Terikat Pernikahan Dengan CEO Dingin

Terikat Pernikahan Dengan CEO Dingin

By:  Mr.Dopamine  Updated just now
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
10
2 ratings
77Chapters
1.6Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
Leave your review on App

Luna Lanchester tidak menyangka bahwa setelah dikhianati oleh kekasih dan adik tirinya, dirinya justru diminta untuk menjadi penebus hutang keluarga dan menikah dengan Bian Sagara, CEO perusahaan raksasa yang lumpuh dan terkenal kejam! Apakah Luna mampu bertahan sebagai istri dari Bian Sagara? Apa yang sebenarnya disembunyikan oleh Bian? Dan rahasia apa yang masih tersembunyi di balik pernikahan ini?

View More
Terikat Pernikahan Dengan CEO Dingin Novels Online Free PDF Download

Latest chapter

Interesting books of the same period

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

user avatar
ConnellyGirl
bagus, suka sekali. Semangat bestie
2024-08-13 11:10:01
0
user avatar
Putri Nuriasari
baru mulai baca, pilihan kata yg menarik ringan sat set. penasaran Luna cukup berani, oke lanjjut bintang lima always untuk author bintang lima yg sedang menjelma 🦭🦭🦭
2024-07-29 16:27:17
1
77 Chapters

Bersiaplah, Kau Harus Menikah

"Bersiaplah, hari ini kamu harus menikah dengan Bian Sagara." Luna membelalakan matanya, tidak dapat menyembunyikan rasa terkejut setelah mendengar ucapan sang Ayah dengan nada tenang dan santai. Seakan-akan hal yang pria ucapkan itu bukanlah masalah besar. Luna merasa ulang tahunnya yang ke 23, hari ini begitu menyedihkan. Bukan mendapat surprise spesial, dirinya justru malah mendapatkan kejutan berupa kekecewaan dan penghianatan. Luna memergoki kekasihnya, Juan, sedang bercumbu mesra dengan Ana, saudari tirinya sendiri. Dan kini Luna diminta menikah dengan pria yang tidak pernah ia kenal. “Kenapa aku harus menikah dengannya?” ujar Luna merasa heran. "Aku menggelapkan uang perusahaan sebesar lima Millyar." Satu kalimat yang meluncur dari mulut ayahnya sudah cukup menjelaskan situasi mendadak ini. Dan Luna bukan wanita bodoh. Dia tahu artinya dirinya dijual. Hubungannya dengan sang ayah memang tidak baik, terutama sejak perselingkuhan ayahnya dengan ibu tiri yang mengakiba
Read more

Negosiasi

Bian memutar kursi rodanya dan menatap Luna dengan ekspresi datar. Dalam keadaan diam seperti itu, Bian tetap nampak mengintimidasi dan tentu saja angkuh. Sialnya, keangkuhan yang dia tunjukkan justru membuatnya semakin menawan. "Kamu hanya alat penebusan hutang! Berani sekali kamu meminta keuntungan," Suara berat Bian membuat Luna kembali tersadar dari lamunannya. Ekpresi pria itu masih sama, datar, tapi dengan sorot mata yang tajam menusuk. "Tuan, Anda pastinya sudah terbiasa berbisnis. Mengenai hutang ayahku, itu akan dianggap lunas begitu aku menjadi pengantinmu. Namun, bagaimana setelah pernikahan? Bukankah aku seumur hidup akan menjadi istri Anda yang harus membantu mengurus setiap keperluan? Rasanya baru adil jika aku juga mendapat keuntungan untuk itu,” Bian tidak bersuara, ia hanya menaikan sebelah alis sebagai reaksi atas ucapan Luna. Bian tidak menyangka bahwa wanita yang akan dijual kepadanya ternyata cukup cerdik. Wanita itu tahu cara bernegosiasi dan memantik ego
Read more

Lalu, Apa Yang Kamu Lakukan?

"Selamat atas pernikahanmu," Juan mengulurkan tangan yang diabaikan Luna begitu saja. Mendadak Luna merasa muak melihat Juan. Apa yang dulu membuatnya jatuh cinta kepada Juan? Ah! Tentu saja mulut manisnya yang membuatnya akhirnya terperdaya. "Ck! Kamu pengantin terburuk yang pernah kulihat. Wajahmu terlihat seperti badut," Ana tersenyum meremehkan. Luna tidak menyangka bahwa pasangan penghianat itu masih berani menghampiri dirinya ketika sedang menunggu mobil milik Bian yang akan menjemputnya. Ana menarik tangan Luna dan meletakkannya di perutnya. "Kamu merasakannya? Ya, ada benih Juan di sini. Kami akan memiliki anak." Luna menarik tangannya dari perut Ana, “Kamu hanya mendapatkan pria bekas, jadi aku tidak perduli” Ana tersenyum kecut mendengar jawaban Luna, " Setidaknya aku menikah dengan pria yang aku cintai. Bukan dengan seorang pria kejam!" Luna tidak berkomentar, tidak ingin membuang waktu melakukan pembelaan. Disaat Ana baru saja hendak menghina Luna lagi. Suara
Read more

Melihat Pahatan Tubuhku

Luna semakin gugup. Detik itu ia menyadari bahwa hidupnya terjerumus di dalam sangkar pria kejam. "Aku akan mandi. Segera." Luna beranjak, melangkah cepat. Saat melewati Bian, Luna justru malah terkilir dan terjatuh di atas pangkuan Bian dalam posisi duduk menyamping dan tanpa sengaja mencium leher Bian. "Ma-maaf, aku.." "Leher bukan titik pusat yang bisa merangsangku, Luna." Bisik pria itu dengan nada sensual di telinga Luna yang membuatnya bergidik ngeri. "Berhenti mengembuskan napasmu di sana." Dengan langkah cepat, Luna bangkit dan melangkahkan kakinya menjauhi Bian. "Kamu mempunyai waktu sepuluh menit untuk membersihkan diri." Luna masih gemetar meski ia sudah berada di kamar mandi, menutup rapat pintu toilet tersebut lalu berjongkok, memainkan kukunya yang dipotong rapi. Tabiat yang biasa ia lakukan saat ia merasa gugup. "Jangan menangis... Jangan menangis, Luna. Ini bukan apa-apa. Kamu sudah terbiasa melewati kehidupan yang tidak beruntung seperti ini." "Dua me
Read more

Harus Memiliki Pewaris

"Oh... Aku..." Luna bingung harus memberi jawaban apa atas pertanyaan menyudutkan itu. Dia merasa malu karen memang diam-diam terpesona dengan tubuh Bian. "Aku..." Ucapannya terhenti di udara saat ketukan di pintu menginterupsi, menyelamatkannya dari kewajiban untuk menjelaskan. "Masuk." Bian memberi perintah. Nathan berdiri di ambang pintu. Menatap Luna sebelum mengalihkannya pada Bian. "Ada panggilan untuk Anda, Tuan." "Ambilkan pakaianku," titahnya pada Luna. Tanpa kata, Luna memasangkan bajunya. Lalu Nathan melintasi ruangan untuk membantu Bian mendorong kursi roda. "Istirahatlah, tidak usah menungguku." Luna tidak menjawab. Dalam hati dia berharap pria itu memiliki urusan yang banyak agar mereka tidak perlu melewati malam ini bersama. "Ibuku?" Bian bertanya pada Nathan setelah mereka keluar dari kamar. "Ya." Mereka memasuki ruang kerja pria itu. Nathan segera menghubungi Nyonya Sagara. Di layar muncul wajah Nyonya Sagara, wanita anggun dengan tatapan tegas. "
Read more

Kamu Tidak Punya Pilihan

Luna buru-buru memejamkan mata begitu mendengar suara. Itu pasti Bian dan Nathan. Dugaannya tidak meleset sama sekali. Nathan membantu Bian untuk berbaring di atas ranjang. "Selamat malam, Tuan," kata pria itu. "Istirahatlah," Bian menyahut. Luna menahan napas saat mendengar pintu ditutup. Detik berikutnya, Luna hampir menjerit saat tangan Bian dengan manisnya melingkar di perutnya. Jantungnya jedag jedug dengan ritme tidak teratur. Sekujur tubuhnya seolah terbakar tatkala merasakan hembusan hangat napas Bian lehernya. Apa-apaan ini! Bian memeluknya juga membenamkan kepalanya di ceruk leher Luna. Luna semakin merasa tidak nyaman. Pelukan dan hembusan napas Bian memberikan reaksi berlebihan kepadanya. Perlahan, ia lepaskan tangan Bian dari perutnya lalu kemudian ia menjauhkan kepala dari hembusan napas suaminya. Tidak ada nada protes dari Bian, artinya Bian sudah tertidur. Luna bernapas lega, tapi kemudian ia dibuat kaget lagi. Pria ini benar-benar sangat hobi membuatnya sen
Read more

Selamat Pagi

Pagi itu, sinar matahari masuk ke kamar melalui celah tirai, perlahan mengusir kegelapan malam. Luna membuka mata dan merasakan kehangatan di sisi tubuhnya. Dia menoleh dan melihat Bian masih tertidur di sampingnya, wajahnya terlihat lebih lembut saat tertidur. Luna terpesona sejenak, membiarkan matanya menjelajahi setiap detail wajah suaminya. Sulit untuk mengabaikannya. Pipinya tampak halus, dengan sedikit bayangan di bawah mata yang menunjukkan kelelahan. Hidungnya tampak tegas namun tidak terlalu tajam, memberikan keseimbangan yang sempurna pada wajahnya. Alisnya tebal dan hitam, melengkung indah, menciptakan ekspresi tenang yang jarang terlihat ketika dia terjaga. Bulu matanya yang panjang dan lentik menambah keanggunan wajahnya, membuatnya tampak lebih lembut dan damai. Rahang Bian terlihat kokoh dan maskulin, memberikan kesan kekuatan dan keteguhan yang kontras dengan kelembutan di fitur lainnya. Bibirnya yang sedikit terbuka menunjukkan kelembutan dan ketenangan yang berb
Read more

Lumayan

"Bagaimana perasaanmu setelah menjadi seorang suami?" Alih-alih langsung melakukan terapi, Bian dan Julian justru masih berbincang-bincang. Bian melirik sahabatnya itu sekilas, lalu memalingkan wajah, menatap kosong ke kejauhan. "Apa kamu dan dia?" "Kami belum melakukannya." Bian tahu apa yang dimaksud oleh Julian. Julian terkekeh mendengar jawabannya dan Bian mendengus tidak suka. "Malam pengantin berlalu begitu saja?" Julian menaik turunkan alisnya. Nadanya sengaja menggoda Bian. "Kita bisa mulai?" Bian tidak ingin membahas masalah ranjangnya dengan orang lain, terutama Julian, orang yang memaparkan kemungkinan yang ia alami. Mereka pernah merangsang hasrat seksualnya dengan menonton hal berkonten dewasa. Bian tidak merasakan apa-apa sama sekali. "Kamu dan Luna tidur satu ranjang?" "Apa kamu pernah melihat ada pengantin baru yang tidur di tempat terpisah." "Aku memang tidak pernah melihat, tapi hal semacam itu sering terjadi. Kau tidak pernah mendengarnya?" "Aku tid
Read more

Menyingkir

Bian memasuki kamar dengan tubuh berkeringat setelah sesi terapinya. Luna, yang sedang duduk di tepi ranjang, langsung berdiri dan menghampirinya. "Aku ingin mandi." Luna terkejut mendengar permintaan langsung itu, tapi dia segera mengangguk. Dia bergegas mengambil handuk dari kamar mandi dan kembali ke Bian. "Aku akan menyiapkan air untukmu." Bian hanya menganggukkan kepala. Tidak berapa lama, Luna muncul kembali, mendorong kursi rodanya menuju kamar mandi. Luna menunggu perintah selanjutnya, mengamati Bian yang tanpa merasa malu melepaskan kaos yang melekat di tubuhnya, memperlihatkan kulit dan ototnya yang benar-benar sehat dan bugar. Bian melemparkan kaosnya begitu saja dan kini hanya tersisa celana pendek ketat di sana, mempertontonkan kaki panjang telanjang, terhampar nyata di hadapannya. Semalam dia tidak melepaskan celana Bian karena Nathan datang di waktu yang tepat. Sekarang, siapa yang akan menyelamatkannya. Haruskah ia membantu Bian melepaskannya? Membayangka
Read more

Mas Bian

Luna menelan salivanya dengan gugup. Dirinya tidak menyangka bahwa perkataannya yang sok menantang itu justru malah akan menjadi bumerang bagi dirinya sendiri. Tiba-tiba sebuah ketukan di pintu terdengar. "Ketukan penyelamat," Luna bergumam sambil menghela napas lega. Bian mendengar gumaman Luna dan menoleh padanya dengan alis terangkat. "Ketukan penyelamat?" Luna langsung menutup mulutnya dengan tangan, wajahnya memerah. "Ah, maafkan aku... Maksudku, aku tidak bermaksud..." Bian tidak langsung menjawab, hanya memandangi Luna dengan tatapan datar yang sulit ditebak. "Masuk," bersamaan dengan perintah Bian. Julian membuka pintu dan melambai dengan santai. "Maaf, mengganggu waktunya. Nathan sudah berangkat ke kantor jadi aku berinisiatif untuk menemuimu kemari." "Hai, perkenalkan aku Julian, dokter dan juga terapis suamimu." Mengabaikan Bian, Julian kini justru mengajak Luna berkenalan. Luna melirik Bian, meminta persetujuan apakah dia boleh menyambut uluran tangan pria
Read more
DMCA.com Protection Status