Home / Romansa / Well, Hello Again, Mr. CEO! / Mabuk, Menyesal, dan Malu Setengah Mati

Share

Mabuk, Menyesal, dan Malu Setengah Mati

Author: pinkblush
last update Last Updated: 2025-01-30 23:11:13

"Di tengah kekacauan, sering kali takdir bekerja dengan caranya sendiri untuk menyambung kembali cerita yang pernah terputus."

***

Langit malam itu terasa lebih gelap dari biasanya. Mauryn berjalan tanpa arah di trotoar yang sepi, udara dingin menusuk kulitnya meskipun dia telah mengenakan blazer dengan bahan tebal. Langkahnya tidak stabil. Bukan karena mabuk, tetapi karena beban pikiran yang mengaburkan pikirannya. Bayangan Evan dan wanita itu di sofa terus menghantui pikirannya, berputar seperti film yang diputar ulang tanpa henti.

"Sial! Kenapa semuanya harus terjadi malam ini, sih?" Mauryn menggerutu, mencoba mengabaikan rasa sakit di dadanya. Sabtu malam yang terasa begitu mengerikan.

Dia berhenti di depan sebuah kelab malam dengan papan neon berwarna biru dan merah yang berkedip-kedip. Nama tempat itu, Eclipse, bersinar terang seperti memanggilnya untuk masuk. Mauryn tidak pernah menjadi orang yang suka menghabiskan malam di tempat seperti ini, tetapi malam ini berbeda. Dia butuh pelarian. Dia butuh sesuatu yang bisa membungkam suara hatinya.

Tanpa berpikir panjang, Mauryn melangkah masuk. Suara dentuman musik EDM langsung menyambutnya, bersama aroma alkohol yang menyengat. Lampu-lampu strobo berwarna-warni berkedip-kedip, menciptakan suasana yang membuat semuanya terasa seperti mimpi.

"Persetan dengan Evan," gumam Mauryn dengan suara yang nyaris tenggelam oleh kerasnya suara musik.

Dia melangkah ke bar, memesan minuman pertama, kemudian yang kedua, dan seterusnya. Rasa pahit alkohol perlahan membuat pikirannya mengabur, menggantikan rasa sakit yang ada menjadi sebuah kehangatan yang sebenarnya ... semu.

Di tengah keramaian, Mauryn ikut menari bersama orang-orang asing. Tubuhnya bergerak mengikuti irama musik, mencoba melepaskan semua beban yang menekan dadanya. Dia tertawa, bercanda dengan beberapa orang, seolah-olah dia benar-benar menikmati malam itu.

Setelah dua gelas cocktail dan entah berapa tequila yang diam ambil tanpa berpikir, Mauryn mulai merasa berada di atas awan. Dia naik ke atas panggung, mendekat pada seorang DJ yang memainkan musik, lalu menghambur-hamburkan uangnya di sana.

Dengan kaki yang tak bisa berpijak sepenuhnya, dia menyambut uluran microphone yang diberikan oleh sang DJ kepadanya. Suara musik pun mengecil dengan perlahan sesuai instruksi dari Mauryn.

Mauryn menatap orang-orang yang terdiam dan memperhatikannya, menunggu sambutan yang ingin dia sampaikan sebagai seseorang yang sudah menyumbangkan cukup banyak uang malam ini.

Di tengah penantian itu, Mauryn malah cengengesan. "Laki-laki. Semua laki-laki itu bajingan!"

Lantangnya suara itu berhasil membuat syok orang-orang yang hadir, terutama para laki-laki yang spesiesnya disinggung oleh Mauryn. Lalu, tiba-tiba saja dia menunjuk salah seorang pria random di tengah kerumunan.

"Hei, kamu! Kamu nggak selingkuh, kan? Kamu tau rasanya dikhianatin? Sakit tau nggak!" serunya.

Pria itu kebingungan, mengangkat tangan seperti orang yang ditangkap polisi, sebelum segera menjauh dari sana.

"Tuh, tuh! Kalian liat, kan? Pada awalnya, mereka mengikuti kami para perempuan kayak anak anjing kecil, tapi waktu gadis lain baik ke mereka, mereka mencium gadis itu. BAJINGAN. Oh maaf. Apa omongan aku keterlaluan? Tapi ... mereka sebut kami apa kalo mereka merasa nggak diakui? Mereka menyebut kami jalang! Bahkan pelatih anjing pun nggak bisa memperbaiki bajingan itu. MEREKA BAHKAN LEBIH ANJING DARI ANJING ITU SENDIRI!" ucap Mauryn dengan semangat yang membara, sebelum dia kembali tertawa sambil berdecih.

Setelah membuat onar dengan mengatakan omong kosong semacam itu, Mauryn langsung dibawa turun dari panggung. Wanita itu tertawa pahit dan berjalan limbunh ke pojok ruangan sambil mencoba untuk menenangkan diri.

Di sana, Mauryn duduk terdiam, dengan kepala bersandar di dinding. Air mata yang selama ini dia tahan akhirnya tumpah. Dia menangis sesegukan seperti anak kecil yang kehilangan balon, memeluk lututnya, tak peduli dengan tatapan aneh dari orang-orang di sekitarnya. Rambutnya yang biasanya tapi kini berantakan, makeupnya luntur, dan eyeliner-nya sukses membuatnya terlihat seperti katakter horor di film murahan.

Saat itulah, seorang pria asing mendekat. Dia membawa segelas air putih dan menatap Mauryn dengan ekspresi campuran antara prihatin dan geli sambil menyodorkan air itu pada Mauryn.

"Kamu nggak apa-apa?" tanyanya dengan suara lembut.

Mauryn mengangkat wajahnya yang basah oleh air mata. Pandangannya kabur karena alkohol, tetapi dia bisa melihat pria itu cukup tampan, dengan rahang tegas dan senyum yang hangat. Pria itu mengenakan jaket kulit hitam, terlihat santai tetapi penuh perhatian.

"Kenapa ... kenapa harus kayak gini? Aku cuma pengen dimengerti ... dicintai ... Evan, si brengsek itu selingkuh dari aku! Sama siapa? Sama si anak nepo yang bahkan nggak tau cara bikin laporan yang benar! Emangnya aku ini apa kurangnya sampai dia tega melakukan itu?" cerocos Mauryn.

Pria itu tersenyum kecil mendengar celotehan Mauryn.

"Aku tau aku harusnya nggak curhat sama orang asing. Tapi ... seenggaknya orang asing nggak akan menghakimi," ucap Mauryn lagi.

"Oh, aku menghakimi. Tapi cuma dalam hati," ucap laki-laki itu santai.

Mauryn berhenti sejenak, menatapnya, lalu tertawa keras. Entah karena lucu atau karena mabuknya semakin parah. Sedetik kemudian, dia kembali menatap pria itu untuk beberapa saat. Mungkin karena alkohol, atau mungkin karena dia benar-benar butuh seseorang untuk mendengar, dia mulai berbicara. Dengan suara yang penuh emosi, dia menceritakan semuanya tentang Evan, tentang pengkhianatan, dan tentang betapa hancurnya dia.

Pria itu mendengarkan dengan sabar, sesekali mengangguk atau mengucapkan kata-kata penghiburan. Ketika Mauryn selesai, dia merasa batinnya sedikit lebih ringan, meskipun matanya masih sembap.

Beberapa jam kemudian, yang terjadi adalah potongan-potongan ingatan yang samar. Tawa, percakapan tak jelas, dan tangan laki-laki itu yang membantunya keluar dari kelab.

***

Ketika Mauryn membuka mata keesokan paginya, cahaya matahari yang menembus tirai tipis menyilaukan matanya. Mauryn meringis, mencoba menyesuaikan diri dengan cahaya itu. Kepalanya terasa berat, seperti ada marching band yang mengadakan konser di dalamnya. Dia melirik sekeliling, mencoba memahami di mana dia berada.

Saat itulah dia menyadari sesuatu yang janggal. Ini bukan kamarnya. Seprai putih bersih dan dekorasi netral ini jelas milik hotel.

"Ya Tuhan, apa yang aku lakukan?" bisiknya dengan panik.

Dia memeriksa dirinya sendiri. Tubuhnya polos tanpa sehelai benang pun. Pakaian yang dia kenakan semalam sudah tergeletak di lantai. Mauryn semakin panik. Tapi sebelum dia sempat mencerna situasinya, matanya tertuju pada seseorang yang tidur di sebelahnya.

Seorang pria.

Mauryn menahan napas, jantungnya seperti ingin meloncat keluar dari dadanya. Wajah pria itu tertutup sebagian oleh selimut, tapi ada sesuatu yang familiar...

Dia perlahan menarik selimut yang menutupi wajah pria itu. Begitu melihatnya dengan jelas, Mauryn merasa seperti disambar petir.

"Kak Felix?!" serunya setengah berbisik, takut pria itu bangun.

Felix, senior kampus yang dulu pernah dia tolak dengan alasan konyol. Ingatan itu kembali menghantamnya.

Waktu itu, di sekitar pintu gerbang kampus, Felix tiba-tiba saja mendatangi Mauryn, dan mengajaknya berpacaran depan puluhan mahasiswa. Lalu apa jawaban Mauryn? "Maaf, aku nggak bisa pacaran sama cowok yang pake kemeja kotak-kotak hijau stabilo dengan celana cokelat. Selain itu, Kakak juga bau keringat. Aku orangnya jijikan. Nggak suka sama orang bau."

Dia hampir tak bisa bernapas ketika mengingat bagaimana dia pernah mempermalukan pria ini di depan umum.

Dan sekarang? Sekarang dia terbangun di sebelah pria itu di kamar hotel tanpa pakaian!

Mauryn memegang kepalanya yang berdenyut. Bagaimana ini bisa terjadi? Kenapa dia bisa berakhir di sini, bersama Felix? Ingatannya malam itu begitu kabur. Dia hanya ingat percakapan di kelab, lalu semuanya gelap.

"Ishhh bego, bego, bego!" Dia memukul-mukul kepalanya sendiri.

Dia melirik Felix lagi. Pria itu masih tertidur pulas, napasnya teratur. Mauryn mencengkeram rambutnya sendiri, mencoba memikirkan cara keluar dari situasi ini. Jika Felix bangun dan mereka harus menghadapi kenyataan ini, dia tidak tahu apa yang harus dia katakan.

"Oke, oke, tenang, Mauryn," bisiknya pada dirinya sendiri. "Kamu cuma perlu ... kabur sebelum dia bangun."

Dengan gerakan cepat, dia bergerak turun dari tempat tidur, memungut pakaiannya yang berserakan di lantai, dan memakainya dengan gerakan terburu-buru. Tapi di tengah proses itu, dia tersandung kakinya sendiri dan hampir terjatuh.

Felix bergumam pelan sambil mengubah posisinya di tempat tidur. Mauryn membeku, mrnahan napas, berharap Felix tidak benar-benar bangun.

Saat dia berhasil memakai pakaiannya dan mengintip ke arah Felix, pria itu masih terlelap. Dengan hati-hati, dia meraih tasnya dan merangkak menuju pintu seperti agen rahasia di film action.

Sebelum pergi, Mauryn melihat Felix sekali lagi. Sebuah perasaan bersalah merayap di hatinya. Dia tidak tahu apa yang terjadi malam itu, tetapi yang jelas, dia tidak ingin menghadapi konsekuensinya sekarang.

Begitu dia keluar dari kamar, dia menutup pintu pelan dan berdiri di lorong, berusaha mengatur napasnya.

"Aku benar-benar nggak percaya ini bisa terjadi," gumamnya dengan wajah merah padam.

Dia langsung memanggil taksi dan pergi, meninggalkan hotel itu dan semua rasa malunya.

Di perjalanan pulang, Mauryn mencoba mengingat detail semalam, tapi semuanya samar. Dia hanya ingat bahwa Felix mendengarkan semua ceritanya tentang Evan, bahkan menertawakannya saat dia mengutuk pacarnya itu. Pikirannya kacau, bercampur aduk antara rasa sakit akibat pengkhianatan Evan dan kebingungan akibat malam yang dia habiskan bersama Felix. Dia ingin menangis lagi, tetapi air matanya seolah telah habis.

Mauryn menarik napas panjang, mencoba menenangkan diri. Dia tahu dia tidak bisa menghindari kenyataan ini selamanya. Tapi untuk saat ini, dia hanya ingin beristirahat. Hari yang baru saja berlalu sudah cukup berat, dan dia butuh waktu untuk menyusun kekuatannya kembali. Di tengah rasa pusing dan perut yang mual, satu hal jelas. Ini adalah salah satu pagi terburuk dalam hidupnya.

Related chapters

  • Well, Hello Again, Mr. CEO!   24 Jam Paling Kacau dalam Hidupku

    "Kadang, kita harus lewat jalan yang paling tidak terduga untuk menemukan kenyataan yang paling menyakitkan." – Mauryn Alexandra Devina *** Sebelumnya, Mauryn pulang ke rumah dalam keadaan kacau dan disambut oleh kepanikan dua sahabatnya, Leona dan Tessa. Setelah menceritakan apa yang terjadi, sesuai harapan, Leona yang memiliki tempramen tinggi langsung bersiap untuk membocorkan kepala Evan.Namun, semua berubah saat dia menceritakan bahwa dia menjalani one night stand dengan seseorang yang sangat tidak terduga.Felix, yang dulu merupakan senior kampus mereka bertiga.Dua sahabat Mauryn langsung mengejeknya, mengatakan betapa mereka mengingat bagaimana dulu Mauryn menolak pria itu saat tiba-tiba saja dia mengajak Mauryn berpacaran.Meskipun begitu, bercerita pada Leona dan Tessa bisa menekan rasa khawatir dan sedih yang masih melanda hati Mauryn saat ini. Yang jelas, itu adalah 24 jam paling kacau yang pernah terjadi dalam hidupnya.Setelah sedikit tenang, dia memutuskan untuk perg

    Last Updated : 2025-01-30
  • Well, Hello Again, Mr. CEO!   CEO Baru, Masalah Baru

    "Sebelas tahun cinta bisa runtuh dalam hitungan detik. Dan yang lebih ironis, orang yang dulu tak sengaja kupermalukan justru menjadi saksi kejatuhanku." -Mauryn Alexandra Devina***Di pagi hari yang cukup cerah ini, Mauryn berjalan dengan langkah gontai dari parkiran menuju kantor yang jaraknya lumayan jauh dengan kepala berat. Bukan hanya karena heels-nya yang kebesaran setengah ukuran—meskipun itu juga berkontribusi pada penderitaannya pagi ini—tetapi karena isi kepalanya yang masih berkabut oleh kejadian semalam.Dia menemukan kekasih yang sudah dia pacari selama sebelas tahun telah berselingkuh darinya. Lalu, ada satu insiden yang terjadi bersama seseorang dengan nama tak terduga.Felix Nathaniel Mahardika.Felix yang dulu pernah dia tolak dengan alasan paling konyol seumur hidupnya. Felix yang semalam entah bagaimana bisa terlibat dalam malam tergelapnya. Dia menghabiskan seluruh harinya dengan memikirkan masalah itu.Mauryn masih belum mengerti bagaimana semua ini bisa terjadi

    Last Updated : 2025-02-26
  • Well, Hello Again, Mr. CEO!   Kebenaran yang Tidak Ingin Didengar

    Mauryn tidak langsung pulang setelah jam kerja berakhir. Hari ini terlalu melelahkan, terlalu banyak drama, dan dia butuh pelarian.Bagaimana tidak? Sepanjang hari, Mauryn seperti bermain petak umpet dengan Felix. Setiap kali dia mendengar langkah kaki di lorong, dia langsung menghindar. Setiap kali ada yang mengetuk pintu ruangannya, dia memastikan dulu dari jendela kaca sebelum membuka. Bahkan, surel yang dikirim Felix padanya pun sama sekali tak digubris. Hingga akhirnya, dia berhasil melewati satu hari itu tanpa bertemu Felix hingga dia pulang.Mauryn sudah membuat janji untuk menongkrong di kafe bersama Leona dan Tessa, tetapi Leona tidak bisa datang.Begitu tiba di kafe, Mauryn langsung melihat Tessa sudah duduk di meja pojok dengan dua gelas kopi di depannya."Gue tau lo pasti butuh ini," kata Tessa sambil mendorong salah satu gelas ke arah Mauryn."Makasih, ya. Lo emang penyelamat gue deh."Mauryn menyesap kopinya sebelum akhirnya menghela napas panjang. "Hari ini ... benar-be

    Last Updated : 2025-02-28
  • Well, Hello Again, Mr. CEO!   Retakan

    "Kepercayaan itu rapuh, seperti kaca. Sekali retak, meski diperbaiki, bekasnya akan selalu ada." ***Mauryn Alexandra Devina berjalan di koridor apartemen menuju unit milik Evan, kekasihnya, dengan langkah yang riang, sembari membayangkan betapa romantisnya malam yang akan dia lalui bersama Evan. Semua beban di dalam kepalanya seakan lenyap saat mengingat bahwa dia punya seseorang untuk pulang, kekasih yang sudah dia pacari selama 11 tahun sejak mereka masih kuliah.Senyum sumringah mengembang di bibirnya saat dia tiba di depan pintu apartemen. Dia memasukkan sandi pada kunci pintu otomatis, lalu masuk ke dalam apartemen itu dengan berjalan mundur."Sayang, coba tebak apa yang aku siapin buat kita malam ini. Surprise!" Senyum di wajah Mauryn langsung luntur ketika dia membalikkan badan dan melihat apa yang sedang dilakukan oleh Evan di sofa.Laki-laki itu sedang bercumbu penuh gairah dengan seorang wanita yang wajahnya terlindung dari pandangan Mauryn.Mauryn berdiri mematung di temp

    Last Updated : 2025-01-30

Latest chapter

  • Well, Hello Again, Mr. CEO!   Kebenaran yang Tidak Ingin Didengar

    Mauryn tidak langsung pulang setelah jam kerja berakhir. Hari ini terlalu melelahkan, terlalu banyak drama, dan dia butuh pelarian.Bagaimana tidak? Sepanjang hari, Mauryn seperti bermain petak umpet dengan Felix. Setiap kali dia mendengar langkah kaki di lorong, dia langsung menghindar. Setiap kali ada yang mengetuk pintu ruangannya, dia memastikan dulu dari jendela kaca sebelum membuka. Bahkan, surel yang dikirim Felix padanya pun sama sekali tak digubris. Hingga akhirnya, dia berhasil melewati satu hari itu tanpa bertemu Felix hingga dia pulang.Mauryn sudah membuat janji untuk menongkrong di kafe bersama Leona dan Tessa, tetapi Leona tidak bisa datang.Begitu tiba di kafe, Mauryn langsung melihat Tessa sudah duduk di meja pojok dengan dua gelas kopi di depannya."Gue tau lo pasti butuh ini," kata Tessa sambil mendorong salah satu gelas ke arah Mauryn."Makasih, ya. Lo emang penyelamat gue deh."Mauryn menyesap kopinya sebelum akhirnya menghela napas panjang. "Hari ini ... benar-be

  • Well, Hello Again, Mr. CEO!   CEO Baru, Masalah Baru

    "Sebelas tahun cinta bisa runtuh dalam hitungan detik. Dan yang lebih ironis, orang yang dulu tak sengaja kupermalukan justru menjadi saksi kejatuhanku." -Mauryn Alexandra Devina***Di pagi hari yang cukup cerah ini, Mauryn berjalan dengan langkah gontai dari parkiran menuju kantor yang jaraknya lumayan jauh dengan kepala berat. Bukan hanya karena heels-nya yang kebesaran setengah ukuran—meskipun itu juga berkontribusi pada penderitaannya pagi ini—tetapi karena isi kepalanya yang masih berkabut oleh kejadian semalam.Dia menemukan kekasih yang sudah dia pacari selama sebelas tahun telah berselingkuh darinya. Lalu, ada satu insiden yang terjadi bersama seseorang dengan nama tak terduga.Felix Nathaniel Mahardika.Felix yang dulu pernah dia tolak dengan alasan paling konyol seumur hidupnya. Felix yang semalam entah bagaimana bisa terlibat dalam malam tergelapnya. Dia menghabiskan seluruh harinya dengan memikirkan masalah itu.Mauryn masih belum mengerti bagaimana semua ini bisa terjadi

  • Well, Hello Again, Mr. CEO!   24 Jam Paling Kacau dalam Hidupku

    "Kadang, kita harus lewat jalan yang paling tidak terduga untuk menemukan kenyataan yang paling menyakitkan." – Mauryn Alexandra Devina *** Sebelumnya, Mauryn pulang ke rumah dalam keadaan kacau dan disambut oleh kepanikan dua sahabatnya, Leona dan Tessa. Setelah menceritakan apa yang terjadi, sesuai harapan, Leona yang memiliki tempramen tinggi langsung bersiap untuk membocorkan kepala Evan.Namun, semua berubah saat dia menceritakan bahwa dia menjalani one night stand dengan seseorang yang sangat tidak terduga.Felix, yang dulu merupakan senior kampus mereka bertiga.Dua sahabat Mauryn langsung mengejeknya, mengatakan betapa mereka mengingat bagaimana dulu Mauryn menolak pria itu saat tiba-tiba saja dia mengajak Mauryn berpacaran.Meskipun begitu, bercerita pada Leona dan Tessa bisa menekan rasa khawatir dan sedih yang masih melanda hati Mauryn saat ini. Yang jelas, itu adalah 24 jam paling kacau yang pernah terjadi dalam hidupnya.Setelah sedikit tenang, dia memutuskan untuk perg

  • Well, Hello Again, Mr. CEO!   Mabuk, Menyesal, dan Malu Setengah Mati

    "Di tengah kekacauan, sering kali takdir bekerja dengan caranya sendiri untuk menyambung kembali cerita yang pernah terputus."***Langit malam itu terasa lebih gelap dari biasanya. Mauryn berjalan tanpa arah di trotoar yang sepi, udara dingin menusuk kulitnya meskipun dia telah mengenakan blazer dengan bahan tebal. Langkahnya tidak stabil. Bukan karena mabuk, tetapi karena beban pikiran yang mengaburkan pikirannya. Bayangan Evan dan wanita itu di sofa terus menghantui pikirannya, berputar seperti film yang diputar ulang tanpa henti."Sial! Kenapa semuanya harus terjadi malam ini, sih?" Mauryn menggerutu, mencoba mengabaikan rasa sakit di dadanya. Sabtu malam yang terasa begitu mengerikan.Dia berhenti di depan sebuah kelab malam dengan papan neon berwarna biru dan merah yang berkedip-kedip. Nama tempat itu, Eclipse, bersinar terang seperti memanggilnya untuk masuk. Mauryn tidak pernah menjadi orang yang suka menghabiskan malam di tempat seperti ini, tetapi malam ini berbeda. Dia butu

  • Well, Hello Again, Mr. CEO!   Retakan

    "Kepercayaan itu rapuh, seperti kaca. Sekali retak, meski diperbaiki, bekasnya akan selalu ada." ***Mauryn Alexandra Devina berjalan di koridor apartemen menuju unit milik Evan, kekasihnya, dengan langkah yang riang, sembari membayangkan betapa romantisnya malam yang akan dia lalui bersama Evan. Semua beban di dalam kepalanya seakan lenyap saat mengingat bahwa dia punya seseorang untuk pulang, kekasih yang sudah dia pacari selama 11 tahun sejak mereka masih kuliah.Senyum sumringah mengembang di bibirnya saat dia tiba di depan pintu apartemen. Dia memasukkan sandi pada kunci pintu otomatis, lalu masuk ke dalam apartemen itu dengan berjalan mundur."Sayang, coba tebak apa yang aku siapin buat kita malam ini. Surprise!" Senyum di wajah Mauryn langsung luntur ketika dia membalikkan badan dan melihat apa yang sedang dilakukan oleh Evan di sofa.Laki-laki itu sedang bercumbu penuh gairah dengan seorang wanita yang wajahnya terlindung dari pandangan Mauryn.Mauryn berdiri mematung di temp

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status