. Kecemasan. Kepanikan yang ditahan. Dia berjalan cepat menuju ruangannya. Ada sedikit masalah, tetapi Mauryn berharap itu bukan masalah besar dan tim keamanan bisa mengatasinya. Saat masuk ke dalam ruangan, dia bisa melihat Anton sedang berbincang dengan seorang wanita di ruangannya. Mauryn duduk di kursinya, lalu mulai mengerjakan pekerjaannya. Tak lama kemudian, eorang staf wanita dari Tim HR datang ke ruangan Tim Product Development

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status