แชร์

Well, Hello Again, Mr. CEO!
Well, Hello Again, Mr. CEO!
ผู้แต่ง: pinkblush

Retakan

ผู้เขียน: pinkblush
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2025-01-30 23:06:21

"Kepercayaan itu rapuh, seperti kaca. Sekali retak, meski diperbaiki, bekasnya akan selalu ada."

***

Mauryn Alexandra Devina berjalan di koridor apartemen menuju unit milik Evan, kekasihnya, dengan langkah yang riang, sembari membayangkan betapa romantisnya malam yang akan dia lalui bersama Evan. Semua beban di dalam kepalanya seakan lenyap saat mengingat bahwa dia punya seseorang untuk pulang, kekasih yang sudah dia pacari selama 11 tahun sejak mereka masih kuliah.

Senyum sumringah mengembang di bibirnya saat dia tiba di depan pintu apartemen. Dia memasukkan sandi pada kunci pintu otomatis, lalu masuk ke dalam apartemen itu dengan berjalan mundur.

"Sayang, coba tebak apa yang aku siapin buat kita malam ini. Surprise!" Senyum di wajah Mauryn langsung luntur ketika dia membalikkan badan dan melihat apa yang sedang dilakukan oleh Evan di sofa.

Laki-laki itu sedang bercumbu penuh gairah dengan seorang wanita yang wajahnya terlindung dari pandangan Mauryn.

Mauryn berdiri mematung di tempatnya, tubuhnya terasa seperti batu yang tak bisa digerakkan. Pikirannya berputar-putar mencari penjelasan, tapi hatinya sudah tahu jawabannya. Sebotol wine yang ada di genggamannya jatuh ke lantai dan berserakan.

Mata Mauryn masih menatap lekat aktivitas dua orang itu tanpa berkedip sama sekali, sambil dia melihat Evan yang menyadari kehadirannya mulai berjalan mendekat kepadanya dengan wajah panik sekaligus terkejut.

Dia berbalik dan bersiap untuk pergi dari sana, tetapi Evan langsung menahannya dengan menggenggam tangannya.

"Mauryn ... kenapa kamu tiba-tiba ada di sini?" Evan melirik ke arah pecahan botol dan wine yang berserakan di lantai. "Dan minuman mahal ini ...."

Mauryn meneguk ludah samar. Dari sekian banyak pertanyaan, kenapa Evan harus bertanya seperti itu? Bukankah seharusnya yang dia lakukan saat ini adalah mencari alasan untuk memberi penjelasan padanya?

"Betul. Kenapa aku tiba-tiba ada di sini? Aku pergi aja," ucap Mauryn yang masih memalingkan wajahnya dari Evan.

Mauryn ingin melangkah, tetapi Evan kembali menahannya. "Jangan pergi dengan kondisi kayak gini."

Mauryn memandang Evan dengan tatapan tak percaya. Dia merasa sulit untuk bernapas hingga tiap tarikan terasa singkat. Berbagai macam pertanyaan dan kemungkinan terus berputar di kepalanya.

"Kamu minta aku buat mengerti dan sabar karena sekarang kita sama-sama sibuk, ditambah masalah yang terjadi di kantor belakangan ini. Tapi, ternyata bukan karena itu. Apa ini alasan sebenarnya? Tanpa tau itu, aku ...." Mauryn tidak sanggup melanjutkan kata-katanya. Matanya memanas dan sepertinya air mata akan segera turun dari sana. Dia memukul-mukul tubuh Evan tanpa tenaga, karena seluruh tubuhnya sudah melemah saat melihat kejadian beberapa saat lalu. "Teganya kamu melakukan ini sama aku. Kenapa kamu bisa setega ini sama aku?"

Evan berusaha menggapai tangan Mauryn yang terus memukul-mukul dadanya. "Ini bukan kayak yang kamu pikirkan."

"Lepasin." Mauryn berusaha menghempaskan tangannya dari genggaman Evan. "Aku bilang lepasin!"

"Kamu tenang dulu. Ayo masuk ke dalam. Ayo masuk dan kita bicarain ini baik-baik."

Mauryn yang awalnya bersikap histeris kini hanya bisa berdecih. Dia menatap lekat bibir Evan yang penuh dengan noda lipstik sambil memutar bola matanya.

"Lap bibir kamu dulu," ucapnya.

Mendengar itu, Evan langsung mengelap bibirnya dengan kagok dan canggung.

Seakan cukup melihat pertengkaran Evan dan Mauryn, wanita yang bersama Evan memutuskan untuk mendekat pada mereka, lalu menyapa Mauryn.

"Halo, Mbak Mauryn," sapanya dengan tampang polos dan tak bersalah.

Mauryn terkejut saat melihat sosok wanita yang ternyata dia kenal.

"Kamu udah gila, ya? Bukannya dia itu sepupu kamu?" tanya Mauryn pada Evan.

Evan menggeleng, membuat Mauryn semakin syok. Dia menoleh ke arah wanita itu, lalu merasa sangat tertohok saat sadar bahwa selama ini dia telah dibohongi oleh Evan.

"Ternyata dia bukan sepupu kamu, ya?" Mauryn sampai kehabisan kata-kata, otaknya masih mencerna situasi yang terjadi saat ini. "Jadi ternyata kamu bohongin aku selama ini. 11 tahun loh kita bersama, apa kamu nggak merasa kasihan sama aku?"

"Nggak ... bukan gitu. Aku nggak pernah bilang kalo dia ini sepupu aku. Aku bilang dia ... anak tante yang aku kenal," kilah Evan.

"Mama aku sama mamanya mas Evan berteman dekat, jadi kami juga dekat," timpal wanita itu.

Mendengar suaranya saja sudah membuat Mauryn merasa sesak. "Maaf, tapi aku sama Evan lagi bicara sekarang. Bisa kasih kami waktu sebentar?"

"Gimana, dong? Mbak pasti marah banget sekarang, kan?" Wanita itu memandang wajah Mauryn yang sedikit memerah. "Mbak Mauryn nangis? Kenapa? Jangan nangis, Mbak."

Mauryn memandang tak percaya ke arah wanita yang sangat tak tahu malu itu.

"Freya, tunggu di dalam," titah Evan.

"Nggak, deh. Aku pergi aja," ucap Freya.

Evan melarangnya. "Tunggu di dalam dulu. Biar nanti aku antar pulang."

Freya mengangguk, lalu segera pergi menuju ruang keluarga di apartemen yang cukup luas itu.

"Kamu pulang aja. Aku bakal ke rumah kamu setelah ngantar dia, setelah itu kita bicarain masalah ini. Atau kamu mau nunggu di sini aja? Aku nggak lama, kok," ucap Evan pada Mauryn.

Mauryn masih tak mempercayai apa yang dia dengar. Bagaimana Evan terlihat sangat santai seolah tidak melakukan kesalahan apa pun?

"Apa kamu bilang? Kamu mau ngantar dia pulang sekarang?"

"Bukannya seharusnya dia pulang dulu sekarang? Aku nggak bisa biarin gadis mabuk pulang sendirian," ucap Evan.

"Kenapa nggak bisa? Kenapa kamu nggak bisa membiarkan dia pergi?" Apa dia nggak bisa pulang sendirian aja? Atau kalian mau melanjutkan itu di dalam mobil?"

"Mauryn, maksud kamu apa--"

"Kenapa kamu menyebut dia gadis? Dia nggak jauh lebih muda dari aku."

Evan menghela napas geram. "Kamu akan terus kayak gini? Aku bilang ini bukan seperti yang kamu pikirin."

"Kalo bukan, terus apa? Kamu mencium dia di sofa itu, aku liat dengan mata kepala aku sendiri. Kalo bukan itu yang aku pikirin, terus apa? KAMU ANGGAP AKU INI APA SIH SEBENARNYA?!" Nada bicara Mauryn mulai meninggi, tetapi suaranya tetap bergetar.

"Oke, kamu benar. Siapa yang bilang kalo itu nggak benar? Ini bukan kayak yang kamu pikirkan. Aku cuma khilaf aja. Cuma sekali ini. Dan ini nggak akan mengubah apa pun di antara kita. Aku bilang aku akan mengantar dia pulang, lalu setelah itu kita bicara. Kamu bersikap seolah-olah aku ketahuan selingkuh, dan tiba-tiba kamu meledak-ledak dan menyudutkan aku. Apa kamu benar-benar harus kayak gini? Apa kamu sama sekali nggak memikirkan posisi aku?"

"Cuma satu kali? Maksud kamu satu-satunya yang ketahuan?"

Evan berdecih mendengar itu. Dia kemudian meletakkan kedua tangannya di pinggang. "Kamu anggap aku ini apa? Kamu nggak percaya? Kamu memacari aku selama 11 tahun dengan kepercayaan setipis itu? Apa cuma segini artinya aku di dalam hidup kamu?"

"Apa?"

"Itu sebabnya kamu tiba-tiba datang ke sini, kan? Karena kamu nggak percaya sama aku? Wah ... bener berarti. Kamu bahkan nggak bilang dulu sama aku kalo kamu mau ke sini. Kamu nggak pernah melakukan ini sebelumnya. Sekarang kamu jujur, deh. Kamu curiga sama aku, jadi kamu datang ke sini buat memergoki aku, kan?"

Mauryn menggigit bibir bawahnya. Dia benar-benar kehilangan kata-kata.

"Kamu pikir aku datang ke sini karena itu? Terus untuk apa aku datang sambil bawa wine yang mahal ini?" Suara Mauryn tercekat di tenggorokan, dan matanya kembali berair.

Ekspresi Evan pun berubah. Dia merasa tidak enak pada Mauryn karena telah menyudutkannya.

"Kalo bukan karena itu ... kenapa kamu tiba-tiba datang ...." Evan tidak melanjutkan ucapannya.

"Kamu benar," ucap Mauryn tiba-tiba.

"Apa?" Evan kebingungan.

"Kamu benar. Aku paranoid, dan karena ketidakpercayaan aku, aku menyadap mobil kamu dan datang ke sini buat memergoki kamu selingkuh. Sekarang ini udah dikonfirmasi, baguslah."

Setelah mengatakan itu, Mauryn langsung berbalik dari hadapan Evan dan berjalan menuju pintu. Dia bisa mendengar suara Evan yang memanggil namanya, tetapi laki-laki itu tak melakukan apa pun lagi.

Kamu biarin aku pergi gitu aja? Kamu beneran akan di sana sama dia? Evan Mikael Aryandra, teganya kamu melakukan ini semua sama aku!, batin Mauryn sebelum akhirnya dia keluar dan membanting pintu.

Wanita itu berjalan dengan langkah tergesa-gesa, air mata mulai menggenang di pelupuk matanya. Hatinya hancur. Bukan hanya karena pengkhianatan itu, tapi juga karena dia telah kehilangan seseorang yang selama ini dia percaya akan menjadi sandaran di saat-saat tersulitnya.

อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป

บทที่เกี่ยวข้อง

  • Well, Hello Again, Mr. CEO!   Mabuk, Menyesal, dan Malu Setengah Mati

    "Di tengah kekacauan, sering kali takdir bekerja dengan caranya sendiri untuk menyambung kembali cerita yang pernah terputus."***Langit malam itu terasa lebih gelap dari biasanya. Mauryn berjalan tanpa arah di trotoar yang sepi, udara dingin menusuk kulitnya meskipun dia telah mengenakan blazer dengan bahan tebal. Langkahnya tidak stabil. Bukan karena mabuk, tetapi karena beban pikiran yang mengaburkan pikirannya. Bayangan Evan dan wanita itu di sofa terus menghantui pikirannya, berputar seperti film yang diputar ulang tanpa henti."Sial! Kenapa semuanya harus terjadi malam ini, sih?" Mauryn menggerutu, mencoba mengabaikan rasa sakit di dadanya. Sabtu malam yang terasa begitu mengerikan.Dia berhenti di depan sebuah kelab malam dengan papan neon berwarna biru dan merah yang berkedip-kedip. Nama tempat itu, Eclipse, bersinar terang seperti memanggilnya untuk masuk. Mauryn tidak pernah menjadi orang yang suka menghabiskan malam di tempat seperti ini, tetapi malam ini berbeda. Dia butu

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-01-30
  • Well, Hello Again, Mr. CEO!   24 Jam Paling Kacau dalam Hidupku

    "Kadang, kita harus lewat jalan yang paling tidak terduga untuk menemukan kenyataan yang paling menyakitkan." – Mauryn Alexandra Devina *** Sebelumnya, Mauryn pulang ke rumah dalam keadaan kacau dan disambut oleh kepanikan dua sahabatnya, Leona dan Tessa. Setelah menceritakan apa yang terjadi, sesuai harapan, Leona yang memiliki tempramen tinggi langsung bersiap untuk membocorkan kepala Evan.Namun, semua berubah saat dia menceritakan bahwa dia menjalani one night stand dengan seseorang yang sangat tidak terduga.Felix, yang dulu merupakan senior kampus mereka bertiga.Dua sahabat Mauryn langsung mengejeknya, mengatakan betapa mereka mengingat bagaimana dulu Mauryn menolak pria itu saat tiba-tiba saja dia mengajak Mauryn berpacaran.Meskipun begitu, bercerita pada Leona dan Tessa bisa menekan rasa khawatir dan sedih yang masih melanda hati Mauryn saat ini. Yang jelas, itu adalah 24 jam paling kacau yang pernah terjadi dalam hidupnya.Setelah sedikit tenang, dia memutuskan untuk perg

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-01-30
  • Well, Hello Again, Mr. CEO!   CEO Baru, Masalah Baru

    "Sebelas tahun cinta bisa runtuh dalam hitungan detik. Dan yang lebih ironis, orang yang dulu tak sengaja kupermalukan justru menjadi saksi kejatuhanku." -Mauryn Alexandra Devina***Di pagi hari yang cukup cerah ini, Mauryn berjalan dengan langkah gontai dari parkiran menuju kantor yang jaraknya lumayan jauh dengan kepala berat. Bukan hanya karena heels-nya yang kebesaran setengah ukuran—meskipun itu juga berkontribusi pada penderitaannya pagi ini—tetapi karena isi kepalanya yang masih berkabut oleh kejadian semalam.Dia menemukan kekasih yang sudah dia pacari selama sebelas tahun telah berselingkuh darinya. Lalu, ada satu insiden yang terjadi bersama seseorang dengan nama tak terduga.Felix Nathaniel Mahardika.Felix yang dulu pernah dia tolak dengan alasan paling konyol seumur hidupnya. Felix yang semalam entah bagaimana bisa terlibat dalam malam tergelapnya. Dia menghabiskan seluruh harinya dengan memikirkan masalah itu.Mauryn masih belum mengerti bagaimana semua ini bisa terjadi

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-02-26
  • Well, Hello Again, Mr. CEO!   Kebenaran yang Tidak Ingin Didengar

    Mauryn tidak langsung pulang setelah jam kerja berakhir. Hari ini terlalu melelahkan, terlalu banyak drama, dan dia butuh pelarian.Bagaimana tidak? Sepanjang hari, Mauryn seperti bermain petak umpet dengan Felix. Setiap kali dia mendengar langkah kaki di lorong, dia langsung menghindar. Setiap kali ada yang mengetuk pintu ruangannya, dia memastikan dulu dari jendela kaca sebelum membuka. Bahkan, surel yang dikirim Felix padanya pun sama sekali tak digubris. Hingga akhirnya, dia berhasil melewati satu hari itu tanpa bertemu Felix hingga dia pulang.Mauryn sudah membuat janji untuk menongkrong di kafe bersama Leona dan Tessa, tetapi Leona tidak bisa datang.Begitu tiba di kafe, Mauryn langsung melihat Tessa sudah duduk di meja pojok dengan dua gelas kopi di depannya."Gue tau lo pasti butuh ini," kata Tessa sambil mendorong salah satu gelas ke arah Mauryn."Makasih, ya. Lo emang penyelamat gue deh."Mauryn menyesap kopinya sebelum akhirnya menghela napas panjang. "Hari ini ... benar-be

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-02-28
  • Well, Hello Again, Mr. CEO!   Jeda Sebelum Luka yang Lebih Dalam

    "Maaf tanpa penyesalan hanyalah jeda sebelum luka yang lebih dalam." *** "Maksud lo apa? Nggak ada cinta lagi? Lo nggak berdebar-debar lagi waktu bersama dia? Itu wajar. Gimana mungkin lo selalu berdebar-debar tanpa penyakit? Gue juga udah lama nggak berdebar-debar karena Tessa," ucap Arhan dengan suara yang terdengar setengah bercanda, tetapi juga setengah serius. Evan menghela napas panjang, tatapannya kosong menatap gelas di depannya. "Gue berdebar-debar saat berpikir bakal nikahin dia. Waktu gue bangun di pagi hari, Mauryn akan ada di rumah, sambil memegang segelas jus yang entah terbuat dari apa. Waktu gue pulang kerja, Mauryn bakal ada di rumah, sambil mengeluh tentang harinya lalu nyuruh gue mandi." "Yaiyalah. Itu alasan kebanyakan orang menikah. Selalu bersama saat weekend, hari raya, dan liburan. Selalu bareng 24 jam, 365 hari. Makan, tidur, dan melakukan semuanya sama-sama." Arhan meneguk minumannya. Kepala Evan menggeleng pelan, seakan ada beban besar yang menindih

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-03-05
  • Well, Hello Again, Mr. CEO!   Tanda-tanda Perpisahan

    "Kadang yang lebih menyakitkan dari perselingkuhan adalah kehilangan penghargaan akan semua yang telah diperjuangkan."***Peristiwa yang terjadi tadi malam membuat tubuh Mauryn drop hingga terpaksa dia tidak bisa masuk kerja hari ini.Setelah mendengar Evan mengatakan hal-hal menyakitkan tentangnya tadi malam, dia merasa seperti kehilangan energi. Demamnya mencapai 40 derajat yang membuatnya hampir opname di rumah sakit, tetapi dia menolaknya dan memilih untuk diinfus di rumah saja. Jantungnya sakit, perutnya mual, bahkan untuk menelan makanan pun terasa sulit.Leona, yang sangat prihatin dengan kondisi sahabatnya, dengan sigap mengambil alih segala yang dibutuhkan oleh Mauryn."Minum ini dulu, Ryn," kata Leona, menyodorkan segelas air putih.Mauryn menatap gelas itu dengan mata sayu. "Gue nggak haus.""Lo mau mati? Jangan bodoh."Leona memang bukan tipe yang lembut dalam berbicara, tapi dia tahu kapan harus menjadi sahabat yang baik. Dia membantu Mauryn duduk dengan hati-hati, lalu

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-03-07
  • Well, Hello Again, Mr. CEO!   Akhir Menuju Awal yang Baru

    "Kamu tau bukan kayak gitu. Terlepas dari dia, kita udah--""Kita kenapa? Apa? Kita udah punya masalah? Itu alasan kamu melakukan ini? Itu cuma hal yang mau kamu percayai. Meskipun seseorang udah mau mati, kalo kamu membunuh dia, tetap aja itu namanya pembunuhan. Meskipun kita punya masalah, kamu mengakhiri itu dengan buruk. Jadi, hentikan omong kosong itu!"Nada suara Mauryn meninggi, membuat kepalanya berdenyut nyeri. Dia merintih, memegang sisi kepalanya yang terasa seperti dihantam sesuatu yang tak terlihat.Sementara itu, Evan tetap diam dengan wajah penuh kejengkelan yang dia tahan."Oke. Aku nggak bisa bilang kalo aku nggak tau sama sekali. Sikap kamu jadi dingin, aku jadi lebih gelisah. Aku juga sadar akan hal itu. Biarpun begitu, aku berusaha lebih keras. Karena itu semuanya menjadi lebih baik. Tapi kamu merusak semuanya." Mauryn menatapnya dengan mata penuh luka tak terlihat.Evan menghela napas, dia semakin lelah menghadapi Mauryn. "Berusaha itu bukan cinta.""Cinta? Apa hu

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-03-08
  • Well, Hello Again, Mr. CEO!   Pagi yang Sial

    Pagi ini, sinar matahari menembus jendela taksi yang dinaiki Mauryn, memantulkan cahaya lembut di wajahnya yang madih menyiratkan sisa-sisa kelelahan. Kepalanya bersandar pada kaca, matanya kosong menatap jalanan Jakarta yang ramai, tetapi pikirannya terjebak dalam kekacauan yang sama sekali berbeda. Sesekali, dia menghela napas panjang, seolah mencoba mengusir pikiran-pikiran yanh terus menghantuinya sejak tadi malam.Terlebih lagi, dia tidak tahu bagaimana bisa bersikap jika tak sengaja berpapasan dengan Evan di kantor. Itu akan menjadi suasana yang sangat canggung bagi mereka setelah hubungan yang berakhir dengan cara yang rendahan dan penuh drama.Pikiran itu membuat dadanya terasa sesak. Bayangan Evan dengan senyum andalannya, yang dulu selalu berhasil membuatnya luluh, kini hanya meninggalkan perasaan pahit."Harusnya aku nggak usah khawatir. Emangnya kenapa kalo ketemu? Aku cuma harus berusaha move on sekarang dan buktiin kalo aku bisa bahagia meskipun tanpa dia," gumam Mauryn

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-03-09

บทล่าสุด

  • Well, Hello Again, Mr. CEO!   Kehamilan yang Dirahasiakan

    Pintu apartemen terbuka pelan. Suara kunci diputar nyaris tak terdengar di tengah suara hujan yang masih menetes ringan di luar sana. Sepatu hak tinggi Mauryn menyentuh lantai kayu dengan langkah lesu. Tubuhnya lunglai. Kepala berdenyut. Perutnya terasa seperti dipelintir sejak siang. Dia hanya ingin meresap dalam diam, mengganti baju, lalu tenggelam dalam kasur.Namun yang menyambutnya justru bukan keheningan yang dia harapkan.Leona duduk di ujung sofa dengan tangan menyilang di dada, wajahnya kaku seperti batu karang. Tatapannya menusuk tajam, seperti bisa menembus seluruh kulit luar Mauryn dan melihat apa yang tersembunyi di dalam.Tessa berdiri di dekat jendela, tak kalah tenang tapi jelas-jelas menyimpan badai di balik tatapan matanya yang lembut."Baru pulang?" ucap Leona tanpa basa-basi, suaranya dingin, tajam, mengiris seperti belati.Mauryn berdiri mematung di ambang pintu, merasakan tengkuknya mulai dingin oleh hawa yang tiba-t

  • Well, Hello Again, Mr. CEO!   Musuh dalam Selimut

    Mauryn dan orang-orang yang berada di tim gabungan, menyisir ulang akses dan log login. Satu nama muncul berulang—dengan pola waktu mencurigakan, lokasi yang sama, dan durasi login yang panjang dengan nama Luna Sasmita. Mauryn menahan napas. Luna. Pegawai baru yang hampir tak pernah bersuara di rapat. Yang masih terlihat canggung dan sering duduk paling pojok. Pegawai yang baru bekerja di Lumora Tech sejak masalah ini terjadi. Dan yang dulu ... bekerja sebagai SPG makanan beku di kantin basement kantor. "Dia masuk lewat jalur rekrutmen vendor," ucap Felix sambil menelusuri data HR. "Direkrut cepat karena katanya punya background teknik dari universitas luar negeri, tapi nggak pernah bisa diverifikasi penuh. Sulit bagi saya untuk menelusuri setiap karyawan baru, karena saya nggak langsung mewawancarai mereka." Mauryn merasa dadanya sesak. "Perangkat pribadinya?" tanya Sophia. "Udah di-clone tim forensic. Kami temukan pattern log mirip di ponselnya. Dan ... ada jejak komunikasi

  • Well, Hello Again, Mr. CEO!   Pendarahan

    Mauryn membuka laptopnya dengan tangan sedikit bergetar. Dia nyaris tidak tidur semalam. Di otaknya, log aktivitas aneh dan alamat IP dari co-working space itu terus berputar seperti kaset rusak. Dia tahu kalau ini benar-benar ulah orang luar, maka ini bukan sekadar insiden. Ini sudah level sabotase.Felix belum terlihat sejak pagi. Tapi tak lama setelah jam kantor dimulai, sebuah notifikasi masuk ke ponselnya, pesan dari Sophia Zhang."Meet me at Lab 7, 10 AM. Bring everything."***Satu jam kemudian, Mauryn berjalan cepat menuju lantai bawah tanah tempat ruang Lab 7 berada. Ruangan ini jarang dipakai, kecuali untuk riset mendalam yang melibatkan sistem keamanan canggih atau pengujian teknologi baru. Dinding-dindingnya dilapisi bahan kedap suara, dan hanya bisa diakses dengan sidik jari.Saat dia masuk, Sophia sudah duduk di depan tiga layar besar. Di belakangnya, layar hologram memproyeksikan arsitektur sistem logging Lumora Tech, berpijar dalam bayangan biru."Duduk," kata Sophia t

  • Well, Hello Again, Mr. CEO!   Tidak Ada yang Bisa Dirayakan

    Mauryn keluar dari ruang periksa dengan langkah pelan, seperti mayat hidup. Dunia luar masih sama. Matahari menyelinap malu di balik awan, pepohonan bergetar pelan ditiup angin. Tapi semuanya terasa ... palsu. Di duduk di halte kecil di depan klinik, menyandarkan punggung ke dinding dan memejamkan mata. Tangan gemetar menyentuh perutnya. Belum ada tonjolan, belum ada bentuk. Tapi di sana—katanya—ada kehidupan. Ada makhluk kecil yang tumbuh, tanpa izin, tanpa permisi, di tengah hidup yang sedang porak-poranda. Mauryn ingin tertawa. Pahit. Lucu sekali nasib ini menertawakannya. Tuhan barangkali sedang iseng hari ini. Di mengingat Evan. Perselingkuhannya yang entah benar atau tidak. Kebohongannya. Betapa dia sempat berpikir, mungkin suatu hari mereka akan punya anak. Tapi bukan begini caranya. Dan Felix... Mauryn menggigit bibir bawahnya. Malam itu kabur. Dia mabuk. Terlalu mabuk. Dan ketika pagi datang, semuanya sudah terlambat. Dia tidak bisa membayangkan bagaimana memberitahunya

  • Well, Hello Again, Mr. CEO!   Hamil?

    Mauryn pulang dengan kepala penuh kekhawatiran. Ini jelas masalah yang besar. Bahkan, PTSD Evan yang terjasi padanya lima tahun lalu kembali kambuh. Fakta bahwa seseorang dari dalam telah membuka pintu bagi peretas membuatnya gelisah. Ini bukan hanya tentang kelalaian, tapi pengkhianatan yang disengaja. Dan jika benar pelakunya adalah orang dalam, maka kemungkinan dia masih bebas berkeliaran di kantor, memantau setiap langkah mereka. Mauryn tahu dia tak bisa diam. Dia juga tahu, ini bukan waktunya untuk membuat keputusan gegabah. Di meja makan, Mauryn asyik melamun sembari mengaduk-aduk makanannya di atas piring. "Lo kenapa ngelamun gitu? Mikirin apa?" tanya Leona, saat melihat ada yang tak beres dengan sahabatnya. Pertanyaan itu membuyarkan lamunan Mauryn. Dia menghela napas berat. "Di kantor lagi ada masalah besar. Data pelanggan diretas dan situasi bener-bener kacau. PTSD Evan sampai kambuh gara-gara masalah ini. Udah lima tahun sejak terakhir kali dia kayak gini." "Maksud lo?

  • Well, Hello Again, Mr. CEO!   PTSD

    Di sisi lain, di ruangan berbeda, salah satu teknisi keamanan siber tiba-tiba berdiri dengan wajah pucat."Pak Evan, kami menemukan sesuatu," katanya dengan suara bergetar.Evan berjalan mendekat dengan cepat. "Apa?"Teknisi itu menelan ludah sebelum menunjuk layar komputernya. "Serangan ini ... tidak berasal dari luar."Hening seketika.Evan mendekat. "Maksud kamu?"Teknisi itu menoleh ke arah semua orang di ruangan. "Serangan ini datang dari dalam. Dari seseorang di kantor kita sendiri."Sunyi. Begitu sunyi hingga dentingan halus dari lampu neon yang bergetar di langit-langit terasa seperti dentuman. Tidak ada suara selain napas tertahan dan denyut ketegangan yang memenuhi ruangan.Evan berdiri di depan layar komputer, tubuhnya membeku seperti patung marmer. Kata-kata teknisi tadi terus terulang di kepalanya seperti gema yang menghantam dinding tanpa henti.Serangan ini datang dari dalam.Mat

  • Well, Hello Again, Mr. CEO!   Zona Krisis

    Jam masih menunjukkan pukul delapan ketika Mauryn melangkah masuk ke ruang rapat kecil lantai 22, tempat yang biasanya dipakai untuk review sprint mingguan Tim IT & Security. Tapi pagi ini, ruangan itu dipenuhi oleh wajah-wajah tegang, sebagian besar mengenakan hoodie bertuliskan "CyberSec" dan ekspresi mata yang belum tidur semalaman. Di ujung meja, Evan berdiri dengan laptop terbuka, mengangguk pelan begitu melihat Mauryn masuk. "Thanks udah datang tepat waktu," katanya, suara datarnya hanya sedikit lebih hangat dibanding AC yang menggigilkan ruangan. "Kita mulai." Mauryn duduk di sisi kanan meja, membuka laptopnya sendiri, mencoba tidak terganggu oleh tatapan sinis beberapa teknisi yang bahkan tidak berusaha menyembunyikan ketidakpercayaannya padanya. "Seperti yang kalian tau," Evan memulai, "Tiga puluh tujuh jam terakhir adalah mimpi buruk. Sistem kita kebobolan. Akses data sensitif terekam dalam skala yang belum pernah terjadi. Pihak legal sedang menyiapkan pernyataan untuk in

  • Well, Hello Again, Mr. CEO!   Duri dalam Daging

    Siang harinya, setelah beberapa kali pertemuan singkat dengan tim pengembang dan bagian legal, Mauryn kembali ke ruangannya sendiri. Di hadapannya, laptop menyala dengan daftar nama pengguna yang tercatat dalam log akses sistem pada jam kejadian. Matanya bergerak cepat menelusuri baris-baris nama, kebanyakan akrab: anggota tim engineering, QA, bahkan beberapa dari tim marketing yang pernah diberi akses untuk demo produk. Tapi satu nama membuatnya berhenti. Satu baris, dengan timestamp mencurigakan: 03.42 AM. Itu adalah waktu ketika tidak ada aktivitas terjadwal apa pun. Dan nama itu adalah ... seseorang dari timnya sendiri. "Nadine ...," bisiknya pelan, hampir tidak percaya. Dia menatap layar lebih lama, berharap log itu salah. Atau ada glitch. Tapi tidak. Aksesnya valid. Permintaan datanya terekam dengan jelas. Bahkan IP yang digunakan adalah IP internal dari jaringan kantor. Mauryn meneguk napas dalam-dalam. Dia mengenal Nadine. Sejak bergabung dengan Lumora Tech enam bulan l

  • Well, Hello Again, Mr. CEO!   Serangan Cyber

    Cahaya matahari belum sepenuhnya menembus jendela kaca gedung Lumora Tech ketika Mauryn melangkah masuk ke lobi utama. Biasanya, pagi-pagi begini hanya ada suara langkah sepatu formal dan sesekali tawa lelah dari para pegawai yang baru datang. Tapi pagi ini... ada yang berbeda. Suasana yang biasanya tenang kini terasa sesak. Sekumpulan orang berbaju formal, sebagian membawa kamera, berdiri di depan meja resepsionis. Suara mereka berbisik cepat, tangan menunjuk ke arah lift, dan wajah-wajah mereka menyiratkan sesuatu yang lebih dari sekadar kelelahan. Kecemasan. Kepanikan yang ditahan. Dia berjalan cepat menuju ruangannya. Ada sedikit masalah, tetapi Mauryn berharap itu bukan masalah besar dan tim keamanan bisa mengatasinya. Saat masuk ke dalam ruangan, dia bisa melihat Anton sedang berbincang dengan seorang wanita di ruangannya. Mauryn duduk di kursinya, lalu mulai mengerjakan pekerjaannya. Tak lama kemudian, eorang staf wanita dari Tim HR datang ke ruangan Tim Product Development

สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status