Karena tidak ingin dijodohkan, Alliffia Renaya Salim Prakusya atau yang kerap kali dipanggil Lail yang merupakan anak tunggal dari orang terkaya nomer satu di Indonesia itu terpaksa membuat kesepakatan dengan Ayahnya. Diumur 24 tahun dia melakukan hal gila dengan berpura-pura menjadi orang miskin dan bekerja sebagai pegawai magang di salah satu kantor cabang keluarganya. Tidak disangka, di kantor ia malah menemui banyak hal tidak mengenakkan. Dari pembullyan, penindasan, kecurangan, dan lingkungan yang tidak sehat menekan gadis itu setiap hari. Hingga ia terlibat dengan seorang mafia jalanan yang mengubah hidupnya, Dio. Akankah ia mampu keluar dan balas dendam dari segala kemalangan yang menimpanya?
View More"Yang benar saja? Menikah?!" pekik Lail di ruang keluarga. Suaranya yang setengah berteriak bahkan membuat para pelayan yang berdiri sejauh sepuluh meter darinya ikut terkejut.
Ayah Lail memberi intruksi pada seluruh pelayan untuk keluar dari ruangan besar itu. Para pelayan dan bodyguard yang biasanya berdiri di samping lorong dan dinding ruangan kini perlahan menarik diri. Menyisakan Lail dan Ayahnya di ruang keluarga. "Bukan menikah, tapi tunangan saja," "Tunangan? Apa bedanya dengan menikah? Toh ujungnya menikah juga kan?" suara Lail tidak menurun satu oktaf pun. "Sayang, Ayah cuman mau kamu ada yang jaga. Lagipula Kenzo itu anak Pak Harto, dia orang baik-baik. Kamu sudah setua ini dan tidak pernah pacaran satu kalipun." ucap Salim pada anak satu-satunya. "Ayah, ini bukan zaman Siti Nurbaya, ini zaman modern. Orangtua mana yang masih menjodohkan anaknya seperti ini?" Lail benar-benar tak habis pikir dengan pikiran kolot Ayahnya. Padahal Ayahnya merupakan seorang tirani dan raksasa bisnis di bidangnya. Bagaimana bisa Ayahnya berpikir untuk menjodohkan anaknya. "Ayah hanya ingin kamu aman. Ayah dan Mama tidak bisa sepanjang hidup menjagamu." Aliffia Renaya Salim Prakusya atau yang kerap kali dipanggil Lail merupakan anak tunggal dari CEO perusahaan IT yang terkemuka sekaligus pembisnis nomer satu di Asia. Demi keamanan keluarganya, Salim tidak pernah mempublikasikan anaknya. Sampai detik ini, tidak ada satupun media yang mengetahui keberadaan Lail sebagai putri tunggalnya. Selama 24 tahun tumbuh kembang anaknya, Salim tidak pernah melihat Lail memiliki seorang pacar. Kekhawatiran Salim semakin menjadi-jadi saat mengetahui bagaimana perkembangan menyimpang yang terjadi di dunia saat ini. Bagaimana jika anaknya memiliki ketertarikan yang aneh dalam hal romansa. Apalagi anaknya yang lebih banyak tinggal di luar negeri membuat isi kepala Salim semakin tak terkendali dalam menerka-nerka kondisi anaknya. "Ayah ingin aku menikah agar ada yang menjagaku? Begitu?" tanya Lail memastikan. Ayahnya mengangguk mengiyakan. "Ayah! Kan ada bodyguard yang menjagaku, untuk apa menikah. Aku tidak butuh!" tandas Lail. Salim menepuk jidatnya, karena dibesarkan dengan banyak cinta dan harta yang melimpah ruah membuat Lail tidak pernah membutuhkan apapun dan siapapun. "Kamu seperti itu karena terbiasa memiliki banyak penjaga. Jika kita dalam posisi ekonomi yang sulit bagaimana kamu bisa bertahan hidup. Kamu butuh pasangan hidup yang bisa kamu andalan." jelas Salim pada anaknya. "Kenapa Ayah bilang begitu? Kenapa, memangnya bisnis Ayah bangkrut?" tanya Lail. Gadis itu berpikir lagi, bahkan jika bisnis keluarganya bangkrut tidak mungkin mereka akan hidup melarat. Kekayaan keluarganya sekarang bahkan tidak akan habis tujuh turunan. Jadi tidak ada kondisi ekonomi yang sulit baginya. "Ayah bilang jika, andai," sela Salim. "Bahkan jika aku miskin sekalipun aku tidak butuh pasangan. Aku bisa menghidupi diriku sendiri." Salim terkekeh mendengar kalimat percaya diri dari anaknya, "Kamu berani berkata begitu karena tidak pernah merasa takut tidak punya uang. Apa kamu berani hidup tanpa bantuan uang dari Ayah? Hidup sendiri, cari uang sendiri, dan makan dari hasil jerih payahmu sendiri?" "Siapa takut! Ayo! Asalkan Ayah membatalkan perjodohanku dengan anak teman Ayah, akan aku lakukan." Salim mengepalkan tangan saking kesalnya. Anaknya memilih hidup susah daripada harus mengikuti arahan perjodohannya. "Jangan menyesalinya ya, kamu yang memilih hidup susah. Mulai besok keluarlah dari rumah ini. Cari kerja sendiri, dan makan dari uang sendiri. Ayah mau lihat sampai sejauh mana kamu bertahan!" "Tidak setuju! Siapa yang mengizinkanmu mengirim keluar anakku!" suara nyaring Merissa Prakusya menggelegar di setiap sudut ruangan. Istri Salim yang baru kembali dari perkumpulan ibu sosialita itu langsung berkomentar saat mendengar percakapan suami dan anaknya. "Mah, Lail tidak mau dijodohkan dengan Kenzo," jelas Salim singkat. "Anakku sayang, kenapa? Kenzo anaknya baik loh. Kami sudah menyeleksi banyak kandidat sampai memilih dia." Merissa duduk di samping suaminya, Ibu beranak satu itu kini ikut membujuk anaknya untuk dijodohkan. Merissa merupakan satu-satunya putri dari keluarga terpandang Prakusya. Meski pernikahannya dengan salim diawali karena niat perjodohan bisnis antara Salim Group dan keluarga Prakusya, tapi mereka hidup bahagia dengan penuh cinta dan kasih sayang sampai saat ini. "Mama tidak usah membujukku. Aku sudah sebesar ini, tidak perlu dibujuk seperti itu. Aku tahu mana yang terbaik untukku," bela Lail. "Benar kamu sudah setua ini, tapi kenapa kamu belum pernah tertarik pada pria?" tanya Merissa geram. "Hanya saja, memang tidak ada pria yang menarik!" jawab Lail sekenanya. Salim menarik tangan istrinya. Kemudian membisikkan beberapa hal pada istrinya. Mereka berdiskusi sejenak sampai akhirnya setuju untuk satu keputusan. "Baiklah, mari kita buat kesepakatan. Jika kamu bisa mengumpulkan uang 500 juta dari pekerjaanmu selama satu tahun, maka Ayah tidak akan memaksamu bertunangan dengan Kenzo. Tapi jika gagal, kamu harus menuruti keinginan Ayah dan Mamamu." kata Salim menantang putrinya. "500 juta? apa Ayah tidak salah bicara, itu terlalu sedikit." tanya Lail meremehkan. "Benar, kenapa 500 juta, itu terlalu mudah," bisik Merissa pada suaminya. Salim menyilangkan kedua tangannya, "Kamu harus bekerja dari bawah. Ayah tidak akan membantumu barang sepeser pun selama masa tantangan." Lail berpikir sejenak, "Baiklah!" ujarnya mantap setelah berpikir cukup matang. Lail angsung berjabat tangan dengan Salim sebagai tanda dimulainya tantangan. *** "Huh, gila, aku tinggal di tempat seperti ini?" Lail mengerjap tak percaya saat melihat tempat tinggal yang Ayahnya siapkan. Bukan apartemen tapi sebuah kos-kosan. Lail bahkan mual dan pusing hingga rasanya mau muntah saat menaiki tangga ke tempat tinggalnya yang baru. Terbiasa hidup dengan rumah yang bersih dan higenis tanpa sebutir debu, kini dihadapkan pada tempat tinggal yang kumuh dan biasa saja."Ada apa?" tanya Daniel yang melihat kedatangan Reyhan di pintu masuk ke ruang makan. "Bukankah kalian yang memanggilku kesini?" tanya Reyhan balik. "Huh, kapan kami memanggilmu?" tanya Janice yang sedang asyik menyantap makan malamnya. "Istriku bilang kalian mencariku, jadi aku sebaiknya makan malam di kediaman Dirgantara saja." kata Reyhan menimpali. "Aku yang memanggil kalian," suara rendah Hazel terdengar saat memasuki ruang makan. Reyhan, Janice dan Daniel menatap tak percaya saat mendapati sosok Hazel melangkah masuk. Dahulu, jika Hazel keluar dari percakapan seperti yang dilakukannya tadi pagi. Hazel tidak akan kembali ke kediaman 3 sampai 5 hari. Bahkan bisa sampai satu minggu. Ini pertama kalinya Hazel langsung kembali setelah beradu melarikan diri tadi pagi. Reyhan mengambil posisi duduk di sebelah saudarinya. Sementara Hazel duduk di depan 3 keluarga yang paling ia sayangi. "Maafkan aku," kata Hazel lirih. "Maafkan aku, karena tidak dewasa menyikapi perbedaa
"Ada apa?" tanya Daniel yang melihat kedatangan Reyhan di pintu masuk ke ruang makan. "Bukankah kalian yang memanggilku kesini?" tanya Reyhan balik. "Huh, kapan kami memanggilmu?" tanya Janice yang sedang asyik menyantap makan malamnya. "Istriku bilang kalian mencariku, jadi aku sebaiknya makan malam di kediaman Dirgantara saja." kata Reyhan menimpali. "Aku yang memanggil kalian," suara rendah Hazel terdengar saat memasuki ruang makan. Reyhan, Janice dan Daniel menatap tak percaya saat mendapati sosok Hazel melangkah masuk. Dahulu, jika Hazel keluar dari percakapan seperti yang dilakukannya tadi pagi. Hazel tidak akan kembali ke kediaman 3 sampai 5 hari. Bahkan bisa sampai satu minggu. Ini pertama kalinya Hazel langsung kembali setelah beradu melarikan diri tadi pagi. Reyhan mengambil posisi duduk di sebelah saudarinya. Sementara Hazel duduk di depan 3 keluarga yang paling ia sayangi. "Maafkan aku," kata Hazel lirih. "Maafkan aku, karena tidak dewasa menyikapi perbedaa
"Ada apa?" tanya Daniel yang melihat kedatangan Reyhan di pintu masuk ke ruang makan. "Bukankah kalian yang memanggilku kesini?" tanya Reyhan balik. "Huh, kapan kami memanggilmu?" tanya Janice yang sedang asyik menyantap makan malamnya. "Istriku bilang kalian mencariku, jadi aku sebaiknya makan malam di kediaman Dirgantara saja." kata Reyhan menimpali. "Aku yang memanggil kalian," suara rendah Hazel terdengar saat memasuki ruang makan. Reyhan, Janice dan Daniel menatap tak percaya saat mendapati sosok Hazel melangkah masuk. Dahulu, jika Hazel keluar dari percakapan seperti yang dilakukannya tadi pagi. Hazel tidak akan kembali ke kediaman 3 sampai 5 hari. Bahkan bisa sampai satu minggu. Ini pertama kalinya Hazel langsung kembali setelah beradu melarikan diri tadi pagi. Reyhan mengambil posisi duduk di sebelah saudarinya. Sementara Hazel duduk di depan 3 keluarga yang paling ia sayangi. "Maafkan aku," kata Hazel lirih. "Maafkan aku, karena tidak dewasa menyikapi perbedaa
"Hahaha," Lail tertawa terpingkal-pingkal. "Kamu adalah orang pertama yang mengatakan aku orang kaya, padahal tampilanku begitu miskin seperti ini," kata Lail. Jika dia ingat kembali, semua karyawan HAZA Group tidak ada yang pernah bilang dia orang kaya, lebih banyak yang bilang dia kolot dan miskin. "Aku tidak pernah memandang kekayaan orang dari tampilannya." jawab Dio singkat. Aku lihat kamu mengelap tempat duduk dan meja saat datang, wajahmu terlihat kaku, apa tempat ini kotor? Tidak seperti tempatmu makan biasanya? Kamu bahkan memilih menu pasta tanpa melihat price tag nya. Tahukah kamu ini makanan paling mahal di sini? Orang miskin biasanya akan melihat harga dulu sebelum memesan, tapi orang kaya mereka akan memesan yang mereka suka tanpa memikirkan harganya. Kamu bilang pasta ini rasanya kuat? Bagi orang biasa yang makan, ini hal biasa yang sudah menyatu dengan lidah mereka. Tahukah kamu kenapa ini terasa menyengat di lidahmu? Karena lidah orang kaya lebih sensitif, orang
Dio langsung bergerak menolong Lail yang terkapar di tanah, "Apa yang kalian lakukan?!" kata Dio setengah berteriak. "Kenapa diam saja? Cepat ambilkan obat P3K!" bentak Dio lagi. Rival dan Zul segera berlari masuk mencari obat. Ogik hanya diam mematung. Dia merasa sangat bersalah hingga tidak bisa bereaksi apapun. Kecelakaan itu membuat pagi hari mereka lebih ribut dari hari biasanya. *** Lail menatap tak percaya kedua pergelangan tangannya yang dibungkus layaknya mumi oleh Galih. "Bagaimana caraku bisa hidup kalau begini?" Mata Lail mengerjap tak percaya melihat kedua tangannya yang terbungkus kain kasa. Belum lagi skill Galih yang tidak bersertifikat membuat bungkusan tangannya yang membulat mirip seperti bola bisbol. Tidak ada satupun jemari Laik yang terlihat karenanya. "Nona mata-mata, aku benar-benar minta maaf. Aku refleks jadi tidak sengaja," kata Ogik. Meski Ogik adalah lelaki yang menggebu-gebu dan sukar menahan amarahnya, tapi Dio selalu mendidiknya untuk menjad
"Mmh, kalian memang terlihat sedikit tidak sedap untuk dipandang," kata Lail ragu-ragu. Meski wajah mereka kadang terlihat baik. Lail harus tetap waspada mengingat kejadian saat dia disandera tadi. "Apa maksudnya tidak sedap dipandang?" tanya Ogik. "Maksudnya mungkin kita terlihat gagah dan menyeramkan." sahut Galih. "Benar, kami orang yang menyeramkan. Kamu harus tahu kami bukan orang sembarangan!" tekan Ogik. "Kenapa? Apa kalian seoarang preman? Mafia? Penjahat?" tanya Lail. Bug! Ogik meninju pintu yang berjarak setengah meter dari tempat Lail berdiri. Ogik sedikit mendekat ke arah Lail, "Kamu tau kami seorang penjahat, jadi jaga sikapmu baik-baik!" ancam Ogik. "Ayo kita kembali!" kata Ogik pada tiga pria lainnya. Lail mengerjap kaget atas kejadian singkat barusan. Dia menghela napas panjang kemudian segera menutup rapat pintu kamar itu. "Aku benar-benar tidak menyangka akan berakhir seperti ini," kata Lail yang langsung merogoh ponselnya. Ia kembali mendengus kesal
"Ah, kamu mengagetkanku saja," protes Lail pelan. "Kenapa kamu kesini? Jangan bilang kamu mengkhawatirkanku?" tanya Lail dengan nada bercanda. Dio memasukkan kedua tangannya ke dalam saku cardingan hitam yang menutup tubuh besarnya, "Aku hanya lewat," jawabnya singkat. Lail diam sesaat, Dio pun sama hanya berdiri tanpa suara. Lail menunggu kalimat Dio selanjutnya, tapi Dio sama sekali tak buka suara. Dio hanya menatap lurus ke depan. Dia tidak tahu harus memulai darimana, karena sebelumnya tidak pernah berada dalam kondisi yang seperti itu. Dia sebenarnya mau ngapain? tanya Lail membatin."Jika kamu tidak berniat mengatakan apapun padaku, sepertinya kamu bisa pergi sekarang," kata Lail mengingatkan. Lagipula itu lebih baik daripada harus diam-diaman satu sama lain seperti itu. "Kamu bisa ikut denganku kalau mau," ucap Dio dengan pelan. "Huh, maafkan aku, tapi bisakah kamu memperbesar suaramu?" Lail hampir tak mendengar apa yang Dio katakan. "Menginaplah di tempatku kalau kamu m
Keempat pria yang duduk di depan Dio dan Lail menatap intens pertunjukan di depan mata mereka. "Apa sekarang Nona mata-mata akan berlari ketakutan seperti orang-orang sebelumnya?" bisik Zul pada Ogik yang duduk di sampingnya. "Hey Nona mata-mata, apa kamu tidak dengar?" Ogik bertanya. "Pergilah dari sini!" tekan Ogik sekali lagi. "Nona anda tidak kenapa-kenapa?" tanya si bungsu Rivaldi saat melihat Lail yang hanya diam terpaku menatap bosnya. "Dia sangat keren," gumam Lail terkagum melihat sosok Dio saat berbicara dengan nada serius. Zul, Ogik, Rival dan Galih saling bertukar tatap untuk beberapa waktu. "Aku tidak salah dengar kan?" "Iya, dia bilang keren," sahut Rival tak percaya. Lail melepaskan sendok makannya, dia beralih menatap intens ke arah Dio, "Aku telah meninjau proposal penawaran kerjasama di tahun-tahun sebelumnya. Jika menurutmu harga penawaran kami kurang, kami bisa menaikkannya sampai batas tertentu. Tanah milikmu menjadi satu-satunya kunci peng-"Brak! Dio me
Lail menghembuskan napas lega. Dia hampir saja memencet tombol bahaya di jam tangannya. Tapi melihat wajah pria jaket hitam itu membuatnya merasa aman seketika. Padahal Laik tidak tahu pria itu jahat atau baik. Entah kenapa Laik seakan tersihir, dan merasa selama ada pria jaket hitam itu makan tidak akan terjadi apa-apa. "Hey, kamu panggil apa bos kami?" pria yang berwajah lebih mudah dari lainnya itu tak terima saat bosnya dipanggil dengan nama yang aneh. "Siapa?" tanya pria yang Lail panggil pria jaket hitam. Berbeda dengan Laik yang mengingat betul memon pertemuan pertama mereka, pria itu sama sekali tak mengenali Lail. "Ah benar juga," gumam Lail. Dia menyadari kalau mereka belum sempat berkenalan. "Kemarin kita bertemu di supermarket! Masa tidak ingat? Anda menjatuhkan kuah ke hoodie saya, ah bukan anda, tapi saya yang membuat kuah itu jatuh, ah bukan, itu" Lail terus mengoceh. "Mata-mata ini sangat berisik, apa kita buat pingsan saja. Bos bagaimana?" "Lepaskan di
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments