"Janus, jangan ceraikan aku, ya?” Rengeknya. “Seperti ini saja susah cukup. Aku tidak minta lebih." Katanya dengan suara yang memelas. Ketika dia mendengar kata-kata Fay, tangan Janus berhenti dan keinginan di matanya berangsur-angsur mendingin. Suaranya yang agak serak masih lembut. “Fay, kontrak pernikahan kita sudah habis. Mengapa kau jadi lupa dengan kesepakatan yang sudah kita buat?"
View MoreFey membiarkan tubuhnya yang indah terekspos begitu saja. Dia membaringkan tubuhnya dengan malas di ranjang mereka yang empuk. Mengembalikan nyawanya setelah permainan yang menguras seluruh tenaganya.
Dia tidak mengenakan selembar pakaian pun. Tubuhnya yang bersih dengan lekuk yang sempurna tampak dipenuhi stempel cinta di mana-mana. Kulitnya yang putih bersih itu, juga masih terlihat agak licin, mengisyaratkan bagaimana gelora cinta kedua insan muda itu. Bagaimana panasnya api asmara yang baru saja selesai.
Rambut panjangnya sedikit acak-acakan. Tergerai hampir menutupi bantal yang ada di bawah kepalanya. Gadis itu memancarkan kecantikan yang luar biasa. Makin mempesona dengan gayanya yang seperti itu. Di dekatnya, Janus duduk di ujung tempat tidur dengan sebatang rokok di antara jarinya yang panjang. Dia menatap Fey dengan mata yang masih membara.
Sama seperti Fey, pria tampan nan rupawan itu tidak mengenakan apapun. Bahunya yang penuh dan dadanya yang berotot tegas, membuat Janus makin mempesona. Pesonanya itu membuat Fey tergila-gila karena kesempurnaan tubuh dan paras yang dimilikinya.
Dia belum menyalakan rokoknya karena kaki Fey yang panjang terulur di atas pahanya dan mengelus-elus paha Janus yang masih licin karena sisa keringat yang belum kering. "Mandilah, kita sudah selesai," katanya datar. Tanpa senyum sedikit pun.
Fey tidak lekas menjawab. Dia meninggikan kepalanya sedikit dan melirik benda yang ada diantara paha Janus.
Dia menyimpan pertanyaan dalam pikirannya. Biasanya, kalau Janus datang ke apartemennya, dia memang benar-benar membutuhkan Fey untuk membuatnya melepaskan semuanya. Mustahil sekali jika dia hanya butuh dirinya sekali saja.
“Masa?” pancing Fey.
“Cuma sekali doang?” tanyanya menggoda.
Dia memanjangkan kembali lehernya demi melihat keberadaan benda itu lebih dekat. Dia tidak melihat apapun, itu yang membuat dia kembali menjadi bingung. “Aneh!” gumam Fey karena Janus tidak bereaksi sama sekali.
Dua tahun lebih mereka menikah di bawah tangan, Janus tidak pernah puas dengan sekali pelayanan biologis. Dia akan minta lagi dan lagi.
"Aku sudah selesai, Fey. Mandilah," kata Janus lagi. Sepertinya dia tau apa yang Fey pikirkan ketika mata Fey yang masih redup itu melirik senjata pusakanya yang masih terkulai.
"Janus...," Panggil Fey dengan suara yang menggoda. Sebelum melanjutkan kata-katanya, dia membasahi bibirnya dengan lidahnya sendiri.
Pria itu hanya berdehem. Dia menahan diri untuk tidak tergoda dengan menarik nafas panjang setelahnya. Dia berdiri dan dengan malas mendekat ke nakas, meletakkan kembali rokoknya dan duduk di samping Fey.
"Sudah, Fey. Mandilah. Kau akan kedinginan jika begini," dia kembali memperingatkan karena Fey masih belum bergeming setelah apa yang dia ucapkan sebelumnya.
Fey tersenyum hambar mendengar penolakan yang terucap dari bibir suaminya, untuk yang kesekian kalinya. Sudah jelas sekali, dia memang tidak membutuhkan dirinya lagi. Karena itu, masih dengan wajah yang tanpa senyum, dia menarik tubuhnya dengan malas.
Dia duduk di sisi tempat tidur, mengambil posisi membelakangi Janus dan kakinya yang kecil itu sudah turun ke lantai. "Jangan ceraikan aku, ya. Aku masih mau bersamamu," katanya dengan suara yang parau.
Setelah dengan susah payah berhasil mengucapkan kata-kata itu, dia tertunduk dan menutup wajahnya dengan kedua tangannya.
Fey tidak mendengar suara apapun tapi dia merasakan sebuah tangan yang kuat melingkari pinggang yang ramping dari belakang. Jari-jarinya yang panjang dan besar itu menggosok kulitnya yang halus sebelum dia mengulurkan tangan dengan terampil.
Janus memeluknya dari belakang. Fey merasakan kehangatan menyebar ke seluruh tubuhnya yang sudah mulai kedinginan. Janus membuka mata gelapnya sedikit dan menatap punggungnya yang cantik. Tangannya yang semula melingkar di pinggang ramping Fey mulai bergerak ke dadanya. Fey jadi tergoda.
Dia berbalik dengan wajah memerah. Janus selalu punya cara untuk membuat dia tidak bisa berkata-kata. Fey memberanikan diri memegang tangan Janus dan dengan ekspresi menyedihkan dia mengungkapkan kembali apa yang membuat dia sedih "Janus, jangan ceraikan aku, ya?” Rengeknya. “Seperti ini saja susah cukup. Aku tidak minta lebih." Katanya dengan suara yang memelas.
Ketika dia mendengar kata-kata Fey, tangan Janus berhenti dan keinginan di matanya berangsur-angsur mendingin. Suaranya yang agak serak masih lembut. “Fey, kontrak pernikahan kita sudah habis. Mengapa kau jadi lupa dengan kesepakatan yang sudah kita buat?"
Tentu saja Fey tahu! Tapi seharusnya masih ada empat bulan lagi. Kenapa Janus ingin mengakhirinya sekarang?
Mereka menikah karena tidak sengaja. Fey adalah wanita yang mencintai Janus dan sanggup berkorban demi apapun. Akan tetapi dua tahun delapan bulan mereka menikah dibawah tangan, Fey tidak bisa dimilikinya. Cinta Janus bukan untuknya. Ada gadis yang dia impikan bisa menjadi istri sahnya dan melahirkan anak-anaknya.
"Uke sudah kembali, kan? Tak apa, itu tidak jadi masalah, kok. Kau tidak perlu menceritakan hubungan ini dan aku janji padamu, dia tidak akan tahu kalau kita menikah diam-diam," kata Fey begitu memelasnya.
Jika bukan karena fakta bahwa Hawke menghilang dan karena keluarga Janus juga tidak merestui hubungan mereka, mungkin Janus sudah bersama pujaan hatinya itu. Fey sadar, dia hanya penghibur hati Janus yang luka karena kekasih yang dia cintai sejak kecil, pergi tanpa pesan apapun tiga tahun yang lalu.
Adapun Fey? Dia hanya menyelamat hati Janus. Meskipun Janus memperlakukan dengan sangat baik tapi setelah dia menyerahkan jiwa dan raganya, dia tak kunjung mendapatkan tempat di hatinya.
Fey tidak masalah ketika Janus hanya menganggapnya sebagai pengisi hari-harinya yang sepi agar pikiran bisa berhenti memikirkan Hawke.
"Jadi kau sudah tahu kalau Hawke sudah kembali?"
"Iya, aku tahu. Tapi tidak masalah bagiku. Selama kita berdua tidak bercerai, aku tidak masalah. Jika kau akan menikahi dia secara sah dan menjadikan Hawke sebagai ibu dari anak-anakmu. Aku jamin, tidak akan ada yang tahu tentang hubungan kita. Biarkan saja seperti ini. Aku tidak apa," rengeknya
Fey terus membujuknya meskipun dia tahu ini terasa lucu. Mungkin juga akan mempermalukan dirinya sendiri karena sebelum mereka memutuskan untuk menikah di bawah tangan, mereka sudah sepakat, ketika saatnya tiba, Janus akan menceraikannya dan memberinya sejumlah uang agar dia bisa hidup nyaman selama sisa hidupnya. Itu jaminan yang tertuang dalam surat kontrak mereka. Janus yang mencantumkan apa yang akan Fey terima setelah kesepakatan itu harus berakhir. Dia memaksa itu meskipun sebenarnya, Fey tidak menginginkan apapun selain hanya bisa bersamanya.
Fey gadis yang lemah lembut dan pintar, tapi karena cintanya yang begitu besar pada Janus, dia jadi lepas kendali atas dirinya. Logikanya benar-benar cacat. Fey begitu patuh pada Janus. Jadi dia tidak pernah khawatir Fey akan seperti ini ketika saat yang dia nanti itu tiba.
"Tidak bisa begitu, Fey. Hawke pasti sangat kecewa jika tahu kita telah bersama selama hampir tiga tahun ini. Kita harus cerai agar dia tahu, aku tetap memikirkan dia hingga saat ini dan keinginan aku padanya tidak pernah berubah," jelasnya.
"Aku bisa memberi kamu lebih dari yang aku janjikan, kok. Tidak masalah. Kau bilang aja, kau mau apa. Aku kasih buat kamu?"
"Rumah?"
"Apartemen ini?"
"Atau uangnya aku tambah dua kali lipat?"
Janus bicara begitu entengnya. Dia seakan tidak tahu kalau Fey tidak pernah punya pikiran, menikahinya karena uang. Dia tidak pernah menyetujui perjanjinan itu sebelum mereka terikat dalam sebuah janji suci. Dia hanya ingin bersamanya karena cintanya yang begitu dalam padanya.
Fey berkata dengan lembut, “Janus, kita tidak bisa bercerai sekarang. Tidak bisa!”
Suaranya yang lembut dan menggoda mengisyaratkan kasih sayang yang tak ada habisnya. Dia seolah ingin membuat Janus ingin memiliki dirinya selamanya.
Fey mengeluarkan aura genit yang membuat Janus berpikir ketika dia menggunakan suara dan nada seperti itu saat dirinya berbaring di bawah tubuhnya, dia akan mati karena kenikmatan.
Dia berpikir, saat ini Fey sedang menggodanya.
"Kenapa tidak?" Dia bertanya.
"Kita tidak perlu mengurus surat atau apapun. Cukup aku menjatuhkan talak padamu, kita sudah tidak punya hubungan apa-apa." katanya lagi.
"Aku ... aku hamil." Fey mengerahkan keberaniannya untuk mengatakan ini. Ini adalah kartu truf terakhirnya untuk mempertahankan pria yang dicintainya tidak akan melepaskannya.
Tanpa diduga, ekspresi Janus langsung menjadi gelap. "Apa kau bilang!"
Fey tidak ingin membahas kehamilannya sekarang. Dia belum siap dengan tanggapan Janus dan dia juga belum tahu apa yang akan terjadi kedepannya karena ada perasaan yang mengganjal dihatinya tapi dia sendiri tidak bisa menerka.“Tidak usah. Aku cukup nyaman kok mengenakannya.Tidak usah dilonggarkan lagi,”“Oke,"Nahlah langsung mengangguk. Janus pun merasa lega. Dia segera mengeluarkan ponselnya dan mengambil foto mereka di cermin. Fey kaget, ini untuk pertama kalinya Janus melakukan selfi dengannya. Janus memperlihatkan hasilnya pada Fey, "Serasi, kan?”Dalam foto itu, Fey meletakkan tangannya di punggung karena dia ingin membuka gaunnya sedangkan Janus tersenyum melihat ke arah kamera. Fey hanya tersenyum. Pada saat itu mereka punya pikiran sendiri-sendiri tentang itu.*****Setelah mencoba gaun pengantin, Janus mengantar Fey kembali ke rumah. Fey tidak ada kegiatan apapun selain melakukan revisi skripsi Janus yang sudah dia selesaikan semalam.Perbaikannya sudah dia kirim dan men
Keduanya segera membantu Fey mengenakan gaun. Janus tersenyum dan menundukkan kepalanya. Dia mencium punggung Fey dengan penuh cinta. “Jangan kau pikirkan apa yang dikatakan Terra. Yang paling penting saat ini, aku sedang mencoba gaun pengantin bersama orang yang paling aku cintai,”Fey tersenyum. Meskipun dia tahu kalau Janus hanya menghiburnya, dia merasa bahagia. Setidaknya Janus menunjukkan pada kedua staf itu kalau tidak ada yang salah dengan apa yang mereka lakukan saat ini.Fey sudah melepas bluesnya, ketika dia minta staf yang memegang gaun pengantin untuk membantunya, Janus menghentikannya. Tubuhnya yang tinggi dia gunakan untuk mengurung Fey hingga tak tersentuh oleh siapapun. “Aku sudah bilang kalau aku yang akan membantu kau mencoba gaun ini, kau tidak membutuhkan orang lain,”Janus sangat tidak berdaya melihat punggung Fey yang terbuka. Dari pantulan kaca, dia juga melihat dada Fey yang membusung. Dia sering melihat pemandangan seperti ini, bahkan dia juga kerap melihat F
Gaun pengantin itu sangat cantik, model terbaru yang baru saja dikerjakan oleh perancang terkenal di negeri ini. Ini serasa mimpi, Fey hanya bisa memandanginya, seakan itu adalah barang berharga yang takut untuk di sentuhnya.Gaun itu berlengan pendek yang mengikuti bordir bunga pada ujungnya hingga membentuk lengan yang cantik pada manakin itu. Leher yang berbentuk V dikelilingi berlian yang berkilau, “Cantik sekali,” Fey tidak tahan untuk tidak memujinya.Pada bagian pinggangnya dirancang sangat ketat dan pasti akan menampilkan sosok yang bagus bagi siapapun yang memakainya. Rok panjang yang menjuntai hingga ke lantai dibuat mengembang seperti payung.Saat dikenakan, pasti akan bergoyang-goyang karena bahannya yang halus dan lembut.Bagian ujung gaun itu tertutup payet dan memantulkan kemilau yang indah di bawah cahaya ruang yang sangat terang pada saat itu. “Ini pasti sangat mahal,” Fey menafsir harganya ketika seorang staf datang mengagetkannya.“Gaun ini dipesan oleh Pak Janus d
“Nenek ada apa?” tanyanya begitu mengangkat panggilan. Suara Janus terdengar sedikit tidak ramah.“Ada apa?” balas Nenek dengan suara yang terheran-heran. “Janus… Bisa-bisanya kau bilang begitu pada Nenekmu?” sergahnya. Suaranya dipenuhi amarah. Bagaimana tidak, ini sudah malam. Dia dan anak mantunya sudah berkumpul di rumah, berharap Janus datang untuk menjelaskan ini semua tapi pikirannya itu salah.Tanpa merasa bersalah sedikit pun, Janus malah tidak pulang. Tidak memberi kabar apapun tentang rencana besarnya itu. Siapa yang tidak emosi kalau punya cucu yang kelewatan begini.“Apa kau merasa terganggu kalau nenek menelponmu? Apa kau sangat sibuk hingga….,”“Iya, Nek. Ada apa? Apa nenek tidak salah bertanya begitu? Bukan sekarang saja Nenek menelpon aku dan tidak pernah mau tahu aku sedang apa, kan?”“Apa kau masih menganggap wanita tua ini sebagai nenekmu?”“Heh…ada apa lagi ini?” Janus sudah bisa menebak apa yang ingin ditanyakan Neneknya makanya tiba-tiba menelpon, marah-marah
Suaranya terdengar sangat menyenangkan, seperti seorang bapak yang tengah membujuk anaknya untuk makan. Magnetis dan dalam. Membuat Fey terhipnotis.Tanpa diminta lagi, Fey membuka mulutnya, Janus menyuapkan makanan itu dengan sangat hati-hati. Perasaan yang tidak bisa Fey gambarkan segera merayap dalam pikirannya. Andai Janus semanis ini memperlakukannya, dia pasti akan mencintai pria ini lebih dalam lagi. "Tapi apakah dia melakukan ini hanya karena aku sedang kesal dengannya. Apa karena dia ingin menebus rasa bersalahnya?” tanya Fey pada dirinya sendiri.Apapun yang Janus pikirkan sampai dia mau melakukan ini, Fey ingin menutup mata dan telinganya. Dia ingin menikmati perhatian Janus yang mungkin akan dia lakukan sekali ini saja. Dia ingin bahagia, ingin merasakan bagaimana rasanya dicintai. Menikmati bagaimana rasanya dimanjakan oleh orang yang dicintai walaupun dia tidak yakin kalau Janus melakukannya dengan hati.Saat dia memikirkan itu, tanpa terasa air mata jatuh dari sudut
Karena Janus sudah berjanji tidak akan menyentuhnya, dia cukup tahu apa maksud dari ucapan Fey itu. Dia menahan langkahnya, sampai Fey benar-benar masuk ke kamar mandi dan menutup pintunya, barulah Janus berbalik. Dia tidak meninggalkan kamar itu tapi memilih duduk di sisi tempat tidur dan mengeluarkan ponselnya. Janus memesan makan malam untuk mereka berdua.Dia hanya tersenyum getir ketika mendengar suara gemercik air. Dia tahu kalau Fey sudah membohonginya. Dia sebenarnya tidak ingin buang air besar tapi mandi.Ya, wajar dia melakukan itu. Selama mereka menikah, Janus tidak pernah sepeduli ini padanya. Dia datang ke kamar ini ketika dia membutuhkan tubuhnya, dia akan pergi setelah mendapatkan apa yang dia inginkan.Dia tidak pernah bertanya, apakah Fey capek atau tidak karena banyak tugas-tugas dari dosen yang harus diselesaikan, bukan hanya tugasnya sendiri tapi harus menyelesaikan semua tugasnya.“Apa pernah dia memperhatikan apa yang Fey lakukan setelah mereka bercinta. Berdiam
Lo juga ikut menyahuti, “Fey, aku yakin Janus membuat rencana ini tanpa persetujuan kamu, kan? Anak itu memang keterlaluan. Dia tetap saja memaksakan kehendaknya. Untuk masalah sebesar ini, bahkan dia tidak meminta pendapat kami. Kita ini keluarga. Janus memang salah, tapi benar kata Nenek. Jika kau merasa keberatan, kau tidak harus mengikuti maunya. Ini tentang masa depanmu, sayang,""Aku tidak pernah merasa terpaksa atas semua ini. Tiga tahun kami bersama, aku melakukan ini karena aku memang menyukai Janus. Maafkan aku,""Oh....," Keduanya terkaget."Ya....kalau kalian menang saling suka. Tidak ada masalah. Nenek akan panggil anak itu. Dia harus tahu bagaimana menghargai orang yang begitu tulus seperti kamu,"Nenek berkata begitu karena dia tahu, Janus memikirkan wanita lain saat dia terikat sebuah hubungan yang sakral dengan Fey.Dia bisa merasakan bagaimana tersiksanya gadis ini jika perasaannya itu memang benar. Mencintai seseorang yang sebenarnya tidak bisa menghargai perasaann
Fey duduk di samping neneknya. Karena dia punya pikiran kalau Nenek datang untuk membahas hal yang paling menakutkan baginya, dia hanya tertunduk.Fey tidak berani menatap Nenek yang mengelus punggungnya dengan penuh kasih sayang.“Kau sudah membuat kami khawatir karena tidak satu pun dari kami yang bisa menghubungi kamu. Begitu mendengar Hawke sampai melakukan itu padamu, ini yang tidak termaafkan. Berani-beraninya dia mengganggu cucu kesayangan nenek,”“Nek, jangan khawatirkan aku. Aku tidak apa-apa. Aku hanya ingin istirahat saja, sebentar juga akan pulih dan aku bisa kembali ke kampus,”Bagaimana bisa pulih dengan mudah? Nenek mengela nafas panjang. Tapi apa yang dia lakukan padamu, tidak akan termaafkan oleh siapapun,” “Ini semua salah Janus. Jika dia mendengar kami, semua ini tidak akan terjadi,”Fey hanya terdiam.“Kalian berteman sejak SMA, dia cukup dekat denganmu juga Janus,” ucap Nenek. Entah apa maksudnya dia membuka ingatan Fey tentang masa tiga tahun yang lalu. “Entah ap
Pada waktu itu, di matanya, Hawke adalah sosok gadis yang sangat mahal. Citranya sebagai gadis yang sempurna meninggalkan kesan mendalam pada diri Janus.Tanpa sadar, pikirannya terus dipenuhi oleh segala hal tentang gadis itu. Dia tidak pernah melihat hal yang mengecewakan darinya.Kebetulan selama kurun waktu itu juga, Janus juga tidak memikirkan wanita mana pun selain Hawke. Tak peduli bagaimana cewek-cewek di seolah itu juga mengincarnya, selama Hawke ada di sisinya, dia tidak membutuhkan siapa pun. Dia selalu bersama gadis itu, seberapa dalam hubungan mereka, Janus juga tidak tahu. Dia pikir, itu adalah hubungan yang luar biasa hanya bisa membicarakan banyak hal, jajan di kanti bareng, mengerjakan tugas bareng walaupun sebenarnya Fey yang mengerjakan tugas mereka dan mereka hanya ngobrol.Kesempatan itu hanya di dapat oleh Janus. Dia benar-benar menjadi cowok yang paling beruntung di sekolah itu. Tiga tahun berlalu, Hawke menjadikan Janus satu-satunya teman laki-lakinya. Bahka
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments