Share

3. Lima Sekawan

Kelima pegawai baru itu dengan cepat menuju ruang kerja di bagian pemasaean setelah penandatanganan penerimaan pegawai baru. Raut wajah Lail terlihat kusut dan lesu, kontras dengan wajah empat pegawai baru lainnya yang memancarkan senyum ceria dan sumringah.

"Tujuh juta," gumam Lail. Sehari saja ia bisa menghabiskan satu juta lebih untuk makan dan transportasi. Akan semelarat apa hidupnya jika hanya dapat tujuh juta. Pikiran Lail terus berkecamuk sejak mengetahui nominal gajinya. Jangankan mengumpulkan uang 500 juta seperti yang dijanjikan, untuk hidup normal saja dia tidak yakin.

Mereka berlima ditempatkan dalam satu team yang disebut tim B pemasaran. Saat ini mereka tengah merapikan tempat kerja mereka masing-masing sembari menunggu kedatangan ketua tim pemasaran yang nantinya akan mengarahkan mereka tentang perkerjaan mereka.

"Sebelum ketua tim datang, ayo berkenalan," kata Bina memulai percakapan.

"Ide yang bagus," sambung pria yang tadi sempat berbicara perihal gaji dengan Lail.

Tak butuh waktu lama, Lail dengan cepat dapat membaca keempat rekan kerjanya. Bina, gadis pendek kurus dengan rambut sebahu yang selalu tersenyum riang saat berkomunikasi, dia ramah dan mudah bergaul. Selanjutnya ada Dimas, pria yang duduk di samping Lail sebelumnya, memiliki kepribadian yang mirip dengan Bina, anak muda yang berapi-api, memiliki perawakan tubuh yang tinggi. Berikutnya ada Hersa, visual wajahnya terlihat seperti pria berumur 30-an tahun, berbadan pendek dan melebar dengan perut buncit yang kentara. Dan terakhir adalah Tamara, wanita pendiam berambut hitam lurus dengan kulit putih pucat, tidak suka bersosialisasi dan lebih suka menyendiri.

"Lail, bisa temani aku ke kamar mandi?" tanya Bina.

Lail mengernyit heran. Lail bertanya-tanya dalam hatinya, kenapa Bina harus ditemani ke kamar mandi. Apa itu hanya basa-basi atau serius? Apakah Lail harus benar-benar menemaninya? Lail tidak tahu bagaimana cara menangani hal-hal seperti itu.

"Ayo," ucap Bina yang langsung menarik tangan Lail ke toilet. Lail bahkan belum menyanggupi, tapi Bina dengan sekenanya menarik Lail pergi, sekaan-akan hal itu wajar dilakukan.

Lail menunggu Bina di depan wastafel, sesekali gadis itu memperbaiki posisi kacamatanya. Lail bergeser ke samping saat beberapa perempuan masuk ke dalam toilet.

Toilet ini sempit sekali, batin Lail. Gadis itu terjebak di antara para perempuan yang masuk ke dalam. Lail berdiri diam, tak tahu harus bagaimana.

"Kalian tahu tidak?" tanya salah satu dari empat wanita yang masuk ke dalam toilet itu.

Seorang wanita yang tengah memperbaiki lipstiknya itu ikut angkat bicara, "Kenapa?" tanyanya setelah mengoleskan gincu ke bibirnya.

"Tidak ada hujan tidak ada angin. Tumben sekali pegawai baru yang diterima sampai lima orang. Mereka bahkan dijadikan satu tim. Aneh sekali, sangat menyebalkan."

"Infonya, berita tentang kelima pegawai baru sudah menyebar luar. Itu membuatku jengkel, untuk apa menambah-nambah pegawai segala, toh gaji kita tidak pernah bertambah."

"Iya benar, aku juga merasa kesal. Ketua tim sampai membentuk tim baru hanya untuk mereka. Aku yakin salah satu dari mereka memiliki hubungan kotor dengan pak CEO." sahut yang lainnya.

"Benar, aku dengar pak CEO sering sekali bermain wanita di belakang istrinya. Bahkan rumornya dia berselingkuh dengan sekretaris sendiri, menjijikkan."

"Itu masih mending, apa kamu tahu rumor terbaru bilang pak CEO korupsi besar-besaran. Makanya perusahaan HAZA bisa sampai diakusisi okeh Salim Group."

Keempat wanita itu terus bergosip tanpa memerdulikan Lail yang berdiri di sudut ruangan. Seakan tak terlihat, Lail benar-benar hanya diam berdiri tanpa sepatah kata.

"Kita harus berterima kasih pada Salim group. Kalau bukan karenanya, mungkin perusahaan ini sudah bangkrut."

Lail bergeser sedikit ke samping karena merasa tak nyaman dengan posisinya, "Astaga!" teriak salah satu dari empat wanita itu saat menyadari kehadiran Lail.

Mereka berempat secara serentak menatap ke arah Lail. Mereka mengerjap kaget. Wajah mereka terlihat jelas keheranan, seakan-akan mengatakan, sejak kapan ada manusia di sana selain mereka.

"Wanita udik darimana ini?" celetuk salah satu dari mereka.

"Hey, jaga ucapanmu." ucap wanita yang sedari tadi sibuk merapikan lipstiknya.

"Ayo, kita pergi saja." mereka berempat memutuskan pergi dari toilet. Melupakan apa yang baru saja terjadi. Terkesan tidak peduli dengan keberadaan dan ketidakberadaan Lail. Yah, ada dan tiada tidak ada bedanya.

Orang-orang aneh, batin Lail.

Sreg!

Bina keluar dari salah satu toilet. Wajahmu terlihat murung. Tidak perlu ditanya Lail sudah tahu apa penyebabnya. Wanita polos seperti Bina pasti merasa terkejut dibicarakan seperti itu oleh empat perempuan tadi. Bisa dipastikan sekarang kelima orang pegaway baru tengah jadi perbincangan hangat di kantor HAZA.

"Hey, tidak usah dipikirkan. Orang yang suka membicarakan orang lain di belakang itu namanya sampah." kata Lail menenangkan.

"Tidak terpancing dengan omongan mereka. Dan berusaha menujukkan kemampuan kita adalah cara terbaik untuk melawan mereka." sambung Lail lagi.

Bina langsung menggenggam kedua tangan Lail, "Kamu sangat bijaksana ya. Aku semakin yakin kamu orang yang bisa diandalkan." kata Bina dengan mata berbinar-binar yang menatap Lail penuh harap.

Wah, semua orang gila ternyata, batin Lail lagi.

"Iya, ayo kembali ke ruang kerja, sepertinya ketua tim sudah datang."

Lail melepas tangan Bina yang menggenggamnya kuat. Ia kemudian mengajak rekan satu timnya untuk kembali ke ruangan. Ketika melewati lorong menuju ruangan mereka, Lail dan Bina terhenti saat melewati ruangan tim A pemasaran.

"Hey, pegawai baru, tolong buatkan kami kopi!" perintah Nana, gadis yang terlihat arogan dan banyak maunya. Nana berdiri di samping pintu ruangan tim A, kedua tangannya terlipat di depan dada, ia menatap rendah ke arah Lail dan Bina.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status