“Bagaimana operasinya?" Janus menghentikan langkah Caelum yang buru-buru ke ruangannya.
Caelum langsung memberikan selembar surat yang berisi resep vitamin. "Katanya, dia lagi datang bulan. Jadi minta dijadwalkan ulang sama dokter Sky "
"Datang bulan?" Mendengar jawaban asistennya itu, Janus tersenyum manis.
Dia sedikit lega. Ternyata apa yang dikatakan Fey tadi malam itu memang guyonannya belaka, adalah suatu candaan dia untuk menahan Janus agar tetap bersamanya. Dia tidak menyangka kenapa Fey begitu naif. Sikap Janus selama ini seharusnya bisa membuat sadar kalau mereka bersama karena satu kebutuhan.
Untuk memenuhi kebutuhan mereka yang sudah sama-sama dewasa. Tidak lebih dari itu. Meskipun Fey menjadi istrinya, namun wanita yang menjadi tujuan hidupnya hanya Hawke seorang. Jadi tidak terbayangkan oleh Janus jika Fey benar-benar hamil dan mereka memiliki anak. Bagaimana mereka menjelaskan pada Hawke? Juga pada keluarga?
Selama ini, yang diketahui oleh keluarga Janus, mereka tetap menjadi saudara yang saling membantu satu sama lain.
Papa dan Mama Janus tahu betul jika anaknya tidak pernah serius dalam mengikuti pelajaran di sekolah, Fey yang selama ini membantu Janus menangani tugas-tugasnya. Fey sudah menjadi malaikat dalam keluarga itu. Berkat bantuan Fey, Januar dan istirinya tidak harus bolak-balik ke sekolah karena panggilan guru BP atau wali kelasnya Janus gara-gara anak itu tidak pernah mengerjakan tugasnya di sekolah. Itu terjadi saat Fey belum datang ke rumah mereka.
Sejak itu, Jasfer langsung mengatur posisi. Fey selalu dibuat satu kelas dengan Janus dan mereka duduk bareng agar Janus bisa menyelesaikan sekolah secara wajar.
Saat di SMA, Janus makin menjadi. Dia membuat Fey seperti babunya. Tidak di rumah, tidak di sekolah. Fey yang menyelesaikan semua pekerjaan sekolah sementara Janus sibuk pacaran dengan Hawke. Kadang, tanpa memikirkan perasaan Fey, Janus minta agar Fey juga membantu pekerjaan sekolah Hawke. Awalnya memang Janus yang minta tapi Hawke keenakan dan lama-kelamaan jadi kewajiban.
Begitu juga saat kuliah. Janus menyakinkan Fey kalau dia harus ambil jurusan yang sama dengannya.
Karena Fey anak yang baik dan patuh, dia tidak merasa keberatan atas permintaan Janus yang begitu banyak dan kadang menyulitkan dirinya. Fey yang punya perasaan lain dengan Janus hanya bisa memendam sakit hatinya. Dia menghibur dirinya sendiri dengan alibi, Janus adalah saudara sepupunya dan tidak mungkin diantara mereka ada hubungan yang spesial.
Tapi Ketika selesai SMA dan Hawke tiba-tiba menghilang. Janus sangat terpukul. Dia mencari Hawke sampai ke ujung dunia namun jejaknya tidak ditemukan. Hawke dan keluarganya pindah rumah setelah bisnis Papanya Hawke dalam masalah dan akhirnya dibekukan oleh pemerintah.
"Kau sudah buat janji ulang?" selidik Janus.
"Belum, Bos. Saya kan harus minta pertimbangan Bos dulu,"
"Tidak usah. Karena Fey sedang datang bulan, jadi bukan masalah yang serius. Lupakan,"
Kini gantian Caelum yang linglung. Dia benar-benar tidak tahu apa makna ucapan bos mudanya itu. "Baiklah. Jadi saya transfer biaya konsultasi hari ini, ya Bos!"
"Iya, lebihkan sedikit dari tarif dokter Sky biar dia senang,"
"Baik, Bos!"
Caelum keluar dari ruangannya. Janus tidak bisa menahan kegembiraan. Senyumnya lebih lebar dari sebelumnya. "Sekarang sudah makin jelas. Sudah tidak ada yang menghalangi aku dan Hawke untuk bersatu," seru Janus dalam hati, dengan begitu yakinnya.
Janus langsung mengambil ponselnya yang tergeletak di atas meja kerjanya dan langsung menghubungi wanita yang sangat dia rindukan itu.
Beberapa kali panggilan, belum ada jawaban.
Senyum Janus kembali hilang.
Dia yang telpon minta di jemput. Tapi dia tidak ada di bandara sampai matahari sudah terang dan tidak memberi kabar juga.
"Kemana perginya?"
Tiba-tiba rasa takut menghantui Janus. Dia takut terjadi sesuatu lagi pada Hawke dan menyebabkan dia tidak bisa bertemu untuk selamanya.
"Kemana, sih?"
Janus mulai tidak sabar.
Dia akhirnya kembali menelpon tapi bukan ke kontak Hawke. Dia minta Caelum datang ke ruangannya lagi karena Janus butuh bantuannya.
"Ada apa, Bos?" tanya Janus begitu sudah di depan mejanya Janus.
"Cari tahu di mana lokasi kontak ini. Cepat!
"Baik!"
*****
Fey belum bisa mempercayai apa yang dia lihat dan didengarnya. Meskipun sudah mendapatkan tas-nya kembali, dia tetap menunggu di kantin untuk menyelidiki Hawke lebih lanjut.
Baru ketika mendengar langkah tergesa-gesa dari arah ruang dokter Sky, dia berbalik. Menyembunyikan wajahnya ke tembok.
Dia terus mengikuti Hawke dengan jarak yang cukup aman, termasuk ketika wanita itu masuk ke mobil. Beberapa saat Fey menunggu, tapi mobil yang diparkir di pojokan itu tak kunjung pergi.
Samar-samar dia melihat sepertinya Hawke sangat sibuk di jok belakang. Fey tidak bisa memastikan apa yang dilakukannya karena hanya melihat gerakannya yang samar.
Hingga beberapa detik kemudian, Hawke keluar dengan dandanan yang berbeda, Fey baru sadar. Hawke yang dia lihat beberapa menit yang lalu di klinik, sedang dalam penyamaran.
“Apa yang dia rencanakan dengan semua ini?” tanya Fey bingung tapi dia tidak tahu harus bertanya pada siapa.
Karena dia punya pikiran kalau semuanya ini ada hubungannya dengan Janus, dia mengikuti kemana perginya mobil yang dikemudiakan Hawke. Dia terpaksa membayar taxi yang dicegatnya di depan klinik untuk membuntuti mobil itu.
“Apa dia mau ke kantor Janus?” tanya Fey kemudian ketika mobil yang ada di depannya itu mengambil arah ke kantor suaminya.
Semua kebingungannya segera terjawab ketika mobil Hawke masuk ke gedung yang menjadi kantor suaminya.
“Ya Allah, dia benar-benar menemui Janus,”
“Apa yang harus aku lakukan?”
Fey sudah dibuat marah dan cemburu oleh Janus karena laki-laki yang sangat dicintainya, yang sudah menjadi suaminya selama hampir tiga tahun itu, ternyata masih memikirkan cinta pertamanya. Bahkan terang-terangan akan menceraikannya demi bisa bersama wanita ini.
Yang membuat Fey lebih sedih, apa yang dia dengar di klinik tadi, bukan sebuah kebohongan pastinya. Selama menghilang, ternyata Hawke ada dalam penjara. Dia juga memeriksakan organ vitalnya dan belum tahu apa yang sebenarnya terjadi.
“Bagaimana jika dia benar-benar kena penyakit kelamin?” Fey sampai bergidik.
Membayangkan Janus akan tertular dan masa depannya akan hancur, Fey tidak sanggup. Bagaimana pun juga, Janus orang yang sangat dia cintai meskipun dia tahu, tidak ada tempat baginya di hati Janus.
Tapi Fey juga memikirkan bagaimana kedua orang tua Janus dan juga neneknya jika ternyata Janus akhirnya tertular penyakin yang menjijikkan.
“Ini tidak boleh terjadi. Harapan keluarga Juviter ada ditangannya. Kalau Janus tertular dan akhirnya meninggal, keturunan keluarga akan berakhir di sini.”
Dengan tekad ingin melindungi orang yang begitu disayanginya, Fey memberaikan diri untuk datang ke tempat kerjanya Janus.
“Pak, kita masuk ke gedung JnF, ya. Pelan-pelan saja. Jaga jarak dengan mobil di depan,” ucap Fey pada sopir taxi itu.
“Baik, Mbak,”
Beberapa saat kemudian.
“Fey!”
Caelum yang baru keluar dari lift terkaget melihat Fey ada di depan pintu.
“Kau di sini?” tanyanya bingung, dia sampai lupa untuk berbasa basi pada adik sepupu bosnya itu.
“Aku cuma mau mampir, sudah lama tidak ke sini. Apa ada yang aneh?” tanya Fey berusaha untuk tenang menghadapi ekpresi Caelum yang seperti melihat maling, ketika melihatnya.
“Tidak, sih. Tapi Pak Janus lagi ada tamu penting,” sahutnya gugup, di sampi menunjuk ke atas saking groginya.
“Uke,”Janus langsung berdiri dari tempat duduknya manakala pintu ruang kerjanya terbuka dan melihat gadis yang sedang ditunggunya itu berdiri di depan pintu, tengah menatapnya dengan haru.“Kau… kemana saja, Kau? Kau minta aku menjempumu ke bandara tapi, apa?” serunya lagi dengan ekpresinya yang bingung. Bagaimana tidak, Janus melihat Hawke masuk ke ruangannya, tepat saat dia minta bantuan asistennya untuk mencari keberadaannya.“Aku nungguin kamu udah kayak orang bego ajah. Kau matikan telpon, kau juga tidak membuka pesan yang aku kirim. Apa-apaan sih?” ocehnya lagi. Dia bukan meluapkan kerinduannya yang tersimpan selama tiga tahun ini tapi malah mengungkapkan kekhawatirannya pada Hawke sampai-sampai dia lupa bagaimana harus bersikap layaknya pasangan yang sudah lama tidak bertemu.Hawke menghampiri meja Janus dan berdiri di depan pria yang dia tahu sangat tergila-gila padanya sejak mereka masih di SMA itu. “Nomel aja. Emangnya ga kangen?” katanya sambil menggeser tubuhnya lebih d
“Fey!” Hawke tanpa ragu langsung memeluknya begitu teman sekolahnya itu masuk ke ruangan Janus.“Apa kabar, aku kira setelah sekian lama tidak bertemu, kau banyak perubahan. Ternyata aku salah, kau masih cantik dan …,” dia langsung melepas pelukannya dan menilai Fey yang masih kebingungan karena ekpresi Hawke yang terlalu berlebihan itu.“Kau masih ….,”“Masih apa?” tanya Fey tidak ramah karena dia kesal, menurutnya Hawke sengaja mengantung kata-katanya agar Janus dan asistennya itu bisa menilai sendiri. Bagimana penampilan Fey yang sangat sederhana itu.“Masih membuat aku kagum. Penampilanmu tidak banyak berubah, kau masih seperti anak SMA,” katanya.Dari nada ucapannya itu, siapapun akan tahu kalau Hawke sebenarnya ingin mengatakan kalau Fey itu kampungan, tidak modis dan tidak tahu bagaimana caranya berhias. Caelum tidak tahan melihat drama itu, setelah mengantar Fey ke ruangan bos-nya, dia tidak mau berlama-lama. Sebelum diminta, dia sudah pamit duluan.“Ya, dari dulu aku memang b
Fey tiba di rumah nenek sebelum matahari tenggelam. Nenek sangat baik padanya, meskipun dia bukan cucu kandung. Jenny sangat menyayangi Fey karena anak ini sumber kebahagiaan anak bungsunya, Jawelia. Dia sadar, Karena Jawelia tidak bisa hamil, Fey datang menyelamatkan pernikahan anak perempuannya itu.Ibu asuhnya Fey sudah sakit-sakitan sejak belum menikah. Awalnya dokter bilang kena miom, tapi ketika Fey berumur tujuh tahun, dia divonis kena kanker rahim, yang menyebabkan dia tidak berumur yang panjang. Satu tahun berikutnya, suaminya menyusul karena dia mengalami depresi ditinggal oleh orang yang begitu dicintai.Sejak ayah dan ibunya meninggal, Fey tinggal di rumah nenek bersama Janus. Orang tua Janus yang menjadi pengganti mama dan papanya.Kasih sayang Jenny dan pamannya tidak diragukan lagi. Bahkan kalau Fey berselisih dengan Janus, tanpa melihat apa permasalahannya, mereka akan membela Fey.Mungkin karena usianya yang sudah kepala delapan, nenek sering banyak keluha
Makan malam terpaksa ditunda satu jam karena Nenek ingin menunggu Janus untuk makan bersama. Makanya, ketika anak itu datang, dia kembali memanggil Fey yang sudah kembali ke kamarnya untuk turun dan kebetulan juga orang tua Janus sudah bergabung bersama mereka.“Kita sudah sepakat. Sesibuk apa kalian di luar sana, kalian harus menjadwalkan pulang di akhir bulan dan makan bersama keluarga. Kenapa semua jadi pura-pura lupa, sudah lama sekali rasanya tidak bisa kumpul seperti ini,” oceh Nenek sebelum anak dan cucunya mengambil makanan.Jenny perlu mengingatkan kembali karena memang sudah hampir satu tahun mereka melupakan janjinya. Kalau pun ada yang pulang, tidak bisa secara bersamaan begini. Anak dan menantunya ada, cucunya tidak. Selalu ada yang punya alasan tidak bisa pulang saat jatuhnya waktu untuk kumpul keluarga.“Ma, anak-anak sudah dewasa dan punya kesibukan sendiri. Walaupun ga lengkap seperti ini, kami semua tetap datang, kok,” Jasper langsung menyahuti.“Hanya satu kali da
“Jelaskan padaku, kenapa kau mendadak mau kuliah ke Amerika?” todong Janus. Begitu Papa dan mamanya pulang, dia langsung menyusul Fey ke kamar dan minta kejelasan.“Jelaskan!” tanyanya sambil menekan Fey ke tempat tidur.Karena Fey sudah benar-benar ingin tidur, dia hanya mengenakan daster dan celana dalam saja. Tangan Janus yang menekan dadanya bisa merasakan kelembutan dadanya.“Aku sudah bilang kalau rencana ini sudah dari setahun lalu. Dan aku rasa…aku tidak harus menjelaskannya padamu, kan?” sahut Fey tanpa mau melihatnya.“Bohong!” serunya dengan ketus.“Kau membuat alasan ini karena Hawke datang, kan?”“Hey!”Tanpa diduga, Fey langsung mendorong tubuh Janus yang sudah menekannya dengan keras. Karena tidak siap dengan serangan Fey, Janus kaget dan tubuhnya nyaris terjeledak. Untung dia bisa memegang pinggiran tempat tidur, jadi hanya terhuyung sebentar sebenlum akhirnya bisa menguasai dirinya sendiri.“Benarkan? Kau melakukan itu karena marah?” Janus terus menuduhnya kare
"Kita sudah sepakat, semua akan kembali seperti dulu tapi kamu tidak melakukannya. Kau terlalu terbawa oleh perasaan, Fey. Mengapa aku harus pura-pura baik pada orang yang tidak bisa memegang ucapannya?” Janus berkata sambil sambil membelai tubuhnya dengan nafsu.Segera, …. Fey yang sudah tidak mengenakan apapun jadi merinding dibuatnya.Janus menyentuh kulit Fey dengan lembut. Selama dia melakukan pemanasan, pori- pori yang mengembang menutup kembali.“Janus, aku rasa aku berhak menentukan apa yang harus aku lakukan setelah lulus kuliah. Aku tidak cemburu, aku sudah merencanakan ini sejak lama. Kalau kau tidak percaya, kau bisa cek ke kaprodi. Kapan beasiswa itu dibuka dan kapan aku mendaftarkan diri, semua terekam di sana. Kau bisa dengan mudah mengetahuinya. Aku tidak mengada-ada ,” Fey benar-benar ketakutan. Dia beringsut menjauhi Janus yang sudah kesetanan tapi tertahan oleh kepala tempat tidurnya.Fey akhirnya hanya bisa pasrah. Jika dia benar-benar memaksakan diri pa
Fey mengerutkan kening dan terus mengulurkan tangannya sebagai protesnya dalam diam."Hanya aku yang bisa membuat keputusan," Mata Janus dipenuhi dengan ketidakpercayaan.Fey yang begitu tergila-gila padanya, kini berani mencampakkannya. Bagaimana Janus yang terkenal sombong dan semaunya sendiri itu bisa dicampakkannya seorang gadis seperti Fey?Fey menarik tangan dan tersenyum pahit. “Aku benar-benar tidak tahu, manusia seperti apa yang sedang ada di depanku sekarang?"Setalah berkata seperti itu, Fey langsung menutup matanya, tidak ingin melihat Janus lagi.Janus juga tidak menyahuti. Setelah melihat Fey sebentar, dia berbalik dan pergi.Mendengar langkah Janus, Fey membuka matanya. Pada saat ini, suasana hatinya sedang sedih. Baik secara emosional atau fisik, dia berada di bawah penindasan pria itu dan menjadi serba salah untuk bertindak.Apakah dia benar-benar tidak bisa memilih jalan hidupnya?Fey menahan rasa lelahnya dan bangun untuk mandi.Setelah tubuhnya kembali sega
Hawke ditinggalkan sendirian di bangsal. Seluruh tubuhnya terasa dingin, seolah-olah dia telah jatuh ke dalam rumah es.Meskipun dia merasa melayang karena bentuk perhatian yang diberikan Janus tapi Janus sepertinya masih meragukan dengan keberadaan dua pria itu. Dia keecewa karena Janus tidak seperti yang dipikirkannya.Setelah kejutan yang dia berikan dengan mendatangi kantornya secara tiba-tiba gagal, pertemuan yang seharusnya haru karena tiga tahun mereka tak bertemu, tapi terasa hambar rasanya. Janus malah melihatnya tidak seperti Hawke yang selalu dia rindukan. Kini usaha keduanya pun tak jauh beda.Hawke terpaksa harus mencari cara yang lain untuk membuatnya percaya.Dia harus bisa menyakinkan Janus kalau tempat ini benar-benar tidak aman untuknya dan Janus akan segera membawanya pergi dari sini. Bagaimana pun caranya, dia harus melakukan itu karena uang yang dia punya hanya bisa untuk menyewa tempat ini satu minggu saja.Hawke mengepalkan tinjunya. "Dia sampai begini mal
Fey tidak ingin membahas kehamilannya sekarang. Dia belum siap dengan tanggapan Janus dan dia juga belum tahu apa yang akan terjadi kedepannya karena ada perasaan yang mengganjal dihatinya tapi dia sendiri tidak bisa menerka.“Tidak usah. Aku cukup nyaman kok mengenakannya.Tidak usah dilonggarkan lagi,”“Oke,"Nahlah langsung mengangguk. Janus pun merasa lega. Dia segera mengeluarkan ponselnya dan mengambil foto mereka di cermin. Fey kaget, ini untuk pertama kalinya Janus melakukan selfi dengannya. Janus memperlihatkan hasilnya pada Fey, "Serasi, kan?”Dalam foto itu, Fey meletakkan tangannya di punggung karena dia ingin membuka gaunnya sedangkan Janus tersenyum melihat ke arah kamera. Fey hanya tersenyum. Pada saat itu mereka punya pikiran sendiri-sendiri tentang itu.*****Setelah mencoba gaun pengantin, Janus mengantar Fey kembali ke rumah. Fey tidak ada kegiatan apapun selain melakukan revisi skripsi Janus yang sudah dia selesaikan semalam.Perbaikannya sudah dia kirim dan men
Keduanya segera membantu Fey mengenakan gaun. Janus tersenyum dan menundukkan kepalanya. Dia mencium punggung Fey dengan penuh cinta. “Jangan kau pikirkan apa yang dikatakan Terra. Yang paling penting saat ini, aku sedang mencoba gaun pengantin bersama orang yang paling aku cintai,”Fey tersenyum. Meskipun dia tahu kalau Janus hanya menghiburnya, dia merasa bahagia. Setidaknya Janus menunjukkan pada kedua staf itu kalau tidak ada yang salah dengan apa yang mereka lakukan saat ini.Fey sudah melepas bluesnya, ketika dia minta staf yang memegang gaun pengantin untuk membantunya, Janus menghentikannya. Tubuhnya yang tinggi dia gunakan untuk mengurung Fey hingga tak tersentuh oleh siapapun. “Aku sudah bilang kalau aku yang akan membantu kau mencoba gaun ini, kau tidak membutuhkan orang lain,”Janus sangat tidak berdaya melihat punggung Fey yang terbuka. Dari pantulan kaca, dia juga melihat dada Fey yang membusung. Dia sering melihat pemandangan seperti ini, bahkan dia juga kerap melihat F
Gaun pengantin itu sangat cantik, model terbaru yang baru saja dikerjakan oleh perancang terkenal di negeri ini. Ini serasa mimpi, Fey hanya bisa memandanginya, seakan itu adalah barang berharga yang takut untuk di sentuhnya.Gaun itu berlengan pendek yang mengikuti bordir bunga pada ujungnya hingga membentuk lengan yang cantik pada manakin itu. Leher yang berbentuk V dikelilingi berlian yang berkilau, “Cantik sekali,” Fey tidak tahan untuk tidak memujinya.Pada bagian pinggangnya dirancang sangat ketat dan pasti akan menampilkan sosok yang bagus bagi siapapun yang memakainya. Rok panjang yang menjuntai hingga ke lantai dibuat mengembang seperti payung.Saat dikenakan, pasti akan bergoyang-goyang karena bahannya yang halus dan lembut.Bagian ujung gaun itu tertutup payet dan memantulkan kemilau yang indah di bawah cahaya ruang yang sangat terang pada saat itu. “Ini pasti sangat mahal,” Fey menafsir harganya ketika seorang staf datang mengagetkannya.“Gaun ini dipesan oleh Pak Janus d
“Nenek ada apa?” tanyanya begitu mengangkat panggilan. Suara Janus terdengar sedikit tidak ramah.“Ada apa?” balas Nenek dengan suara yang terheran-heran. “Janus… Bisa-bisanya kau bilang begitu pada Nenekmu?” sergahnya. Suaranya dipenuhi amarah. Bagaimana tidak, ini sudah malam. Dia dan anak mantunya sudah berkumpul di rumah, berharap Janus datang untuk menjelaskan ini semua tapi pikirannya itu salah.Tanpa merasa bersalah sedikit pun, Janus malah tidak pulang. Tidak memberi kabar apapun tentang rencana besarnya itu. Siapa yang tidak emosi kalau punya cucu yang kelewatan begini.“Apa kau merasa terganggu kalau nenek menelponmu? Apa kau sangat sibuk hingga….,”“Iya, Nek. Ada apa? Apa nenek tidak salah bertanya begitu? Bukan sekarang saja Nenek menelpon aku dan tidak pernah mau tahu aku sedang apa, kan?”“Apa kau masih menganggap wanita tua ini sebagai nenekmu?”“Heh…ada apa lagi ini?” Janus sudah bisa menebak apa yang ingin ditanyakan Neneknya makanya tiba-tiba menelpon, marah-marah
Suaranya terdengar sangat menyenangkan, seperti seorang bapak yang tengah membujuk anaknya untuk makan. Magnetis dan dalam. Membuat Fey terhipnotis.Tanpa diminta lagi, Fey membuka mulutnya, Janus menyuapkan makanan itu dengan sangat hati-hati. Perasaan yang tidak bisa Fey gambarkan segera merayap dalam pikirannya. Andai Janus semanis ini memperlakukannya, dia pasti akan mencintai pria ini lebih dalam lagi. "Tapi apakah dia melakukan ini hanya karena aku sedang kesal dengannya. Apa karena dia ingin menebus rasa bersalahnya?” tanya Fey pada dirinya sendiri.Apapun yang Janus pikirkan sampai dia mau melakukan ini, Fey ingin menutup mata dan telinganya. Dia ingin menikmati perhatian Janus yang mungkin akan dia lakukan sekali ini saja. Dia ingin bahagia, ingin merasakan bagaimana rasanya dicintai. Menikmati bagaimana rasanya dimanjakan oleh orang yang dicintai walaupun dia tidak yakin kalau Janus melakukannya dengan hati.Saat dia memikirkan itu, tanpa terasa air mata jatuh dari sudut
Karena Janus sudah berjanji tidak akan menyentuhnya, dia cukup tahu apa maksud dari ucapan Fey itu. Dia menahan langkahnya, sampai Fey benar-benar masuk ke kamar mandi dan menutup pintunya, barulah Janus berbalik. Dia tidak meninggalkan kamar itu tapi memilih duduk di sisi tempat tidur dan mengeluarkan ponselnya. Janus memesan makan malam untuk mereka berdua.Dia hanya tersenyum getir ketika mendengar suara gemercik air. Dia tahu kalau Fey sudah membohonginya. Dia sebenarnya tidak ingin buang air besar tapi mandi.Ya, wajar dia melakukan itu. Selama mereka menikah, Janus tidak pernah sepeduli ini padanya. Dia datang ke kamar ini ketika dia membutuhkan tubuhnya, dia akan pergi setelah mendapatkan apa yang dia inginkan.Dia tidak pernah bertanya, apakah Fey capek atau tidak karena banyak tugas-tugas dari dosen yang harus diselesaikan, bukan hanya tugasnya sendiri tapi harus menyelesaikan semua tugasnya.“Apa pernah dia memperhatikan apa yang Fey lakukan setelah mereka bercinta. Berdiam
Lo juga ikut menyahuti, “Fey, aku yakin Janus membuat rencana ini tanpa persetujuan kamu, kan? Anak itu memang keterlaluan. Dia tetap saja memaksakan kehendaknya. Untuk masalah sebesar ini, bahkan dia tidak meminta pendapat kami. Kita ini keluarga. Janus memang salah, tapi benar kata Nenek. Jika kau merasa keberatan, kau tidak harus mengikuti maunya. Ini tentang masa depanmu, sayang,""Aku tidak pernah merasa terpaksa atas semua ini. Tiga tahun kami bersama, aku melakukan ini karena aku memang menyukai Janus. Maafkan aku,""Oh....," Keduanya terkaget."Ya....kalau kalian menang saling suka. Tidak ada masalah. Nenek akan panggil anak itu. Dia harus tahu bagaimana menghargai orang yang begitu tulus seperti kamu,"Nenek berkata begitu karena dia tahu, Janus memikirkan wanita lain saat dia terikat sebuah hubungan yang sakral dengan Fey.Dia bisa merasakan bagaimana tersiksanya gadis ini jika perasaannya itu memang benar. Mencintai seseorang yang sebenarnya tidak bisa menghargai perasaann
Fey duduk di samping neneknya. Karena dia punya pikiran kalau Nenek datang untuk membahas hal yang paling menakutkan baginya, dia hanya tertunduk.Fey tidak berani menatap Nenek yang mengelus punggungnya dengan penuh kasih sayang.“Kau sudah membuat kami khawatir karena tidak satu pun dari kami yang bisa menghubungi kamu. Begitu mendengar Hawke sampai melakukan itu padamu, ini yang tidak termaafkan. Berani-beraninya dia mengganggu cucu kesayangan nenek,”“Nek, jangan khawatirkan aku. Aku tidak apa-apa. Aku hanya ingin istirahat saja, sebentar juga akan pulih dan aku bisa kembali ke kampus,”Bagaimana bisa pulih dengan mudah? Nenek mengela nafas panjang. Tapi apa yang dia lakukan padamu, tidak akan termaafkan oleh siapapun,” “Ini semua salah Janus. Jika dia mendengar kami, semua ini tidak akan terjadi,”Fey hanya terdiam.“Kalian berteman sejak SMA, dia cukup dekat denganmu juga Janus,” ucap Nenek. Entah apa maksudnya dia membuka ingatan Fey tentang masa tiga tahun yang lalu. “Entah ap
Pada waktu itu, di matanya, Hawke adalah sosok gadis yang sangat mahal. Citranya sebagai gadis yang sempurna meninggalkan kesan mendalam pada diri Janus.Tanpa sadar, pikirannya terus dipenuhi oleh segala hal tentang gadis itu. Dia tidak pernah melihat hal yang mengecewakan darinya.Kebetulan selama kurun waktu itu juga, Janus juga tidak memikirkan wanita mana pun selain Hawke. Tak peduli bagaimana cewek-cewek di seolah itu juga mengincarnya, selama Hawke ada di sisinya, dia tidak membutuhkan siapa pun. Dia selalu bersama gadis itu, seberapa dalam hubungan mereka, Janus juga tidak tahu. Dia pikir, itu adalah hubungan yang luar biasa hanya bisa membicarakan banyak hal, jajan di kanti bareng, mengerjakan tugas bareng walaupun sebenarnya Fey yang mengerjakan tugas mereka dan mereka hanya ngobrol.Kesempatan itu hanya di dapat oleh Janus. Dia benar-benar menjadi cowok yang paling beruntung di sekolah itu. Tiga tahun berlalu, Hawke menjadikan Janus satu-satunya teman laki-lakinya. Bahka