Home / Romansa / Well, Hello Again, Mr. CEO! / Tanda-tanda Perpisahan

Share

Tanda-tanda Perpisahan

Author: pinkblush
last update Last Updated: 2025-03-07 17:09:42

"Kadang yang lebih menyakitkan dari perselingkuhan adalah kehilangan penghargaan akan semua yang telah diperjuangkan."

***

Peristiwa yang terjadi tadi malam membuat tubuh Mauryn drop hingga terpaksa dia tidak bisa masuk kerja hari ini.

Setelah mendengar Evan mengatakan hal-hal menyakitkan tentangnya tadi malam, dia merasa seperti kehilangan energi. Demamnya mencapai 40 derajat yang membuatnya hampir opname di rumah sakit, tetapi dia menolaknya dan memilih untuk diinfus di rumah saja. Jantungnya sakit, perutnya mual, bahkan untuk menelan makanan pun terasa sulit.

Leona, yang sangat prihatin dengan kondisi sahabatnya, dengan sigap mengambil alih segala yang dibutuhkan oleh Mauryn.

"Minum ini dulu, Ryn," kata Leona, menyodorkan segelas air putih.

Mauryn menatap gelas itu dengan mata sayu. "Gue nggak haus."

"Lo mau mati? Jangan bodoh."

Leona memang bukan tipe yang lembut dalam berbicara, tapi dia tahu kapan harus menjadi sahabat yang baik. Dia membantu Mauryn duduk dengan hati-hati, lalu menyodorkan gelas itu lagi. "Sedikit aja, oke?"

Mauryn mengalah dan menyesapnya. Rasanya seperti air biasa, tapi dia merasa perutnya menolak apa pun yang masuk.

Leona duduk di tepi tempat tidur, menatapnya dengan ekspresi penuh perhatian. "Ryn, lo harus makan. Kalo gini terus, lo bisa pingsan."

Mauryn tersenyum kecil. "Itu lebih baik, mungkin."

"Heh! Jangan ngomong kayak gitu."

Leona menghela napas, lalu berdiri dan melangkah ke dapur. Tak lama, dia kembali dengan semangkuk bubur.

"Lo nggak harus menghabiskan bubur ini, cukup beberapa suap aja."

Mauryn menggeleng. "Leona, gue nggak lapar."

Leona tidak membalas, hanya mengambil sendok dan menyuapi Mauryn langsung. "Lo makan sendiri, atau gue paksa?"

Mauryn menatap sahabatnya. Di matanya, ada sorot kesabaran bercampur kekhawatiran. Akhirnya, dia membuka mulut dan menerima suapan pertama. Itu pun dia kembali meneteskan air mata.

Rasanya hambar. Tapi lebih baik daripada tidak makan sama sekali.

Waktu berlalu. Hari ini terasa sangat panjang.

Mauryn lebih banyak tidur, tapi setiap kali membuka mata, hatinya masih terasa sesak.

Saat berbaring di tempat tidur, pikirannya mulai berjalan sendiri. Sebelum hubungannya berantakan, pasti ada hal-hal yang sudah dia lewatkan.

"Sejak kapan sebenarnya Evan berubah?"

Kalau dipikirkan lagi, mungkin bukan hanya akhir-akhir ini.

Dulu, Evan selalu mengirim pesan panjang setiap pagi, tapi sekarang? Kadang bahkan dia tidak menghubungi Mauryn sama sekali.

Dulu, Evan selalu mengajaknya pulang kerja bersama. Sekarang? Mauryn lebih sering pulang sendirian.

Dulu, Evan akan tertawa setiap kali mendengar leluconnya-bahkan yang paling garing sekalipun. Sekarang? Dia hanya tersenyum tipis atau tidak merespons sama sekali.

Kenapa dia tidak menyadari hal itu selama ini?

"Aku terlalu sibuk mencari tanda-tanda cinta, sampai lupa melihat tanda-tanda perpisahan."

***

Saat malam tiba, ponsel Mauryn berbunyi.

Sebuah pesan dari Evan.

Evan : Aku di depan rumah kamu. Tolong keluar sebentar.

Mauryn pun mengetikkan jawaban.

Mauryn : Kita nggak perlu bicara. Kamu pergi aja.

Leona, yang sedang duduk di sofa, melirik ke arah Mauryn. "Kenapa wajah lo tiba-tiba kayak pengen ngelempar tuh hp?"

Mauryn menghela napas panjang. "Evan pengen ketemu."

Leona mendengus. "Buat apa?"

Mauryn terdiam.

"Gue nggak tahu."

Sesaat kemudian, balasan dari Evan sampai di ponselnya.

Evan : Aku bakal terus nunggu sampai kamu mau keluar.

Setelah membaca pesan itu, Mauryn beranjak dan mengintip dari jendela. Benar saja. Mobil Evan telah terparkir di depan pagar rumahnya.

Leona memandangnya dalam-dalam. "Lo mau pergi?"

Mauryn menggigit bibir. Lalu mengangguk.

Leona mendesah. "Yaudah. Tapi pastikan lo nggak kembali dengan hati yang lebih hancur, oke?"

Mauryn mengangguk lalu segera pergi menuju kamarnya untuk berganti pakaian. Dia menatap pantulan dirinya di cermin dan melihat matanya sembab karena terlalu banyak menangis. Wajahnya terlihat lelah.

Dengan susah payah, dia memakai makeup untuk menyembunyikan bengkak di bagian matanya. Bibirnya dipoles lipstik, pipinya ditambah sedikit blush-on agar tidak terlihat terlalu pucat.

Lalu, dia memilih pakaian terbaiknya. Jika ini harus berakhir, setidaknya dia ingin terlihat berkelas.

Setelah memastikan semuanya, dia keluar dari rumah. Dia melihat Evan yang sudah menunggunya.

Laki-laki itu masih sama-dengan rambut rapi dan kaos polo yang cukup mahal. Tapi di mata Mauryn, dia terlihat seperti orang asing.

Mereka berdua pergi menuju sebuah taman yang tak jauh dari kediaman Mauryn. Mereka duduk bersampingan di sebuah bangku mulai dari taman itu masih berpengunjung, hingga saat ini hanya tersisa mereka berdua. Mauryn enggan membuka mulutnya lebih dulu.

Setelah hampir satu jam mereka berdua melamun, akhirnya Evan berbicara lebih dulu.

Dia menghela napas. "Aku ... nggak tau harus mulai dari mana."

"Mulai aja dari yang sebenarnya," kata Mauryn datar.

Evan menatapnya, lalu berkata, "Aku minta maaf."

Mauryn menunggu kelanjutannya.

Tapi tidak ada.

"Kamu datang cuma buat ngucapin kata itu?" tanyanya akhirnya.

Mauryn masih menaruh harapan pada Evan.

Lagi-lagi, hanya kata maaf yang keluar dari mulut pria itu. Tidak ada apa pun setelah itu.

Mauryn cukup kecewa. Satu jam waktunya terbuang sia-sia. Dia berdiri dari duduknya, lalu berjalan tanpa sepatah kata pun. Melihat itu, Evan segera mengejarnya.

Tak sengaja, kaki Mauryn menginjak sebuah batu dan hampir tersandung, beruntung dengan sigap Evan menangkapnya.

"Kamu nggak apa-apa? Kamu lagi nggak fit, biar aku antar kamu pulang," ucap Evan.

Mauryn langsung melepaskan diri dari pegangan Evan. "Aku nggak apa-apa. Aku cuma tersandung."

"Oke. Kalo kamu nggak mau, aku akan panggil Leona. Tunggu."

"Leona? Emangnya kamu siapa? Jangan berani-berani buat nampakin wajah kamu di depan dia kalo nggak mau dia bikin kamu jadi daging rebus."

"Seperti yang kamu bilang, siapa aku bagi kamu? Aku bukan apa-apa, kan?"

"Oh ... jadi ini alasan kamu sebenarnya? Kamu melakukan ini supaya nggak merasa bersalah? Kamu jahat tau nggak!" Mauryn memukul dada Evan sekuat tenaganya hingga membuat pria itu sedikit terhuyung ke belakang. "Kamu tau apa yang baru aja kamu lakukan? Kamu membuang sebelas tahun hubungan kita ke dalam tong sampah. Sementara aku memimpikan masa depan kita, kamu sama dia ...." Mauryn tak melanjutkan ucapannya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Well, Hello Again, Mr. CEO!   Akhir Menuju Awal yang Baru

    "Kamu tau bukan kayak gitu. Terlepas dari dia, kita udah--""Kita kenapa? Apa? Kita udah punya masalah? Itu alasan kamu melakukan ini? Itu cuma hal yang mau kamu percayai. Meskipun seseorang udah mau mati, kalo kamu membunuh dia, tetap aja itu namanya pembunuhan. Meskipun kita punya masalah, kamu mengakhiri itu dengan buruk. Jadi, hentikan omong kosong itu!"Nada suara Mauryn meninggi, membuat kepalanya berdenyut nyeri. Dia merintih, memegang sisi kepalanya yang terasa seperti dihantam sesuatu yang tak terlihat.Sementara itu, Evan tetap diam dengan wajah penuh kejengkelan yang dia tahan."Oke. Aku nggak bisa bilang kalo aku nggak tau sama sekali. Sikap kamu jadi dingin, aku jadi lebih gelisah. Aku juga sadar akan hal itu. Biarpun begitu, aku berusaha lebih keras. Karena itu semuanya menjadi lebih baik. Tapi kamu merusak semuanya." Mauryn menatapnya dengan mata penuh luka tak terlihat.Evan menghela napas, dia semakin lelah menghadapi Mauryn. "Berusaha itu bukan cinta.""Cinta? Apa hu

    Last Updated : 2025-03-08
  • Well, Hello Again, Mr. CEO!   Pagi yang Sial

    Pagi ini, sinar matahari menembus jendela taksi yang dinaiki Mauryn, memantulkan cahaya lembut di wajahnya yang madih menyiratkan sisa-sisa kelelahan. Kepalanya bersandar pada kaca, matanya kosong menatap jalanan Jakarta yang ramai, tetapi pikirannya terjebak dalam kekacauan yang sama sekali berbeda. Sesekali, dia menghela napas panjang, seolah mencoba mengusir pikiran-pikiran yanh terus menghantuinya sejak tadi malam.Terlebih lagi, dia tidak tahu bagaimana bisa bersikap jika tak sengaja berpapasan dengan Evan di kantor. Itu akan menjadi suasana yang sangat canggung bagi mereka setelah hubungan yang berakhir dengan cara yang rendahan dan penuh drama.Pikiran itu membuat dadanya terasa sesak. Bayangan Evan dengan senyum andalannya, yang dulu selalu berhasil membuatnya luluh, kini hanya meninggalkan perasaan pahit."Harusnya aku nggak usah khawatir. Emangnya kenapa kalo ketemu? Aku cuma harus berusaha move on sekarang dan buktiin kalo aku bisa bahagia meskipun tanpa dia," gumam Mauryn

    Last Updated : 2025-03-09
  • Well, Hello Again, Mr. CEO!   Tekanan Klien

    Suara dering telepon dan notifikasi pesan bersahut-sahutan memenuhi ruangan open space, terkhusus Tim Product Development yang berada di bawah Divisi Product Lumora Tech. Monitor-monitor menyala dengan tab-tab penuh grafik dan dokumen, sementara para karyawan tampak sibuk menelepon, mengetik, atau berdiskusi dengan ekspresi tegang. Mauryn, selaku Senior Product Manager 1 baru saja meletakkan tasnya di meja ketika Nadine, Head of Product Development, bergegas menghampiri. "Mbak Mauryn! Klien besar kita, CloudWave, minta fitur baru di platform mereka diluncurkan dalam waktu tiga minggu! Mereka bilang kalo kita nggak bisa penuhi, mereka akan pertimbangkan pindah ke vendor lain!" Nadine hampir kehabisan napas saat mengatakannya. Mauryn membeku sejenak. Tiga minggu? Mustahil. Fitur yang diminta CloudWave, yaitu integrasi otomatis data pengguna lintas platform dengan tingkat keamanan tinggi, masih dalam tahap awal pengembangan. "Tiga minggu?! Mereka pikir kita punya tongkat sihir apa?!" M

    Last Updated : 2025-03-10
  • Well, Hello Again, Mr. CEO!   Antara Kenyataan dan Kesalahan

    Seakan tidak memberi kesempatan bagi Mauryn untuk bernapas sebentar saja, Felix menghampiri Mauryn yang sedang asyik menyantap makan siang di kantin kantor. Kebetulan, wanita itu sedang duduk sendiri.Saat menyadari kedatangan seseorang, Mauryn hanya menatapnya tanpa berkata apa pun sambil terus mengunyah makanan di dalam mulutnya."Nggak enak kalau makan sendiri," ucap Felix, bersiap menyuap makanannya."Saya nggak makan sendirian." Mauryn melirik ke belakang, tepat saat Saskia dan Nadine berjalan membawa nampan makanan menuju ke arah mejanya, menggerutu karena pelayanan makan siang sangat lalai.Felix menyadari kehadiran mereka, sedikir canggung tetapi tetap mempertahankan sikapnya."Bukan kamu, tapi saya," ucapnya pada akhirnya.Dia kenapa, sih? Nggak bisa biarin aku tenang sehari aja, batin Mauryn.Saskia dan Nadine bergabung dengan mereka dengan ekspresi bingung. Bagaimana mungkin Mauryn sudah akrab dengan CEO baru mereka? Dan yang elbih aneh, untuk apa seorang CEO mekilih makan

    Last Updated : 2025-03-11
  • Well, Hello Again, Mr. CEO!   Bos Menyebalkan

    Mauryn memandangnya dengan tatapan waspada. "Maksud Bapak apa?"Felix menyeringai kecil. "Kamu bilang, dulu, waktu kita masih kuliah ... kamu pernah suka sama saya."Mendengar itu, jantung Mauryn langsung berhenti satu detik."Saya—apa?""Ya," kata Felix santai. "Saya nggak tau apa kamu masih ingat. Tapi kamu mengatakan itu dengan cukup jelas malam itu."Mauryn terdiam. "Itu ... saya pasti lagi mengigau."Jujur, dia tidak ingat pernah mengatakan hal semacam itu.Felix tetawa pelan. "Mungkin." Lalu, dia mencondongkan tubuhnya sedikit lebih dekat, suaranya merendah. "Atau mungkin nggak."Mauryn berusaha keras mengingat apa benar dia mengatakan itu dengan gelisah. Apa benar dia memang mengatakannya? Jika iya, semuanya telah kacau.Namun, di tengah situasi yang menegangkan bagi Mauryn itu, seseorang datang membuyarkannya."Pak Felix!"Mauryn dan Felix langsung menoleh ke sumber suara. Seorang staf dengan pakaian ketat yang memperlihatkan tubuh seksinya, kancing bajunya sengaja dibuka sedi

    Last Updated : 2025-03-12
  • Well, Hello Again, Mr. CEO!   Wanita dengan Kepribadian Ganda

    Saat menunggu jadwal film mereka diputar, Mauryn dan Felix duduk di kafetaria yang ada di bioskop itu sembari menikmati popcorn dan kopi. Awalnya semua berjalan biasa saja. Obrolan ringan tentang pekerjaan, dilm, dan hal-hal sepele lainnya mengisi waktu mereka. Tapi, seperti takdir bermain-main, mata Mauryn tiba-tiba menangkap sosok yang tak asing baginya. Evan. Bersama Freya. Seakan waktu melambat, mata mereka betemu sesaat. Alih-alih merasa bersalah atau canggung, Evan justru bersikap seolah tak terjadi apa-apa. Seakan-akan, dia tak pernah menyakuti Mauryn. Seolah-olah, mereka tidak memiliki sejarah panjang yang berakhir dengan pengkhianatan. Mauryn langsung merasa mual. Dia sudah cukup menjatuhkan air mata tadi siang. Tapi malam ini? Tidak lagi. Biar bagaimanapun, dia masih memiliki yang namanya harga diri. Jika Evan bisa hidup bahagia setelah mencampakkannya, maka dia juga bisa. Dia menegakkan punggungnya, mengambil napas panjang, lalu tersenyum kecil sebelum menoleh ke Felix.

    Last Updated : 2025-03-13
  • Well, Hello Again, Mr. CEO!   Menghibur dan Dihibur

    Mauryn terdiam selama beberapa saat. Dia tidak tahu harus berkata apa. Namun, dia rasa juga harus bercerita agar bisa sedikit menghilangkan beban pikirannya.Wanita itu tersenyum pahit lalu menatap nanar ke depan."Dia potong rambut, dan saya baru melihat kemeja itu. Itu artinya dia pergi ke salon untuk memotong rambutnya dengan model yang lagi trend belakangan ini. Lalu dia juga mencoba kemeja itu di depan cermin ... selagi saya seperti ini." Mauryn menarik napas berat. "Saya akui saya kalah. Saya cuma seorang pecundang. Ini menggelikan, kan?""Nggak ada menang atau kalah dalam hubungan," ucap Felix."Kenapa nggak? Bahkan kenangan pun cuma untuk pemenang. Saat dia memikirkan saya, dia berpikir bahwa saya adalah perempuan yang pernah dia cintai. Cuma itu. Tapi saya justru akan sangat kacau, dan Bapak juga udah liat, kan?"Felix menggaruk pelipisnya yang tidak gatal, sedikit tidak setuju dengan opini Mauryn. "Kalo memang kamu kalah, terus kenapa? Harusnya kamu berpikir biarpun kamu ka

    Last Updated : 2025-03-14
  • Well, Hello Again, Mr. CEO!   Ajakan Berpacaran

    Setelah malam yang panjang, suasana pagi di kantor Lumora Tech masih terasa berat. Kurang tidur dan tekanan tinggi mulai mempengaruhi anggota tim. Mauryn menyesap kopi dinginnya—entah sudah berapa cangkir yang dia minum sejak semalam—sambil menatap jadwal kerja yang semakin padat di layar laptopnya. Email-email berisi eskalasi terus berdatangan, dan tekanan dari pelanggan semakin meningkat.Nadine datang dengan ekspresi lelah, matanya sedikit bengkak. "Saya barusan dapat email dari CloudWave," katanya pelan. "Mereka mempertimbangkan opsi lain kalau kita nggak bisa kasih kepastian minggu ini."Jantung Mauryn berdegup lebih cepat. "Kita bahkan belum mulai uji coba sistemnya! Kalau mereka cabut, dampaknya akan gila-gilaan."Di sudut ruangan, Daffa dan tim teknis sudah mulai mengeluh. Beberapa dari mereka terpaksa mengorbankan akhir pekan demi mengejar timeline yang tidak realistis."Ini nggak bisa diteruskan seperti ini, Bu Mauryn," kata Daffa dengan nada serius. "Tim kita udah mulai kel

    Last Updated : 2025-03-15

Latest chapter

  • Well, Hello Again, Mr. CEO!   PTSD

    Felix menunjuk tim darurat dalam hitungan menit. Di tak ragu menarik orang-orang yang dianggapnya paling bisa diandalkan."Sophia, kamu bertanggung jawab atas teknis. Tim engineering harus bekerja cepat untuk mengidentifikasi celah keamanan. Nolan, pastikan tim marketing mengelola komunikasi publik agar kita tidak kehilangan kepercayaan pelanggan. Evan, kamu dan tim keamanan siber harus segera mencari tahu sumber serangan ini."Mauryn duduk diam di kursinya yang diapit oleh Anton dan Saskia, mengamati dengan seksama. Dia sudah bisa menebak tanggung jawabnya, dan benar saja—Felix menatap langsung ke arahnya."Mauryn, kamu masuk ke komite darurat juga. Kita butuh perwakilan dari Product Development."Keheningan sejenak menyelimuti ruangan. Evan, yang duduk di seberangnya, mengangkat alis. "Untuk apa?" tanyanya dengan nada yang sedikit meremehkan. "Serangan ini menyasar sistem keamanan, bukan produk."Mauryn menegang. Semua mata beralih ke arahnya, menunggu reaksinya.Felix bersedekap. "

  • Well, Hello Again, Mr. CEO!   Pengkhianat

    Pagi itu dimulai seperti biasa—atau setidaknya begitu yang dipikirkan Mauryn. Ia sedang menyesap kopi di meja kerjanya, menikmati aroma hangat yang sedikit memberi ketenangan sebelum hari kerja dimulai. Namun, ketenangan itu hanya berlangsung beberapa detik. Layar laptopnya tiba-tiba membeku. Garis-garis aneh muncul, diikuti suara notifikasi bertubi-tubi dari rekan-rekan satu lantainya.Ia menoleh ke arah Bima dan Nadine, yang tampak sama bingungnya."Kenapa sistem MindFlow malah nge-freeze?" gumam Nadine, mencoba me-refresh layar.Tak sampai satu menit, kekacauan meledak.Monitor di ruang meeting menampilkan peringatan merah mencolok: "Unauthorized Access Detected. Security Breach Ongoing."Seluruh ruangan langsung gempar. Beberapa karyawan berdiri dari kursi mereka, sementara yang lain panik menekan tombol keyboard dan mengutak-atik layar sentuh perangkat mereka. Alarm pelanggaran keamanan berbunyi dari divisi IT."Serangan siber!" seru seseorang dari ujung ruangan.Nadi Mauryn berd

  • Well, Hello Again, Mr. CEO!   Berjanji untuk Menang

    Evan yang pergi ke toilet tak sengaja menemukan jepit rambut milik Mauryn yang terjatuh. Dia mengenali jepit rambut itu, lalu membuka bilik di depannya yang ternyata tak terkunci. Saat pintu bilik terbuka, dia melihat Mauryn dan Felix, berdiri berhadapan di dalam sana.Dua orang itu menatap terkejut ke arahnya, seakan tak kalah terkejutnya dengan dirinya.Evan berdecih ringan. "Kalian ngapain?"Mauryn ternganga, kehilangan kata-kata. Sementara itu, Felix ingin menjadi garda terdepan melindunginya."Kamu sendiri?" tanya Felix dengan wajah datar.Kening Evan berkerut. "Apa?""Kenapa kamu membuka pintunya?"Mauryn mengambil tas miliknya, lalu memakainya. Dia memandang sinis pada Evan. "Minggir sana. Aku harus ganti baju.""Apa? Ganti baju? Di sini? Sama dia?"Mauryn melirik pada Felix, lalu menatap Evan sambil melotot. "Dasar gila. Kamu mikir apa, sih?" Dia beralih pada Felix. "Pak Feli, Bapak juga keluar deh. Kalian ini kenapa?"Karena dua pria itu masih bergeming di tempatnya, justru M

  • Well, Hello Again, Mr. CEO!   Malam Festival

    Sorak-sorai masih menggema di area festival ketika rangkaian acara perlahan mencapai puncaknya. Panggung besar dihiasi dengan layar LED raksasa yang menampilkan berbagai visual dinamis. Lampu sorot menari di udara, menerangi kerumunan karyawan yang berkumpul menikmati suasana. Mauryn menarik napas lega, mengendurkan bahu setelah penampilannya di atas panggung."Sekarang kita memasuki sesi penghargaan yang paling ditunggu-tunggu!" Suara pembawa acara menggema, menarik perhatian seluruh hadirin. "Mari kita mulai dengan penghargaan bagi mereka yang telah memberikan kontribusi luar biasa selama setahun terakhir!"Para karyawan mulai berbisik, mencoba menebak siapa yang akan membawa pulang penghargaan bergengsi."Dan pemenang Best Employee of The Year adalah ... Sophia Zhang!"Mauryn tersenyum kecil saat melihat mentornya berjalan anggun ke atas panggung. Sophia menerima piala dengan ekspresi tenang namun penuh kebanggaan."Terima kasih kepada

  • Well, Hello Again, Mr. CEO!   Nyanyian Tak Terduga

    Mauryn meneguk minumannya dengan gelisah, berharap Anton berhenti membujuknya untuk mengikuti kontes bernyanyi. Sejak tadi, sang CPO tidak menyerah, terus menyodorkan alasan demi alasan agar Mauryn bersedia naik ke panggung mewakili divisi mereka."Mauryn, ini bukan sekadar kompetisi," Anton berkata lagi dengan nada penuh harap. "Ini tentang kebanggaan tim! Dan kita butuh seseorang dengan suara yang benar-benar bisa diandalkan!""Bapak terlalu melebih-lebihkan," Mauryn menghela napas. "Suara siapa pun pasti cukup bagus buat acara santai kayak gini.""Nggak, nggak!" Nadine menyela dengan semangat. "Suara kita semua nggak ada yang sebagus punya Mbak! Saya kalo nyanyi lebih mirip ayam tercekik!"Bima tertawa. "Kalau saya lebih mirip radio rusak! Kalo kita benar-benar pengen menang, satu-satunya harapan kita ya Mbak Mauryn."Mauryn menggeleng cepat. "Saya tetap nggak mau. Cari orang lain saja.""Ayolah, Beb," Saskia kini ikut bersuara, menyilangkan tangan di dada. "Kamu ini Senior Product

  • Well, Hello Again, Mr. CEO!   Kembalinya Martha

    Mauryn dan rekan kerja wanita yang lain berdiri di dekat wajan saat para pria sibuk mengaduk masakan yang mereka buat.Saat para pria sibuk mengaduk wajan besar, Anton, laki-laki yang mengenakan kemeja kotak-kotak mendekati Mauryn dan berdiri di sebelahnya. Dia adalah CPO (Chief Product Officer) yang memimpin divisi produk."Hei, Mbak Mauryn," sapanya."Iya?""Kalo mau membantu di sini, kenapa nggak ikut lomba nyanyi aja buat nanti malam?""Lomba nyanyi?"Anton mengangguk. "Kamu kan jago nyanyi."Mauryn menepuk tangannya. "Benar juga. Saya salah satu kontestan buat lomba itu, kan?""Ya begitulah. Saya kira divisi kita yang kecil ini akhirnya punya perwakilan di lomba nyanyi waktu saya jadi CPO, tapi kamu selalu menolak."Saat para pria selesai mengaduk masakan, tak sengaja masakan di dalam wajan itu terciprat ke baju para wanita yang berdiri di sekitarnya. Para wanita itu pun mengamuk karena pakaian mereka kotor, lalu segera pergi untuk menggantinya.Sementara itu, Mauryn masih berdir

  • Well, Hello Again, Mr. CEO!   Festival Hari Jadi Lumora Tech

    Langit pagi cerah dengan angin sepoi-sepoi yang menambah semarak Lumora Tech Anniversary Festival. Area outdoor yang luas sudah dihias dengan ornamen bertema Retro Party—lampu-lampu neon, poster warna-warni, dan panggung besar di tengah lapangan. Musik klasik era '80-an diputar, menciptakan suasana nostalgia yang unik.Mauryn melangkah ke area registrasi dengan semangat. Festival seperti ini adalah acara yang sulit ditolak—bukan hanya karena suasananya yang meriah, tetapi juga kesempatan langka unthk melupakan beban pekerjaan.Di meja registrasi, Nadine dan Bima sudah lebih dulu mengambil goodie bag mereka."Saya penasaran siapa yang kepikiran buat tema ini," gumam Bima sambil memeriksa isi tas kecil yang diberikan panitia. "Kita kayak disuruh cosplay jadi orang tua kita.""Jangan komplain," sela Nadine. "Seenggaknya kita nggak harus pakai wig afro."Mauryn tersenyum tipis dan menerima goodie bag serta kartu nama kecil yang disebut sebagai alat interaktif untuk permainan networking. D

  • Well, Hello Again, Mr. CEO!   Kejadian Memalukan

    Mauryn terbangun dari tidurnya dengan kepala berat. Dia mengerang beberapa kali sambil bangkit dari tempat tidurnya. Ini pertama kalinya dia bangun tanpa memikirkan Evan setelah sekian lama.Namun, bukan itu masalahnya. Kejadian tadi malam tiba-tiba menghampiri benaknya. Kejadian yang jauh lebih memalukan dibanding dia menghabiskan malam yang bergairah dengan Felix.Saat mengingat apa yang dia lakukan tadi malam, napas Mauryn tercekat. Matanya membelalak dan mulutnya menganga lebar."Aku pasti gila," gumamnya. "Aku pasti gila!"Dia menenggelamkan wajahnya di balik selimut, tidak sanggup untuk menghadapi wajah Felix di kantor hari ini. Kenapa semua hal memalukan harus terjadi di hadapan bosnya itu?Setelah cukup lama menghabiskan waktu untuk merutuki kebodohannya, Mauryn turun dari tempat tidur menuju ruang makan. Sarapan sudah tertata rapi di atas meja dan dia segera bergabung dengan Leona yang juga sudah rapi dengan seragam olahraganya. Ya, wanita itu memiliki bisnis gymnasium, juga

  • Well, Hello Again, Mr. CEO!   Air (Seni)

    Angin malam berhembus pelan, menyapu rambut Mauryn yang sedikit acak-acakan setelah keluar dari bar. Langkahnya sempoyongan, tiga botol bir yang dia habiskan mulai menunjukkan efeknya. Matanya berkilat-kilat, pipinya bersemu merah, dan bibirnya melengkung dalam senyum yang terlalu santai.Di belakangnya, Felix berjalan dengan tenang, matanya terus mengawasi setiap langkah wanita itu. Sesekali, laki-laki itu tersenyum melihat Mauryn yang kesulitan menyeimbangkan tubuhnya."Dia bilang bir itu minuman ringan? Aku tertipu lagi," gumam Felix, setengah pasrah.Mauryn yang awalnya berjalan dengan langkah konsisten, tiba-tiba berlari saat melihat sebuah bus yang sedang berhenti di sebuah halte yang tak jauh dari mereka. Tanpa berpikir panjang, Mauryn mengejar bus itu dan bersiap untuk naik."Bapak ngapain? Ayo cepat naik! Bapak nggak mau pulang?" serunya sanbil melambai heboh ke arah Felix.Felix membeku sejenak, lalu menatap bus yang mulai menut

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status