Share

Well, Hello Again, Mr. CEO!
Well, Hello Again, Mr. CEO!
Author: pinkblush

Retakan

Author: pinkblush
last update Last Updated: 2025-01-30 23:06:21

"Kepercayaan itu rapuh, seperti kaca. Sekali retak, meski diperbaiki, bekasnya akan selalu ada."

***

Mauryn Alexandra Devina berjalan di koridor apartemen menuju unit milik Evan, kekasihnya, dengan langkah yang riang, sembari membayangkan betapa romantisnya malam yang akan dia lalui bersama Evan. Semua beban di dalam kepalanya seakan lenyap saat mengingat bahwa dia punya seseorang untuk pulang, kekasih yang sudah dia pacari selama 11 tahun sejak mereka masih kuliah.

Senyum sumringah mengembang di bibirnya saat dia tiba di depan pintu apartemen. Dia memasukkan sandi pada kunci pintu otomatis, lalu masuk ke dalam apartemen itu dengan berjalan mundur.

"Sayang, coba tebak apa yang aku siapin buat kita malam ini. Surprise!" Senyum di wajah Mauryn langsung luntur ketika dia membalikkan badan dan melihat apa yang sedang dilakukan oleh Evan di sofa.

Laki-laki itu sedang bercumbu penuh gairah dengan seorang wanita yang wajahnya terlindung dari pandangan Mauryn.

Mauryn berdiri mematung di tempatnya, tubuhnya terasa seperti batu yang tak bisa digerakkan. Pikirannya berputar-putar mencari penjelasan, tapi hatinya sudah tahu jawabannya. Sebotol wine yang ada di genggamannya jatuh ke lantai dan berserakan.

Mata Mauryn masih menatap lekat aktivitas dua orang itu tanpa berkedip sama sekali, sambil dia melihat Evan yang menyadari kehadirannya mulai berjalan mendekat kepadanya dengan wajah panik sekaligus terkejut.

Dia berbalik dan bersiap untuk pergi dari sana, tetapi Evan langsung menahannya dengan menggenggam tangannya.

"Mauryn ... kenapa kamu tiba-tiba ada di sini?" Evan melirik ke arah pecahan botol dan wine yang berserakan di lantai. "Dan minuman mahal ini ...."

Mauryn meneguk ludah samar. Dari sekian banyak pertanyaan, kenapa Evan harus bertanya seperti itu? Bukankah seharusnya yang dia lakukan saat ini adalah mencari alasan untuk memberi penjelasan padanya?

"Betul. Kenapa aku tiba-tiba ada di sini? Aku pergi aja," ucap Mauryn yang masih memalingkan wajahnya dari Evan.

Mauryn ingin melangkah, tetapi Evan kembali menahannya. "Jangan pergi dengan kondisi kayak gini."

Mauryn memandang Evan dengan tatapan tak percaya. Dia merasa sulit untuk bernapas hingga tiap tarikan terasa singkat. Berbagai macam pertanyaan dan kemungkinan terus berputar di kepalanya.

"Kamu minta aku buat mengerti dan sabar karena sekarang kita sama-sama sibuk, ditambah masalah yang terjadi di kantor belakangan ini. Tapi, ternyata bukan karena itu. Apa ini alasan sebenarnya? Tanpa tau itu, aku ...." Mauryn tidak sanggup melanjutkan kata-katanya. Matanya memanas dan sepertinya air mata akan segera turun dari sana. Dia memukul-mukul tubuh Evan tanpa tenaga, karena seluruh tubuhnya sudah melemah saat melihat kejadian beberapa saat lalu. "Teganya kamu melakukan ini sama aku. Kenapa kamu bisa setega ini sama aku?"

Evan berusaha menggapai tangan Mauryn yang terus memukul-mukul dadanya. "Ini bukan kayak yang kamu pikirkan."

"Lepasin." Mauryn berusaha menghempaskan tangannya dari genggaman Evan. "Aku bilang lepasin!"

"Kamu tenang dulu. Ayo masuk ke dalam. Ayo masuk dan kita bicarain ini baik-baik."

Mauryn yang awalnya bersikap histeris kini hanya bisa berdecih. Dia menatap lekat bibir Evan yang penuh dengan noda lipstik sambil memutar bola matanya.

"Lap bibir kamu dulu," ucapnya.

Mendengar itu, Evan langsung mengelap bibirnya dengan kagok dan canggung.

Seakan cukup melihat pertengkaran Evan dan Mauryn, wanita yang bersama Evan memutuskan untuk mendekat pada mereka, lalu menyapa Mauryn.

"Halo, Mbak Mauryn," sapanya dengan tampang polos dan tak bersalah.

Mauryn terkejut saat melihat sosok wanita yang ternyata dia kenal.

"Kamu udah gila, ya? Bukannya dia itu sepupu kamu?" tanya Mauryn pada Evan.

Evan menggeleng, membuat Mauryn semakin syok. Dia menoleh ke arah wanita itu, lalu merasa sangat tertohok saat sadar bahwa selama ini dia telah dibohongi oleh Evan.

"Ternyata dia bukan sepupu kamu, ya?" Mauryn sampai kehabisan kata-kata, otaknya masih mencerna situasi yang terjadi saat ini. "Jadi ternyata kamu bohongin aku selama ini. 11 tahun loh kita bersama, apa kamu nggak merasa kasihan sama aku?"

"Nggak ... bukan gitu. Aku nggak pernah bilang kalo dia ini sepupu aku. Aku bilang dia ... anak tante yang aku kenal," kilah Evan.

"Mama aku sama mamanya mas Evan berteman dekat, jadi kami juga dekat," timpal wanita itu.

Mendengar suaranya saja sudah membuat Mauryn merasa sesak. "Maaf, tapi aku sama Evan lagi bicara sekarang. Bisa kasih kami waktu sebentar?"

"Gimana, dong? Mbak pasti marah banget sekarang, kan?" Wanita itu memandang wajah Mauryn yang sedikit memerah. "Mbak Mauryn nangis? Kenapa? Jangan nangis, Mbak."

Mauryn memandang tak percaya ke arah wanita yang sangat tak tahu malu itu.

"Freya, tunggu di dalam," titah Evan.

"Nggak, deh. Aku pergi aja," ucap Freya.

Evan melarangnya. "Tunggu di dalam dulu. Biar nanti aku antar pulang."

Freya mengangguk, lalu segera pergi menuju ruang keluarga di apartemen yang cukup luas itu.

"Kamu pulang aja. Aku bakal ke rumah kamu setelah ngantar dia, setelah itu kita bicarain masalah ini. Atau kamu mau nunggu di sini aja? Aku nggak lama, kok," ucap Evan pada Mauryn.

Mauryn masih tak mempercayai apa yang dia dengar. Bagaimana Evan terlihat sangat santai seolah tidak melakukan kesalahan apa pun?

"Apa kamu bilang? Kamu mau ngantar dia pulang sekarang?"

"Bukannya seharusnya dia pulang dulu sekarang? Aku nggak bisa biarin gadis mabuk pulang sendirian," ucap Evan.

"Kenapa nggak bisa? Kenapa kamu nggak bisa membiarkan dia pergi?" Apa dia nggak bisa pulang sendirian aja? Atau kalian mau melanjutkan itu di dalam mobil?"

"Mauryn, maksud kamu apa--"

"Kenapa kamu menyebut dia gadis? Dia nggak jauh lebih muda dari aku."

Evan menghela napas geram. "Kamu akan terus kayak gini? Aku bilang ini bukan seperti yang kamu pikirin."

"Kalo bukan, terus apa? Kamu mencium dia di sofa itu, aku liat dengan mata kepala aku sendiri. Kalo bukan itu yang aku pikirin, terus apa? KAMU ANGGAP AKU INI APA SIH SEBENARNYA?!" Nada bicara Mauryn mulai meninggi, tetapi suaranya tetap bergetar.

"Oke, kamu benar. Siapa yang bilang kalo itu nggak benar? Ini bukan kayak yang kamu pikirkan. Aku cuma khilaf aja. Cuma sekali ini. Dan ini nggak akan mengubah apa pun di antara kita. Aku bilang aku akan mengantar dia pulang, lalu setelah itu kita bicara. Kamu bersikap seolah-olah aku ketahuan selingkuh, dan tiba-tiba kamu meledak-ledak dan menyudutkan aku. Apa kamu benar-benar harus kayak gini? Apa kamu sama sekali nggak memikirkan posisi aku?"

"Cuma satu kali? Maksud kamu satu-satunya yang ketahuan?"

Evan berdecih mendengar itu. Dia kemudian meletakkan kedua tangannya di pinggang. "Kamu anggap aku ini apa? Kamu nggak percaya? Kamu memacari aku selama 11 tahun dengan kepercayaan setipis itu? Apa cuma segini artinya aku di dalam hidup kamu?"

"Apa?"

"Itu sebabnya kamu tiba-tiba datang ke sini, kan? Karena kamu nggak percaya sama aku? Wah ... bener berarti. Kamu bahkan nggak bilang dulu sama aku kalo kamu mau ke sini. Kamu nggak pernah melakukan ini sebelumnya. Sekarang kamu jujur, deh. Kamu curiga sama aku, jadi kamu datang ke sini buat memergoki aku, kan?"

Mauryn menggigit bibir bawahnya. Dia benar-benar kehilangan kata-kata.

"Kamu pikir aku datang ke sini karena itu? Terus untuk apa aku datang sambil bawa wine yang mahal ini?" Suara Mauryn tercekat di tenggorokan, dan matanya kembali berair.

Ekspresi Evan pun berubah. Dia merasa tidak enak pada Mauryn karena telah menyudutkannya.

"Kalo bukan karena itu ... kenapa kamu tiba-tiba datang ...." Evan tidak melanjutkan ucapannya.

"Kamu benar," ucap Mauryn tiba-tiba.

"Apa?" Evan kebingungan.

"Kamu benar. Aku paranoid, dan karena ketidakpercayaan aku, aku menyadap mobil kamu dan datang ke sini buat memergoki kamu selingkuh. Sekarang ini udah dikonfirmasi, baguslah."

Setelah mengatakan itu, Mauryn langsung berbalik dari hadapan Evan dan berjalan menuju pintu. Dia bisa mendengar suara Evan yang memanggil namanya, tetapi laki-laki itu tak melakukan apa pun lagi.

Kamu biarin aku pergi gitu aja? Kamu beneran akan di sana sama dia? Evan Mikael Aryandra, teganya kamu melakukan ini semua sama aku!, batin Mauryn sebelum akhirnya dia keluar dan membanting pintu.

Wanita itu berjalan dengan langkah tergesa-gesa, air mata mulai menggenang di pelupuk matanya. Hatinya hancur. Bukan hanya karena pengkhianatan itu, tapi juga karena dia telah kehilangan seseorang yang selama ini dia percaya akan menjadi sandaran di saat-saat tersulitnya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Well, Hello Again, Mr. CEO!   Mabuk, Menyesal, dan Malu Setengah Mati

    "Di tengah kekacauan, sering kali takdir bekerja dengan caranya sendiri untuk menyambung kembali cerita yang pernah terputus."***Langit malam itu terasa lebih gelap dari biasanya. Mauryn berjalan tanpa arah di trotoar yang sepi, udara dingin menusuk kulitnya meskipun dia telah mengenakan blazer dengan bahan tebal. Langkahnya tidak stabil. Bukan karena mabuk, tetapi karena beban pikiran yang mengaburkan pikirannya. Bayangan Evan dan wanita itu di sofa terus menghantui pikirannya, berputar seperti film yang diputar ulang tanpa henti."Sial! Kenapa semuanya harus terjadi malam ini, sih?" Mauryn menggerutu, mencoba mengabaikan rasa sakit di dadanya. Sabtu malam yang terasa begitu mengerikan.Dia berhenti di depan sebuah kelab malam dengan papan neon berwarna biru dan merah yang berkedip-kedip. Nama tempat itu, Eclipse, bersinar terang seperti memanggilnya untuk masuk. Mauryn tidak pernah menjadi orang yang suka menghabiskan malam di tempat seperti ini, tetapi malam ini berbeda. Dia butu

    Last Updated : 2025-01-30
  • Well, Hello Again, Mr. CEO!   24 Jam Paling Kacau dalam Hidupku

    "Kadang, kita harus lewat jalan yang paling tidak terduga untuk menemukan kenyataan yang paling menyakitkan." – Mauryn Alexandra Devina *** Sebelumnya, Mauryn pulang ke rumah dalam keadaan kacau dan disambut oleh kepanikan dua sahabatnya, Leona dan Tessa. Setelah menceritakan apa yang terjadi, sesuai harapan, Leona yang memiliki tempramen tinggi langsung bersiap untuk membocorkan kepala Evan.Namun, semua berubah saat dia menceritakan bahwa dia menjalani one night stand dengan seseorang yang sangat tidak terduga.Felix, yang dulu merupakan senior kampus mereka bertiga.Dua sahabat Mauryn langsung mengejeknya, mengatakan betapa mereka mengingat bagaimana dulu Mauryn menolak pria itu saat tiba-tiba saja dia mengajak Mauryn berpacaran.Meskipun begitu, bercerita pada Leona dan Tessa bisa menekan rasa khawatir dan sedih yang masih melanda hati Mauryn saat ini. Yang jelas, itu adalah 24 jam paling kacau yang pernah terjadi dalam hidupnya.Setelah sedikit tenang, dia memutuskan untuk perg

    Last Updated : 2025-01-30
  • Well, Hello Again, Mr. CEO!   CEO Baru, Masalah Baru

    "Sebelas tahun cinta bisa runtuh dalam hitungan detik. Dan yang lebih ironis, orang yang dulu tak sengaja kupermalukan justru menjadi saksi kejatuhanku." -Mauryn Alexandra Devina***Di pagi hari yang cukup cerah ini, Mauryn berjalan dengan langkah gontai dari parkiran menuju kantor yang jaraknya lumayan jauh dengan kepala berat. Bukan hanya karena heels-nya yang kebesaran setengah ukuran—meskipun itu juga berkontribusi pada penderitaannya pagi ini—tetapi karena isi kepalanya yang masih berkabut oleh kejadian semalam.Dia menemukan kekasih yang sudah dia pacari selama sebelas tahun telah berselingkuh darinya. Lalu, ada satu insiden yang terjadi bersama seseorang dengan nama tak terduga.Felix Nathaniel Mahardika.Felix yang dulu pernah dia tolak dengan alasan paling konyol seumur hidupnya. Felix yang semalam entah bagaimana bisa terlibat dalam malam tergelapnya. Dia menghabiskan seluruh harinya dengan memikirkan masalah itu.Mauryn masih belum mengerti bagaimana semua ini bisa terjadi

    Last Updated : 2025-02-26
  • Well, Hello Again, Mr. CEO!   Kebenaran yang Tidak Ingin Didengar

    Mauryn tidak langsung pulang setelah jam kerja berakhir. Hari ini terlalu melelahkan, terlalu banyak drama, dan dia butuh pelarian.Bagaimana tidak? Sepanjang hari, Mauryn seperti bermain petak umpet dengan Felix. Setiap kali dia mendengar langkah kaki di lorong, dia langsung menghindar. Setiap kali ada yang mengetuk pintu ruangannya, dia memastikan dulu dari jendela kaca sebelum membuka. Bahkan, surel yang dikirim Felix padanya pun sama sekali tak digubris. Hingga akhirnya, dia berhasil melewati satu hari itu tanpa bertemu Felix hingga dia pulang.Mauryn sudah membuat janji untuk menongkrong di kafe bersama Leona dan Tessa, tetapi Leona tidak bisa datang.Begitu tiba di kafe, Mauryn langsung melihat Tessa sudah duduk di meja pojok dengan dua gelas kopi di depannya."Gue tau lo pasti butuh ini," kata Tessa sambil mendorong salah satu gelas ke arah Mauryn."Makasih, ya. Lo emang penyelamat gue deh."Mauryn menyesap kopinya sebelum akhirnya menghela napas panjang. "Hari ini ... benar-be

    Last Updated : 2025-02-28
  • Well, Hello Again, Mr. CEO!   Jeda Sebelum Luka yang Lebih Dalam

    "Maaf tanpa penyesalan hanyalah jeda sebelum luka yang lebih dalam." *** "Maksud lo apa? Nggak ada cinta lagi? Lo nggak berdebar-debar lagi waktu bersama dia? Itu wajar. Gimana mungkin lo selalu berdebar-debar tanpa penyakit? Gue juga udah lama nggak berdebar-debar karena Tessa," ucap Arhan dengan suara yang terdengar setengah bercanda, tetapi juga setengah serius. Evan menghela napas panjang, tatapannya kosong menatap gelas di depannya. "Gue berdebar-debar saat berpikir bakal nikahin dia. Waktu gue bangun di pagi hari, Mauryn akan ada di rumah, sambil memegang segelas jus yang entah terbuat dari apa. Waktu gue pulang kerja, Mauryn bakal ada di rumah, sambil mengeluh tentang harinya lalu nyuruh gue mandi." "Yaiyalah. Itu alasan kebanyakan orang menikah. Selalu bersama saat weekend, hari raya, dan liburan. Selalu bareng 24 jam, 365 hari. Makan, tidur, dan melakukan semuanya sama-sama." Arhan meneguk minumannya. Kepala Evan menggeleng pelan, seakan ada beban besar yang menindih

    Last Updated : 2025-03-05
  • Well, Hello Again, Mr. CEO!   Tanda-tanda Perpisahan

    "Kadang yang lebih menyakitkan dari perselingkuhan adalah kehilangan penghargaan akan semua yang telah diperjuangkan."***Peristiwa yang terjadi tadi malam membuat tubuh Mauryn drop hingga terpaksa dia tidak bisa masuk kerja hari ini.Setelah mendengar Evan mengatakan hal-hal menyakitkan tentangnya tadi malam, dia merasa seperti kehilangan energi. Demamnya mencapai 40 derajat yang membuatnya hampir opname di rumah sakit, tetapi dia menolaknya dan memilih untuk diinfus di rumah saja. Jantungnya sakit, perutnya mual, bahkan untuk menelan makanan pun terasa sulit.Leona, yang sangat prihatin dengan kondisi sahabatnya, dengan sigap mengambil alih segala yang dibutuhkan oleh Mauryn."Minum ini dulu, Ryn," kata Leona, menyodorkan segelas air putih.Mauryn menatap gelas itu dengan mata sayu. "Gue nggak haus.""Lo mau mati? Jangan bodoh."Leona memang bukan tipe yang lembut dalam berbicara, tapi dia tahu kapan harus menjadi sahabat yang baik. Dia membantu Mauryn duduk dengan hati-hati, lalu

    Last Updated : 2025-03-07
  • Well, Hello Again, Mr. CEO!   Akhir Menuju Awal yang Baru

    "Kamu tau bukan kayak gitu. Terlepas dari dia, kita udah--""Kita kenapa? Apa? Kita udah punya masalah? Itu alasan kamu melakukan ini? Itu cuma hal yang mau kamu percayai. Meskipun seseorang udah mau mati, kalo kamu membunuh dia, tetap aja itu namanya pembunuhan. Meskipun kita punya masalah, kamu mengakhiri itu dengan buruk. Jadi, hentikan omong kosong itu!"Nada suara Mauryn meninggi, membuat kepalanya berdenyut nyeri. Dia merintih, memegang sisi kepalanya yang terasa seperti dihantam sesuatu yang tak terlihat.Sementara itu, Evan tetap diam dengan wajah penuh kejengkelan yang dia tahan."Oke. Aku nggak bisa bilang kalo aku nggak tau sama sekali. Sikap kamu jadi dingin, aku jadi lebih gelisah. Aku juga sadar akan hal itu. Biarpun begitu, aku berusaha lebih keras. Karena itu semuanya menjadi lebih baik. Tapi kamu merusak semuanya." Mauryn menatapnya dengan mata penuh luka tak terlihat.Evan menghela napas, dia semakin lelah menghadapi Mauryn. "Berusaha itu bukan cinta.""Cinta? Apa hu

    Last Updated : 2025-03-08
  • Well, Hello Again, Mr. CEO!   Pagi yang Sial

    Pagi ini, sinar matahari menembus jendela taksi yang dinaiki Mauryn, memantulkan cahaya lembut di wajahnya yang madih menyiratkan sisa-sisa kelelahan. Kepalanya bersandar pada kaca, matanya kosong menatap jalanan Jakarta yang ramai, tetapi pikirannya terjebak dalam kekacauan yang sama sekali berbeda. Sesekali, dia menghela napas panjang, seolah mencoba mengusir pikiran-pikiran yanh terus menghantuinya sejak tadi malam.Terlebih lagi, dia tidak tahu bagaimana bisa bersikap jika tak sengaja berpapasan dengan Evan di kantor. Itu akan menjadi suasana yang sangat canggung bagi mereka setelah hubungan yang berakhir dengan cara yang rendahan dan penuh drama.Pikiran itu membuat dadanya terasa sesak. Bayangan Evan dengan senyum andalannya, yang dulu selalu berhasil membuatnya luluh, kini hanya meninggalkan perasaan pahit."Harusnya aku nggak usah khawatir. Emangnya kenapa kalo ketemu? Aku cuma harus berusaha move on sekarang dan buktiin kalo aku bisa bahagia meskipun tanpa dia," gumam Mauryn

    Last Updated : 2025-03-09

Latest chapter

  • Well, Hello Again, Mr. CEO!   PTSD

    Felix menunjuk tim darurat dalam hitungan menit. Di tak ragu menarik orang-orang yang dianggapnya paling bisa diandalkan."Sophia, kamu bertanggung jawab atas teknis. Tim engineering harus bekerja cepat untuk mengidentifikasi celah keamanan. Nolan, pastikan tim marketing mengelola komunikasi publik agar kita tidak kehilangan kepercayaan pelanggan. Evan, kamu dan tim keamanan siber harus segera mencari tahu sumber serangan ini."Mauryn duduk diam di kursinya yang diapit oleh Anton dan Saskia, mengamati dengan seksama. Dia sudah bisa menebak tanggung jawabnya, dan benar saja—Felix menatap langsung ke arahnya."Mauryn, kamu masuk ke komite darurat juga. Kita butuh perwakilan dari Product Development."Keheningan sejenak menyelimuti ruangan. Evan, yang duduk di seberangnya, mengangkat alis. "Untuk apa?" tanyanya dengan nada yang sedikit meremehkan. "Serangan ini menyasar sistem keamanan, bukan produk."Mauryn menegang. Semua mata beralih ke arahnya, menunggu reaksinya.Felix bersedekap. "

  • Well, Hello Again, Mr. CEO!   Pengkhianat

    Pagi itu dimulai seperti biasa—atau setidaknya begitu yang dipikirkan Mauryn. Ia sedang menyesap kopi di meja kerjanya, menikmati aroma hangat yang sedikit memberi ketenangan sebelum hari kerja dimulai. Namun, ketenangan itu hanya berlangsung beberapa detik. Layar laptopnya tiba-tiba membeku. Garis-garis aneh muncul, diikuti suara notifikasi bertubi-tubi dari rekan-rekan satu lantainya.Ia menoleh ke arah Bima dan Nadine, yang tampak sama bingungnya."Kenapa sistem MindFlow malah nge-freeze?" gumam Nadine, mencoba me-refresh layar.Tak sampai satu menit, kekacauan meledak.Monitor di ruang meeting menampilkan peringatan merah mencolok: "Unauthorized Access Detected. Security Breach Ongoing."Seluruh ruangan langsung gempar. Beberapa karyawan berdiri dari kursi mereka, sementara yang lain panik menekan tombol keyboard dan mengutak-atik layar sentuh perangkat mereka. Alarm pelanggaran keamanan berbunyi dari divisi IT."Serangan siber!" seru seseorang dari ujung ruangan.Nadi Mauryn berd

  • Well, Hello Again, Mr. CEO!   Berjanji untuk Menang

    Evan yang pergi ke toilet tak sengaja menemukan jepit rambut milik Mauryn yang terjatuh. Dia mengenali jepit rambut itu, lalu membuka bilik di depannya yang ternyata tak terkunci. Saat pintu bilik terbuka, dia melihat Mauryn dan Felix, berdiri berhadapan di dalam sana.Dua orang itu menatap terkejut ke arahnya, seakan tak kalah terkejutnya dengan dirinya.Evan berdecih ringan. "Kalian ngapain?"Mauryn ternganga, kehilangan kata-kata. Sementara itu, Felix ingin menjadi garda terdepan melindunginya."Kamu sendiri?" tanya Felix dengan wajah datar.Kening Evan berkerut. "Apa?""Kenapa kamu membuka pintunya?"Mauryn mengambil tas miliknya, lalu memakainya. Dia memandang sinis pada Evan. "Minggir sana. Aku harus ganti baju.""Apa? Ganti baju? Di sini? Sama dia?"Mauryn melirik pada Felix, lalu menatap Evan sambil melotot. "Dasar gila. Kamu mikir apa, sih?" Dia beralih pada Felix. "Pak Feli, Bapak juga keluar deh. Kalian ini kenapa?"Karena dua pria itu masih bergeming di tempatnya, justru M

  • Well, Hello Again, Mr. CEO!   Malam Festival

    Sorak-sorai masih menggema di area festival ketika rangkaian acara perlahan mencapai puncaknya. Panggung besar dihiasi dengan layar LED raksasa yang menampilkan berbagai visual dinamis. Lampu sorot menari di udara, menerangi kerumunan karyawan yang berkumpul menikmati suasana. Mauryn menarik napas lega, mengendurkan bahu setelah penampilannya di atas panggung."Sekarang kita memasuki sesi penghargaan yang paling ditunggu-tunggu!" Suara pembawa acara menggema, menarik perhatian seluruh hadirin. "Mari kita mulai dengan penghargaan bagi mereka yang telah memberikan kontribusi luar biasa selama setahun terakhir!"Para karyawan mulai berbisik, mencoba menebak siapa yang akan membawa pulang penghargaan bergengsi."Dan pemenang Best Employee of The Year adalah ... Sophia Zhang!"Mauryn tersenyum kecil saat melihat mentornya berjalan anggun ke atas panggung. Sophia menerima piala dengan ekspresi tenang namun penuh kebanggaan."Terima kasih kepada

  • Well, Hello Again, Mr. CEO!   Nyanyian Tak Terduga

    Mauryn meneguk minumannya dengan gelisah, berharap Anton berhenti membujuknya untuk mengikuti kontes bernyanyi. Sejak tadi, sang CPO tidak menyerah, terus menyodorkan alasan demi alasan agar Mauryn bersedia naik ke panggung mewakili divisi mereka."Mauryn, ini bukan sekadar kompetisi," Anton berkata lagi dengan nada penuh harap. "Ini tentang kebanggaan tim! Dan kita butuh seseorang dengan suara yang benar-benar bisa diandalkan!""Bapak terlalu melebih-lebihkan," Mauryn menghela napas. "Suara siapa pun pasti cukup bagus buat acara santai kayak gini.""Nggak, nggak!" Nadine menyela dengan semangat. "Suara kita semua nggak ada yang sebagus punya Mbak! Saya kalo nyanyi lebih mirip ayam tercekik!"Bima tertawa. "Kalau saya lebih mirip radio rusak! Kalo kita benar-benar pengen menang, satu-satunya harapan kita ya Mbak Mauryn."Mauryn menggeleng cepat. "Saya tetap nggak mau. Cari orang lain saja.""Ayolah, Beb," Saskia kini ikut bersuara, menyilangkan tangan di dada. "Kamu ini Senior Product

  • Well, Hello Again, Mr. CEO!   Kembalinya Martha

    Mauryn dan rekan kerja wanita yang lain berdiri di dekat wajan saat para pria sibuk mengaduk masakan yang mereka buat.Saat para pria sibuk mengaduk wajan besar, Anton, laki-laki yang mengenakan kemeja kotak-kotak mendekati Mauryn dan berdiri di sebelahnya. Dia adalah CPO (Chief Product Officer) yang memimpin divisi produk."Hei, Mbak Mauryn," sapanya."Iya?""Kalo mau membantu di sini, kenapa nggak ikut lomba nyanyi aja buat nanti malam?""Lomba nyanyi?"Anton mengangguk. "Kamu kan jago nyanyi."Mauryn menepuk tangannya. "Benar juga. Saya salah satu kontestan buat lomba itu, kan?""Ya begitulah. Saya kira divisi kita yang kecil ini akhirnya punya perwakilan di lomba nyanyi waktu saya jadi CPO, tapi kamu selalu menolak."Saat para pria selesai mengaduk masakan, tak sengaja masakan di dalam wajan itu terciprat ke baju para wanita yang berdiri di sekitarnya. Para wanita itu pun mengamuk karena pakaian mereka kotor, lalu segera pergi untuk menggantinya.Sementara itu, Mauryn masih berdir

  • Well, Hello Again, Mr. CEO!   Festival Hari Jadi Lumora Tech

    Langit pagi cerah dengan angin sepoi-sepoi yang menambah semarak Lumora Tech Anniversary Festival. Area outdoor yang luas sudah dihias dengan ornamen bertema Retro Party—lampu-lampu neon, poster warna-warni, dan panggung besar di tengah lapangan. Musik klasik era '80-an diputar, menciptakan suasana nostalgia yang unik.Mauryn melangkah ke area registrasi dengan semangat. Festival seperti ini adalah acara yang sulit ditolak—bukan hanya karena suasananya yang meriah, tetapi juga kesempatan langka unthk melupakan beban pekerjaan.Di meja registrasi, Nadine dan Bima sudah lebih dulu mengambil goodie bag mereka."Saya penasaran siapa yang kepikiran buat tema ini," gumam Bima sambil memeriksa isi tas kecil yang diberikan panitia. "Kita kayak disuruh cosplay jadi orang tua kita.""Jangan komplain," sela Nadine. "Seenggaknya kita nggak harus pakai wig afro."Mauryn tersenyum tipis dan menerima goodie bag serta kartu nama kecil yang disebut sebagai alat interaktif untuk permainan networking. D

  • Well, Hello Again, Mr. CEO!   Kejadian Memalukan

    Mauryn terbangun dari tidurnya dengan kepala berat. Dia mengerang beberapa kali sambil bangkit dari tempat tidurnya. Ini pertama kalinya dia bangun tanpa memikirkan Evan setelah sekian lama.Namun, bukan itu masalahnya. Kejadian tadi malam tiba-tiba menghampiri benaknya. Kejadian yang jauh lebih memalukan dibanding dia menghabiskan malam yang bergairah dengan Felix.Saat mengingat apa yang dia lakukan tadi malam, napas Mauryn tercekat. Matanya membelalak dan mulutnya menganga lebar."Aku pasti gila," gumamnya. "Aku pasti gila!"Dia menenggelamkan wajahnya di balik selimut, tidak sanggup untuk menghadapi wajah Felix di kantor hari ini. Kenapa semua hal memalukan harus terjadi di hadapan bosnya itu?Setelah cukup lama menghabiskan waktu untuk merutuki kebodohannya, Mauryn turun dari tempat tidur menuju ruang makan. Sarapan sudah tertata rapi di atas meja dan dia segera bergabung dengan Leona yang juga sudah rapi dengan seragam olahraganya. Ya, wanita itu memiliki bisnis gymnasium, juga

  • Well, Hello Again, Mr. CEO!   Air (Seni)

    Angin malam berhembus pelan, menyapu rambut Mauryn yang sedikit acak-acakan setelah keluar dari bar. Langkahnya sempoyongan, tiga botol bir yang dia habiskan mulai menunjukkan efeknya. Matanya berkilat-kilat, pipinya bersemu merah, dan bibirnya melengkung dalam senyum yang terlalu santai.Di belakangnya, Felix berjalan dengan tenang, matanya terus mengawasi setiap langkah wanita itu. Sesekali, laki-laki itu tersenyum melihat Mauryn yang kesulitan menyeimbangkan tubuhnya."Dia bilang bir itu minuman ringan? Aku tertipu lagi," gumam Felix, setengah pasrah.Mauryn yang awalnya berjalan dengan langkah konsisten, tiba-tiba berlari saat melihat sebuah bus yang sedang berhenti di sebuah halte yang tak jauh dari mereka. Tanpa berpikir panjang, Mauryn mengejar bus itu dan bersiap untuk naik."Bapak ngapain? Ayo cepat naik! Bapak nggak mau pulang?" serunya sanbil melambai heboh ke arah Felix.Felix membeku sejenak, lalu menatap bus yang mulai menut

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status