Home / Romansa / Well, Hello Again, Mr. CEO! / Mabuk, Menyesal, dan Malu Setengah Mati

Share

Mabuk, Menyesal, dan Malu Setengah Mati

Author: pinkblush
last update Huling Na-update: 2025-01-30 23:11:13

"Di tengah kekacauan, sering kali takdir bekerja dengan caranya sendiri untuk menyambung kembali cerita yang pernah terputus."

***

Langit malam itu terasa lebih gelap dari biasanya. Mauryn berjalan tanpa arah di trotoar yang sepi, udara dingin menusuk kulitnya meskipun dia telah mengenakan blazer dengan bahan tebal. Langkahnya tidak stabil. Bukan karena mabuk, tetapi karena beban pikiran yang mengaburkan pikirannya. Bayangan Evan dan wanita itu di sofa terus menghantui pikirannya, berputar seperti film yang diputar ulang tanpa henti.

"Sial! Kenapa semuanya harus terjadi malam ini, sih?" Mauryn menggerutu, mencoba mengabaikan rasa sakit di dadanya. Sabtu malam yang terasa begitu mengerikan.

Dia berhenti di depan sebuah kelab malam dengan papan neon berwarna biru dan merah yang berkedip-kedip. Nama tempat itu, Eclipse, bersinar terang seperti memanggilnya untuk masuk. Mauryn tidak pernah menjadi orang yang suka menghabiskan malam di tempat seperti ini, tetapi malam ini berbeda. Dia butuh pelarian. Dia butuh sesuatu yang bisa membungkam suara hatinya.

Tanpa berpikir panjang, Mauryn melangkah masuk. Suara dentuman musik EDM langsung menyambutnya, bersama aroma alkohol yang menyengat. Lampu-lampu strobo berwarna-warni berkedip-kedip, menciptakan suasana yang membuat semuanya terasa seperti mimpi.

"Persetan dengan Evan," gumam Mauryn dengan suara yang nyaris tenggelam oleh kerasnya suara musik.

Dia melangkah ke bar, memesan minuman pertama, kemudian yang kedua, dan seterusnya. Rasa pahit alkohol perlahan membuat pikirannya mengabur, menggantikan rasa sakit yang ada menjadi sebuah kehangatan yang sebenarnya ... semu.

Di tengah keramaian, Mauryn ikut menari bersama orang-orang asing. Tubuhnya bergerak mengikuti irama musik, mencoba melepaskan semua beban yang menekan dadanya. Dia tertawa, bercanda dengan beberapa orang, seolah-olah dia benar-benar menikmati malam itu.

Setelah dua gelas cocktail dan entah berapa tequila yang diam ambil tanpa berpikir, Mauryn mulai merasa berada di atas awan. Dia naik ke atas panggung, mendekat pada seorang DJ yang memainkan musik, lalu menghambur-hamburkan uangnya di sana.

Dengan kaki yang tak bisa berpijak sepenuhnya, dia menyambut uluran microphone yang diberikan oleh sang DJ kepadanya. Suara musik pun mengecil dengan perlahan sesuai instruksi dari Mauryn.

Mauryn menatap orang-orang yang terdiam dan memperhatikannya, menunggu sambutan yang ingin dia sampaikan sebagai seseorang yang sudah menyumbangkan cukup banyak uang malam ini.

Di tengah penantian itu, Mauryn malah cengengesan. "Laki-laki. Semua laki-laki itu bajingan!"

Lantangnya suara itu berhasil membuat syok orang-orang yang hadir, terutama para laki-laki yang spesiesnya disinggung oleh Mauryn. Lalu, tiba-tiba saja dia menunjuk salah seorang pria random di tengah kerumunan.

"Hei, kamu! Kamu nggak selingkuh, kan? Kamu tau rasanya dikhianatin? Sakit tau nggak!" serunya.

Pria itu kebingungan, mengangkat tangan seperti orang yang ditangkap polisi, sebelum segera menjauh dari sana.

"Tuh, tuh! Kalian liat, kan? Pada awalnya, mereka mengikuti kami para perempuan kayak anak anjing kecil, tapi waktu gadis lain baik ke mereka, mereka mencium gadis itu. BAJINGAN. Oh maaf. Apa omongan aku keterlaluan? Tapi ... mereka sebut kami apa kalo mereka merasa nggak diakui? Mereka menyebut kami jalang! Bahkan pelatih anjing pun nggak bisa memperbaiki bajingan itu. MEREKA BAHKAN LEBIH ANJING DARI ANJING ITU SENDIRI!" ucap Mauryn dengan semangat yang membara, sebelum dia kembali tertawa sambil berdecih.

Setelah membuat onar dengan mengatakan omong kosong semacam itu, Mauryn langsung dibawa turun dari panggung. Wanita itu tertawa pahit dan berjalan limbunh ke pojok ruangan sambil mencoba untuk menenangkan diri.

Di sana, Mauryn duduk terdiam, dengan kepala bersandar di dinding. Air mata yang selama ini dia tahan akhirnya tumpah. Dia menangis sesegukan seperti anak kecil yang kehilangan balon, memeluk lututnya, tak peduli dengan tatapan aneh dari orang-orang di sekitarnya. Rambutnya yang biasanya tapi kini berantakan, makeupnya luntur, dan eyeliner-nya sukses membuatnya terlihat seperti katakter horor di film murahan.

Saat itulah, seorang pria asing mendekat. Dia membawa segelas air putih dan menatap Mauryn dengan ekspresi campuran antara prihatin dan geli sambil menyodorkan air itu pada Mauryn.

"Kamu nggak apa-apa?" tanyanya dengan suara lembut.

Mauryn mengangkat wajahnya yang basah oleh air mata. Pandangannya kabur karena alkohol, tetapi dia bisa melihat pria itu cukup tampan, dengan rahang tegas dan senyum yang hangat. Pria itu mengenakan jaket kulit hitam, terlihat santai tetapi penuh perhatian.

"Kenapa ... kenapa harus kayak gini? Aku cuma pengen dimengerti ... dicintai ... Evan, si brengsek itu selingkuh dari aku! Sama siapa? Sama si anak nepo yang bahkan nggak tau cara bikin laporan yang benar! Emangnya aku ini apa kurangnya sampai dia tega melakukan itu?" cerocos Mauryn.

Pria itu tersenyum kecil mendengar celotehan Mauryn.

"Aku tau aku harusnya nggak curhat sama orang asing. Tapi ... seenggaknya orang asing nggak akan menghakimi," ucap Mauryn lagi.

"Oh, aku menghakimi. Tapi cuma dalam hati," ucap laki-laki itu santai.

Mauryn berhenti sejenak, menatapnya, lalu tertawa keras. Entah karena lucu atau karena mabuknya semakin parah. Sedetik kemudian, dia kembali menatap pria itu untuk beberapa saat. Mungkin karena alkohol, atau mungkin karena dia benar-benar butuh seseorang untuk mendengar, dia mulai berbicara. Dengan suara yang penuh emosi, dia menceritakan semuanya tentang Evan, tentang pengkhianatan, dan tentang betapa hancurnya dia.

Pria itu mendengarkan dengan sabar, sesekali mengangguk atau mengucapkan kata-kata penghiburan. Ketika Mauryn selesai, dia merasa batinnya sedikit lebih ringan, meskipun matanya masih sembap.

Beberapa jam kemudian, yang terjadi adalah potongan-potongan ingatan yang samar. Tawa, percakapan tak jelas, dan tangan laki-laki itu yang membantunya keluar dari kelab.

***

Ketika Mauryn membuka mata keesokan paginya, cahaya matahari yang menembus tirai tipis menyilaukan matanya. Mauryn meringis, mencoba menyesuaikan diri dengan cahaya itu. Kepalanya terasa berat, seperti ada marching band yang mengadakan konser di dalamnya. Dia melirik sekeliling, mencoba memahami di mana dia berada.

Saat itulah dia menyadari sesuatu yang janggal. Ini bukan kamarnya. Seprai putih bersih dan dekorasi netral ini jelas milik hotel.

"Ya Tuhan, apa yang aku lakukan?" bisiknya dengan panik.

Dia memeriksa dirinya sendiri. Tubuhnya polos tanpa sehelai benang pun. Pakaian yang dia kenakan semalam sudah tergeletak di lantai. Mauryn semakin panik. Tapi sebelum dia sempat mencerna situasinya, matanya tertuju pada seseorang yang tidur di sebelahnya.

Seorang pria.

Mauryn menahan napas, jantungnya seperti ingin meloncat keluar dari dadanya. Wajah pria itu tertutup sebagian oleh selimut, tapi ada sesuatu yang familiar...

Dia perlahan menarik selimut yang menutupi wajah pria itu. Begitu melihatnya dengan jelas, Mauryn merasa seperti disambar petir.

"Kak Felix?!" serunya setengah berbisik, takut pria itu bangun.

Felix, senior kampus yang dulu pernah dia tolak dengan alasan konyol. Ingatan itu kembali menghantamnya.

Waktu itu, di sekitar pintu gerbang kampus, Felix tiba-tiba saja mendatangi Mauryn, dan mengajaknya berpacaran depan puluhan mahasiswa. Lalu apa jawaban Mauryn? "Maaf, aku nggak bisa pacaran sama cowok yang pake kemeja kotak-kotak hijau stabilo dengan celana cokelat. Selain itu, Kakak juga bau keringat. Aku orangnya jijikan. Nggak suka sama orang bau."

Dia hampir tak bisa bernapas ketika mengingat bagaimana dia pernah mempermalukan pria ini di depan umum.

Dan sekarang? Sekarang dia terbangun di sebelah pria itu di kamar hotel tanpa pakaian!

Mauryn memegang kepalanya yang berdenyut. Bagaimana ini bisa terjadi? Kenapa dia bisa berakhir di sini, bersama Felix? Ingatannya malam itu begitu kabur. Dia hanya ingat percakapan di kelab, lalu semuanya gelap.

"Ishhh bego, bego, bego!" Dia memukul-mukul kepalanya sendiri.

Dia melirik Felix lagi. Pria itu masih tertidur pulas, napasnya teratur. Mauryn mencengkeram rambutnya sendiri, mencoba memikirkan cara keluar dari situasi ini. Jika Felix bangun dan mereka harus menghadapi kenyataan ini, dia tidak tahu apa yang harus dia katakan.

"Oke, oke, tenang, Mauryn," bisiknya pada dirinya sendiri. "Kamu cuma perlu ... kabur sebelum dia bangun."

Dengan gerakan cepat, dia bergerak turun dari tempat tidur, memungut pakaiannya yang berserakan di lantai, dan memakainya dengan gerakan terburu-buru. Tapi di tengah proses itu, dia tersandung kakinya sendiri dan hampir terjatuh.

Felix bergumam pelan sambil mengubah posisinya di tempat tidur. Mauryn membeku, mrnahan napas, berharap Felix tidak benar-benar bangun.

Saat dia berhasil memakai pakaiannya dan mengintip ke arah Felix, pria itu masih terlelap. Dengan hati-hati, dia meraih tasnya dan merangkak menuju pintu seperti agen rahasia di film action.

Sebelum pergi, Mauryn melihat Felix sekali lagi. Sebuah perasaan bersalah merayap di hatinya. Dia tidak tahu apa yang terjadi malam itu, tetapi yang jelas, dia tidak ingin menghadapi konsekuensinya sekarang.

Begitu dia keluar dari kamar, dia menutup pintu pelan dan berdiri di lorong, berusaha mengatur napasnya.

"Aku benar-benar nggak percaya ini bisa terjadi," gumamnya dengan wajah merah padam.

Dia langsung memanggil taksi dan pergi, meninggalkan hotel itu dan semua rasa malunya.

Di perjalanan pulang, Mauryn mencoba mengingat detail semalam, tapi semuanya samar. Dia hanya ingat bahwa Felix mendengarkan semua ceritanya tentang Evan, bahkan menertawakannya saat dia mengutuk pacarnya itu. Pikirannya kacau, bercampur aduk antara rasa sakit akibat pengkhianatan Evan dan kebingungan akibat malam yang dia habiskan bersama Felix. Dia ingin menangis lagi, tetapi air matanya seolah telah habis.

Mauryn menarik napas panjang, mencoba menenangkan diri. Dia tahu dia tidak bisa menghindari kenyataan ini selamanya. Tapi untuk saat ini, dia hanya ingin beristirahat. Hari yang baru saja berlalu sudah cukup berat, dan dia butuh waktu untuk menyusun kekuatannya kembali. Di tengah rasa pusing dan perut yang mual, satu hal jelas. Ini adalah salah satu pagi terburuk dalam hidupnya.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Kaugnay na kabanata

  • Well, Hello Again, Mr. CEO!   24 Jam Paling Kacau dalam Hidupku

    "Kadang, kita harus lewat jalan yang paling tidak terduga untuk menemukan kenyataan yang paling menyakitkan." – Mauryn Alexandra Devina *** Sebelumnya, Mauryn pulang ke rumah dalam keadaan kacau dan disambut oleh kepanikan dua sahabatnya, Leona dan Tessa. Setelah menceritakan apa yang terjadi, sesuai harapan, Leona yang memiliki tempramen tinggi langsung bersiap untuk membocorkan kepala Evan.Namun, semua berubah saat dia menceritakan bahwa dia menjalani one night stand dengan seseorang yang sangat tidak terduga.Felix, yang dulu merupakan senior kampus mereka bertiga.Dua sahabat Mauryn langsung mengejeknya, mengatakan betapa mereka mengingat bagaimana dulu Mauryn menolak pria itu saat tiba-tiba saja dia mengajak Mauryn berpacaran.Meskipun begitu, bercerita pada Leona dan Tessa bisa menekan rasa khawatir dan sedih yang masih melanda hati Mauryn saat ini. Yang jelas, itu adalah 24 jam paling kacau yang pernah terjadi dalam hidupnya.Setelah sedikit tenang, dia memutuskan untuk perg

    Huling Na-update : 2025-01-30
  • Well, Hello Again, Mr. CEO!   CEO Baru, Masalah Baru

    "Sebelas tahun cinta bisa runtuh dalam hitungan detik. Dan yang lebih ironis, orang yang dulu tak sengaja kupermalukan justru menjadi saksi kejatuhanku." -Mauryn Alexandra Devina***Di pagi hari yang cukup cerah ini, Mauryn berjalan dengan langkah gontai dari parkiran menuju kantor yang jaraknya lumayan jauh dengan kepala berat. Bukan hanya karena heels-nya yang kebesaran setengah ukuran—meskipun itu juga berkontribusi pada penderitaannya pagi ini—tetapi karena isi kepalanya yang masih berkabut oleh kejadian semalam.Dia menemukan kekasih yang sudah dia pacari selama sebelas tahun telah berselingkuh darinya. Lalu, ada satu insiden yang terjadi bersama seseorang dengan nama tak terduga.Felix Nathaniel Mahardika.Felix yang dulu pernah dia tolak dengan alasan paling konyol seumur hidupnya. Felix yang semalam entah bagaimana bisa terlibat dalam malam tergelapnya. Dia menghabiskan seluruh harinya dengan memikirkan masalah itu.Mauryn masih belum mengerti bagaimana semua ini bisa terjadi

    Huling Na-update : 2025-02-26
  • Well, Hello Again, Mr. CEO!   Kebenaran yang Tidak Ingin Didengar

    Mauryn tidak langsung pulang setelah jam kerja berakhir. Hari ini terlalu melelahkan, terlalu banyak drama, dan dia butuh pelarian.Bagaimana tidak? Sepanjang hari, Mauryn seperti bermain petak umpet dengan Felix. Setiap kali dia mendengar langkah kaki di lorong, dia langsung menghindar. Setiap kali ada yang mengetuk pintu ruangannya, dia memastikan dulu dari jendela kaca sebelum membuka. Bahkan, surel yang dikirim Felix padanya pun sama sekali tak digubris. Hingga akhirnya, dia berhasil melewati satu hari itu tanpa bertemu Felix hingga dia pulang.Mauryn sudah membuat janji untuk menongkrong di kafe bersama Leona dan Tessa, tetapi Leona tidak bisa datang.Begitu tiba di kafe, Mauryn langsung melihat Tessa sudah duduk di meja pojok dengan dua gelas kopi di depannya."Gue tau lo pasti butuh ini," kata Tessa sambil mendorong salah satu gelas ke arah Mauryn."Makasih, ya. Lo emang penyelamat gue deh."Mauryn menyesap kopinya sebelum akhirnya menghela napas panjang. "Hari ini ... benar-be

    Huling Na-update : 2025-02-28
  • Well, Hello Again, Mr. CEO!   Jeda Sebelum Luka yang Lebih Dalam

    "Maaf tanpa penyesalan hanyalah jeda sebelum luka yang lebih dalam." *** "Maksud lo apa? Nggak ada cinta lagi? Lo nggak berdebar-debar lagi waktu bersama dia? Itu wajar. Gimana mungkin lo selalu berdebar-debar tanpa penyakit? Gue juga udah lama nggak berdebar-debar karena Tessa," ucap Arhan dengan suara yang terdengar setengah bercanda, tetapi juga setengah serius. Evan menghela napas panjang, tatapannya kosong menatap gelas di depannya. "Gue berdebar-debar saat berpikir bakal nikahin dia. Waktu gue bangun di pagi hari, Mauryn akan ada di rumah, sambil memegang segelas jus yang entah terbuat dari apa. Waktu gue pulang kerja, Mauryn bakal ada di rumah, sambil mengeluh tentang harinya lalu nyuruh gue mandi." "Yaiyalah. Itu alasan kebanyakan orang menikah. Selalu bersama saat weekend, hari raya, dan liburan. Selalu bareng 24 jam, 365 hari. Makan, tidur, dan melakukan semuanya sama-sama." Arhan meneguk minumannya. Kepala Evan menggeleng pelan, seakan ada beban besar yang menindih

    Huling Na-update : 2025-03-05
  • Well, Hello Again, Mr. CEO!   Tanda-tanda Perpisahan

    "Kadang yang lebih menyakitkan dari perselingkuhan adalah kehilangan penghargaan akan semua yang telah diperjuangkan."***Peristiwa yang terjadi tadi malam membuat tubuh Mauryn drop hingga terpaksa dia tidak bisa masuk kerja hari ini.Setelah mendengar Evan mengatakan hal-hal menyakitkan tentangnya tadi malam, dia merasa seperti kehilangan energi. Demamnya mencapai 40 derajat yang membuatnya hampir opname di rumah sakit, tetapi dia menolaknya dan memilih untuk diinfus di rumah saja. Jantungnya sakit, perutnya mual, bahkan untuk menelan makanan pun terasa sulit.Leona, yang sangat prihatin dengan kondisi sahabatnya, dengan sigap mengambil alih segala yang dibutuhkan oleh Mauryn."Minum ini dulu, Ryn," kata Leona, menyodorkan segelas air putih.Mauryn menatap gelas itu dengan mata sayu. "Gue nggak haus.""Lo mau mati? Jangan bodoh."Leona memang bukan tipe yang lembut dalam berbicara, tapi dia tahu kapan harus menjadi sahabat yang baik. Dia membantu Mauryn duduk dengan hati-hati, lalu

    Huling Na-update : 2025-03-07
  • Well, Hello Again, Mr. CEO!   Akhir Menuju Awal yang Baru

    "Kamu tau bukan kayak gitu. Terlepas dari dia, kita udah--""Kita kenapa? Apa? Kita udah punya masalah? Itu alasan kamu melakukan ini? Itu cuma hal yang mau kamu percayai. Meskipun seseorang udah mau mati, kalo kamu membunuh dia, tetap aja itu namanya pembunuhan. Meskipun kita punya masalah, kamu mengakhiri itu dengan buruk. Jadi, hentikan omong kosong itu!"Nada suara Mauryn meninggi, membuat kepalanya berdenyut nyeri. Dia merintih, memegang sisi kepalanya yang terasa seperti dihantam sesuatu yang tak terlihat.Sementara itu, Evan tetap diam dengan wajah penuh kejengkelan yang dia tahan."Oke. Aku nggak bisa bilang kalo aku nggak tau sama sekali. Sikap kamu jadi dingin, aku jadi lebih gelisah. Aku juga sadar akan hal itu. Biarpun begitu, aku berusaha lebih keras. Karena itu semuanya menjadi lebih baik. Tapi kamu merusak semuanya." Mauryn menatapnya dengan mata penuh luka tak terlihat.Evan menghela napas, dia semakin lelah menghadapi Mauryn. "Berusaha itu bukan cinta.""Cinta? Apa hu

    Huling Na-update : 2025-03-08
  • Well, Hello Again, Mr. CEO!   Pagi yang Sial

    Pagi ini, sinar matahari menembus jendela taksi yang dinaiki Mauryn, memantulkan cahaya lembut di wajahnya yang madih menyiratkan sisa-sisa kelelahan. Kepalanya bersandar pada kaca, matanya kosong menatap jalanan Jakarta yang ramai, tetapi pikirannya terjebak dalam kekacauan yang sama sekali berbeda. Sesekali, dia menghela napas panjang, seolah mencoba mengusir pikiran-pikiran yanh terus menghantuinya sejak tadi malam.Terlebih lagi, dia tidak tahu bagaimana bisa bersikap jika tak sengaja berpapasan dengan Evan di kantor. Itu akan menjadi suasana yang sangat canggung bagi mereka setelah hubungan yang berakhir dengan cara yang rendahan dan penuh drama.Pikiran itu membuat dadanya terasa sesak. Bayangan Evan dengan senyum andalannya, yang dulu selalu berhasil membuatnya luluh, kini hanya meninggalkan perasaan pahit."Harusnya aku nggak usah khawatir. Emangnya kenapa kalo ketemu? Aku cuma harus berusaha move on sekarang dan buktiin kalo aku bisa bahagia meskipun tanpa dia," gumam Mauryn

    Huling Na-update : 2025-03-09
  • Well, Hello Again, Mr. CEO!   Tekanan Klien

    Suara dering telepon dan notifikasi pesan bersahut-sahutan memenuhi ruangan open space, terkhusus Tim Product Development yang berada di bawah Divisi Product Lumora Tech. Monitor-monitor menyala dengan tab-tab penuh grafik dan dokumen, sementara para karyawan tampak sibuk menelepon, mengetik, atau berdiskusi dengan ekspresi tegang. Mauryn, selaku Senior Product Manager 1 baru saja meletakkan tasnya di meja ketika Nadine, Head of Product Development, bergegas menghampiri. "Mbak Mauryn! Klien besar kita, CloudWave, minta fitur baru di platform mereka diluncurkan dalam waktu tiga minggu! Mereka bilang kalo kita nggak bisa penuhi, mereka akan pertimbangkan pindah ke vendor lain!" Nadine hampir kehabisan napas saat mengatakannya. Mauryn membeku sejenak. Tiga minggu? Mustahil. Fitur yang diminta CloudWave, yaitu integrasi otomatis data pengguna lintas platform dengan tingkat keamanan tinggi, masih dalam tahap awal pengembangan. "Tiga minggu?! Mereka pikir kita punya tongkat sihir apa?!" M

    Huling Na-update : 2025-03-10

Pinakabagong kabanata

  • Well, Hello Again, Mr. CEO!   PTSD

    Felix menunjuk tim darurat dalam hitungan menit. Di tak ragu menarik orang-orang yang dianggapnya paling bisa diandalkan."Sophia, kamu bertanggung jawab atas teknis. Tim engineering harus bekerja cepat untuk mengidentifikasi celah keamanan. Nolan, pastikan tim marketing mengelola komunikasi publik agar kita tidak kehilangan kepercayaan pelanggan. Evan, kamu dan tim keamanan siber harus segera mencari tahu sumber serangan ini."Mauryn duduk diam di kursinya yang diapit oleh Anton dan Saskia, mengamati dengan seksama. Dia sudah bisa menebak tanggung jawabnya, dan benar saja—Felix menatap langsung ke arahnya."Mauryn, kamu masuk ke komite darurat juga. Kita butuh perwakilan dari Product Development."Keheningan sejenak menyelimuti ruangan. Evan, yang duduk di seberangnya, mengangkat alis. "Untuk apa?" tanyanya dengan nada yang sedikit meremehkan. "Serangan ini menyasar sistem keamanan, bukan produk."Mauryn menegang. Semua mata beralih ke arahnya, menunggu reaksinya.Felix bersedekap. "

  • Well, Hello Again, Mr. CEO!   Pengkhianat

    Pagi itu dimulai seperti biasa—atau setidaknya begitu yang dipikirkan Mauryn. Ia sedang menyesap kopi di meja kerjanya, menikmati aroma hangat yang sedikit memberi ketenangan sebelum hari kerja dimulai. Namun, ketenangan itu hanya berlangsung beberapa detik. Layar laptopnya tiba-tiba membeku. Garis-garis aneh muncul, diikuti suara notifikasi bertubi-tubi dari rekan-rekan satu lantainya.Ia menoleh ke arah Bima dan Nadine, yang tampak sama bingungnya."Kenapa sistem MindFlow malah nge-freeze?" gumam Nadine, mencoba me-refresh layar.Tak sampai satu menit, kekacauan meledak.Monitor di ruang meeting menampilkan peringatan merah mencolok: "Unauthorized Access Detected. Security Breach Ongoing."Seluruh ruangan langsung gempar. Beberapa karyawan berdiri dari kursi mereka, sementara yang lain panik menekan tombol keyboard dan mengutak-atik layar sentuh perangkat mereka. Alarm pelanggaran keamanan berbunyi dari divisi IT."Serangan siber!" seru seseorang dari ujung ruangan.Nadi Mauryn berd

  • Well, Hello Again, Mr. CEO!   Berjanji untuk Menang

    Evan yang pergi ke toilet tak sengaja menemukan jepit rambut milik Mauryn yang terjatuh. Dia mengenali jepit rambut itu, lalu membuka bilik di depannya yang ternyata tak terkunci. Saat pintu bilik terbuka, dia melihat Mauryn dan Felix, berdiri berhadapan di dalam sana.Dua orang itu menatap terkejut ke arahnya, seakan tak kalah terkejutnya dengan dirinya.Evan berdecih ringan. "Kalian ngapain?"Mauryn ternganga, kehilangan kata-kata. Sementara itu, Felix ingin menjadi garda terdepan melindunginya."Kamu sendiri?" tanya Felix dengan wajah datar.Kening Evan berkerut. "Apa?""Kenapa kamu membuka pintunya?"Mauryn mengambil tas miliknya, lalu memakainya. Dia memandang sinis pada Evan. "Minggir sana. Aku harus ganti baju.""Apa? Ganti baju? Di sini? Sama dia?"Mauryn melirik pada Felix, lalu menatap Evan sambil melotot. "Dasar gila. Kamu mikir apa, sih?" Dia beralih pada Felix. "Pak Feli, Bapak juga keluar deh. Kalian ini kenapa?"Karena dua pria itu masih bergeming di tempatnya, justru M

  • Well, Hello Again, Mr. CEO!   Malam Festival

    Sorak-sorai masih menggema di area festival ketika rangkaian acara perlahan mencapai puncaknya. Panggung besar dihiasi dengan layar LED raksasa yang menampilkan berbagai visual dinamis. Lampu sorot menari di udara, menerangi kerumunan karyawan yang berkumpul menikmati suasana. Mauryn menarik napas lega, mengendurkan bahu setelah penampilannya di atas panggung."Sekarang kita memasuki sesi penghargaan yang paling ditunggu-tunggu!" Suara pembawa acara menggema, menarik perhatian seluruh hadirin. "Mari kita mulai dengan penghargaan bagi mereka yang telah memberikan kontribusi luar biasa selama setahun terakhir!"Para karyawan mulai berbisik, mencoba menebak siapa yang akan membawa pulang penghargaan bergengsi."Dan pemenang Best Employee of The Year adalah ... Sophia Zhang!"Mauryn tersenyum kecil saat melihat mentornya berjalan anggun ke atas panggung. Sophia menerima piala dengan ekspresi tenang namun penuh kebanggaan."Terima kasih kepada

  • Well, Hello Again, Mr. CEO!   Nyanyian Tak Terduga

    Mauryn meneguk minumannya dengan gelisah, berharap Anton berhenti membujuknya untuk mengikuti kontes bernyanyi. Sejak tadi, sang CPO tidak menyerah, terus menyodorkan alasan demi alasan agar Mauryn bersedia naik ke panggung mewakili divisi mereka."Mauryn, ini bukan sekadar kompetisi," Anton berkata lagi dengan nada penuh harap. "Ini tentang kebanggaan tim! Dan kita butuh seseorang dengan suara yang benar-benar bisa diandalkan!""Bapak terlalu melebih-lebihkan," Mauryn menghela napas. "Suara siapa pun pasti cukup bagus buat acara santai kayak gini.""Nggak, nggak!" Nadine menyela dengan semangat. "Suara kita semua nggak ada yang sebagus punya Mbak! Saya kalo nyanyi lebih mirip ayam tercekik!"Bima tertawa. "Kalau saya lebih mirip radio rusak! Kalo kita benar-benar pengen menang, satu-satunya harapan kita ya Mbak Mauryn."Mauryn menggeleng cepat. "Saya tetap nggak mau. Cari orang lain saja.""Ayolah, Beb," Saskia kini ikut bersuara, menyilangkan tangan di dada. "Kamu ini Senior Product

  • Well, Hello Again, Mr. CEO!   Kembalinya Martha

    Mauryn dan rekan kerja wanita yang lain berdiri di dekat wajan saat para pria sibuk mengaduk masakan yang mereka buat.Saat para pria sibuk mengaduk wajan besar, Anton, laki-laki yang mengenakan kemeja kotak-kotak mendekati Mauryn dan berdiri di sebelahnya. Dia adalah CPO (Chief Product Officer) yang memimpin divisi produk."Hei, Mbak Mauryn," sapanya."Iya?""Kalo mau membantu di sini, kenapa nggak ikut lomba nyanyi aja buat nanti malam?""Lomba nyanyi?"Anton mengangguk. "Kamu kan jago nyanyi."Mauryn menepuk tangannya. "Benar juga. Saya salah satu kontestan buat lomba itu, kan?""Ya begitulah. Saya kira divisi kita yang kecil ini akhirnya punya perwakilan di lomba nyanyi waktu saya jadi CPO, tapi kamu selalu menolak."Saat para pria selesai mengaduk masakan, tak sengaja masakan di dalam wajan itu terciprat ke baju para wanita yang berdiri di sekitarnya. Para wanita itu pun mengamuk karena pakaian mereka kotor, lalu segera pergi untuk menggantinya.Sementara itu, Mauryn masih berdir

  • Well, Hello Again, Mr. CEO!   Festival Hari Jadi Lumora Tech

    Langit pagi cerah dengan angin sepoi-sepoi yang menambah semarak Lumora Tech Anniversary Festival. Area outdoor yang luas sudah dihias dengan ornamen bertema Retro Party—lampu-lampu neon, poster warna-warni, dan panggung besar di tengah lapangan. Musik klasik era '80-an diputar, menciptakan suasana nostalgia yang unik.Mauryn melangkah ke area registrasi dengan semangat. Festival seperti ini adalah acara yang sulit ditolak—bukan hanya karena suasananya yang meriah, tetapi juga kesempatan langka unthk melupakan beban pekerjaan.Di meja registrasi, Nadine dan Bima sudah lebih dulu mengambil goodie bag mereka."Saya penasaran siapa yang kepikiran buat tema ini," gumam Bima sambil memeriksa isi tas kecil yang diberikan panitia. "Kita kayak disuruh cosplay jadi orang tua kita.""Jangan komplain," sela Nadine. "Seenggaknya kita nggak harus pakai wig afro."Mauryn tersenyum tipis dan menerima goodie bag serta kartu nama kecil yang disebut sebagai alat interaktif untuk permainan networking. D

  • Well, Hello Again, Mr. CEO!   Kejadian Memalukan

    Mauryn terbangun dari tidurnya dengan kepala berat. Dia mengerang beberapa kali sambil bangkit dari tempat tidurnya. Ini pertama kalinya dia bangun tanpa memikirkan Evan setelah sekian lama.Namun, bukan itu masalahnya. Kejadian tadi malam tiba-tiba menghampiri benaknya. Kejadian yang jauh lebih memalukan dibanding dia menghabiskan malam yang bergairah dengan Felix.Saat mengingat apa yang dia lakukan tadi malam, napas Mauryn tercekat. Matanya membelalak dan mulutnya menganga lebar."Aku pasti gila," gumamnya. "Aku pasti gila!"Dia menenggelamkan wajahnya di balik selimut, tidak sanggup untuk menghadapi wajah Felix di kantor hari ini. Kenapa semua hal memalukan harus terjadi di hadapan bosnya itu?Setelah cukup lama menghabiskan waktu untuk merutuki kebodohannya, Mauryn turun dari tempat tidur menuju ruang makan. Sarapan sudah tertata rapi di atas meja dan dia segera bergabung dengan Leona yang juga sudah rapi dengan seragam olahraganya. Ya, wanita itu memiliki bisnis gymnasium, juga

  • Well, Hello Again, Mr. CEO!   Air (Seni)

    Angin malam berhembus pelan, menyapu rambut Mauryn yang sedikit acak-acakan setelah keluar dari bar. Langkahnya sempoyongan, tiga botol bir yang dia habiskan mulai menunjukkan efeknya. Matanya berkilat-kilat, pipinya bersemu merah, dan bibirnya melengkung dalam senyum yang terlalu santai.Di belakangnya, Felix berjalan dengan tenang, matanya terus mengawasi setiap langkah wanita itu. Sesekali, laki-laki itu tersenyum melihat Mauryn yang kesulitan menyeimbangkan tubuhnya."Dia bilang bir itu minuman ringan? Aku tertipu lagi," gumam Felix, setengah pasrah.Mauryn yang awalnya berjalan dengan langkah konsisten, tiba-tiba berlari saat melihat sebuah bus yang sedang berhenti di sebuah halte yang tak jauh dari mereka. Tanpa berpikir panjang, Mauryn mengejar bus itu dan bersiap untuk naik."Bapak ngapain? Ayo cepat naik! Bapak nggak mau pulang?" serunya sanbil melambai heboh ke arah Felix.Felix membeku sejenak, lalu menatap bus yang mulai menut

Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status