Share

Negosiasi

Bian memutar kursi rodanya dan menatap Luna dengan ekspresi datar. Dalam keadaan diam seperti itu, Bian tetap nampak mengintimidasi dan tentu saja angkuh. Sialnya, keangkuhan yang dia tunjukkan justru membuatnya semakin menawan.

"Kamu hanya alat penebusan hutang! Berani sekali kamu meminta keuntungan," Suara berat Bian membuat Luna kembali tersadar dari lamunannya. Ekpresi pria itu masih sama, datar, tapi dengan sorot mata yang tajam menusuk.

"Tuan, Anda pastinya sudah terbiasa berbisnis. Mengenai hutang ayahku, itu akan dianggap lunas begitu aku menjadi pengantinmu. Namun, bagaimana setelah pernikahan? Bukankah aku seumur hidup akan menjadi istri Anda yang harus membantu mengurus setiap keperluan? Rasanya baru adil jika aku juga mendapat keuntungan untuk itu,” Bian tidak bersuara, ia hanya menaikan sebelah alis sebagai reaksi atas ucapan Luna.

Bian tidak menyangka bahwa wanita yang akan dijual kepadanya ternyata cukup cerdik. Wanita itu tahu cara bernegosiasi dan memantik ego Bian. Selama hidupnya, tidak pernah ada satu pun orang yang berani membantah ucapan Bian, dan Luna adalah satu-satunya yang melakukan hal itu.

Melihat raut wajah Bian yang nampak dingin. Luna menelan ludah menahan rasa gugup di hati. Dirinya takut ucapannya telah menyinggung pria kejam itu. Namun, Luna berusaha untuk tidak menunjukan ketakutannya. Alasan Luna memberanikan diri untuk bernegosiasi dengan Bian semata-mata agar dirinya dapat tetap mandiri dan tidak bergantung sepenuhnya pada Bian.

"Baiklah! Aku akan memberikan 5 Millyar tambahan untukmu. Satu jam lagi kita akan menikah!" Suara Bian menggelegar dengan seringai kecil di wajahnya. Semua orang di ruangan yang sempat menahan nafas karena menahan ketegangan yang terjadi kini mulai bernafas lega.

Luna tahu keputusannya ini terasa tidak masuk akal. Namun, setidaknya uang lima miliar bagiannya, akan Luna gunakan untuk membangun kafe impiannya yang akan membantu kelangsungan hidupnya nanti.

"Baiklah, silahkan tunggu. Aku akan bersiap." Sambil tersenyum pahit, pada akhirnya Luna bersedia menjadi istri dari seorang Bian.

***

Luna menatap pantulan dirinya di cermin. Ia bahkan hampir tidak mengenali dirinya sendiri.

"Kamu adalah pengantin tercantik yang pernah kulihat." Pujian dari MUA yang sambil mengoleskan lipstick pada Luna seakan tidak memberikan arti apa-apa padanya.

Yang Luna rasakan saat ini hanyalah rasa cemas akan hidupnya nanti setelah menikah. Mimpi Luna tentang pernikahan bersama pria yang dia cintai dan mencintainya, hancur begitu saja. Apa tujuan Bian menikahinya, sebenarnya Luna juga tidak tahu. Yang ia lakukan saat ini adalah mengikuti arus takdir.

"Silahkan keluar, ayahmu sudah menunggu di depan pintu." Ucapan MUA itu menyadarkan Luna dari lamunannya.

Luna berjalan ke luar pintu. Benar saja, ayahnya sudah berdiri di sana dengan wajah angkuh. Jika Luna bisa memilih, ia tidak ingin terlahir sebagai putri dari pria arogant yang serakah itu

“Jaga sikapmu dan tersenyumlah! Pastikan Bian Sagara puas denganmu dan tidak akan berubah pikiran. Kamu bahkan telah mendapatkan uang tambahan, pastikan kamu membagi uang itu untukku juga.” Luna tidak habis pikir dengan ucapan ayahnya. Sungguh, satu-satunya yang bisa ia syukuri dari pernikahan ini adalah dimana ia akhirnya bisa bebas dari keluarganya yang kejam.

"Seingatku, aku menginginkan pengantin yang cantik." Luna tidak menyangka dirinya akan merasa bersyukur begitu mendengar suara Bian menginterupsi ayahnya ketika mulai meminta uang.

“Tuan Bian katakan saja jika ada yang tidak puas. Saya akan segera meminta MUA untuk merias ulang wajah Luna.” Gunawan memperlihatkan wajah bermuka dua di hadapan Bian dan berusaha menjilat Bian.

Namun, Bian mengangkat sebelah tangan, memberi titah tanpa suara agar Gunawan diam.

Nathan, asisten Bian kemudian datang dan memberitahu bahwa penghulu telah siap. Tanpa menunggu lagi, Bian dan Luna akhirnya telah resmi menjadi suami-istri.

"Bukankah aku telah menyenangkan hatimu dengan membayar lebih? Mengapa kamu tidak tersenyum sejak tadi?" Luna menelan ludah mendengar ucapan Bian. Padahal selama acara Luna sudah berusaha sebisanya untuk tersenyum. Namun, bagi Bian senyuman Luna terlihat palsu dan menyedihkan.

"Mulai hari ini, kamu harus mengurus segala keperlukanku. Termasuk mengurusku saat mandi maupun di atas ranjang." Luna membeliak seketika. Mengurus saat mandi dan di ranjang? Luna benci imajinasinya yang langsung beraksi.

“Apa aku boleh membantu mengurus keperluan Anda, selain kedua hal itu?” Belum apa-apa Bian sudah membahas ranjang membuat nyali Luna menciut.

"Jadilah istri penurut yang baik hati, dan kamu akan mendapatkan apa yang kamu inginkan." Bian memberi kode pada Nathan agar mendorong kursi rodanya dan meninggalkan ruangan.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Putri Nuriasari
kalo kamu gak mau, biar aku aja yg ngurus lun
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status